Anda di halaman 1dari 26

ABSTRAK

Penulis artikel ini mengangkat judul “Penambahan Kefir Dalam Air


Minum Untuk Meningkatkan Efisiensi Pakan Dan Performans Pada Usaha
Broiler”. Alasan penulis mengangkat judul ini, karena penulis ingin
mendeskripsikan pengaruh penambahan kefir dalam air minum broiler untuk
mengingkatkan efisiensi pakan dan performans.
Masalah yang diangkat dalam makalah ini yaitu bagaimana pengaruh
penamabahan kefir dalam air minum broiler untuk mengingkatkan efisiensi
pakan dan performans? Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui
pengaruh penambahan kefir dalam air minum broiler untuk mengingkatkan
efisiensi pakan dan performans.
Metode yang digunakan adalah metode kewirausahaan dengan
parameter yang digunakan adalah konsumsi pakan, pertambahan bobot badan,
konversi pakan, mortalitas, efisiensi pakan, dan analisausaha meliputi analisa
R/C ( revenue/cost ), analisa B/C ( benefit / cost) dan analisa BEP ( break even
point).
Berdasarkan parameter yang telah dilaksanakan, akhirnya penulis
menarik kesimpulan bahwa kegiatan kewirausahaan ayam broiler dengan
penambahan kefir pada air minum mampu meningkatkan konsumsi pakan,
pertambahan berat badan, efisiensi pakan, keuntungan usaha, serta menurunkan
konversi pakan dan tingkat mortalitas, dibandingkan dengan ayam yang tidak
diberi kefir.
Result :
Dari penelitian yang dilakukan di atas terdapat temuan berikut :
1. Ayam dengan penambahan kefir mengalami peningkatan konsumsi pakan
mingguan sebesar 5,97%, sedangkan konsumsi pakan kumulatif meningkat
sebesar 6,18%.
2. Ayam dengan penambahan kefir mempunyai pertambahan bobot badan 14,37%
dan bobot badan akhir 12,07% lebih tinggi dibandingkan ayam tanpa kefir.
3. Penambahan kefir mempengaruhi konsumsi pakan dan pertambahan bobot
badan sehingga konversi pakannya menjadi lebih baik.
4. Penambahan kefir meningkatkan 8,15% efisiensi penggunaan pakan
dibandingkan tanpa penambahan kefir
5. Ayam dengan penambahan kefir mempunyai tingkat mortalitas sebesar 3,92%
sedangkan ayam tanpa kefir mempunyai tingkat mortalitas sebesar 11,54%.
6. Ayam dengan penambahan kefir mempunyai nilai analisa return cost ratio (R/C)
2,86% dan analisa benefit cost ratio (B/C) 60% lebih tinggi dibandingkan tanpa
penambahan kefir. Nilai R/C lebih dari 1 maka kedua perlakuan layak dijadikan
usaha, namun berdasarkan nilai B/C tingkat keuntungan lebih besar pada
penggunaan kefir. Sedangkan analisa break even point (BEP) produksi dan
harga menunjukkan P1 akan mengalami titik impas jika total produksi (bobot
badan hidup) sebesar 89,70 kg dan tingkat harga yang berlaku saat itu
Rp.13.898,96,- per kg dan P2 akan mengalami titik impas jika total produksi
(bobot badan hidup) sebesar 101,86 kg dan tingkat harga yang berlaku
Rp.13.549,55,- per kg.
1. JUDUL
PENAMBAHAN KEFIR DALAM AIR MINUM UNTUK MENINGKATKAN
EFISIENSI PAKAN DAN PERFORMANS PADA USAHA BROILER
2. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan masyarakat akan daging sebagai salah satu pensuplai gizi
semakin meningkat seiring dengan majunya teknologi dan ilmu pengatahuan.
Peningkatan tersebut disebabkan karena masyarakat mulai sadar akan
pentingnya mengkonsumsi daging untuk memenuhi kebutuhan gizi setiap hari.
Salah satu penyumbang daging didalam negeri adalah unggas, tingkat konsumsi
protein daging unggas tahun 2013 mencapai 7,4 kg/kapita/tahun (Aulia, 2013).
Jenis unggas yang sering dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi adalah
ayam pedaging.Daging ayam lebih digemari karena harganya yang relatif
terjangkau untuk masyarakat kalangan menengah kebawah.
Broiler merupakan salah satu jenis ayam yang paling pesat
perkembangannya di Indonesia dan paling digemari oleh masyarakat dan
peternak karena mudah didapat dan pertumbuhannya yang tergolong cepat serta
menguntungkan untuk usaha-usaha skala besar.Usaha ayam broiler sudah
hampir ditemui di setiap provinsi serta sudah banyak yang menjadi perusahaan
besar dan mampu menghasilkan produk olahan daging ayam. Badan Pusat
Statistik (2013) menyatakan bahwa pada tahun 2011 populasi ayam ras pedaging
di Indonesia mencapai 1,04 milliar ekor. Produksi ini meningkat sebanyak 5,58
% dari tahun sebelumnya dan terus meningkat hingga tahun 2013.
Upaya meningkatkan produksi daging dan untuk memperbaiki
performans produksi ayam broiler, peternak biasanya menggunakan imbuhan
pakan (feed additive) berupa hormon dan antibiotik, akan tetapi saat ini
pemberian feed additive tersebut mulai dikurangi pengguanaannya di Indonesia
karena menurut beberapa penelitian pemberian antibiotik dapat menyebabkan
resistensi terhadap suatu penyakit sehingga penyakit tersebut sulit disembuhkan
bahkan dapat menyebabkan timbulnya jenis penyakit baru (Anonimus, 2013).
Disamping itu penggunaan hormon menyebabkan residu dalam tubuh manusia
karena adanya residu hormon-hormon dalam daging secara tidak langsung ikut
terkonsumsi dan terakumilasi dalam tubuh.Saat ini banyak dilakukan penelitian
tentang jenis pakan imbuhan baru yaitu berupa probiotik untuk meningkatkan
performans broiler.
Probiotik merupakan salah satu feed additive yang mengandung
mikroorganisme hidup (bakteri maupun kapang/ yeast) yang menguntungkan
induk semang, dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme di dalam
saluran pencernaan (Pamungkas dan Anggraeny, 2006). Probiotik mampu
memperbaiki proses pencernaan, daya cerna bahan pakan, penyerapan zat-zat
nutrisi dan memperbaiki konversi pakan, serta menjaga kesehatan ternak.
Pemberian probiotik dilaporkan dapat meningkatkan produktivitas
ayam pedaging dan menurunkan konversi ransum (Gunawan dan Sundari, 2003),
memperbaiki performans (Natalia dan Priadi, 2005), meningkatkan pertambahan
bobot badan (Ahmad, 2005), dan menekan angka kematian (Agustina dkk,
2007).
Kefir merupakan hasil fermentasi susu yang telah dipasteurisasi
menggunakan starter berupa butir atau biji kefir, yaitu butiran-butiran putih atau
krem dari kumpulan bakteri, antara lain Steptococcus sp., Lactibacilli dan
beberapa jenis ragi/khamir nonpatogen (Usmiati,2007) . Kefir mengandung
beberapa jenis bakteri asam laktat (BAL) dan kapang (yeast) yang membantu
memperlancar sistem pencernaan dengan cara membentuk asam laktat sehingga
menekan populasi bakteri patogen. Kefir mengandung 5 x 106 CFU/ ml bakteri
lactobacilli dan 106 CFU/ ml yeast yang berperan sebagai probiotik dalam
saluran pencernaan (Anonimus, 2013).
Pemberian kefir melalui pakan broiler dengan level 3% (Kustiawan,
2010) sebagai probiotik mampu meningkatkan efisiensi pakan dan performans
dengan cara menyeimbangkan jumlah mikroorganisme (bakteri) dalam sistem
pencernaan terutama dalam usus yaitu menekan jumlah bakteri patogen dan
memperbanyak jumlah bakteri menguntungkan (non pathogen) sehingga pakan
yang dikonsumsi dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan performans produksi
meningkat. Pemberian kefir melalui air minum dengan mengitung jumlah
mikroba dalam kefir dan saluran pencernaan ayam diharapkan mampu
meningkatkan performans dan tingkat efisiensi pakan dalam usaha ayam broiler.
B. Rumusan Masalah
Saat ini penggunaan antibiotik dan hormon sebagai feed additive pada
usaha ayam broiler mulai dikurangi di Indonesia, sehingga penggunaan
antibiotik dapat diganti dengan probiotik. Kefir merupakan probiotik yang dapat
menekan pertumbuhan bakteri patogen dalam saluran pencernaan ayam
broiler.Kefir merupakan sumber probiotik yang diberikan pada ayam broiler
melalui air minum diharapkan mampu meningkatkan konsumsi pakan dan
pertambahan bobot badan serta memperbaiki konversi pakan sehingga
performans produksi ayam broiler meningkat.
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan
Tujuan dari kegiatan kewirausahaan ini adalah untuk memperbaiki
performans (konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi pakan dan
mortalitas) dan efisiensi pakan dengan penambahan kefir dalam air minum pada
usaha broiler.
2. Manfaat
Kegiatan ini dapat dijadikan sumber informasi baik kepada peternak
broiler maupun mahasiswa jurusan peternakan tentang penambahan kefir dalam
air minum yang mampu memperlancar sistem pencernaan dan meningkatkan
performans produksi pada usaha broiler

3. KERANGKA TEORI
A. Kefir
Kefir merupakan salah satu jenis susu yang difermentasi dengan
menggunakan starter berupa granula kefir dan mengandung mikroorganisme
menguntungkan untuk sistem pencernaan. Kefir grain atau biji kefir berbentuk
butiran-butiran seperti bunga kol berwarna putih atau krem, berdiameter 2 – 15
mm dan terdiri dari kumpulan bakteri antara lain Streptococcus sp., Lactobacilli
dan beberapa jenis ragi/ khamir non-patogen yang saling bersimbiosis meliputi
Streptoccus lactis, Streptoccus cremoris, Lactobacillus casei, Lactobacillus
acidophilus, Candida kefir dan Kluyveromyces fragilis (Usmiati, 2007). Bakteri
asam laktat menempati bagian luar biji sedangkan ragi/ khamir berasa dalam
intinya.
Kefir mengandung bakteri Lactobacilli sebanyak 5 x 106 CFU/ ml dan
yeast sebanyak 106 CFU/ ml (Anonim, 2013). Selain berperan sebagai probiotik,
kefir juga berperan sebagai sumber gizi, karena kefir mengandung lemak 1,5 %,
protein 3,5 %, laktosa 4,5% dengan kadar air sebanyak 89 % dan pH 4,6
(Usmiati, 2007). Kefir dibuat dengan bahan baku susu sehingga kandungan
nutrisi di dalamnya tidak jauh berbeda dengan kandungan nutrisi susu.
Kandungan lemak kefir tergantung pada kadar lemak susu yang digunakan, jika
susu yang digunakan mengandung kadar lemak yang tinggi maka kefir yang
dihasilkan mengadung lemak yang tinggi, begitu pula sebaliknya. Kefir juga
mengandung kalsium, asam amino, magnesium, berbagai vitamin B, vitamin K,
dan Zinc ( Anonim, 2011).
Saat ini kefir sering dikonsumsi oleh manusia sebagai probiotik, namun
penggunaan terhadap unggas masih jarang dilakukan terutama pada ayam
broiler.Kefir berpotensi digunakan sebagai probiotik pada ayam broiler karena
bakteri asam laktat yang diperlukan oleh saluran pencernaan broiler seperti
Lactobacillus terkandung dalam kefir. Menurut Wijaningsih (2008) probiotik
(Lactobacillus sp) akan membentuk koloni di saluran cerna, menempel pada
mukosa usus, menciptakan lingkungan yang sesuai bagi keseimbangan
mikrobial, membatasi pembususkan di usus sehingga dapat mengontrol produksi
racun dan menghambat bakteri patogen.

B. Peran Mikroba di Saluran Pencernaan Unggas


Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang mempunyai
ukuran sangat kecil dan hidup di alam bebas dengan kondisi lingkungan yang
nyaman. Mikroba dalam saluran pencernaan dibagi menjadi dua kelompok yaitu
mikroba yang menguntungkan (penghasil asam laktat) seperti Lactobaciilus dan
Bifidobacteria serta mikroba yang merugikan seperti Escherchia coli dan
Streptococcus faecalis( Silalahi, 2006). Dalam keadaan normal jumlah bakteri
Lactobasillus sp, pada saluran pencernaan ayam broiler umur 1-28 hari sebanyak
21 x 106 CFU/ ml (Abrar dan Raudhati, 2006). Pada ayam yang berumur 35 hari,
total bakteri asam laktat yang tumbuh pada saluran pencernaan sebanyak 133 x
109 CFU/ ml, umur ayam broiler mempengaruhi jumlah bakteri asam laktat
pada saluran pencernaan (Sari dkk, 2013).
Kehadiran mikroflora usus dapat mempengaruhi mekanisme penyerapan
lemak, karbohidrat dan protein (Abun, 2008). Bakteri yang menguntungkan
dalam saluran pencernaan akan meningkatkan aktivitas enzim sukrase, laktase
dan tripeptidase dalam jonjot vili usus (Abun, 2008). Mikroorganisme (bakteri)
patogen yang terlalu banyak dalam saluran pencernaan ayam broiler akan
menyebabkan terganggunya kerja sistem pencernaan dan menyebabkan infeksi
pada sistem pencernaan itu sendiri. Mikroba patogen dalam saluran pencernaan
ayam broiler memberikan dampak tidak baik terhadap kesehatan melalui
beberapa cara seperti menghasilkan toksin, memanfaatkan nutrien esensial untuk
pertumbuhan unggas, dan menekan pertumbuhan mikroba yang dapat
mensintesa vitamin (Hidayat, 2010).
Bakteri asam laktat berkerja dalam sistem pencernaan unggas dengan
cara membentuk asam laktat sehingga bakteri patogen seperti Escherchia coli
dan Streptococcus faecalis akan terbunuh karena efek asam yang dihasilkan.
Bakteri asam laktat menurunkan pH usus halus sehingga perkembangan bakteri
patogen terhambat, meningkatkan aktivitas enzin pencernaan, dan menstimulasi
sistem imunitas tubuh ( Fauziah dkk, 2013). Bakteri asam laktat ( Laktobacillus
dan Bifidobacterium) dapat menghasilkan senyawa antibakteri (asam organik,
hydrogen peroksida, dan bakteriosin) yang mampu menghambat pertumbuhan
bakteri patogen dengan cara merusak dinding sel bakteri sehingga menyebabkan
lisis atau terhambatnya pertumbuhan dinding sel, mengubah permeabilitas
membran sitoplasma yang menyebabkan kebocoran nutrient di dalam sel bakteri
patogen, denaturasi protein sel bakteri patogen serta perusakan sistem
metabolisme dalam sel dengan cara menghambat kerja enzim intraseluler
(Institut Pertanian Bogor, tanpa tahun).
C. Performans Ayam Broiler
Performans (fenotipe) ayam broiler adalah suatu penampilan atau
gambaran dari proses mengeluarkan hasil produksi berupa pertambahan bobot
badan ayam broiler. Performans ternak dipengaruhi oleh dua faktor yang saling
berkaitan yaitu genetik (genotipe) dan lingkungan.Faktor genetik adalah faktor
keturunan yang dibawa oleh ternak sejak lahir dan bersifat tetap.Sedangkan
faktor lingkungan adalah faktor dari luar yang berperan untuk memaksimalkan
peran faktor genetik dan bersifat tidak tetap atau dapat berubah dari waktu ke
waktu (Wijayanto, 2012). Ternak dengan mutu genetik yang baik dan didukung
oleh faktor lingkungan yang cocok akan berproduksi dengan baik dan maksimal.
Menurut Wijayanto (2012), ada beberapa buku menyatakan bahwa
produktivitas ternak dipengaruhi oleh faktor genetik sebesar 30% dan faktor
lingkungan 70%, ada pula yang menyatakan bahwa performan ternak
dipengaruhi faktor genetik sebanyak 40% dan lingkungan 60%, padahal
besarnya pengaruh faktor genetik dan lingkungan terhadap performans ternak
tidak bisa dihitung dengan angka-angka yang pasti.
Performans ayam broiler dapat dinilai dengan produktivitas ayam
tersebut yang meliputi konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, konversi
pakan dan mortalitas ayam broiler . Aspek-aspek tersebut saling berkaitan satu
sama lain dalam memunculkan performans ayam broiler.
1. Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang masuk dalam tubuh
ayam dalam jangka waktu tertentu.Konsumsi ransum merupakan kegiatan
masuknya sejumlah unsur nutrisi yang ada di dalam ransum yang telah tersusun
dari berbagai bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ayam broiler
itu (Rasyaf, 1994).Konsumsi pakan harus benar-benar sesuai dengan kebutuhan
hidup dan produksi ayam broiler.Menurut Rasyaf (1994) konsumsi pakan
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya temperatur lingkungan,
palatabilitas terhadap bahan pakan, kandungan energi dalam ransum, kondisi
kesehatan ayam, dan masa produksi ayam.
Indonesia merupakan negara tropis yang mempunyai temperatur cukup
tinggi terutama di daerah perkotaan.Ayam broiler membutuhkan temperatur
yang optimal antara 23-26° C (Fadilah, 2004) untuk berproduksi dengan
maksimal. Pada saat suhu lingkungan tinggi ayam akan mengurangi konsumsi
pakan dan memperbanyak minum untuk melepas panas tubuhnya, sehingga
apabila ayam konsumsi pakannya berkurang maka asupan nutrisi yang
dibutuhkan untuk berproduksi juga berkurang. Langkah yang bisa diambil untuk
mengurangi resiko berkurangnya asupan nurtisi ayam broiler adalah dengan
memberikan kesempatan ayam untuk mengkonsumsi pakan lebih banyak pada
malam hari.
Beberapa bahan pakan kadang tidak disukai oleh ayam broiler sehingga
ayam tidak bernafsu untuk makan dan menyebabkan rendahnya konsumsi
ransum.Palatabilitas juga merupakan faktor yang menentukan tingkat konsumsi
ransum pada ternak (Situmorang dkk, 2013). Jika hal ini terus terjadi maka
kebutuhan nutrisi ayam untuk berproduksi dan tumbuh tidak akan terpenuhi.
Agar ayam mengkonsumsi ransum dengan maksimal maka harus
dipertimbangkan jenis-jenis bahan pakan apa saja yang akan digunakan untuk
formulasi ransum.
Kandungan energi dalam ransum juga sangat berpengaruh terhadap
konsumsi pakan ayam broiler. Konsumsi pakan semakin menurun dengan
meningkatnya kandungan energi dalam ransum (Prayogi, 2007).Ayam makan
untuk memenuhi kebutuhan energi, semakin tinggi kandungan energi dalam
ransum menyebabkan konsumsi pakan ayam broiler rendah. Jika konsumsi
pakan berkurang maka kebutuhan nutrisi seperti protein dan vitamin tidak akan
terpenuhi. Sehingga kadar penggunaan bahan pakan dalam ransum benar-benar
harus diperhatikan agar tidak berpengaruh pada konsumsi pakan ayam broiler.
Kondisi kesehatan ayam broiler juga mempengaruhi konsumsi
pakan.Salah satu faktor yang dapat memepngaruhi konsumsi pakan ayam
pedaging adalah kesehatan ayam dan kondisi lingkungan yang diwujudkan
dengan kondisi kandang yang nyaman (Muharlien dkk, 2011).Ayam yang sakit
tidak mempunyai nafsu untuk makan karena adanya gangguan metabolisme
dalam tubuh. Akibatnya kebutuhan nutisi tidak akan terpenuhi yang sebenarnya
sangat dibutuhkan hidup dan berproduksi. Oleh karena itu, pada saat
pemeliharaan ayam broiler, manajemen pemeliharaan terutama kebersihan
kandang memang harus benar-benar diperhatikan sebab akan berpengaruh besar
terhadap kondisi kesehatan tubuh ayam broiler.
Menurut Rasyaf (2008) ayam broiler mempunyai dua masa pemeliharaan
yaitu masa starter (awal) dan masa finisher (akhir).Ukuran tubuh dan kebutuhan
nutrisi pada setiap masa produksi berbeda sehingga konsumsi pakannya pun
berbeda.Pada masa awal produksi ayam broiler mempunyai tubuh yang lebih
kecil dibanding dengan masa produksi akhir dan membutuhkan ransum atau
pakan dengan kandungan protein tinggi.Sedangkan pada masa akhir produksi
ayam broiler mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih besar dan kebutuhan
energi lebih besar dibanding dengan kebutuhan protein
Konsumsi pakan dapat dibedakan menjadi dua yaitu konsumsi pakan
harian dan konsumsi pakan komulatif yaitu konsumsi yang dihabiskan minggu
sebelumnya ditambah dengan konsumsi ransum yang dihabiskan pada minggu
berlangsung (Rasyaf, 2011).Konsumsi pakan dapat dihitung dengan mengurangi
jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah sisa pakan dan dikalikan dengan
jumlah ayam.Jika ayam diberi makan pagi hari pukul 6.00 WIB maka besok pagi
hari pukul 6.00 WIB ditimbang sisa pakannya. Data yang didapat merupakan
konsumsi pakan selama 24 jam atau satu hari per ekor.
Konsumsi pakan = Pakan yang diberikan (g) – Sisa pakan (g)
Jumlah ayam
2. Pertambahan Bobot Badan
Pertambahan bobot badan merupakan selisih antara bobot badan awal
minggu dengan bobot badan pada akhir minggu. Tingkat pertumbuhan ayam
akan berbeda pada setiap minggunya, bergantung pada strain ayam, jenis
kelamin, dan faktor lingkungan yang mendukung (pakan dan manajemen)
(Fadilah, 2005). Pertambahan bobot badan selalu dikaitkan dengan konsumsi
pakan, kandungan bahan pakan, dan kondisi lingkungannya. Jika konsumsi
pakan ayam broiler yang mengandung cukup nutisi tinggi dan didukung dengan
kondisi lingkungan yang maka maka pertambahan bobot badannya akan
maksimal.
Jika pertambahan bobot badan tidak sesuai dengan standart bobot badan
yang telah ditentukan, maka harus segera dilakukan evaluasi terhadap
pemeliharaan yang dilakukan. Pertambahan bobot badan dapat dihitung dengan
cara melakukan penimbangan setiap awal minggu dan akhir minggu (jika
dilakukan hari senin, maka penimbangan selanjutnya dilakukan pada hari senin
minggu berikutnya) pada sampel yang diambil secara acak. Menurut Situmorang
dkk (2013) pertambahan bobot badan (PBB) dihitung dengan rumus :
PBB = Bt1- Bt0
Ket : Bt1 = bobot badan pada waktu t,
Bt0 = bobot badan sebelumnya

3. Konversi Pakan (Feed Conversion Ratio/ FCR) dan Efisiensi Pakan


Konversi pakan atau FCR adalah salah satu cara atau metode yang
digunakan unruk mengetahui efisien tidaknya pakan yang diberikan pada
unggas. Konversi pakanadalah perbandingan antara jumlah pakan yang
dihabiskan dan kenaikan berat badan pada periode waktu dan satuan berat yang
sama (Yuwanta, 2004). Sedangkan Menurut Fadilah (2005) konversi pakan
adalah banyaknya pakan yang dikonsumsi untuk menghasilkan satu kilogram
berat ayam hidup. Konversi ransum dapat dihitung dengan cara membandingkan
konsumsi pakan dalam waktu tertentu biasanya setiap minggu dengan
pertambahan bobot badan selama minggu itu. Rumus perhitungan konversi
pakan adalah sebagai berikut :
FCR = Konsumsi pakan (gr/ekor)
Pertambahan bobot badan (gr/ekor)
Konversi pakan harus diukur setiap minggu untuk menentukan tindakan
apa yang akan diambil pada pemeliharaan selanjutnya. Evalusi ini akan
berpengaruh terhadap keberhasilan dalam pemeliharaan ayam broiler.
Konversi pakan berhubungan dengan efisiensi pakan, karena konversi
pakan (FCR) merupakan salah satu cara untuk menentukan efisien tidaknya
penggunaan pakan pada ayam broiler. Jika nilai FCR tinggi atau lebih besar dari
standart yang ditentukan maka dapat dikatakan bahwa pakan yang diberikan
pada ayam broiler tidak efisien, jika nilai konversi pakan lebih rendah atau sama
dengan standart yang telah ditentukan maka dapat dikatakan bahwa pakan yang
diberikan sudah cukup efisien.
Pakan yang diberikan pada broiler dikatakan efisien jika dikonsumsi
seluruhnya dan tidak terbuang sia-sia. Efisiensi pakan merupakan salah satu
evaluasi dalam pemeliaraan ayam broiler yang dapat dilakukan setiap minggu
dan merupakan ukuran atau patokan terhadap tindakan yang akan dilakukan
terhadap pemeliharaan dimasa yang akan datang. Menurut Yuwanta (2004)
efisiensi pakan adalah besarnya bagian pakan yang diubah menjadi produk
(daging) yang dinyatakan dalam persen dan dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Efisiensi pakan = Pertambahan bobot badan (g/ekor) x 100%
Konsumsi pakan (g/ekor)
Semakin besar nilai efisiensi pakan menunjukkan bahwa pemeliharaan
ayam broiler semakin baik, sedangkan semakin rendahnya nilai efisiensi pakan
menunjukkan semakin buruknya pemeliharaan ayam broiler tersebut. Efisiensi
pakan akan semakin menurun dengan bertambahnya umur ayam broiler, karena
pertumbuhan semakin menurun tetapi konsumsi pakan terus meningkat
(Situmorang dkk, 2013).
4. Mortalitas
Mortalitas atau angka kematian menunjukkan jumlah yam yang mati
selama pemeliharaan berlangsung.Tingkat kematian dipengaruhi oleh beberapa
faktor, salah satunya adalah kesehatan ayam itu sendiri. Perhitungan mortalitas
dapat dilakukan dengan rumus oleh Jaelani (2011) sebagai berikut :
Mortalitas (%) = Jumlah ayam yang mati x 100%
Jumlah seluruh ayam
D. Analisa Usaha
Analisa usaha dilakukan untuk mengukur apakah usaha tersebut
menguntungkan atau sebaliknya yang akan mengambarkan pada peternak
terhadap profit dan prospek usaha tersebut pada skala dan kurun waktu tertentu.
Kelayakan usaha dapat ditinjau dari return cost ratio (R/C), benefit cost ratio
(B/C), dan break even point (BEP).
1. Analisa R/C rasio (Return / Cost)
R/CRasio (Return Cost Ratio) adalah perbandingan antara total penerimaan
(kotor) yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan selama usaha tersebut
berlangsung (Anonimus, 2002). Analisa ini digunakan untuk mengetahui imbangan
penerimaan dan biaya dari usaha yang dilakukan, apabila hasil R/C ratio lebih dari
1, berarti usaha menguntungkan.Semakin besar angka R/C ratio berarti semakin
besar pula tingkat efisiensi usaha tersebut.

2. Analisa B/C rasio ( Benefit / Cost)


B/CRasio (Benefit Cost Ratio) adalah perbandingan antara tingkat
keuntungan (bersih) yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan selama
usaha berlangsung (Supriadi, 2012). Semakin besar angka B/C ratio berarti semakin
besar pula tingkat keuntungan yang diperoleh dalam usaha tersebut

3. Analisa BEP ( Break Even Point)


Break Even Point (BEP) merupakan titik impas dari suatu usaha dengan
perhitungan terdiri dari BEP produksi dan BEP harga jual produk, dengan nilai
tersebut dapat diketahui tingkat produksi dan harga jual produk saat peternak tidak
mendapat keuntungan dan tidak pula merugi (Supriadi, 2012).
a. Break Event Point (BEP) Harga
Analisis BEP harga atau disebut juga analisis titik impas harga
hasilnya akan menunjukkan tingkat harga minimal yang harus dicapai agar
usaha tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak memperoleh keuntungan
(Dahana dan Warisno, 2010).
b. Break Event Point (BEP) Produksi
Analisis BEP produksi adalah kuantitas produksi daging minimal
yang harus dicapai agar usaha tidak mengalami kerugian tetapi juga tidak
memperoleh keuntungan (Dahana dan Warisno, 2010).

4. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Kegiatan kewirausahaan dilaksanakan pada bulan September sampai
dengan November 2018 di kandang ayam pedaging Bapak Jhoni fendi Desa
Tlogosari Kecamatan Sumbermalang Kabupaten Situbondo Jawa Timur.
B. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan kewirausahaan ini adalah :
kandang, tempat pakan dan minum, pemanas, tabung gas, timbangan,
sprayer, timba, sekop, wadah kefir, pendingin, dan kompor.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah : DOC (Day Old
Chicken) Strain MB 202 Platinum 100 ekor, pakan komersial BR1 produksi
PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk , susu segar, starter kefir, air, vitamin,
vaksin, gula, desinfektan, kertas koran dan sekam.
C. Prosedur Pelaksanaan
1. Persiapan Kandang
Seminggu sebelum kegiatan dimulai, dilakukan persiapan kandang.
Persiapan kandang dimulai dai pencucian kandang dengan menggunakan
bahan-bahan desinfektan. Kemudian mempersiapkan peralatan yang akan
digunakan selama pemeliharaan. Semua peralatan yang akan digunakan
selama pemeliharaan dicuci dengan menggunkan campuran air dan
desinfektan.
2. Persiapan Brooding
Setelah persiapan kandang selesai dilaksanakan, kemudian melakukan
pemasangan brooding, yaitu dengan memasang kanopi, pemasangan lampu,
pemasangan litter (sekam), pemasangan alas koran, dan pemasangan pakan dan
tempat minum. Masa brooding dilaksanakan hingga ayam berumur 10 hari.
3. Penerimaan DOC
Pada saat DOC datang, bobotnya ditimbang dan langsung dimasukkan
dalam brooding yang telah disiapkan serta diberikan air gula untuk mengganti
energi yang hilang selama perjalanan.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan ayam meliputi pemberian pakan dan minum, pembersihan
kandang, dan kontrol kesehatan yang dilakukan setiap hari.Pemberian pakan
pada sebanyak 6 kali sehari pada ayam berumur 1-2 minggu, kemudian
frekuensi pemberian pakan dikurangi menjadi 3 kali sehari. Pakan yang
digunakan adalah pakan komersial BR 1-S hasil produksi PT. Japfa Comfeed
Indonesia, Tbk dengan kandungan protein kasar minimal 20% dan kandungan
serat kasar maksimal 5%. Pergantian air minum dilakukan 2 kali sehari yaitu
pagi hari (sesuai perlakuan) dan sore hari.
5. Prosedur Pembuatan Probiotik (Kefir)
a. Peremajaan Starter
Grain kefir terlebih dahulu diremajakan dalam susu segar yang telah
dipasteurisasi. Susu segar pasteurisasi kemudian didinginkan hingga suhu 20oC
dan diinokulasi dengan kefir grain selama 20 jam pada suhu kamar. Selanjutnya
dilakukan penyaringan untuk memisahkan susu dan kefir grain. Kefir grain
kemudian disimpan selama 30 menit pada suhu 4oC dan siap digunakan sebagai
kefir grain dalam pembuatan kefir selanjutnya (Kustiawan, 2010).
b. Pembuatan Kefir
Langkah- langkah pembuatan kefir didasarkan pada penelitian Usmiati
(2008) adalah sebagai berikut: Susu segar dipasteurisasi, yaitu dipanaskan pada
suhu 90 oC selama 15 menit, kemudian didinginkan sampai mencapai suhu
kamar (±32oC). Susu pasteurisasi kemudian diinokulasi dengan memasukkan
3% butir-butir kefir dan diaduk merata. Diamkan atau diinkubasi selama 24 jam
pada suhu kamar agar proses fermentasi berlangsung. Bila susu sudah
menggumpal lalu disaring dengan menggunakan saringan plastik untuk
mendapatkan butir-butir kefir kembali. Fitrat yang sudah disaring (bagian
cairnya) siap untuk diberikan pada ternak atau didinginkan pada suhu 5oC
selama 2-3 jam untuk proses pematangan. Butir-butir kefir yang diperoleh dicuci
dengan air matang dingin untuk dipakai lagi pada waktu lain, demikian
seterusnya. Berikut secara sederhana adalah prosedur atau langkah-langkah
pembuatan kefir oleh Kustiawan (2010) dalam bagan yang telah dimodifikasi:
Susu segar
Dipanaskan 90oC (15 menit)

Didinginkan sampai ±32oC

Inokulasi dengan butir kefir 3%

Inkubasi dalam suhu ruang (24 jam)

Penyaringan
Butir kefir
Kefir

Didinginkan 5oC (2-3 jam) siap diberikan pada broiler

6. Perlakuan
Ayam dipelihara hingga umur 35 hari dengan perlakuan adalah kadar
kefir dalam air minum broiler, P1 (0 ml/ liter air minum) dan P2 (4,2 ml/ liter air
minum). Setiap perlakuan atau populasi terdiri dari 50 ekor ayam
broiler.Pemberian kefir dalam air minum ayam broiler dimulai saat ayam
berumur 1 - 35 hari dan dilakukan setiap hari yaitu pagi hari hingga sore hari,
kemudian diganti dengan air biasa.Pengambilan data dilakukan sejak hari
pertama hingga ayam panen dengan data yang diambil adalah konsumsi pakan,
pertambahan bobot badan, dan konversi pakan.
D. Parameter Pengamatan
1. Konsumsi Pakan
Pengambilan data konsumsi pakan diambil setiap hari yaitu dengan
menghitung selisih antara jumlah pakan yang diberikan dengan jumlah pakan
yang tersisa.
2. Pertambahan Bobot Badan
Data pertambahan bobot badan diperoleh dari hasil penimbangan ayam
pada akhir minggu dengan hasil penimbangan pada awal minggu.
3. Konversi Pakan
Perhitungan konversi pakan dilakukan setiap minggu dengan cara
membandingkan hasil konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan.
4. Mortalitas
Perhitungan mortaliltas dilakukan selama pemeliharaan dengan cara
membandingkan antara jumlah ayam yang mati pada setiap populasi dengan
jumlah total ayam yang dipelihara dan dinyatakan dalam bentuk persen (%).
5. Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan dihitung setiap minggu dengan cara membandingkan
pertambahan bobot badan dengan konsumsi pakan dan menyatakannya dalam
persen (%).
6. AnalisaUsaha
a. Analisa R/C ( Revenue/Cost )
Analisa R/C dihitung dengan rumus :
R/C = Total penerimaan penjualan
Total biaya
b. Analisa B/C ( Benefit / Cost)
Analisa B/C dihitung dengan rumus :
B/C = Tingkat keuntungan
Total biaya
c. Analisa BEP ( Break Even Point)
Analisa BEP produksi dihitung dengan rumus :
BEP Produksi =Total biaya
Harga jual
Analisa BEP harga dihitung dengan rumus :
BEP Harga = Total biaya
Total Produksi
5. ANALISA DATA/PEMBAHASAN
A. Konsumsi Pakan
Data konsumsi pakan ayam broiler dengan penambahan kefir dalam air
minum dan tanpa penambahan kefir disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Konsumsi Pakan Mingguan dan Kumulatif P1 dan P2

Minggu Pemberian 0% (gram/ekor) Pemberian 0,42 % (gram/ekor)


Ke Mingguan Kumulatif Mingguan Kumulatif
1 154,49 154,49 162,25 162,25
2 356,91 511,39 394,00 556,25
3 600,65 1112,04 633,88 1190,13
4 888,28 2000,32 899,59 2089,72
5 1119,56 3119,89 1204,90 3294,62
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh data konsumsi pakan mingguan dan
konsumsi pakan kumulatif lebih tinggi pada ayam yang diberi kefir (P2) dalam
air minum. Peningkatan konsumsi pakan mingguan sebesar 5,97%, sedangkan
konsumsi pakan kumulatif meningkat sebesar 6,18%. Berikut grafik konsumsi
pakan ayam yang diberi kefir dan tidak diberi kefir.

Gambar 1 Grafik Konsumsi Pakan Ayam P1 dan P2 Selama 5 Minggu


Kefir yang masuk dalam saluran pencernaan ayam menghasilkan
beberapa enzim yang membantu menguraikanmakanan seperti enzim amylase
dan protease (Gandjar dkk, 2006)yang berfungsi menguraikan amilum menjadi
maltosa dan protein menjadi asam amino.Keberadaan enzim yang berasal dari
probiotik (kefir) tersebutakan membantu meningkatkan proses metabolisme zat
makanan dalam tubuh yang pada akhirnya akan meningkatkan konsumsi pakan.
B. Bobot Badan
Rata-rata pertambahan bobot dan bobot badan akhir ayam dengan
penambahan kefir dalam air minum dan tanpa kefir dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rata-Rata Pertambahan Bobot dan Bobot Badan Akhir P1 dan P2
Pemberian 0,42 %
Minggu Pemberian 0 % (gram/ekor)
(gram/ekor)
Ke
PBB BB Akhir PBB BB Akhir
1 140,6 185 156,6 201
2 287 472 339 540
3 502 974 516 1056
4 422 1396 560 1616
5 584 1980 624 2240
Ayam dengan penambahan kefir mempunyai pertambahan bobot badan
14,37% dan bobot badan akhir 12,07% lebih tinggi dibandingkan ayam tanpa
kefir. Grafik PBB dan bobot badan akhir ayam adalah sebagai berikut.

Gambar 2 Grafik PBB dan BB Akhir Ayam P1 dan P2 Selama 5 Minggu


Peningkatan PBB dan BB akhir pada kelompok ayam yang diberi kefir
dalam air minum diduga kerena aktivitas probiotik yang bersumber dari kefir.
Menurut Daud (2005) penambahan probiotik dapat berperan sebagai growth
promoter. Rangsangan tersebut membantu penyerapan nutrisi secara langsung
dimanfaatkan untuk membentuk atau menambah ukuran jaringan baru. Hasil
dari perkembangan jaringan baru tersebut mempengaruhi bobot badan akhir
ayam.
C. Konversi Pakan (FCR)
Rata-rata konversi pakan mingguan dan kumulatif ayam dengan
penambahan kefir dalam air minum dan tanpa kefir dapat dilihat pada Tabel.3.
Tabel 3 Konversi pakan mingguan dan kumulatif P1 dan P2
Minggu Pemberian 0 % Pemberian 0,42 %
Ke Mingguan Kumulatif Mingguan Kumulatif
1 1,10 1,10 1,04 1,04
2 1,24 1,19 1,16 1,12
3 1,20 1,20 1,23 1,18
4 2,11 1,48 1,61 1,33
5 1,92 1,61 1,93 1,50
Konversi pakan mingguan dan kumulatif ayam dengan penambahan kefir
dalam air minum lebih rendah dibandingkan dengan ayam tanpa penambahan
kefir.Berikut konversi pakan ayam dalam bentuk grafik.

Gambar 3 Grafik Konversi Pakan Ayam P1 dan P2


Kenyataan ini menunjukkan bahwa penambahan kefir mempengaruhi
konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan sehingga konversi pakannya
menjadi lebih baik. Konsumsi pakan dan pertambahan bobot badan lebih tinggi
pada ayam yang diberi kefir dalam air minum menunjukkan bahwa ayam dapat
memanfaatkan pakan yang dikonsumsi menjadi berat badan secara maksimal.
D. Efisiensi Pakan
Rata-rata efisiensi penggunaan pakan ayam dengan penambahan kefir
dalam air minum dan tanpa kefir dalam air minum dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4 Efisiensi pakan P1 dan P2
Minggu Ke Pemberian 0% (%) Pemberian 0,42% (%)
1 91,01 96,52
2 80,41 86,04
3 83,57 81,40
4 47,51 62,25
5 52,16 51,79
Penambahan kefir meningkatkan 8,15% efisiensi penggunaan pakan
dibandingkan tanpa penambahan kefir. Berikut grafik efisiensi pakan ayam
selama 5 minggu.

Gambar 4 Grafik Efisiensi Pakan Ayam P1 dan P2 Selama 5 Minggu


Efisiensi pakan erat kaitannya dengan konversi pakan.Rendahnya tingkat
konversi pakan ayam yang diberi kefir menunjukkan tingkat efisiensi pakannya
lebih baik dibandingkan dengan ayam tanpa kefir.Kefir membantu proses
metabolisme penyerapan zat nutrisi seperti lemak, protein, dan karbohidrat yang
biasanya banyak terbuang dalam feses menjadi berkurang (Hidayah dkk, tanpa
tahun), dengan demikian pemanfaatan pakan ayam yang diubah menjadi daging
menjadi lebih maksimal.
E. Mortalitas
Penampilan ayam dengan penambahan kefir lebih baik dari ayam tanpa
kefir yaitu dilihat dari tingkat mortalitas (kematian). Ayam dengan penambahan
kefir mempunyai tingkat mortalitas sebesar 3,92% sedangkan ayam tanpa kefir
mempunyai tingkat mortalitas sebesar 11,54%. Rendahnya tingkat mortalitas
disebabkan karena pengaruh kefir dalam air minum terhadap kesehatan dan
kekebalan tubuh ayam terhadap penyakit (Suwarno, 2012).
F. Analisa Kelayakan Usaha
Hasil analisa usaha (perhitungan dalam lampiran) ayam dengan
penambahan kefir dalam air minum dan tanpa kefir disajikan pada Tabel 4.5.
Tabel 5 Analisa usaha P1 dan P2
Analisa Pemberian 0 % Pemberian 0,42 %
R/C 1,05 1,08
B/C 0,05 0,08
BEP Produksi 89,70 101,86
BEP Harga 13.898,96 13.549,55
Ayam dengan penambahan kefir mempunyai nilai analisa return cost
ratio (R/C) 2,86% dan analisa benefit cost ratio (B/C) 60% lebih tinggi
dibandingkan tanpa penambahan kefir. Nilai R/C lebih dari 1 maka kedua
perlakuan layak dijadikan usaha, namun berdasarkan nilai B/C tingkat
keuntungan lebih besar pada penggunaan kefir. Sedangkan analisa break even
point (BEP) produksi dan harga menunjukkan P1 akan mengalami titik impas
jika total produksi (bobot badan hidup) sebesar 89,70 kg dan tingkat harga yang
berlaku saat itu Rp.13.898,96,- per kg dan P2 akan mengalami titik impas jika
total produksi (bobot badan hidup) sebesar 101,86 kg dan tingkat harga yang
berlaku Rp.13.549,55,- per kg.

6. KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan
Kesimpulan dari kegiatan penelitian kewirausahaan ayam broiler dengan
penambahan kefir pada air minum meningkatkan konsumsi pakan, pertambahan
berat badan, efisiensi pakan, keuntungan usaha, serta menurunkan konversi
pakan dan tingkat mortalitas, dibandingkan dengan ayam yang tidak diberi kefir.
B. Saran
Penggunaan kefir sebanyak 4,2 ml per liter air minum broiler disarankan
karena mampu meningkatkan performans dan efisiensi pakan sehingga
keuntungan usaha meningkat.Agarkeuntungan usaha yang peroleh lebih tinggi,
disarankan agar menggunakan ayam broiler dengan jumlah yang lebih besar.
7. DAFTAR PUSTAKA

Abrar, A. dan Raudhati, E. 2006.Produktifitas Dan Aktivitas Mikroba Saluran


Pencernaan Ayam Broiler Yang Diberi Probiotik. Penelitian DIK-S.
Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya.

Abun. 2008. Hubungan Mikroflora Dengan Metabolisme Dalam Saluran


Pencernaan Unggas Dan Monogastrik. Universitas Padjadjaran.

Agustina, L,. Purwanti, S,.dan Zainuddin, D. 2007. Penggunaan Probiotik


(Lactobacillus sp.) Sebagai Imbuhan Pakan Broiler.Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007.

Ahmad, R. Z. 2005. Pemanfaatan Khamir Saccharomyces Cerevisiae Untuk


Ternak.Wartazoa.Vol 15. No 1.

Anonimus. 2011. Nutrisi Kefir. Blog-Online.http://iamhealthykefir.wordpress .com


/nutrisi-kefir/.Diakses pada tanggal 17 Juli 2013 pukul 6.41 WIB

Anonimus.2013. Kandungan Bakteri Probiotik Dalam Kefir.Blog-


Online.http://masfirat.blogspot.com/2012/06/kandungan-bakteri-
probiotik-dalam-kefir.html diakses tanggal 25 Juni 2013 pukul 14.53 WIB.

Anonimus. 2002. Pembesaran Ikan Mas di Kolam Air Deras. AngroMedia.

Aulia. 2013. Tantangan Tingkat Konsumsi. Poultry Indonesia.Vol 8.

Badan Pusat Statistik. 2013. Populasi Ternak (000 ekor) 2000-2011.Blog-


online.http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_sub
yek=24&notab=12.Diakses pada tanggal 28 Desember 2013 01:53 WIB.

Dahana, K,.Warisno. 2010. Tiram, Menabur Jamur, Menuai Rupiah. Jakarta :


Gramedia Pustaka Utama.

Daud. M. 2005. Performan ayam Pedaging Yang Diberi Probiotik Dan Prebiotik
dalam Ransum.Jurnal Ilmu Ternal.Vol 5. No 2.

Fadilah, R. 2005. Penduan Mengelola Peternakan Ayam Broiler Komersial.


Agromedia Pustaka. Cetakan 3.

Fadilah, R. 2004. Kunci Sukses Beternak Ayam Broiler di Daerah Tropis.


Agromedia Pustaka.

Fauziah, A., Mangisah, I., Murningsih, W. 2013. Pengaruh Penambahan Vitamin E


Dan Bakteri Asam Laktat Terhadap Kecernaan Lemak Dan Bobot Telur
Ayam Kedu Hitam Dipelihara Secara In Situ. Animal Agriculture
Journal.Vol 2.No.1.
Gunawan dan Sundari, M.M.S. 2003.Pengaruh Penggunaan Probiotik Dalam
Ransum Terhadap Produktivitas Ayam. Wartazoa.Vol 13. No3.

Hidayah, N., Gobel, R. B., Djide, M, N., Hassan, M. S. Tanpa Tahun. Pengaruh
Penambahan Variasi Konsentrasi Starter Probiotik Pada Pakan Terhadap
Perkembangan Ayam Kampung Galllus domesticus. Jurnal Ilmiah.

Hidayat , M. 2010. Mikroba Dalam Saluran Pencernaan Ternak Unggas. Blog-


Lambung Satu.http://lambungsatu.blogspot.com/2010/04/mikroba-dalam-
saluran-pencernaan-ternak_22.html, diakses pada tanggal 09 Juni 2013
pukul 23.11 WIB.

Institut Pertanian Bogor. Tanpa Tahun. Tinjauan Pustaka (Bakteri Asam Laktat).

Irianto, A. 2003.ProbiotikAkuakultur. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Jaelani. A. 2011. Performans Ayam Pedaging Yang Diberi Enzim Beta


MannanaseDalam Ransum Yang Berbasis Bungkil Inti Sawit.Media
Sains.Vol 3 No 2.

Kompiang. I. P. 2009.Pemanfaatan Mikroorganisme Sebagai Probiotik Yntuk


Meningkatkan Produksi Ternak Unggas Di Indonesia. Jurnal
Pengembabngan Inovasi Pertanian.Vol 2. No 3.

Kustiawan, E. 2010.Profil Dan Aktifitas Antibakteri Kefir Susu Kambing Selama


Penyimpanan. Jurnal Ilmiah Inovasi Politeknik Negeri Jember. Vol 10, No
2.

Muharlien, Achmanu, dan Rachmawati, R. 2011. Peningkatan Produksi ayam


Pedaging Melalui Pengaturan Proporsi Sekam, Pasir dan Kapur Sebagai
Litter. Jurnal Ternak Tropika. Vol 12. No 1.

Natalia, L. dan Priadi, A. 2005.Penggunaan Probiotik Untuk Pengendalian


Clostridial Necrotic Enteritis Pada Ayam Pedaging.JITV.Vol 1. No 1.

Pamungkas, D. dan Anggraeny, P. N. 2006.Probiotik Dalam Pakan Ternak


Ruminansia. Yvartazoa.Vol 16. No 2.

Prayogi, H. S. 2007. Pengaruh Penggunaan Minyak Kelapa Dalam Ransum


Terhadap Konsumsi Pakan, Peningkatan Bobot Badan, Konversi Pakan,
Dan Karkas Broiler Periode Finisher. Jurnal Ternak Tropika. Vol 7. No 2.

Rasyaf, M. 1994. Makanan ayam Broiler.Kasinus.Cetakan 1. Yogyakarta

Rasyaf, M. 2008. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Cetakan 1.


Jakarta.
Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Cetakan
IV. Jakarta.

Sari, M.L., Arfan, A., Merint.2013. Isolasi Dan Karakteristik Bakteri Asam Laktat
Pada Usus Ayam Broiler.Agripot.Vol 13. No 1.

Sarwono, S. R., Yudiarti, T., Suprijatna, E. 2012.Pengaruh Pemberian Probiotik


Terhadap Trigliserida Darah, Lemak Abdominal, Bobot Dan Panjang
Saluran Pencernaan Ayam Kampung.Animal Agriculture Journal.Vol 1.
No 2.

Setiawati. J. E., Tarsim,.Adiputra. Y.T., Hudaidah. S. 2013. Jurnal Rekayasa Dan


Teknologi Budidaya Perairan. Vol 1. No 2.

Silalahi , J. 2006. Makanan Fungsional. Cetakan ke 1.Kasinus.Yogyakarta.

Situmorang, N. A., Mahfudz, L.D., Atmomarsono, U. 2013. Pengaruh Pemberian


Tepung Rumput Laut (Gracilaria verrucosa) Dalam Ransum Terhadap
Efisiensi Penggunaan Protein Ayam Broiler. Animal Agricultural
Journal.Vol 2. No 2. Semarang.

Supriadi.2012. Panen Itik Pedaging Dalam 6 Minggu. Jakarta: Penebar Swadaya.

Suryo, H,. Yudiarti, T,.Isroli. 2012. Pengaruh Pemberian Probiotik Sebagai Aditif
Pakan Terhadap Kadar Kolesterol, High Desity Lipoptotein (HDL) dan
Low Density Lipoprotein (LDL) Dalam Darah Ayam Kampung.Animal
Agriculture Journal. Vol 1/.No 2.

Usmiati, S. 2007. Kefir, Susu Fermentasi Dengan Rasa Menyegarkan.Warta


Penelitian dan Pengembangan Pertanian.Vol 29. No 29.

Wijaningsih, W. 2008.Aktivitas Antibakteri In Vitro Dan Sifat Kimia Kefir Susu


Kacang Hijau (Vigna radiate) Oleh Pengaruh Jumlah Starter Dan Lama
Fermantasi. Tesis Universitas Diponegoro. Semarang.

Wijayanto, E. 2012. Pengaruh Faktor Genetik Terhadap Performa Ternak. Blog-


Online.http://www.poultryindonesia.com/news/riset-artikel-
referensi/pengar uh-faktor-genetik-terhadap-performa-ternak/. diakses
tanggal 17 Juli 2013 pukul 07.50 WIB.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kasinus.Yogyakarta.


PENAMBAHAN KEFIR DALAM AIR MINUM UNTUK MENINGKATKAN
EFISIENSI PAKAN DAN PERFORMANS PADA USAHA BROILER

Oleh :
Jhoni effendi

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA


FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN HEWAN DAN MASYARAKAT VETERINER
2019

Anda mungkin juga menyukai