DEMAM
Disusun oleh:
BANDUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas ini. kami ucapkan terima kasih kepada Dr. Linda Amalia ,
S.Kp., M.KM. selaku dosen mata kuliah Metodologi Keperawatan serta tidak lupa kami ucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas ini.
kami berharap semoga tugas ini bisa bemanfaat dan bisa menambah pengetahuan serta
pengalaman untuk para pembaca. kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena terbatasnya pengetahuan dan pengalaman kami, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah demam berawal dari suatu hipotesis yang menyatakan bahwa demam merupakan
suatu proses alamiah yang timbul sebagai akibat suatu stimulus. Ahli dari mesir beranggapan
bahwa demam diakibatkan oleh inflamasi lokal. Bilroth pada tahun 1868 membuktikannya
dengan menyuntikan pus kepada kelinci percobaan, kemudian kelinci tersebut menjadi demam
yang terjadi akibat adanya endotoksin, yaitu suatu produk bakteri gram negatif yang
mengkontaminasi bahan suntikan. Menkin pada tahun 1943 berhasil mengisolasi bahan
penyebab demam yang disebut pyrexin. Kemudian Gery dan Waksman berhasil mengidentifikasi
interleukin-1 (IL-1), dikenal sebagai sitokin yang terbukti identik dengan pirogen endogen.
Dalam evolusi kehidupan, tubuh telah mengembangkan suatu sistem pertahanan yang cukup
ampuh terhadap infeksi. Dan peninggian suhu badan memberikan suatu peluang kerja yang
optimal untuk sistem pertahanan tubuh.
1
BAB II
PEMBAHASAN
Pada keadaan istirahat, berbagai organ seperti otak, otot, hati, jantung, tiroid, pankreas
dan kelenjar adrenal berperan dalam menghasilkan panas pada tingkat sel yang melibatkan
adenosin trifosfat (ATP). Bayi baru lahir menghasilkan panas pada jaringan lemak coklat, yang
terletak terutama dileher dan skapula. Jaringan ini kaya akan pembuluh darah dan mempunyai
banyak mitokondria. Pada keadaan oksidasi asam lemak pada mitokondria dapat meningkatkan
produksi panas sampai dua kali lipat. Dewasa dan anak besar mempertahankan panas dengan
vasokonstriksi dan memproduksi panas dengan menggigil sebagai respon terhadap kenaikan
suhu tubuh. Aliran darah yang diatur oleh susunan saraf pusat memegang peranan penting dalam
mendistribusikan panas dalam tubuh. Pada lingkungan panas atau bila suhu tubuh meningkat,
2
pusat pengatur suhu tubuh di hipotalamus mempengaruhi serabut eferen dari sistem saraf otonom
untuk melebarkan pembuluh darah (vasodilatasi). Peningkatan aliran darah dikulit menyebabkan
pelepasan panas dari pusat tubuh melalui permukaan kulit kesekitarnya dalam bentuk keringat.
Dilain pihak, pada lingkungan dingin akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah sehingga akan
mempertahankan suhu tubuh.
i. Radiasi : kehilangan panas dalam bentuk gelombang panas infra merah, suatu
jenis gelombang elektromagnetik. Dimana melalui cara ini tidak menggunakan
sesuatu perantara apapun. Secara umum enam puluh persen panas dilepas secara
radiasi;
ii. Konduksi : kehilangan panas melalui permukaan tubuh ke benda-benda lain
yang bersinggungan dengan tubuh, dimana terjadi pemindahan panas secara
langsung antara tubuh dengan objek pada suhu yang berbeda. Dibandingkan
dengan posisi berdiri, anak pada posisi tidur dengan permukaan kontak yang
lebih luas akan melepas panas lebih banyak melalui konduksi;
iii. Konveksi : pemindahan panas melalui pergerakan udara atau cairan yang
menyelimuti permukaan kulit;
iv. Evaporasi : kehilangan panas tubuh sebagai akibat penguapan air melalui kulit
dan paru-paru, dalam bentuk air yang diubah dari bentuk cair menjadi gas; dan
dalam jumlah yang sedikit dapat juga kehilangan panas melalui urine dan feses.
Faktor fisik jelas akan mempengaruhi kemampuan respon perubahan suhu. Pelepasan panas pada
bayi sebagian besar disebabkan oleh karena permukaan tubuhnya lebih luas dari pada anak yang
lebih besar.
3
B. Konsep “set-point” dalam pengaturan suhu tubuh
Suhu tubuh diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persarafan umpan balik, dan
hampir semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak pada area
preoptik hipotalamus anterior. 1,2
Daerah spesifik dari interleukin-1 (IL-1) adalah regio preoptik hipotalamus anterior, yang
mengandung sekelompok saraf termosensitif yang berlokasi di dinding rostral ventrikel III,
disebut juga sebagai korpus kalosum lamina terminalis (OVLT) yaitu batas antara sirkulasi dan
otak. Saraf termosensitif ini terpengaruh oleh daerah yang dialiri darah dan masukan dari
reseptor kulit dan otot. Saraf yang sensitif terhadap hangat terpengaruh dan meningkat dengan
penghangatan atau penurunan dingin, sedang saraf yang sensitif terhadap dingin meningkat
dengan pendinginan atau penurunan dengan penghangatan. Telah dibuktikan bahwa IL-1
menghambat saraf sensitif terhadap hangat dan merangsang cold-sensitive neurons. Korpus
kalosum lamina terminalis (OVLT) mungkin merupakan sumber prostaglandin. Selama demam,
IL-1 masuk kedalam ruang perivaskular OVLT melalui jendela kapiler untuk merangsang sel
untuk memproduksi prostaglandin E-2 (PGE-2); secara difusi masuk kedalam regio preoptik
hipotalamus anterior untuk menyebabkan demam atau bereaksi dalam serabut saraf dalam
OVLT. PGE-2 memainkan peran penting sebagai mediator, terbukti dengan adanya hubungan
erat antara demam, IL-1 dan peningkatan kadar PGE-2 di otak. Penyuntikan PGE-2 dalam
jumlah kecil kedalam hipotalamus binatang, memproduksi demam dalam beberapa menit, lebih
cepat dari pada demam yang diinduksi oleh IL-1. 1,2
4
Hasil akhir mekanisme kompleks ini adalah peningkatan thermostatic set-point yang akan
memberi isyarat serabut saraf eferen, terutama serabut simpatis untuk memulai menahan panas
(vasokonstriksi) dan produksi panas (menggigil). Keadaan ini dibantu dengan tingkah laku
manusia yang bertujuan untuk menaikkan suhu tubuh, seperti mencari daerah hangat atau
menutup tubuh dengan selimut. Hasil peningkatan suhu melanjut sampai suhu tubuh mencapai
peningkatan set-point. Peningkatan set-point kembali normal apabila terjadi penurunan
konsentrasi IL-1 atau pemberian antipiretik dengan menghambat sintesis PGE-2. PGE-2
diketahui mempengaruhi secara negative feed-back dalam pelepasan IL-1, sehingga dapat
mengakhiri mekanisme ini yang awalnya diinduksi demam. 1,2
Sebagai tambahan, arginin vasopresin (AVP) beraksi dalam susunan saraf pusat untuk
mengurangi pyrogen induced fever. Kembalinya suhu menjadi normal diawali oleh vasodilatasi
dan berkeringat melalui peningkatan aliran darah kulit yang dikendalikan oleh serabut saraf
simpatis. 1,2
Suhu tubuh normal bervariasi sesuai irama suhu circardian (variasi diurnal). Suhu
terendah dicapai pada pagi hari pukul 04.00 – 06.00 dan tertinggi pada awal malam hari pukul
16.00 – 18.00. Kurva demam biasanya juga mengikuti pola diurnal ini.1,2 Suhu tubuh juga
dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan, meliputi usia, jenis kelamin, aktivitas fisik dan
5
suhu udara ambien. Oleh karena itu jelas bahwa tidak ada nilai tunggal untuk suhu tubuh normal.
Hasil pengukuran suhu tubuh bervariasi tergantung pada tempat pengukuran (Tabel 1).3-5
Air raksa,
Rektal 36,6 – 37,9; 37 38
elektronik
35,7 – 37,5;
Telinga Emisi infra merah 37,6
36,6
6
o gangguan imunologik-reumatologik (lupus eritematosus sistemik, artritis
reumatoid),
o penyakit radang (penyakit radang usus),
o ganggguan endokrin (tirotoksikosis, feokromositoma),
o ganggguan metabolik (gout, uremia, penyakit fabry, hiperlipidemia tipe 1), dan
o wujud-wujud yang belum diketahui atau kurang dimengerti (demam mediterania
familial).
7
Penilaian pola demam meliputi tipe awitan (perlahan-lahan atau tiba-tiba), variasi derajat suhu
selama periode 24 jam dan selama episode kesakitan, siklus demam, dan respons terapi.
Gambaran pola demam klasik meliputi: 3,4,6
Demam kontinyu (Gambar 1.) atau sustained fever ditandai oleh peningkatan suhu tubuh
yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0,4oC selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal
suhu normal biasanya tidak terjadi atau tidak signifikan. 4,6
Demam remiten ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal
dengan fluktuasi melebihi 0,5oC per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling
sering ditemukan dalam praktek pediatri dan tidak spesifik untuk penyakit tertentu (Gambar
2.). Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi.
8
Pada demam intermiten suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan
puncaknya pada siang hari (Gambar 3.). Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua
yang ditemukan di praktek klinis. 3,4
Demam septik atau hektik terjadi saat demam remiten atau intermiten menunjukkan
perbedaan antara puncak dan titik terendah suhu yang sangat besar. 3,4
Demam quotidian, disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang
terjadi setiap hari.3,4
Demam quotidian ganda (Gambar 4.)memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam)
Undulant fever menggambarkan peningkatan suhu secara perlahan dan menetap tinggi
selama beberapa hari, kemudian secara perlahan turun menjadi normal. 3,4
Demam lama (prolonged fever) menggambarkan satu penyakit dengan lama demam
melebihi yang diharapkan untuk penyakitnya, contohnya > 10 hari untuk infeksi saluran
nafas atas. 3-5
Demam rekuren adalah demam yang timbul kembali dengan interval irregular pada satu
penyakit yang melibatkan organ yang sama (contohnya traktus urinarius) atau sistem organ
multipel. 3,4
9
Demam bifasik menunjukkan satu penyakit dengan 2 episode demam yang berbeda
(camelback fever pattern, atau saddleback fever). Poliomielitis merupakan contoh klasik dari
pola demam ini. Gambaran bifasik juga khas untuk leptospirosis, demam dengue, demam
kuning, Colorado tick fever, spirillary rat-bite fever (Spirillum minus), dan African
hemorrhagic fever (Marburg, Ebola, dan demam Lassa). 3,5,6
Relapsing fever dan demam periodik:
o Demam periodik ditandai oleh episode demam berulang dengan interval regular atau
irregular. Tiap episode diikuti satu sampai beberapa hari, beberapa minggu atau
beberapa bulan suhu normal. Contoh yang dapat dilihat adalah malaria (istilah
tertiana digunakan bila demam terjadi setiap hari ke-3, kuartana bila demam terjadi
setiap hari ke-4) (Gambar 5.)dan brucellosis. 3-5
o Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang
disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia (Gambar 6.)dan ditularkan oleh kutu
(louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF). 4-7
10
2.5 PENATALAKSANAAN
Demam merupakan respon terhadap stimulus tertentu. Stimulus tersebut dapat berupa invasi
mikroorgganisme atau benda mati yang patogenik atau dianggap asing oleh host. Pada
prinsipnya demam dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan. Demam dapat membantu
sistem imunitas tubuh. Pada tingkat suhu tertentu,demam merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh antara lain daya fagositosis meningkat dan viabilitas kuman menurun, tetapi
dapat juga merugikan karena menimbulkan gelisah, nafsu makan menurun, tidak dapat tidur
Tidak semua demam harus diberikan antipiretik. Indikasi pemberian antipiretik lebih
kepada pencegahan komplikasi dan kenyamanan pasien. Demam < 39°C pada sebelumnya sehat
pada umumnya tidak memerlukan pengobatan. Bila suhu naik > 39°C, cenderung tidak nyaman
dan pemberian obat-obat penurun panas sering membuat pasien merasa lebih baik. Demam
berkaitan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan kurang gizi, penyakit jantung,
luka bakar, atau pasca operasi memerlukan antipiretik. 8
Pada dasarnya menurunkan demam anak dapat dilakukan secara non-medikamentosa dan
medikamentosa.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Demam adalah suatu keadaan suhu tubuh diatas normal, yaitu diatas 37,2˚C (99,5˚F)
sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di area preoptik hipotalamus anterior yang
dipengaruhi oleh interleukin-1 (IL-1). Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi
berinteraksi dengan mekanisme pertahanan hospes. Dimana mekanisme tersebut menyebabkan
perubahan pengaturan homeostatik suhu normal pada hipotalamus yang dapat disebabkan antara
lain oleh infeksi, vaksin, agen biologis, jejas jaringan, keganasan, obat-obatan, gangguan
imunologik-reumatologik, penyakit peradangan, penyakit granulomatosis, ganggguan endokrin,
ganggguan metabolik, dan bentuk-bentuk yang belum diketahui atau kurang dimengerti.
Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang kemudian
secara langsung mengubah “set-point” di hipotalamus, menghasilkan pembentukan panas dan
konversi panas. Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen
yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh yaitu
pirogen mikrobial dan pirogen non-mikrobial. Pirogen mikrobial diantaranya seperti bakteri
gram positif, bakteri gram negatif, virus maupun jamur; sedangkan pirogen non-mikrobial antara
lain proses fagositosis, kompleks antigen-antibodi, steroid dan sistem monosit-makrofag; yang
keseluruhannya tersebut mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan pirogen endogen
yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis
Factor (TNF), limfosit yang teraktivasi, interferon (INF), interleukin-2 (IL-2) dan Granulocyte-
macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh
makrofag yang merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Dimana sitokin-sitokin ini
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang kemudian dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
12
DAFTAR PUSTAKA
13