Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Irigasi


Menurut Mawardi (2007:5), Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air
yang menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk keperluan penunjang
produksi pertanian. Sedangkan berdasarkan PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi,
Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk
menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa,
irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi berfungsi
mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanina dalam
rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya
petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi.
Adapun manfaat suatu sistem irigasi sebagai berikut :
1. Untuk membasahi tanah. Untuk membantu pembasahan tanah pada daerah
yang curah hujannya kurang ataupun tidak menentu.
2. Untuk mengatur pembasahan tanah. Yang dimaksudkan agar daerah pertanian
dapat diairi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun musim
penghujan.
3. Untuk menyuburkan tanah. Yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung
lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur – unsur
penyubur.
4. Untuk Kolmatase. Kolmatase yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa)
dengan endapan lumpur yang dikandung oleh irigasi.
5. Untuk penggelontoran air di kota. Yaitu dengan menggunakan air irigasi,
kotoran / sampah di kota digelontor ke tempat yang telah disediakan dan
selanjutnya dibasmi secara alamiah.
6. Untuk daerah dingin Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang
suhunya lebih tinggi dari pada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan
pertanian juga pada musim tersebut.
2.2 Sistem – Sistem Irigasi
Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau dari proses penyediaan, pemberian,
pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4
adalah sebagai berikut :

1. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)


Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal
dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya di
seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan
menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke
dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik
dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang
diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada
irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti
untuk membuat teras (Soemarto, 1999).

2. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)


Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke
dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun
dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler
menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.

3. Sistem irigasi dengan pancaran (Sprinkle Irrigation)


Irigasi curah atau siraman menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan
air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi
kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah
pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada
irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline
dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai
beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995).
4. Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation)
Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang
berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa
tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes
adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi
keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang
berlebihan, pewmakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan /
mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).

2.3 Petak Ikhtisar


Petak – petak irigasi terdiri dari : Petak Tersier, Petak Sekunder, Petak
Primer yang mana pada setiap petakan tersebut memiliki batasan luasan per petak.

2.3.1 Petak Tersier


Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier.
Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off
take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap
tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air,
eksploitasi, dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang
bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak
tersier. Petak yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak
efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis
tanaman, dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier
idealnya maksimum 50 Ha, tetapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir hingga
seluas 75 Ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi
dengan tujuan agar pelaksanaan operasi dan pemeliharaan lebih mudah. Petak
tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas
desa, dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi
menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 – 15 Ha.
Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur
sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan
memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier harus terletak langsung
berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer. Perkecualian: kalau
petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran
irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi
petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier
sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang
saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m,
tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.

2.3.2 Petak Sekunder


Menurut Direktorat Jendral Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari
beberapa petak teriser yang semuanya dilayani oleh satu saluran sekunder.
Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran
primer atau sekunder. Batas – batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda
topografi yang jelas misalnya saluran drainase (saluran pembuang). Luas petak
sekunder dapat berbeda – beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang
bersangkutan. Saluran sekunder pada umunya terletak pada punggung mengairi
daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang
membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncakan sebagai saluran garis
tinggi yang mengaliri lereng medan yang rendah.

2.3.3 Petak Primer


Petak primer merupakan kumpulan - kumpulan petak – petak sekunder yang
menerima air dari satu saluran induk (utama). Daerah sepanjang petak primer
sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan menyadap air dari saluran
sekunder. Apabila salutan primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran
primer yang berdekatan harus dilayani langsung. (Standar Perencanaan Irigasi KP
01, 1986)
2.4 Bangunan Irigasi
Bangunan irigasi dalam jaringan irigasi teknis mulai dari awal sampai akhir
dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
1. Bangunan untuk pengambilan atau penyadapan, pengukuran dan pembagian
air.
2. Bangunan pelengkap untuk mengatasi halangan / rintangan sepanjang
saluran dan bangunan lain.

Bangunan yang termasuk dalam keompok pertama antara lain yaitu:


1. Bangunan penyadap / pengambil pada saluran induk yang mempergunakan
atau tidak bangunan bendung. Jika diperlukan pembendungan maka
dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan pembendungan
maka dapat dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan
pembendungan maka dapat dibangun bangunan pengambilan bebas (free
intake). Dari bangunan pengambilan, air disalurkan ke saluran primer,
sekunder, tersier dan kuarter.
2. Bangunan penyadap yaitu bangunan untuk keperluan penyadapan air dari
saluran primer ke saluran sekunder maupun dari saluran sekunder ke saluran
tersier.
3. Bangunan pembagi untuk membagi – bagikan air dari satu saluran ke
saluran – saluran yang lebih kecil.
4. Bangunan pengukur yaitu bangunan untuk mengukur banyaknya debit / air
yang melalui saluran tersebut.

Bangunan yang termasuk kelompok kedua antara lain yaitu :


1. Bangunan pembilas untuk membilas endapan angkutan sedimen di kantong
sedimen/ saluran induk.
2. Bangunan peluap / pelimpah samping yaitu untuk melimpahkan debit air
yang kelebihan ke luar saluran.
3. Bangunan persilangan antara saluran dengn jalan, selokan, bukit dan
sebagainya. Bangunan ini antara lain meliputi jembatan, sipon,
goronggorong, talang, terowongan dan sebagainya.
4. Bangunan untuk mengurangi kemiringan dasar saluran yaitu bangunan
terjun dan got miring.
5. Disamping itu terdapat bangunan pelengkap lainnya seperti bangunan cuci,
minum hewan, dan sebagainya.

Bangunan ukur, disamping bangunan – bangunan tersebut di atas dalam


daerah irigasi teknis terdapat bangunan ukur untuk mengukur banyaknya air yang
mengalir. Macam bangunan ukur yaitu pelimpah dengan ambang lebar dan atau
ambang tajam. Jenis bangunan ukur debit saluran irigasi teknis yang biasa
digunakan yaitu tipe Crump de Gruyter, Cipoletti, Romijin, Parshall, dan pintu
sorong. (Desain Hidraulik Bangunan Irigasi, Prof. R. Drs. Erman Mawardi, Dipl.
AIT, hal :10-11, 2007)

2.5 Bangunan Terjun


Bangunan terjun adalah bangunan yang dibuat di tempat tertentu memotong
saluran, dimana aliran air setelah melewati bangunan tersebut akan berupa
terjunan. Bangunan terjun perlu dibangun pada daerah berbukit dimana
kemiringan saluran dibatasi, agar tidak terjadi suatu gerusan. Selain itu pada
saluran terbuka bangunan tersebut berfungsi untuk mengubah kemiringan saluran
yang pada awalnya cukup curam agar menjadi landai, dimana pada keadaan
tersebut kecepatan aliran akan berubah menjadi kecepatan aliran tidak kritis.
Secara keseluruhan bangunan terjun juga dapat berfungsi untuk :
 Mengendalikan erosi pada selokan dan sungai.
 Mengendalikan tinggi muka air pada saluran.
 Mengendalikan kecuraman saluran alam maupun buatan.
 Mengendalikan air yang keluar, pada spillway atau pipa.

Menurut jenisnya bangunan terjun dapat dibagi menjadi dua, yaitu :


 Bangunan terjun tegak
Bangunan terjun tegak ini digunakan bila beda tinggi energi tidak lebih dari
1,5 meter.
 Bangunan terjun miring
Bangunan ini digunakan bila beda tinggi energi lebih dari 1,5 meter.
Kemiringan bangunan ini dibuat securam mungkin dengan perbandingan
maksimum 1 : 1, agar didapat bangunan yang efisien dari segi biaya.

Dalam merencanakan struktur bangunan terjun perlu memperhatikan hal -


hal berikut ini :
 Bangunan harus dapat menahan gaya guling dan gaya gelincir.
 Bangunan harus dapat menahan gaya desakan air tanah pada pondasi.
 Bangunan harus memperhitungkan gaya uplift terhadap apron dan kolam
olak.
 Perlu diperhatikan kekuatan tanah untuk pondasi pada saat perencanaan.

Pembangunan bangunan terjun juga memerlukan pembuatan kolam pada


bagian hilir terjunan, karena kedua bangunan ini merupakan kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Dimensi kolam yang direncanakan harus memperhitungkan
energi air yang datang dari bangunan terjun, karena itu kolam harus
diperhitungkan sedemikian panjang sehingga pada akhir kolam energi air sudah
tidak ada. Bila pada kenyataannya panjang kolam dirasa terlalu berlebihan, maka
dapat diperpendek dengan cara menambah bangunan pemecah energi di dasar
kolam.
Pada bagian hilir kolam olak perlu dipertimbangkan suatu konstruksi
peralihan dari pasangan batu/beton menjadi saluran tanah, karena meskipun energi
air dari bangunan terjun sudah dipecahkan pada daerah tersebut, namun perubahan
kecepatan dari tinggi ke rendah tetap terjadi. Untuk mengatasinya maka pada
dasar saluran dan sayap transisi tebing saluran konstruksi peralihan tersebut perlu
ditaruh pasangan batu kosong. Adapun panjang pasangan batu kosong sebaiknya
lebih dari empat kali kedalaman air dan minimum sama dengan panjang sayap
transisi.
Ada 4 bagian dari bangunan terjun yaitu :
 Bagian pengontrol, berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk
mencegah penurunan muka air yang berlebihan.

 Bagian pembawa, berfungsi sebagai penghubung antara elevasi bagian atas


dengan bagian bawah.

 Peredam energi, berfungsi untuk mengurangi energi yang dikandung oleh


aliran sesudah mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak
konstruksi bangunan terjun.

2.5.1 Bagian Pengontrol


Bagian ini terletak sebelah hulu (sebelum terjunan), dengan adanya bagian
pengontrol ini, maka penurunan muka air yang berlebihan bisa dicegah. Ada 2
alternatif mekanisme untuk mengendalikan muka air di bagian hulu, yaitu :
 Memperkecil luas penampang basah.
 Memasang ambang (sill) dengan permukaan hulu miring.
Untuk saluran yang kandungan sedimennya tinggi disarankan tidak
memasang ambang (sill), karena akan mempercepat sedimentasi di saluran bagian
hulu.

2.5.2 Bagian Pembawa


Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal) atau
terjunan miring. Jika beda tinggi (tinggi terjunan) lebih dari 1.5 m, maka bagian
pembawa berupa terjunan miring, jika beda tinggi (tinggi terjunan) kurang dari 1.5
m maka dipakai bangunan terjun tegak (vertikal).

2.5.1 Peredam Energi


Peredam energi berfungsi untuk mengurangi potensi kerusakan akibat energi
yang terkandung dalam aliran, sehingga tidak merusak konstruksi bangunan
terjun. Tipe peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan Froude
yang terjadi di dalam aliran. Segera sesudah aliran mengalami terjunan, kecepatan
aliran tergolong masih tinggi meskipun sudah dipasang bangunan peredam energi,
sehingga masih diperlukan perlindungan dasar saluran yang biasanya berupa
pasangan bronjong (gabion) untuk menghindari gerusan pada dasar saluran atau
pada dinding saluran.
Berikut ini tipe peredam energi berupa kolam olakan USBR :
1. Kolam Olak USBR Type I untuk bilangan Fr < 1.7
2. Kolam Olak USBR Type II untuk bilangan Fr > 4.5
3. Kolam Olak USBR Type III untuk 4.5 < Fr < 13
4. Kolam Olak USBR Type IV untuk 2.5 < Fr < 4.5

2.6 Perhitungan Volume / Kubikasi


Volume suatu benda mewakili ruang tiga dimensi yang diisi oleh benda
tersebut. Anda juga bisa menganggap volume sebagai berapa banyak air (atau
udara, atau pasir, dsb.) yang bisa ditampung sebuah bentuk jika bentuk tersebut
diisi dengan penuh. Satuan unit yang umum digunakan untuk volume adalah
centimeter kubik (cm3), meter kubik (m3), inci kubik (in3), dan kaki kubik (ft3).
Artikel ini akan mengajarkan anda cara menghitung volume dari enam bentuk tiga
dimensi yang berbeda, yang sering ditemukan dalam ujian matematika, termasuk
kubus, bola, dan kerucut. Anda mungkin melihat bahwa banyak rumus volume ini
berbagi kesamaan sehingga mudah diingat.

2.6.1 Galian Tanah


Perkerjaan galian tanah adalah pekerjaan yang dilaksanakan dengan
membuat lubang di tanah membentuk pola tertentu untuk keperluan pondasi
bangunan. Galian tanah yang dibuat harus dilakukan sesuai perencanaan dan
mencapai lapisan tanah yang keras. Jika dibutuhkan, tanah tersebut juga perlu
dipadatkan agar kondisinya lebih kokoh serta mampu
menahanbeban bangunan dengan baik. Pekerjaan galian tanah dapat berupa:
 Galian Biasa
Galian Biasa mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasi sebagai
galian batu, galian struktur, galian sumber bahan (borrow excavation) dan
galian perkerasan beraspal.
 Galian Batu
Galian Batu mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 m3 atau
lebih dan seluruh batu atau bahan lainnya tersebut adalah tidak praktis digali
tanpa penggunaan alat bertekanan udara atau pemboran, dan peledakan.
Galian ini tidak termasuk galian yang dapat dibongkar dengan penggaru
(ripper) tunggal yang ditarik oleh traktor dengan berat maksimum 15 ton
dan tenaga kuda neto maksimum sebesar 180 PK
 Galian Struktur
Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas
pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam gambar untuk struktur.
Setiap galian yang didefinisikan sebagai galian biasa atau galian batu tidak
dapat dimasukkan dalam galian galian struktur terbatas untuk galian lantai
pondasi jembatan, tembok penahan tanah beton, dan struktur pemikul beban
lainnya. Pekerjaan galian struktur meliputi : penimbunan kembali dengan
bahan yang disetujui, pembuangan bahan galian yang tidak terpakai, semua
keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong,
pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya.
 Galian Pekerjaan Beraspal
Galian Perkerasan Beraspal mencakup galian pada perkerasan lama dan
pembuangan bahan perkerasan beraspal dengan maupun tanpa Cold Milling
Machine (mesin pengupas perkerasan beraspal tanpa pemanasan).

2.6.2 Timbunan Tanah


Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu timbunan biasa, timbunan pilihan
dan timbunan pilihan di atas tanah rawa. Timbunan pilihan akan digunakan
sebagai lapis penopang (capping layer) untuk meningkatkan daya dukung tanah
dasar, juga digunakan di daerah saluran air dan lokasi serupa dimana bahan yang
plastis sulit dipadatkan dengan baik. Timbunan pilihan dapat juga digunakan
untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng
yang lebih curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan
lainnya dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis. Timbunan pilihan di
atas tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang rendah dan selalu
tergenang oleh air. Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan
harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi ketentuan, bila diuji
sesuai dengan SNI 03-1744-1989, timbunan pilihan harus memiliki CBR paling
sedikit 10 % setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai 100 % kepadatan
kering maksimum sesuai dengan SNI 03-1742-1989.

2.6.3 Pasangan Batu Kali

Anda mungkin juga menyukai