Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


Manusia secara hakikat adalah suatu makhluk hidup diciptakan oleh Allah SWT yang paling
sempurna diantara makhluk makhluk lainnya dan di dalamnya terdapat jiwa dan tiap masing
masing individu manusia tersebut dibekali akal dan pikiran untuk membantu dalam
mengarungi hidup di dunia ini.
Maka dari itu manusia yang dibekali akal dan pikiran akan selalu berusaha membuat
perubahan yang lebih baik lagi seperti memperluas wawasan pengetahuan ilmu dan
sebagainya tepatnya pada pembahasan mengenai sumber huklum aswaja (Al-Quran, Al
hadist, dan ijtihad). Ahli sunnah wal jamaah adalah suatu golongan yang menganut syariat
islam yang berdasarkan pada alqur`an dan al hadis dan beri`tikad apabila tidak ada dasar
hukum pada alqur`an dan hadis. Inilah kemudian kita sampai pada pengertian Aswaja.
Pertama jika kita melihat ijtihadnya para ulama-ulama merasionalkan dan memecahkan
masalah jika di dalam alqur`an dan hadis tidak menerangkanya.
Definisi kedua adalah (melihat cara berpikir dari berbagai kelompok aliran yang
bertentangan) orang-orang yang memiliki metode berpikir keagamaan yang mencakup aspek
kehidupan yang berlandaskan atas dasar moderasi menjaga keseimbangan dan toleransi.
Ahlussunah wal Jama’ah ini tidak mengecam Jabariyah, Qodariyah maupun Mu’tazilah akan
tetapi berada di tengah-tengah dengan mengembalikan pada ma anna alaihi wa ashabihi. Nah
itulah latar belakang sosial dan latar belakang politik munculnya paham Aswaja. Jadi tidak
muncul tiba-tiba tetapi karena ada sebab, ada ekstrim mutazilah yang serba akal, ada ekstrim
jabariyah yang serba taqdir, aswaja ini di tengah-tengah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa Aswaja sebagai sebuah paham keagamaan (ajaran) maupun sebagai
aliran pemikiran, kemunculannya tidak bisa dilepaskan dari pengaruh dinamika sosial politik
pada waktu itu, lebih khusus sejak peristiwa tahqim yang melibatkan sahabat Ali dan sahabat
Muawiyyah sekitar akhir tahun 40 H. Aswaja juga merupakan golongan yang sikapnya luas.
BAB II

PEMBAHASAN

SUMBER-SUMBER HUKUM ASWAJA

2.1 AL-QUR’AN
Al-qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena
al-qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan
diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-qur’an. Allah berfirman dalam surat Al-baqarah
ayat: 2 dan Al-maidah ayat 44-45, 47.

َ‫ْب فِ ْي ِه ُهدًى ِل ْل ُمت َّ ِقيْن‬ َ ‫ذلِكَ اْل ِكت‬


َ ‫َب الَ َري‬
“Kitab (Al-qur’an) ini tidak ada keraguan padanya petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
(Qs. Al-baqarah:2)

‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أ َ ْنزَ َل هللاُ فَأ ُ ْولئِكَ ُه ُم اْلك ِف ُر ْو‬


“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka adalah golongan orang-orang kafir”. (Qs. Al-maidah:44).

Tentu dalam halini yang bersangkutan dengan aqidah, lalu;

ّ ‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أ َ ْنزَ َل هللاُ فَأ ُ ْولئِكَ ُه ُم ال‬


َ‫ظ ِل ُم ْون‬
“Dan barang siapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah maka
mereka adalah orang-orang yang dhalim” (Qs. Al-maidah:45)

Dalam hal ini urusan yang berkenaan dengan hak-hak sesama manusia.

‫َو َم ْن لَ ْم يَحْ ُك ْم بِ َما أ َ ْنزَ َل هللاُ فَأ ُ ْولئِكَ ُه ُم اْلف ِسقُ ْون‬
“Dan barangsiapa yang tidak memutuskan hukum menurut apa yang diturunkan Allah maka
mereka adalah golongan orang-orang fasik” (Qs. Al-maidah:47)
Ada 4 tujuan diturunkannya Al-qur’an:

1. Al-qur’an sebagai petunjuk bagi manusia


Allah menueunkan al-qur’an sebagai petunjuk manusia, seperti yang dijelaskan dalam
surat Al-baqarah ayat 185.
Berbunyi:“Bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-
qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-pejelasan mengenai petunjuk
dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barang siapa diantara
kamu hadir (dinegeri tempat tinggalnya) dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa
pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan yaitu, pada hari-hari
yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran
bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu
mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu
bersyukur”. (Qs. Al-baqarah:185)
2. Al-qur’an sebagai sumber pokok ajaran islam
Al-qur’an berfungsi sebagai ajaran islam sudah diyakini dan diakui kebenarannya
oleh segenap hukum islam. Adapun ajarannya meliputi persoalan kemanusiaan secara
umum seperti hukum, ibadah, ekonomi, politik, social, budaya, pendidikan, ilmu
pengetahuan dan seni.
3. Al-qur’an sebagai peringatan dan pelajaran bagi manusia
Dalam al-qur’an banyak diterangkan tentang kisah para nabi dan ummat dahulu, baik
umat yang taat melaksanakan perintaj Allah maupun yang mereka yang menentang
dan mengingkari ajaran-Nya.
4. Al-qur’an sebgaai mukjizat Nabi Muhammad saw
Turunnya Al-qur’an merupakan salah satu mu’jizat yang dimiliki Nabi Muhammad
saw.

2.2 AL-HADIST
Al-Hadits adalah segala perkataan (sabda), perbuatan dan ketetapan dan persetujuan
dari Nabi Muhammad SAW yang dijadikan ketetapan ataupun hukum dalam agama Islam.
Hadits dijadikan sumber hukum dalam agama Islam selain Al-Qur'an, Ijma dan Qiyas,
dimana dalam hal ini, kedudukan hadits merupakan sumber hukum kedua setelah Al-Qur'an.

As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di semua sisi kehidupan
manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan keyakinan, maupun dalam
urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak boleh seorang pun melawan As-
Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam Syafi’i rahimahullah di akhir
kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal menggunakan qiyas tatkala ada hadits
(shahih).” Kaidah Ushul menyatakan, “Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah
pendapat”, dan juga kaidah “Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan
perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Rasulullah saw telah memberikan wasiat sekaligus jalan keluarnya. Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
‫س ُكوا بِ َها َو َعضُّوا‬ َّ َ‫اء ْال َم ْه ِديِّين‬
َّ ‫الرا ِشدِينَ ت َ َم‬ ِ َ‫سنَّ ِة ْال ُخلَف‬ ُ ِ‫يرا فَعَلَ ْي ُك ْم ب‬
ُ ‫س َّنتِي َو‬ ً ِ‫اختِ ََلفًا َكث‬ َ َ‫ش ِم ْن ُك ْم بَ ْعدِي ف‬
ْ ‫سيَ َرى‬ ْ ‫فَإِنَّهُ َم ْن يَ ِع‬
ِ ‫َع َل ْي َها ِبالنَّ َو‬
‫اج ِذ‬
“Sesungguhnya siapa saja diantara kalian yang hidup sepeninggalku nanti niscaya akan
melihat perselisihan yang begitu banyak (dalam memahami agama ini). Oleh karena itu,
wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku (jalanku) dan sunnah Khulafa`
Ar Rasyidin yang terbimbing. Berpegang teguhlah dengannya. Gigitlah ia dengan gigi-gigi
geraham kalian.” (HR. Abu Dawud, At Tirmidzi, Ad Darimi, Ibnu Majah, dan lainnya. Dari
shahabat Al Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu. Shohih, lihat Irwa`ul Ghalil, hadits no.
2455).

Perbedaan Al-Qur’an dengan As-Sunnah:

 Segala yang ditetapkan Al-Qur’an adalah absolut nilainya. Sedangkan yang


ditetapkan As-Sunnah tidak semuanya bernilai absolute. Ada yang bersifat absolut,
ada yang bersifat nisbi zhanni

 Penerimaan seorang muslim terhadap Al-Qur’an adalah dengan keyakinan.


Sedangakan terhadap As-Sunnah, sebagian besar hanyalahzhanny (dugaan-dugaan
yang kuat.
2.3 IJTIHAD

1. AL-IJMA’

Al-ijma’ ialah kesepakatan para ulama’ atas suatu hukun setelah wafatnya nabi
Muhammad saw. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad saw seluruh persoalan
hukum kembali kepada beliau. Setelah wafatnya Nabi Muhammad saw maka hukum
dikembalikan kepada para sahabatnya dan para mujtahid.

Ijma’ dibagi menjadi dua macam:

 Ijma’ bayani ialah apabila semua mujtahid mengeluarkan pendapatnya baik


berbentuk perkataan maupun tulisan yang menunjukkan kesepakatannya.

 Ijma’ Sukuti ialah apabila sebagian Mujtahid mengeluarkan pendapatnya dan


sebagian yang lain diam, sedang diamnya menunjukan setuju, bukan karena takut
atau malu.

Dalam ijma’ sukuti ini Ulama’ masih berselisih faham untuk diikuti, karena setuju

dengan sikap diam tidak dapat dipastikan. Adapun ijma’ bayani telah disepakati suatu

hukum, wajib bagi ummat Islam untuk mengikuti dan menta’ati. Karena para Ulama’

Mujtahid itu termasuk orang-orang yang lebih mengerti dalam maksud yang dikandung

oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan mereka itulah yang disebut Ulil Amri Minkum Allah

berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa’ ayat : 59.

‫سو ِل إِ ْن‬
ُ ‫الر‬
َّ ‫َّللاِ َو‬ َ ‫سو َل َوأُو ِلي ْاْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ْم ۖ فَإ ِ ْن تَنَازَ ْعت ُ ْم فِي‬
َّ ‫ش ْيءٍ فَ ُردُّوهُ إِلَى‬ َّ ‫َّللاَ َوأ َ ِطيعُوا‬
ُ ‫الر‬ َّ ‫ا أَيُّ َها الَّذِينَ آ َمنُوا أ َ ِطيعُوا‬
‫يَل‬ َ ْ‫اَّللِ َو ْاليَ ْو ِم ْاْل ِخ ِر ۚ َٰذَلِكَ َخي ٌْر َوأَح‬
ً ‫سنُ ت َأ ْ ِو‬ َّ ِ‫ب‬. َ‫ُك ْنت ُ ْم تُؤْ ِمنُون‬

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di
antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (Qs. Annisa’:59)

Dan para sahabat pernah melaksanakan ijma’ apabila terjadi suatu masalah yang
tidak ada dalam Al-qur’an dan Hadist rasulullah saw. Pada zaman sahabat Abu bakar dan
sahabat Umar r.a jika mereka sudah sepakat maka wajib diikuti oleh seluruh ummat
islam. Inilah beberapa hadist yang memperkuat ijma’ sebagai sumber hukum, seperti
disebut dalam sunan tirmidzi juz IV hal 466.

‫ َويَدُهللاِ َم َع اْلَ َجما َع ِة‬,ٍ‫ضَلَ لَة‬


َ ‫لى‬ ِ ‫ا َِّن هللاَ الَ يَجْ َم ُع ا ُ َّم‬
َ ‫تى َع‬
“Sesungguhnya Allah tidak menghimpun ummatku atas kesesatan dan perlindungan

Allah beserta orang banyak”

Selanjutnya, dalam kitab Faidlul Qadir Juz 2 hal 431


َ ‫اختَِلَ فًا فَعَلَ ْي ُك ْم بِالس ََّوا ِداْ ْل َ ْع‬
‫ظ ِم‬ ْ ‫ارأ َ ْيت ُ ُم‬ ِ َ‫ضَلَ لَ ٍة ف‬
َ َ‫اءذ‬ ِ ‫ا َِّن ا ُ َّم‬
َ ‫تى الَتَجْ ت َِم ُع َع‬
َ ‫لى‬
“Sesungguhnya ummatku tidak berkumpul atas kesesatan maka apabila engkau melihat
perselisihan, maka hendaknya engkau berpihak kepada golongan yang terbanyak”.

2. AL-QIYAS

Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari
kata Qasa (‫) قا س‬. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang
lain dalam hukum karena adanya sebab yang antara keduanya. Rukun Qiyas ada 4
macam: al-ashlu, al-far’u, al-hukmu dan as-sabab. Contoh penggunaan qiyas, misalnya
gandum, seperti disebutkan dalam suatu hadits sebagai yang pokok (al-ashlu)-nya, lalu
al-far’u-nya adalah beras (tidak tercantum dalam al-Qur’an dan al-Hadits), al-hukmu,
atau hukum gandum itu wajib zakatnya, as-sabab atau alasan hukumnya karena makanan
pokok.
Dengan demikian, hasil gandum itu wajib dikeluarkan zakatnya, sesuai dengan hadits
Nabi, dan begitupun dengan beras, wajib dikeluarkan zakat. Meskipun, dalam hadits
tidak dicantumkan nama beras. Tetapi, karena beras dan gandum itu kedua-duanya
sebagai makanan pokok. Di sinilah aspek qiyas menjadi sumber hukum dalam syareat
Islam. Dalam Al-Qur’an Allah S.WT. berfirman :

‫ار‬
ِ ‫ص‬َ ‫فَا ْعت َبِ ُر ْوا يأ ُ ْو ِلى اْْل َ ْي‬

“Ambilah ibarat (pelajaran dari kejadian itu) hai orang-orang yang mempunyai
pandangan”. (Al-Hasyr : 2).

‫ضى‬ ِ ‫ضا ٌء ؟ قَا َل ا َ ْق‬ َ َ‫ض ق‬ َ ‫ضى اِذَا َع َر‬ َ ‫ َكي‬:َ‫ِلى اْليَ َمنِى قَال‬
ِ ‫ْف تَ ْق‬ َ ‫ى صلى هللا عليه وسلم ا‬ ُّ ‫ َل َما بَ َعثَهُ النَّ ِب‬: ‫َع ْن ُم َعا ٍذ َقا َل‬
‫ب‬
ِ ‫فى ِكتَا‬ ِ ‫ال‬ َ ‫س ْو ِل هللاِ َو‬ ُ ‫اء ْن لَ ْم ت َِجدْ فِى‬
ُ ‫سنَّ ِة َر‬ ِ َ‫ قَا َل ف‬,ِ‫س ْو ِل هللا‬ ُ ‫هللا ؟ قَا َل فَ ِب‬
ُ ‫سنَّ ِة َر‬ ِ ‫ب‬ِ ‫اء ْن لَ ْم ت َِجدْ فِى ِكت َا‬ ِ َ‫هللا قَا َل ف‬
ِ ‫ب‬ ِ ‫ِب َكت َا‬
‫س ْو َل‬ُ ‫صد َْرهُ َوقَا َل اْل َح ْمدُ هللِ ا َّلذِى َو َّفقَ َر‬َ ‫س ْو ُل هللاِ صلى هللا عليه وسلم‬ ُ ‫ب َر‬ َ َ‫هللاِ ؟ قَا َل اَجْ ت َ ِهد ُ ِب َرأْ ِيى َوالَ الُ ْو قَا َل ف‬
َ ‫ض َر‬
‫ رواه أحمد وابو داود والترمذى‬.ِ‫س ْو ُل هللا‬
ُ ‫ضاهُ َر‬
َ ‫س ْو ِل هللاِ ِل َما يَ ْر‬
ُ ‫ر‬.
َ

“Dari sahabat Mu’adz berkata; tatkala Rasulullah SAW mengutus ke Yaman, Rasulullah
bersabda bagaimana engkau menentukan apabila tampak kepadamu suatu ketentuan?
Mu’adz menjawab; saya akan menentukan hukum dengan kitab Allah? Mu’adz
menjawab; dengan Sunnah Rasulullah s.aw. kemudian nabi bersabda; kalau tidak engkau
jumpai dalam Sunnah Rasulullah dan dalam kitab Allah? Mu’adz menjawab; saya akan
berijtihad dengan pendapat saya dan saya tidak kembali; Mu’adz berkata: maka
Rasulullah memukul dadanya, kemudian Mu’adz berkata; Alhamdulillah yang telah
memberikan taufiq kepada utusan Rasulullah SAW dengan apa yang Rasulullah meridlai-
Nya).

Kemudian Al-Imam Syafi’i memperkuat pula tentang qiyas dengan firman Allah S.W.T
dalam Al-Qur’an :

‫ص ْيدَ َوا َ ْنت ُ ْم ُح ُر ٌم َو َم ْن قَتَلَهُ ِم ْن ُك ْم ُمت َ َع ِمدًا فَ َجزَ ا ٌء ِمثْ ُل َما قَت َ َل ِمنَ النَّ َع ِم َيحْ ُك ُم ِب ِه ذَ َوا َعدْ ٍل ِم ْن ُك ْم‬
َّ ‫ياأَيُّ َهااَّل ِذيْنَ َء ا َمنُ ْوا الَت َ ْقتُلُ ْواا ل‬

“Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika
kamu sedang ihram, barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka
dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak yang seimbang dengan buruan yang
dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu”. (Al-Maidah: 95).

Sebagaimana madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah lebih mendahulukan dalil Al-Qur’an


dan Al-Hadits dari pada akal. Maka dari itu madzhab Ahlussunnah wal Jama’ah
mempergunakan Ijma’ dan Qiyas kalau tidak mendapatkan dalil nash yang shareh (jelas)
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
BAB III

PENUTUPAN

3.1 KESIMPULAN

Setelah di uraikan pada makalah tersebut dapat disimpulkan bahwa aswaja atau
ahlussunnah wal jamaah adalah suatu golongan yang menganut pada syariat islam yang
berdasarkan pada al qur`an dan al hadis dan menggunakan ijtihad sebagai solusi yang terakhir.
Sumber sumber islam merupakan hal yang sangat penting bagi umat islam karena segala sesuatu
telah diatur sebagai petunjuk dalam mengarungi hidup sebagaimana jika kita melanggarnya
maka dosa besar pun sebagai ganti akan perbuatan tercela yang telah diperbuat dan Allah AWT
tidak segan segan untuk memberikan sanksi. Sumber hukum utama ajaran islma adalah al quran,
kedua adalah al hadist serta yang ketiga adalah ijtihad. Bisa terbentuk sumber hukum seperti
ijtihad maupun al hadist karena sebagai pelengkap akan segala sesuatu yang tidak atau kurang
tercantum maksud yang ada maupun tertera pada isi dari kitab Al-quran ataupun sebagai
petunjuk panduan dari alquran, sebagai contoh yaitu al quran menegaskan kewajiban sholat dan
ruku’ serta sujud dan sebagai petunjuk panduan seperti al hadist maka menjelaskan bagaimana
shalat itu dilakukan, mulai takhbiratul ihram, bacaan Allahuakbar sebagai pembuka sholat, doa
iftitah, bacaan alfatihah, gerakan sujud, sampai bacaan tayahud ataupun salam, semua itu baik
yang telah dilakukan oleh Rasulullulah SAW maupun sahabat sahabat beliau.

3.2 SARAN

Kepada pembaca sebagai perkembangan perluasan dan penambahan pengetahuan tentang


ilmu yang mengenai sumber sumber ajaran islam dan hukum aswaja. Yang diharapkan dapat
timbul rasa sadar diri dan selalu taat kepada Allah SWT karena semua adalah milik Allah dengan
cara mengamalkan semua perbuatan yang telah Allah turunkan melalui kitab Alquran sebagai
sumber utama ajaran islam serta mengamalkan hadist Nabi dan Para Sahabat serta dapat
mengimplementasikan dalam kehidupan sehari hari melalui akhlak dan sikap terpuji sesama
manusia dalam mengarungi hidup di dunia dan menabung amal dan pahala untuk surga Allah
SWT di akhirat nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Daut Ali, Prof. H. S.H. 2011. Hukum Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Abdul Wahhab Khallafs. 2000. Kaidah-Kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai