BAB I
PENDAHULUAN
Awalnya, kepemimpinan dipercaya oleh masyarakat dahulu merupakan suatu
bakat yang tidak semua orang dapat memilikinya. Bakat kepemimpinan merupakan
kemampuan yang dibawa sejak lahir. Sehingga banyak orang yang berpendapat bahwa
teori dan ilmu kepemimpinan tidak di butuhkan.
Kepemimpinan dapat sukses dijalankan tanpa didasari oleh teori, tanpa pelatihan
dan pendidikan sebelumnya. Kepemimpinan adalah jenis pemimpin yang tidak ilmiah
yang dilakukan berdasarkan bakat menguasai seni memimpin.
Dalam perkembangannya, kepemimpinan secara ilmiah bermunculan dan terus
berkembang seiring dengan pertumbuhan manajemen ilmiah (scientific managemen),
yang dipelopori oleh ilmuwan Frederick W. Taylor abad ke-20 dan perkembangannya
memunculkan satu ilmu kepemimpinan yang tidak didasari dari bakat dan pengalaman
saja, tetapi mempersiapkan secara berencana dan melatih yang dilakukan dengan
perencanaan, percobaan, penelitian, analisis, suprevisi dan penggemblengan secara
sistematis untuk membangikan sifat-sifat pemimpin yang unggul, agar mereka berhasil
dalam setiap tugasnya.
Berkembangnya ilmu kepemimpinan, kepemimpinan berdasarkan bakat alam
tidak lagi menjadi acuan, namun kepemimpinan melalui pelatihan dan pendidikan
menjadi kemampuan untuk memengaruhi menggerakkan suatu karya bersama.
Kepemimpinan merupakan wacana yang lumrah di tengah-tengah sebuah
masyarakat. Kepemimpinan merupakan sebuah keniscayaan, sebab sesuai realita yang
terjadi, manusia yang tergabung dalam suatu perkumpulan baik itu dalam skala kecil
maupun besar akan membutuhkan sosok seorang pemimpin.
Tanpa adanya pemimpin, maka struktur dan aturan main suatu perkumpulan sulit
dirumuskan dan dilaksanakan. Akibatnya tujuan dari perkumpulan tersebut tidak akan
bisa terwujudkan. Sementara manusia merupakan salah satu makhluk sosial yang akan
membutuhkan kelompok agar bisa mengakomodir kebutuhan-kebutuhan sosial mereka.
Pentingnya pemimpin dan segala aspeknya membuat wacana ini merupakan
wacana yang penting, sehingga menjadi salah satu pembahasan pokok dalam ajaran Islam
sebagai agama rahmatan lil alamin.
Demikian halnya pada hakikatnya manusia hidup tidak dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri. Manusia senantiasa membutuhkan orang lain yang pada akhirnya
manusia hidup secara berkelompok. Manusia dalam hidup berkelompok akan mebentuk
suatu organisasi yang berusaha untuk mengarahkan tercapainya tujuan hidup
berkelompok tersebut. Pada mulanya manusia hidup dalam kelompok keluarga yang
selanjutnya membentuk kelompok yang lebih besar seperti masyarakat dan bangsa.
Kemudian kelompok masyarakat bangsa tersebut membentuk suatu organisasi yang
disebut negara sebagai persekutuan hidupnya. Negara merupakan organisasi yang
dibentuk oleh kelompok manusia mempunyai cita-cita bersatu, hidup dalam suatu
wilayah tertentu dan mempunyai pemerintahan sendiri.
A. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud kepemimpinan islam?
2. Apa yang dimaksud berbangsa dan bernegara?
3. Apa ciri dari pemimpin islam?
4. Bagaimana tantangan terhadap kepemimpinan di Indonesia?
5. Bagaimana mengimplementasikan kepemimpinan islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui 5 sila di indonesia?
B. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk menjelaskan mengenai kepemimpinan islam.
2. Untuk menjelaskan mengenai arti dari berbangsa dan bernegara.
3. Untuk menjelaskan ciri dari pemimpin islam.
4. Untuk menjelaskan tantangan terhadap kepemimpinan di Indonesia.
5. Untuk menjelaskan implementasi kepemimpinan islam dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara melalui 5 sila di indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFENISI KEPEMIMPINAN
1. Secara umum:
Secara umum pengertian kepemimpinan adalah suatu kekuatan yang
menggerakkan perjuangan atau kegiatan yang menuju sukses. Kepemimpinan dapat juga
diartikan sebagai proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada
pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Umumnya kepemimpinan
merupakan proses mempengaruhi aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan
pencapaian tujuan. Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin. Pengertian pemimpin
adalah suatu peran atau ketua dalam sistem di suatu organisasi atua kelompok.
Sedangkan kepemiminan merupakan kemampuan yang dimiliki seseorang untuk
memengaruhi orang-orang untuk bekerja mencapai tujuan dan sasaran.
Pentingnya arti kepemimpinan terlihat dari banyak para ahli yang memberikan
pendapatnya dalam mendefinisikan pengertian kepemimpinan. beberapa Pengertian
kepemimpinan diantaranya adalah sebagai berikut:
Wahjosumidjo (1987:11): Pengertian kepemimpinan menurut Wahjosumidjo adalah
suatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-sifat tertentu seperti:
kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability),
kepemimpinan sebagai rangkaian kegiatan (activity) pemimpin yang tidak dapat
dipisahkan dengan kedudukan (posisi) serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri.
Kepemimpinan adalah proses antarhubungan atau interaksi antara pemimpin, pengikut
dan situasi.
Sutarto (1998b:25): Menurut Sutarto, pengertian kepemimpinan adalah rangkaian
kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain adalah situasi
tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
S.P.Siagian: Pengertian kepemimpinan menurut S.P.Siagian adalah kemampuan dan
keterampilan seseorang untuk menduduki jabatan sebagai pimpinan dalam suatu
pekerjaan untuk mempengaruhi perilaku orang lain, terutama bawahannya supaya
berpikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku positif ini memberikan
sumbangna nyata dalam pencapaian tujuan organisasi.
Moejiono (2002): Pengertian kepemimpinan dimana menurut moejiono bahwa
kepemimpinan adalah sebagai akibat penagaruh satu arah, karena pemimpin mungkin
memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dengan pengikutnya.
George R. Terry (1972:458): Pengertian Kepemimpinan menurut George R. Terry adalah
aktivitas mempengaruhi orang-orang supaya diarahkan mencapai tujuan organisasi.
Stoner: Menurut Stoner, pengertian kepemimpinan adalah suatu proses mengenai
pengarahan dan usaha untuk mempengaruhi kegiatan yang berhubungan dengan anggota
kelompok.
Jacobs dan Jacques (1990:281): Pengertian kepemimpinan menurut Jacobs dan Jacques
adalah sebuah proses memberi arti terhadap usaha kolektif, dan mengakibatkan kesediaan
untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Hemhiel dan Coons (1957:7): Menurut Hemhiel dan Coons, bahwa pengertian
kepemimpinan adalah perilaku dari seseorang individu yang memimpin aktivitas-
aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang akan dicapai bersama (shared goal).
Ralph M. Stogdill: Pengertian kepemimpinan menurut Ralph M. Stogdill adalah suatu
proses mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekelompok orang yang terorganisasi dalam
usaha mereka menetapkan dan mencapai tujuan.
Rauch dan Behling (1984:46): Pengertian kepemimpinan menurut Rauch dan Behling
adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan
ke arah pencapaian tujuan.
Wexley dan Yuki (1977): Pengertian kepemimpinan menurut Wexley dan Yuki adalah
mempengaruhi orang lain untuk lebih berusaha mengarahkan tenaga, dalam tugasnya
atau merubah tingkah laku mereka.
2. Menurut islam:
Sedangkan Dalam Islam pemimpin disebut dengan Khalifah. Khalifah (Ar.:
Khaliifah adalah wakil, pengganti atau duta). Sedangkan secara istilah Khaliifah adalah
orang yang bertugas menegakkan syariat Allah SWT, memimpin kaum muslimin untuk
menyempurnakan penyebaran syariat Islam dan memberlakukan kepada seluruh kaum
muslimin secara wajib, sebagai pengganti kepemimpinan Rasulullah SAW.
Surat Al-Baqarah ayat 30 yang artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka
bumi".
Kepemimpinan dalam Islam yang juga dijelaskan oleh Al-Qur’an disebutkan
dengan istilah Imamah, pemimpin dengan istilah imam. Al-Qur’an mengkaitkan
kepemimpinan dengan hidayah dan pemberian petunjuk pada kebenaran. Seorang
pemimpin tidak boleh melakukan kezaliman, dan tidak pernah melakukan kezaliman
dalam segala tingkat kezaliman: kezaliman dalam keilmuan dan perbuatan, kezaliman
dalam mengambil keputusan dan aplikasinya.
Dalilnya sebagaimana disebutkan ayat diatas, dan hadits Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, sabdanya:
"Setiap kalian adalah pemimpin. Dan setiap kalian akan dimintai
pertanggungjawaban terhadap yang dipimpinnya. Seorang suami juga pemimpin atas
keluarganya. Seorang wanita juga pemimpin atas rumah suaminya dan anak-anaknya.
Maka setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban
atas yang dipimpinnya." (HR. Bukhari).
Jadi Kepemimpinan dalam Islam adalah "memimpin seseorang” maka berarti
menuntun,menunjukkan jalan dan membimbing atau mendidik agar sesuai dengan syariat
Islam untuk mencapai 2 tujuan yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.
Kepemimpinan itu wajib ada, baik secara syar’i ataupun secara ‘aqli. Adapun
secara syar’i misalnya tersirat dari firman Allah tentang doa orang-orang yang selamat :
“Dan jadikanlah kami sebagai imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertaqwa” [QS
Al-Furqan : 74]. Demikian pula firman Allah : “Taatlah kalian kepada Allah dan taatlah
kalian kepada Rasul dan para ulil amri diantara kalian” [QS An-Nisaa’ : 59]. Terdapat
pula sebuah hadits yang menyatakan wajibnya menunjuk seorang pemimpin perjalanan
diantara tiga orang yang melakukan suatu perjalanan. Adapun secara ‘aqli, suatu tatanan
tanpa kepemimpinan pasti akan rusak dan porak poranda.
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta
apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan
wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung
jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai
peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan
upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah swt di akhirat kelak, bukan
kekayaan dan kemewahan di dunia.
Kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan,
penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan.
Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang
berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama,
etnis, budaya, dan latar belakang.
Dari pengertian diatas jelas bahwa pemimpin menurut pandangan Islam tidak
hanya menjalankan roda pemerintahan begitu saja namun seorang pemimpin harus
mewajibkan kepada rakyatnya untuk melaksanakan apa saja yang terdapat dalam syariat
Islam walaupun bukan beragama Islam. Serta mempengaruhi rakyatnya untuk selalu
mengikuti apa yang menjadi arahan dari seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus
memiliki sifat-sifat, yaitu :
Shiddiq (selalu berkata dan bersikap jujur dan benar). Bukan hanya perkataannya yang
benar, tapi juga perbuatannya juga benar. Sejalan dengan ucapannya. Shiddiq sebagai
modal dasar. Pertama-tama penyampai amanah harus punya sifat jujur, kalau tidak , maka
dia gugur sebagai penyampai.
Amanah (dapat dipercaya) : Jika satu urusan diserahkan kepadanya, niscaya orang
percaya bahwa urusan itu akan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Tidak pernah
menggunakan wewenang dan otoritasnya sebagai pemimpin untuk kepentingan
pribadinya atau kepentingan keluarganya,
Fathonah (cerdas dan bijaksana) : Seorang calon pemimpin haruslah memiliki
kecerdasan, baik secara emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Tabligh (penyampai) dapat berkomunikasi dengan baik : artinya menyampaikan
kebenaran kepada orang lain. Walaupun kita masih memiliki sifat jelek, kita wajib
menyampaikan kebenaran. Untuk menyampaikan ini tidak perlu kita harus suci terlebih
dahulu.
Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa kelompok manusia
yang bersama-sama mendiami suatu wilayah tertentu dan mengakui adanya pemerintahan
yang mengurus tata tertib dan keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia
tersebut. (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Carl Schmitt : Negara adalah sebagai suatu ikatan dari manusia yang
mengorganisasi dirinya dalam wilayah tertentu.
Menurut Max Weber : Negara adalah merupakan suatu struktur politik yang
diatur oleh hukum, yang menyangkut suatu komunitas manusia yang hidup dalam suatu
wilayah mereka. Adanya pengadaan dan pemeliharaan tata keteraturan (hukum) bagi
kehidupan mereka serta adanya monopoli penggunaan kekuasaan fisik secara sah.
Menurut Roger H Soltau : Negara adalah suatu alat (agency) atau wewenang
(authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat. (The state is agency or authority managing or controlling these (common)
affairs on behalf of or in the name of the community).
Menutut austin : Negara adalah suatu hubungan antara yang memerintah dengan
yang diperintah atau dengan kata-kata yurisprudensi modern sebagai suatu masyarakat
yang diorganisasikan untuk diperintah dibawah aturan-aturan hukum.
Negara adalah suatu struktur politik yang diatur oleh hukum, mengendalikan
persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat, yang diorganisasikan untuk
diperintah dibawah aturan-aturan hukum. Berbangsa dan bernegara, Adalah Proses
berkesinambungan suatu bangsa yang bernegara diawali dengan adanya pengakuan yang
sama atas kebenaran hakikih dan menuju kesejahteraan bersama yang merupakan
gambaran kebenaran secara factual dan otentik.
Nilai-nilai agama dan nilai-nilai budaya bangsa yang tidak dijadikan sumber etika
dalam bebangsa dan bernegara oleh sebagian masyarakat. Hal ini kemudian
menghasilkan krisis akhlak dan moral yang berupa ketidakadilan, pelanggaran hukum,
dan pelanggaran hak asasi manusia. Di Indonesia di masa saat ini banyak sekali terjadi
hal-hal yang jauh dari moral manusia sebagai makhluk yang berbangsa dan bernegara,
hal ini terbukti dengan banyaknya kasus pelanggaran hukum yang terjadi di masyarakat.
Mencari sosok ideal pemimpin yang bisa menjadi teladan dan mampu
bertanggung jawab serta amanah dalam menjalankan tugasnya saat ini bukanlah hal yang
mudah. Mengapa? Karena sejak era reformasi perubahan sistem memilih pemimpin
menjadi semakin terlihat sebagai suatu sistem demokrasi yang terlalu dipaksakan dan
kurang matang. Sebagai contoh sistem pemilihan yang dilakukan adalah dengan cara :
Calon Pemimpin dari Partai Politik dan Calon dari Independent. Jika mengamati
hal tersebut, maka dapat digambarkan juga calon mana yang berpeluang menang. Jika
politik saat ini berbiaya tinggi maka calon yang menang adalah yang memiliki finansial
kuat.
Jadi pemimpin yang terpilih bukan karena dia memiliki kemampuan yang baik
serta integritas dan niat yang amanah untuk memperbaiki kondisi masyarakat juga
Negara indonesia. Padahal jika dicermati dengan seksama, dari zaman era orde lama
sampai dengan era reformasi tidak sedikit partai politik yang kader-kadernya berperilaku
buruk dan merugikan negara. Sehingga munculah banyak anggota masyarakat yang anti
jika mendengar kata partai politik, padahal mau tidak mau, suka tidak suka bangsa ini
menjalani sistem politik seperti itu. Kekuasaan pasca reformasi memang semakin terbuka
untuk diperebutkan.
Ketika zaman orde baru, berbicara masalah suksesi merupakan sesuatu yang amat
tabu dan menakutkan, namun sekarang orang boleh berharap untuk menjadi presiden atau
wakil presiden, sepanjang memiliki dukungan politik dan finansial yang kuat, bahkan
dengan pemilihan langsung rakyat memiliki daulat penuh untuk menentukan
pemimpinnya. Tidak heran jika akhirnya masyarakat “terpaksa” memilih pemimpin yang
sudah disediakan oleh sistem dengan konsekuensi bahwa nantinya aspirasi masyarakat
belum tentu dapat didengar dan dilaksanakan dengan baik. Hanya sebatas janji-janji saat
kampanye saja dan pencitraan politik saja yang akhir-akhir ini sedang maraknya
dilakukan oleh pemimpin negeri ini. Dengan kata lain, tidak ada niat dan tanggung jawab
dalam mengemban tugasnya. Padahal di luar sistem ada ratusan orang yang kompeten
yang lebih pantas untuk menjadi pemimpin di indonesia. Sungguh fakta yang sangat
ironis.Pada akhirnya para elit hanya sibuk membicarakan dan mengurusi persoalan kursi
dan kekuasaan, maka persoalan-persoalan pokok yang dihadapi bangsa ini menjadi
terlupakan. Inilah awal terjadinya krisis multidimensi di negeri kita tercinta, Indonesia.
Semua hal tersebut adalah akibat dari tidak adanya sosok pemimpin ideal yang
bisa dijadikan panutan dan teladan bagi bangsa Indonesia. Tidak ada rasa hormat dan
segan lagi pada para pemimpin di negeri ini. Jangankan rasa segan, hormat dan takut,
yang ada malah rasa kecewa dan marah akibat para pemimpin negeri ini yang begitu
sewenang-wenang memanfaatkan kekuasaannya serta menunjukkan sikap arogan dan
tidak bertanggung jawab atas setiap permasalahan yang ada di negeri ini. Mereka, para
pemimpin hanya memikirkan diri sendiri dan kelompoknya saja. Apapun yang berkaitan
dengan kepentingan mereka dan kelompoknya, itulah yang diprioritaskan untuk
ditangani, demi menjaga keberlangsungan kekuasaannya dan motivasi lain seperti untuk
mencari kekayaan sebesar-besarnya melalui kekuasaannya itu tanpa memikirkan nasib
bangsa dan masyarakt ini, sehingga upaya untuk mencari jalan keluar dari krisis dan
mewujudkan kesejahteraan rakyat menjadi terabaikan dan hanya merupakan cita-cita
semu. Akibat dari itu semua, nama baik bangsa menjadi taruhan yang sangat mahal di
dunia Internasional. Padahal pada kenyataannya Indonesia adalah negara yang sangat
kaya dengan berbagai sumber daya alamnya, keluhuran budayanya dan kearifan
masyarakatnya. Tapi itu semua menjadi tidak berarti karena tidak bisa dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik oleh petinggi negeri ini. Padahal merekalah yang mempunyai
kewenangan dan kekuasaan yang sangat luas untuk mengaturnya.
Makna Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai
dengan istilah hablun minAllah, yang merupakan sendi tauhid hubungan antara manusia
dengan Allah SWT. Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu
mengajarkan kepada umatnya untuk selalu mengesakan Tuhan. Di antaranya adalah yang
tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 163. “Dan Tuhanmu adalah Tuhan
Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia, Yang Maha Pemurah lagi Maha
Penyayang.”(QS. 2:163). Dalam Islam, Tuhan adalah Allah semata, namun dalam
pandangan agama lain Tuhan adalah yang mengatur kehidupan manusia yang disembah.
Makna sila yang kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” bermakna
bahwa bangsa Indonesia menghargai dan menghormati hak-hak yang melekat pada
pribadi manusia. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah hablun min al-nas,
yakni hubungan antara sesama manusia berdasarkan sikap saling menghormati. Al-
Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan selalu mengajarkan kepada umatnya
untuk selalu menghormati dan menghargai sesama. Di antaranya adalah yang tercermin
di dalam Al-Qur’an Surat Al-Maa’idah yang artinya “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih
dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Secara luas dan menyeluruh, Allah memerintahkan kepada orang orang yang
beriman, supaya berlaku adil, karena keadilan dibutuhkan dalam segala hal, untuk
mencapai dan memperoleh ketenteraman, kemakmuran dan kebahagiaan dunia dan
akhirat. Oleh karena itu berlaku adil adalah jalan yang terdekat untuk mencapai tujuan
bertakwa kepada Allah.
Sila ketiga berbunyi “Persatuan Indonesia” bermakna bahwa bangsa Indonesia adalah
bangsa yang satu dan bangsa yang menegara. Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan
istilah ukhuwah Islamiah(persatuan sesama umat Islam) dan ukhuwah Insaniah
(persatuan sesama umat manusia). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan
selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu menjaga persatuan. Di antaranya adalah
yang tercermin di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron yang artinya “Dan berpegang
teguhlah kamu sekalian dengan tali Allah dan janganlah kamu sekalian berpecah belah,
dan ingatlah nikmat Allah atas kamu semua ketika kamu bermusuh-musuhan maka Dia
(Allah) menjinakkan antara hati-hati kamu maka kamu menjadi bersaudara sedangkan
kamu diatas tepi jurang api neraka, maka Allah mendamaikan antara hati kamu.
Demikianlah Allah menjelaskan ayat ayatnya agar kamu mendapat petunjuk”
Sila keempat berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmad Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan/Perwakilan bermakna bahwa dalam mengambil keputusan bersama
harus dilakukan secara musyawarah yang didasari oleh hikmad kebijaksanaan.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah mudzakarah (perbedaan
pendapat) dan syura (musyawarah). Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan dan
selalu mengajarkan kepada umatnya untuk selalu selalu bersikap bijaksana dalam
mengatasi permasalahan kehidupan dan selalu menekankan musyawarah untuk
menyelesaikannya dalam suasana yang demokratis. Di antaranya adalah yang tercermin
di dalam Al-Qur’an Surat Ali Imron ayat 159.
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi
mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya”.
Sila kelima berbunyi Keadilan Bagi Seluruh Rakyat Indonesia bermakna bahwa Negara
Indonesia sebagai suatu organisasi tertinggi memiliki kewajiban untuk mensejahterakan
seluruh rakyat Indonesia.
Dalam konsep Islam, hal ini sesuai dengan istilah adil. Al-Qur’an dalam beberapa
ayatnya memerintahkan untuk selalu bersikap adil dalam segala hal, adil terhadap diri
sendiri, orang lain dan alam. Di antaranya adalah yang tercermin di dalam Al-Qur’an
Surat al-Nahl ayat 90.
BAB III
KESIMPULAN