Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jerami Padi (Oryza sativa L)
Jerami adalah hasil samping usaha pertanian berupa tangkai dan batang
tanaman serelia yang telah kering, setelah biji-bijiannya dipisahkan. Jerami
memiliki banyak fungsi, di antaranya sebagai bahan bakar, pakan ternak, alas atau
lantai kandang, pengemas bahan pertanian (misal telur), bahan bangunan
(atap, dinding, lantai) dan kerajinan tangan (Ikhsan et al., 2011).
Biomassa berselulosa terbentuk dari tiga komponen utama yakni selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Selulosa merupakan komponen utama yang terkandung
dalam dinding sel tumbuhan dan mendominasi hingga 50% berat kering
tumbuhan. Jerami padi diketahui memiliki kandungan selulosa yang tinggi,
mencapai 39,1% berat kering, 27,5% hemiselulosa dan kandungan lignin 12,5%.
Komposisi kimia limbah pertanian maupun limbah kayu tergantung pada spesies
tanaman, umur tanaman, kondisi lingkungan dan tempat tumbuh. Kandungan
jerami dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 2.1. Kandungan Jerami Padi
Komponen Kandungan %
Hemiselulosa 27,5
Selulosa 39,1
Lignin 12,5
Abu 11,5
Sumber : (Karimi et al., 2006).

2.2. Arang Aktif


Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat digunakan
sebagai adsorben (Muathmainnah, 2012). Arang aktif dapat dibuat dari bahan
yang mengandung karbon, baik bahan organik maupun anorganik. Beberapa
bahan baku yang dapat digunakan antara lain : kayu, tempurung kelapa, limbah
batu bara, limbah pengolahan kayu, dan limbah pertanian seperti kulit buah kopi,
kulit buah coklat, sekam padi, jerami, tongkol dan pelepah jagung
(Asano et al, 1999).

4
Arang aktif berbentuk amorf, berwarna hitam, tak berbau, tak berasa, serta
mempunyai daya adsorpsi jauh lebih besar dibandingkan dengan arang yang
belum diaktifasi. Daya adsorpsi dapat digambarkan oleh luas permukaan spesifik
(luas permukaan/g). Umumnya luas permukaan spesifik berkisar antara
500 dan 1500 m2/g). Struktur pori berhubungan dengan luas permukaan, dimana
semakin besar pori-pori arang aktif mengakibatkan luas permukaan semakin besar
dan kecepatan adsorpsi bertambah. Meningkatkan adsorpsi dianjurkan
menggunakan arang aktif yang telah dihaluskan. Komposisi arang aktif terdiri atas
selulosa, karbon, kadar air, dan kadar abu. Selulosa dalam karbon merupakan
pembersih partikel dalam air keruh karena bersifat keras dan tidak mudah larut
dalam air sehingga air menjadi jernih (Rizky, 2015).
Ukuran pori-pori karbon aktif dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis
yaitu micropore, mesopore dan macropore (Esterlita dan Herlina, 2015).
1. Micropores adalah pori-pori dengan ukuran diameter lebih kecil dari 2 nm.
Area ini merupakan area dimana adsorpsi dominan terjadi. Volume pori-pori
ini berkisar antara 0,15 – 0,5 mL/g. Selanjutnya micropore diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaitu wider micropores dengan ukuran diameter 0,7-2 nm
dan narrow micropores dengan ukuran diameter lebih kecil dari 0,7 nm.
2. Mesopores adalah pori-pori dengan ukuran diameter 2 – 50 nm. Area ini
merupakan area adsorpsi dominan kedua setelah micropores. Mesopores
sering juga disebut transitional pore atau area transisi. Volume pori-pori ini
berkisar antara 0,02 – 10 mL/g.
3. Macropores adalah pori-pori dengan ukuran diameter lebih besar dari 50 nm
dan berfungsi sebagai pintu masuk adsorbat menuju ke dalam micropores.
Ada beberapa jenis karbon aktif, baik dari segi fungsi, maupun bentuk
ukuran. Berdasarkan fungsinya karbon aktif dibagi menjadi dua, yaitu 1). Gas
adsorbent carbon, untuk pemurnian uap dan gas, 2). Liquid phase carbon, untuk
pemurnian zat cair. Perbedaan utama dari dua macam karbon diatas terletak pada
distribusi luas area permuakaan dimana gas adsorbent carbon umumnya antara
1000 – 2000 m2/g dan ukuran pori-pori yang paling kecil sekitar 20 Å serta yang
paling besar lebih dari 1000 Å. Sedangkan ukuran dari liquid phase carbon adalah
antara mikrofor dan makrofor dari gas adsorbent carbon. Dari bentuk fisik,

5
karbon aktif dapat berupa bubuk dan granular, kedua tipe banyak digunakan
dalam industri (Sani, 2011).
Arang aktif dapat dilakukan melalui dua tahap, yaitu tahap karbonisasi dan
aktivasi. Karbonisasi merupakan proses pengarangan dalam ruang tanpa adanya
oksigen dan bahan kimia lainnya. Aktivasi diperlukan untuk mengubah hasil
karbonisasi menjadi adsorben yang memiliki luas permukaan yang besar. Aktivasi
merupakan perlakuan terhadap arang yang bertujuan untuk memperbesar pori
yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul
permukaan sehingga arang mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia,
yaitu luas permukaannya bertambah besar dan berpengaruh terhadap daya
adsorpsi. Aktivasi fisika dilakukan dengan mengalirkan gas CO2, N2, uap air atau
Argon ke dalam tungku (Rizky, 2015).
Zat – zat yang dipergunakan dalam proses aktivasi yaitu zat yang akan
menempel pada permukaan arang aktif. Zat tersebut antara lain ZnCl2, H3PO4,
CaCl2, NaCl, dan lain sebagainya. Sebelum diberi zat aktivator, arang tersebut
masih kaku dan belum dapat dikatakan arang aktif. Mutu arang aktif yang
dihasilkan tergantung dari bahan baku, bahan pengaktifan dan cara pembuatannya.
Untuk menaikkan aktivasi daya adsorbsi arang, banyak digunakan bahan kimia.
Menurut othmer (1940), bahan kimia yang baik digunakan adalah Ca(OH)2,
CaCl2, Ca3(PO)4, H2SO4, ZnCl2 dan lain-lain. Sifat-sifat beberapa aktivator :
Sodium hidroksida mempunyai melting point : 318,4ᵒC dan boiling point :
1390 ᵒC, CaCl2 melting pointnya : 772 ᵒC dan boiling pointnya : >1600ᵒC, H2SO4
mempunyai melting point : 10,49 ᵒC dan boiling point : 732ᵒC, sedangkan
Ca(OH)2 mempunyai melting point : 580ᵒC (Sani, 2011).
Aktivasi secara kimiawi dalam pembuatan karbon aktif dengan
menggunakan KOH, ZnCl2 dan H3PO4 sudah sangat sering digunakan untuk
menghasilkan karbon aktif yang memiliki permukaan yang luas untuk menyerap
dan pori – pori yang besar. Aktivator KOH didapatkan bekerja maksimal dalam
kondisi operasi suhu 700-800ᵒC dengan lama waktu tingggal 1 jam dan
perbandingan KOH : C sekitar 3 sampai 4. Namun, aktivator ZnCl2 dapat
menghasilkan karbon aktif yang memiliki mikropori maksimum pada kondisi
operasi suhu < 500 ᵒC dan dengan perbandingan berat ZnCl2 : C adalah 2:1.

6
Sedangkan, aktivator H3PO4 dapat menghasilkan karbon aktif yang memiliki
mikropori maksimum pada kondisi operasi suhu < 450 ᵒC dengan perbandingan
persen berat antara aktivator dengan sampel sekitar 29 – 52%
(Esterlita dan Herlina, 2015).
Karbon aktif telah digunakan secara luas dalam industri kimia,
makanan/minuman dan farmasi. Pada umumnya karbon aktif digunakan sebagai
bahan penyerap dan penjernih. Dalam jumlah kecil digunakan untuk katalisator
(Erlina et al., 2015)
Menurut Suhendra et al., (2010) berbagai keunggulan cara aktivasi
kimiawi dibandingkan dengan aktivasi fisik diantaranya adalah
1. Pada proses aktivasi kimiawi, di dalam penyiapannya sudah terdapat
zat kimia pengaktif sehingga proses karbonisasi sekaligus proses
aktivasi karbon yang terbentuk, oleh karena itu, metode ini sering
disebut juga metode aktivasi satu langkah (one-step activation),
2. Aktivasi kimiawi biasanya terjadi pada suhu lebih rendah dari pada
metode aktivasi fisik,
3. Efek dehydrating agent dapat memperbaiki pengembangan pori di
dalam struktur karbon,
4. Produk dengan menggunakan metode ini lebih banyak jika
dibandingkan dengan aktivasi secara fisik.
Karbon aktif yang dapat diidentifikasi atau dikarakterisasi berdasarkan
SNI 06-3730-1995 salah satunya yaitu berdasarkan pada: (Rizky, 2015).
1. Kadar air
Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui sifat higroskopis dari
arang aktif. Terikatnya molekul air yang ada pada arang aktif oleh aktivator
menyebabkan pori-pori pada arang aktif semakin besar. Semakin besar poripori
maka luas permukaan arang aktif semakin bertambah akibatnya kemampuan
adsorbsi semakin meningkat. Metode yang digunakan dalam penentuan kadar air
adalah metode gravimetri dimana analisis berdasarkan penimbangan perbedaan
massa awal dan massa akhir sampel setelah perlakuan. Kadar air berdasarkan
SNI 06-3730-1995 maksimal 15 %.

7
2. Kadar abu
Penentuan kadar abu bertujuan untuk mengetahui kandungan oksida logam
dalam arang aktif . Abu merupakan sisa dari pembakaran yang sudah tidak
memiliki unsur karbon dan terdiri dari minral-mineral yang tidak menguap
(non volatil) pada proses pengabuan dan tidak memiliki nilai kalor lagi. Nilai
kadar abu menunjukan jumlah sisa dari akhir proses pembakaran berupa zat-zat
mineral yang tidak hilang selama proses pembakaran. Kadar abu berdasarkan
ketentuan SNI 06-3730-1995 maksimal 10%.
3. Daya serap terhadap iod
Uji iod merupakan parameter untuk mengetahui kemampuan arang aktif
dalam menyerap molekul-molekul dengan jari-jari yang lebih kecil dari 10 -15
Angstrom. Metode yang digunakan dalam uji daya serap iod adalah metode titrasi
iodometri dimana menggunakan reaksi redoks dalam penentuannya. Reaksi
redoks yaitu reaksi yang mengalami proses oksidasi dan reduksi. Reaksi oksidasi
reduksi berlangsung secara bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain
(Khopkar, 2003).
Proses interaksi dikondisikan dalam ruangan tertutup yang dihindarkan dari
udara terbuka agar iodin tidak mengalami proses oksidasi karena kontak dengan
udara luar. Pada proses pelarutan iodin yang sedikit larut dalam air ditambahkan
kalium iodida (KI) untuk mempercepat pelarutan iodin karena akan terbentuk ion
triiodida menurut reaksi:
I2(aq) + I-(aq) I3-
Dalam proses penyerapan ini, molekul-molekul iodin masuk dan mengisi
pori-pori arang aktif, karena pori-pori arang aktif memiliki ukuran yang besar
dibandingkan dengan molekul iodin, sehingga molekul-molekul iodin dapat
terserap dalam jumlah yang besar. Reaksi yang terjadi :
I2(aq) + 2 S2O32 -(aq) 2I- (aq) + S4O62-(aq)
Kereaktifan arang aktif dapat dilihat dari kemampuan mengadsorpsi
substrat, daya adsorpsi tersebut dapat menunjukan seberapa besar adsorben dapat
mengadsorpsi iod, semakin besar nilai angka iod maka semakin besar daya
adsorben (Rizky, 2015). Berdasarkan ketentuan SNI 06-3730-1995 daya jerap iod
pada arang aktif minimal 750 mg/g.

8
Teknologi adsorpsi oleh karbon aktif dianggap sebagai yang paling
menjanjikan untuk menghilangkan ion logam berat dari limbah. Karena biaya
yang rendah, efisiensi yang tinggi, dan mudah dioperasikan. Logam-logam berat
diketahui dapat mengumpul didalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal
dalam tubuh untuk jangka waktu lama sebagai racun yang terakumulasi.
Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi dalam dua
jenis. Jenis pertama adalah logam berat esensial, dimana keberadaannya dalam
jumlah tertentu sangat dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah
yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah
Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam
berat tidak esensial atau beracun, dimana keberadaannya dalam tubuh masih
belum diketahui manfaatnya dan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan
lain-lain (Erlina et al., 2015).
Ikhsan dan Sudibandriyo, (2014) telah berhasil melakukan penelitian
tentang pemanfaatan jerami padi untuk produksi karbon aktif dengan aktivasi
kimia menggunakan kalium karbonat. Berdasarkan hasil penelitian karbon aktif
dari jerami padi mampu menghasilkan luas sebesar 1.003 m2/g. Hasil ini dicapai
dari proses aktivasi dengan waktu aktivasi pada suhu 900 oC selama 90 menit.
Lama waktu aktivasi berpengaruh terhadap luas permukaan karbon aktif yang
dihasilkan. Semakin lama waktu aktivasi, luas permukaan karbon aktif. Untuk
waktu aktivasi selama 60 menit, luas permukaan tertinggi ialah 725 m2/g dan
untuk waktu aktivasi selama 90 menit, permukaan tertinggi ialah 1.003 m2/g.
Suhu aktivasi berpengaruh terhadap luas permukaan karbon aktif yang
dihasilkan. Semakin tinggi suhu aktivasi, luas permukaan karbon aktif semakin
besar. Untuk aktivasi pada suhu 700oC, luas permukaan tertinggi ialah 401 m2/g,
untuk aktivasi pada suhu 800oC, luas permukaan tertinggi ialah 695 m2/g dan
untuk aktivasi pada suhu 900oC, luas permukaan tertinggi ialah 1.003m2/g.
2.3. Adsorpsi
Adsorpsi merupakan suatu proses penyerapan oleh padatan tertentu
terhadap zat tertentu yang terjadi pada permukaan zat padat karena adanya gaya
tarik atom atau molekul pada permukaan zat padat tanpa meresap ke dalam.
Adsorpsi dapat terjadi pada antarfasa padat-cair, padat-gas atau gas-cair. Molekul

9
yang terikat pada bagian antarmuka disebut adsorbat, sedangkan permukaan yang
menyerap molekul-molekul adsorbat disebut adsorben. Pada adsorpsi, interaksi
antara adsorben dengan adsorbat hanya terjadi pada permukaan adsorben.
Adsorpsi adalah gejala pada permukaan, sehingga makin besar luas permukaan,
maka makin banyak zat yang teradsorpsi. Walaupun demikian, adsorpsi masih
bergantung pada sifat zat pengadsorpsi (Apriliani, 2010).
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar
dari air limbah yang mengandung logam-logam berat adalah adsorpsi. Adsorpsi
merupakan peristiwa penyerapan suatu adsorbat pada permukaan adsorben.
Adsorbat adalah zat (molekul, atom, atau ion) yang diserap sedangkan adsorben
adalah zat yang menyerap. Adsorben yang sering digunakan untuk menurunkan
konsentrasi logam berat adalah arang aktif, karena lebih mudah didapatkan secara
komersil. Adsorben yang sering digunakan untuk menurunkan konsentrasi logam
berat adalah arang aktif, karena lebih mudah didapatkan secara komersil
(Rahmawati dan Yuanita, 2013).
Arang aktif merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan
pada suhu tinggi. Arang selain digunakan sebagai bahan bakar, juga dapat
digunakan sebagai adsorben (penjerap). Daya serap ditentukan oleh luas
permukaan partikel dan kemampuan ini dapat digunakan menjadi lebih tinggi jika
arang tersebut dilakukan aktivasi dengan bahan-bahan kimia atau pemanasan pada
temperatur tinggi. Aktivator yang digunakan adalah bahan-bahan kimia seperti
H2SO4, HCl, H3PO4, dan ZnCl2 (Rahmawati dan Yuanita, 2013).
2.4. Logam Berat
Istilah logam berat secara khas mencirikan suatu unsur yang merupakan
konduktor yang baik, mudah ditempa, bersifat toksik dalam biologi, mempunyai
nomor atom 22-92 dan terletak pada periode III dan IV dalam sistem periodik
unsur kimia. Logam berat adalah unsur-unsur yang umumnya digunakan dalam
industri, bersifat toksik bagi makhluk hidup dalam proses aerobik maupun
anaerobik. Berdasarkan sudut pandang toksikologi, logam berat ini dapat dibagi
dalam dua jenis yaitu logam berat esensial dan non esensial. Jenis pertama adalah
logam berat esensial, di mana keberadaannya dalam jumlah tertentu sangat

10
dibutuhkan oleh organisme hidup, namun dalam jumlah yang berlebihan dapat
menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah Zn, Cu, Fe, Co, Mn dan
lain sebagainya. Sedangkan jenis kedua adalah logam berat tidak esensial atau
beracun, di mana keberadaannya dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya
atau bahkan dapat bersifat racun, seperti Hg, Cd, Pb, Cr dan lain-lain
(Apriliani, 2010).
Logam berat dapat menimbulkan efek gangguan terhadap kesehatan
manusia, tergantung pada bagian mana dari logam berat tersebut yang terikat
dalam tubuh serta besarnya dosis paparan. Efek toksik dari logam berat mampu
menghalangi kerja enzim sehingga mengganggu metabolisme tubuh,
menyebabkan alergi, bersifat mutagen, karsinogen bagi manusia ataupun hewan.
(Apriliani, 2010).
2.4.1. Timbal (Pb)
Timbal merupakan senyawa alami yang ada dalam unsur organik dan
anorganik yang terdapat pada semua tanah, air dan makanan. Timbal memiliki
sifat fisik mudah dibentuk, lembut, berwarna biru-abu-abu dan tahan terhadap
korosi (Ghazy dan El-Morsy, 2009).
Timbal atau plumbum dalam keseharian lebih dikenal dengan timah hitam
merupakan logam yang lunak dan tahan terhadap korosi atau karat sehingga
logam timbal sering digunakan sebagai bahan coating atau bahan pelapis. Pb dan
persenyawaannya dapat berada dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai
dampak terhadap aktivitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk ke badan
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Pb yang
masuk ke dalam badan perairan sebagai dampak aktivitas manusia diantaranya
adalah air buangan limbah dari industri yang berkaitan dengan Pb, misalnya dari
pertambangan bijih timah hitam dan buangan sisa industri baterai
(Apriliani, 2010).
Air sangat rentan terkontaminasi dari pembuangan limbah industri.
Meningkatnya kehadiran logam berat sangat bermaslah terhadap air permukaan
dan air bawah tanah karena mobilitas toksisitasnya yang besar. Timbal adalah
salah satu polutan yang paling umum ditemukan di limbah industri. Bahkan pada
konsentrasi rendah, logam inimenjadi racun terhadap organisme termasuk

11
manusia yang bisa merusak sistem saraf, ginjal dan sistem reproduksi. Pada anak-
anak timbal diketahui memiliki efek toksik pada sistem neuron dan fungsi dari sel
otak (Ghazy dan El-Morsy, 2009).
Senyawa Pb yang ada dalam badan perairan dapat ditemukan dalam
bentuk ion-ion divalent atau ion-ion tetravalen (Pb2+ dan Pb4+). Ion Pb tetravalen
mempunyai daya racun yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan ion Pb
divalen. Timbal bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat
berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, konsentrasi Pb yang mencapai
188 mg/L dapat membunuh ikan-ikan. Keracunan timbal bersifat akut dan kronis.
Hal itu disebabkan senyawa-senyawa Pb dapat memberikan racun terhadap
banyak fungsi organ dan sistem saraf yang terdapat dalam tubuh (Apriliani, 2010).
2.4.2. Kadmium (Cd)
Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak
larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan cadmium oksida bila
dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd
Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak
stabil. Cd memiliki nomor atom 48, berat atom 112.4, titik leleh 321°C, titik
didih 767°C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3 (Istarani dan Pandebesie, 2014).
Kadmium bersifat tahan panas sehingga sangat baik untuk campuran
pembuatan keramik. Kadmium merupakan logam yang sering digunakan dalam
lempengan elektroda, pengecatan, stabilizer dalam pabrik plastik dan baterai dan
sebagai campuran logam (alloy). Kadmium relatif aktif dalam lingkungan akuatik
dan garam-garamnya dapat larut dalam air (Apriliani, 2010).
Kadmium bersifat toksik bagi semua organisme hidup, bahkan juga sangat
berbahaya untuk manusia. Dalam badan perairan, kelarutan kadmium dalam
konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan. Pada konsentrasi 200 μg/L
menyebabkan keracunan pada ikan. Logam kadmium juga mengalami proses
biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup (tumbuhan, hewan dan
manusia). Keracunan kadmium bersifat akut dan kronis. Sistem tubuh yang dapat
dirusaknya adalah ginjal, paru-paru, kekurangan darah, kerapuhan tulang,
mempengaruhi sistem reproduksi serta logam kadmium diduga merupakan salah
satu penyebab dari timbulnya kanker pada manusia (Apriliani, 2010).

12
Kadmium memiliki efek yang sangat unik kepada anak-anak yakni dapat
membantu perkembangan otak pada anak. Namun di sisi lain, kadmium memiliki
efek yang tidak baik untuk manusia dewasa, diantaranya menaikkan resiko
terjadinya kanker payudara, penyakit kardiovaskular atau paru-paru, dan penyakit
jantung. Efek lain yang menunjukkan toksisitas kadmium adalah kegagalan fungsi
ginjal, encok, pembentukan artritis, juga kerusakan tulang. Logam kadmium (Cd)
akan mengalami proses biotransformasi dan bioakumulasi dalam organisme hidup
(tumbuhan, hewan dan manusia). Dalam tubuh biota perairan jumlah logam yang
terakumulasi akan terus mengalami peningkatan biomagnifikasi dan dalam rantai
makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi kadmium (Cd) yang
lebih banyak. Kadmium dapat terakumulasi dalam di tubuh manusia serta baru
dapat keluar dari dalam tubuh, tetapi dengan waktu tunggu berkisar antara 20-30
tahun lamanya. Efek dalam tubuh pun beragam, mulai dari hipertensi sampai
kanker (Istarani and Pandebesie, 2014).
2.5. Spektroskopi UV-Vis
Spektrofotometri sinar tampak adalah cara analisis kimia kuantitatif
berdasarkan penyerapan energi radiasi oleh larutan berwarna. Penyerapan terjadi
pada panjang gelombang tertentu dengan mengukur intensitas warna yang diserap
sampel dan membandingkannya dengan larutan standar (Riskanita, 2012).
Banyaknya sinar yang diserap (I1) sebanding dengan konsentrasi larutan
yang dilaluinya (I0), sedangkan konsentrasi sampel berbanding terbalik dengan
transmitan (T), hal ini dapat dilihat pada hukum Lambert Beer berikut:
𝑇 = 𝐼1 ⁄𝐼0 ............................................... (i)
𝑇 = −𝑒 −𝑎𝑏𝑐 ............................................ (ii)
Transmitan sering dinyatakan sebagai persentase (%T). Absorban (A) suatu
larutan dinyatakan sebagai persamaan:
𝐴 = − log 𝑇 = − 𝑙𝑜𝑔 𝐼1 ⁄𝐼0 ................................ (iii)
Berbeda dengan transmitan, absorban larutan bertambah dengan
pengurangan kekuatan sinar. Jika ketebalan benda atau konsentrasi materi yang
dilewati cahaya bertambah, maka cahaya akan lebih banyak diserap, jadi
absorbansi berbanding lurus dengan ketebalan, b, serta c:
𝐴 = 𝑎. 𝑏. 𝑐 .............................................. (iv)

13
Atau
A = ε. b. c .............................................. (v)
Keterangan.
A = absorbansi
ε = epsilon
a = tetapan absorptivitas
b = tebar larutan dalam kuvet (cm)
c = konsentrasi larutan (g/L) atau (mol/L)
Pada analisis menggunakan spektrofotometer sinar tampak berlaku hukum
Lambert-Beer. Hukum ini menyatakan bahwa “bila cahaya monokromatis
melewati medium tembus cahaya, intensitas berkurang dengan bertambahnya
ketebalan, tetapi berbanding lurus dengan intensitas cahaya”. Syarat-syarat
penggunaan hukum Lambert-Beer adalah sebagai berikut.
1. Hukum Lambert-Beer sangat baik untuk larutan yang encer karena pada
konsentrasi tinggi (> 0,01 M), ada interaksi antar molekul dalam larutan.
2. Zat pengabsorpsi tidak boleh terdiasosiasi atau berinteraksi dengan pelarut.
3. Hukum Lambert-Beer hanya berlaku untuk cahaya monokromatik (lebar
pitanya sempit).
4. Kekeruhan larutan yang disebabkan oleh partikel-partikel koloid dapat
menyebabkan penyimpangan hukum Beer (Khopkar, 2003).
Diagram instrumen spektrofotometer dapat dilihat pada Gambar 2.1:

Gambar 2.1. Instrumen spektrofotometer UV-Vis

14
Keterangan fungsi alat dari gambar di atas adalah sebagai berikut:
1. Sumber cahaya
Sumber cahaya berfungsi untuk menghasilkan sinar polikromatis yang diubah
menjadi sinar monokromatis oleh monokromator. Biasanya spektrofotometer
ultraviolet menggunakan lampu deuterium, sedangkan untuk spektrofotometer
sinar tampak digunakan lampu wolfram.
2. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menguraikan sinar yang memiliki spektrum
lebar menjadi lebih sempit.
3. Kuvet
Kuvet berfungsi sebagai tempat larutan yang diukur absorbansi atau
transmitansinya. Kuvet yang digunakan pada daerah ultraviolet terbuat dari
kuarsa atau kaca silica, sedangkan daerah tampak terbuat dari kaca. Pada
umumnya tebal kuvet adalah 10 mm.
4. Detektor
Detektor berfungsi untuk memberikan respon terhadap cahaya pada berbagai
panjang gelombang, yaitu mengubah isyarat (signal yang berupa panas)
dengan intensitas tertentu yang jatuh pada sel fotolistrik menjadi isyarat
listrik.
5. Amplifier
Amplifier berfungsi untuk memperkuat isyarat listrik menjadi bentuk yang
dapat dibaca secara elektronik.
6. Recorder
Recorder berfungsi sebagai pengukur untuk membaca isyarat detektor yang
diperkuat oleh amplifier sehingga dapat dibaca sebagai absorban atau
transmitan (Khopkar, 2003).
Secara garis besar prinsip kerja dari spektrofotometer adalah sinar
polikromatis yang berasal dari sumber sinar akan disejajarkan oleh lensa
kemudian masuk menuju prisma sehingga dihasilkan sinar monokromatis. Sinar
dengan panjang gelombang yang sesuai dengan sampel akan melewati celah
keluar, sedangkan sinar dengan panjang gelombang yang tidak sesuai akan
tertahan oleh celah keluar. Sinar dengan panjang gelombang yang sesuai akan

15
melewati larutan berwarna dalam kuvet sehingga sinar tersebut akan diserap
sebagian dan sebagian lagi akan diteruskan. Sinar yang diteruskan akan ditangkap
oleh detektor dan diubah menjadi signal listrik yang diperkuat oleh amplifier
kemudian diteruskan ke alat baca. Pada alat baca akan tertera data dalam %T atau
absorbansi (A) (Riskanita, 2012).
2.6. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
Spektrofotometer Serapan Atom adalah metode analisis yang didasarkan
pada proses absorpsi energi radiasi oleh atom-atom pada keadaan dasar dalam
bentuk gas. Apabila atom-atom ini dilalui seberkas sinar maka akan terjadi
interaksi antara atom dengan energi terendah ke tingkat energi lebih tinggi dalam
proses ini dikenal dengan serapan atom. Elektron tereksitasi ini berada dalam
keadaan yang tidak stabil dan cenderung kembali ke tingkat asal dengan
melepaskan energi eksitasinya dalam bentuk radiasi, disebut juga proses emisi
(Skoog, 1971).
Perubahan energi elektron harus ada penyesuaian dengan energi yang
diserap sesuai dengan rumus :

ℎ𝑐
E = h.v = ………..………………… ( vi )
𝜆

Keterangan :

E = Energi (Joule atau erg)


h = Tetapan Planck (6,62560.10-34 J.detik atau 6,6256.10 erg.detik)
v = frekuensi (Hz)
c = kecepatan cahaya (3.108 m/detik)
𝜆 = panjang gelombang (nm)
Kepekaan analisis SSA cukup tinggi sehingga dapat digunakan untuk
menganalisa cuplikan pada konsentrasi yang sangat kecil. Cuplikan yang diukur
oleh SSA adalah berupa larutan, biasanya air sebagai pelarut. Larutan cuplikan
mengalir ke dalam ruang pengkabutan, karena terisap oleh aliran gas bahan bakar
dan oksigen yang cepat. Berbeda dengan spektroskopi sinar tampak metode ini
tidak memperdulikan warna. Selain itu, bila sampel tercampur dengan logam berat

16
lainnya, maka tidak perlu dilakukan pemisahan karena logam tertentu hanya akan
menyerap sinyal monokromatis pada panjang gelombang tertentu saja.
Secara garis besar, diagram peralatan Spektrofotometer Serapan Atom
dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Skema alat Spektrofotometer Serapan Atom (Nriagu dan Szefer
2007)
Keterangan :
1. Sumber energi (Light source)
Sumber energi yang digunakan adalah lampu katoda berongga
(Hollow Cathode Lamp) yang terdiri dari tabung kaca tertutup yang mengandung
suatu katoda dan anoda. Katoda terbuat dari unsur yang sama dengan unsur yang
akan dianalisis, sedangkan tabung lampu diisi dengan gas neon atau argon.
Dengan pemberian tegangan pada arus tertentu, logam mulai memijar, dan atom-
atom logam katodanya akan teruapkan dengan pemercikan. Atom akan tereksitasi
kemudian mengemisikan radiasi pada panjang gelombang tertentu
(Khopkar,1990).
2. Sistem atomisasi (atomized sample)
Sistem atomisasi diperlukan untuk mendapatkan atom netral, karena metode
SSA hanya dapat mengukur atom-atom netral. Proses atomisasi ini dapat
dilakukan dengan nyala maupun dengan tungku, yakni pada energi panas dan

17
temperatur yang tinggi dapat memutuskan ikatan antar atom sehingga terbentuk
atom netral dan bebas.
3. Monokromator
Untuk menghilangkan gangguan sinar kontinu digunakan monokromator
yang diletakkan antara nyala dan detektor. Monokromator dalam SSA terdiri dari
kisi difraksi atau prisma, yang berfungsi untuk memisahkan garis resonansi dan
garis spektra yang berdekatan yang berasal dari sumber sinar.
4. Detektor
Detektor yang biasa digunakan dalam SSA adalah berbentuk PMT
(Photo Multiplier Tube). Unit ini berfungsi untuk merubah sinyal elektromagnetik
menjadi sinyal listrik yang selanjutnya oleh sinyal listrik ini diperbesar oleh
amplifier dan diubah menjadi bentuk yang mudah dibaca operator.
5. Rekorder
Berfungsi untuk mencatat hasil dalam satuan absorbansi ataupun bentuk
kromatogram (Khopkar,1990).

18

Anda mungkin juga menyukai