Menurut Mawardi (2007:5), Irigasi adalah usaha untuk memperoleh air yang menggunakan bangunan dan saluran buatan untuk keperluan penunjang produksi pertanian. Sedangkan berdasarkan PP No. 20 tahun 2006 tentang Irigasi, Irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan, dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak. Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan produksi pertanina dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem irigasi. Adapun manfaat suatu sistem irigasi sebagai berikut : 1. Untuk membasahi tanah. Untuk membantu pembasahan tanah pada daerah yang curah hujannya kurang ataupun tidak menentu. 2. Untuk mengatur pembasahan tanah. Yang dimaksudkan agar daerah pertanian dapat diairi sepanjang waktu, baik pada musim kemarau maupun musim penghujan. 3. Untuk menyuburkan tanah. Yaitu dengan mengalirkan air yang mengandung lumpur pada daerah pertanian sehingga tanah dapat menerima unsur – unsur penyubur. 4. Untuk Kolmatase. Kolmatase yaitu meninggikan tanah yang rendah (rawa) dengan endapan lumpur yang dikandung oleh irigasi. 5. Untuk penggelontoran air di kota. Yaitu dengan menggunakan air irigasi, kotoran / sampah di kota digelontor ke tempat yang telah disediakan dan selanjutnya dibasmi secara alamiah. 6. Untuk daerah dingin Pada daerah dingin, dengan mengalirkan air yang suhunya lebih tinggi dari pada tanah, dimungkinkan untuk mengadakan pertanian juga pada musim tersebut. 2.2 Sistem – Sistem Irigasi Menurut Sudjarwadi (1990), ditinjau dari proses penyediaan, pemberian, pengelolaan dan pengaturan air, sistem irigasi dapat dikelompokkan menjadi 4 adalah sebagai berikut :
1. Sistem Irigasi Permukaan (Surface Irrigation System)
Irigasi permukaan merupakan metode pemberian air yang paling awal dikembangkan. Irigasi permukaan merupakan irigasi yang terluas cakupannya di seluruh dunia terutama di Asia. Sistem irigasi permukaan terjadi dengan menyebarkan air ke permukaan tanah dan membiarkan air meresap (infiltrasi) ke dalam tanah. Air dibawa dari sumber ke lahan melalui saluran terbuka baik dengan atau lining maupun melalui pipa dengan head rendah. Investasi yang diperlukan untuk mengembangkan irigasi permukan relatif lebih kecil daripada irigasi curah maupun tetes kecuali bila diperlukan pembentukan lahan, seperti untuk membuat teras (Soemarto, 1999).
2. Sistem Irigasi Bawah Permukaan (Sub Surface Irrigation System)
Sistem irigasi bawah permukaan dapat dilakukan dengan meresapkan air ke dalam tanah di bawah zona perakaran melalui sistem saluran terbuka ataupun dengan menggunakan pipa porus. Lengas tanah digerakkan oleh gaya kapiler menuju zona perakaran dan selanjutnya dimanfaatkan oleh tanaman.
3. Sistem irigasi dengan pancaran (Sprinkle Irrigation)
Irigasi curah atau siraman menggunakan tekanan untuk membentuk tetesan air yang mirip hujan ke permukaan lahan pertanian. Disamping untuk memenuhi kebutuhan air tanaman. Sistem ini dapat pula digunakan untuk mencegah pembekuan, mengurangi erosi angin, memberikan pupuk dan lain-lain. Pada irigasi curah air dialirkan dari sumber melalui jaringan pipa yang disebut mainline dan sub-mainlen dan ke beberapa lateral yang masing-masing mempunyai beberapa mata pencurah (sprinkler) (Prastowo, 1995). 4. Sistem irigasi tetes (Drip Irrigation) Irigasi tetes adalah suatu sistem pemberian air melalui pipa/ selang berlubang dengan menggunakan tekanan tertentu, dimana air yang keluar berupa tetesan-tetesan langsung pada daerah perakaran tanaman. Tujuan dari irigasi tetes adalah untuk memenuhi kebutuhan air tanaman tanpa harus membasahi keseluruhan lahan, sehingga mereduksi kehilangan air akibat penguapan yang berlebihan, pewmakaian air lebih efisien, mengurangi limpasan, serta menekan / mengurangi pertumbuhan gulma (Hansen, 1986).
2.3 Petak Ikhtisar
Petak – petak irigasi terdiri dari : Petak Tersier, Petak Sekunder, Petak Primer yang mana pada setiap petakan tersebut memiliki batasan luasan per petak.
2.3.1 Petak Tersier
Perencanaan dasar yang berkenaan dengan unit tanah adalah petak tersier. Petak ini menerima air irigasi yang dialirkan dan diukur pada bangunan sadap (off take) tersier yang menjadi tanggung jawab Dinas Pengairan. Bangunan sadap tersier mengalirkan airnya ke saluran tersier. Di petak tersier pembagian air, eksploitasi, dan pemeliharaan menjadi tanggung jawab para petani yang bersangkutan dibawah bimbingan pemerintah. Ini juga menentukan ukuran petak tersier. Petak yang terlalu besar akan mengakibatkan pembagian air menjadi tidak efisien. Faktor-faktor penting lainnya adalah jumlah petani dalam satu petak, jenis tanaman, dan topografi. Di daerah-daerah yang ditanami padi luas petak tersier idealnya maksimum 50 Ha, tetapi dalam keadaan tertentu dapat ditolelir hingga seluas 75 Ha, disesuaikan dengan kondisi topografi dan kemudahan eksploitasi dengan tujuan agar pelaksanaan operasi dan pemeliharaan lebih mudah. Petak tersier harus mempunyai batas-batas yang jelas seperti misalnya parit, jalan, batas desa, dan batas perubahan bentuk medan (terrain fault). Petak tersier dibagi menjadi petak-petak kuarter, masing-masing seluas kurang lebih 8 – 15 Ha. Apabila keadaan topografi memungkinkan, bentuk petak tersier sebaiknya bujur sangkar atau segi empat untuk mempermudah pengaturan tata letak dan memungkinkan pembagian air secara efisien. Petak tersier harus terletak langsung berbatasan dengan saluran sekunder atau saluran primer. Perkecualian: kalau petak-petak tersier tidak secara langsung terletak di sepanjang jaringan saluran irigasi utama yang dengan demikian, memerlukan saluran tersier yang membatasi petak-petak tersier lainnya, hal ini harus dihindari. Panjang saluran tersier sebaiknya kurang dari 1.500 m, tetapi dalam kenyataan kadang-kadang panjang saluran ini mencapai 2.500 m. Panjang saluran kuarter lebih baik dibawah 500 m, tetapi prakteknya kadang-kadang sampai 800 m.
2.3.2 Petak Sekunder
Menurut Direktorat Jendral Pengairan (1986) petak sekunder terdiri dari beberapa petak teriser yang semuanya dilayani oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas – batas petak sekunder pada umumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase (saluran pembuang). Luas petak sekunder dapat berbeda – beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang bersangkutan. Saluran sekunder pada umunya terletak pada punggung mengairi daerah di sisi kanan dan kiri saluran tersebut sampai saluran drainase yang membatasinya. Saluran sekunder juga dapat direncakan sebagai saluran garis tinggi yang mengaliri lereng medan yang rendah.
2.3.3 Petak Primer
Petak primer merupakan kumpulan - kumpulan petak – petak sekunder yang menerima air dari satu saluran induk (utama). Daerah sepanjang petak primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan menyadap air dari saluran sekunder. Apabila salutan primer melewati sepanjang garis tinggi, daerah saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung. (Standar Perencanaan Irigasi KP 01, 1986) 2.4 Bangunan Irigasi Bangunan irigasi dalam jaringan irigasi teknis mulai dari awal sampai akhir dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu : 1. Bangunan untuk pengambilan atau penyadapan, pengukuran dan pembagian air. 2. Bangunan pelengkap untuk mengatasi halangan / rintangan sepanjang saluran dan bangunan lain.
Bangunan yang termasuk dalam keompok pertama antara lain yaitu:
1. Bangunan penyadap / pengambil pada saluran induk yang mempergunakan atau tidak bangunan bendung. Jika diperlukan pembendungan maka dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan pembendungan maka dapat dibangun bangunan bendung dan jika tidak memerlukan pembendungan maka dapat dibangun bangunan pengambilan bebas (free intake). Dari bangunan pengambilan, air disalurkan ke saluran primer, sekunder, tersier dan kuarter. 2. Bangunan penyadap yaitu bangunan untuk keperluan penyadapan air dari saluran primer ke saluran sekunder maupun dari saluran sekunder ke saluran tersier. 3. Bangunan pembagi untuk membagi – bagikan air dari satu saluran ke saluran – saluran yang lebih kecil. 4. Bangunan pengukur yaitu bangunan untuk mengukur banyaknya debit / air yang melalui saluran tersebut.
Bangunan yang termasuk kelompok kedua antara lain yaitu :
1. Bangunan pembilas untuk membilas endapan angkutan sedimen di kantong sedimen/ saluran induk. 2. Bangunan peluap / pelimpah samping yaitu untuk melimpahkan debit air yang kelebihan ke luar saluran. 3. Bangunan persilangan antara saluran dengn jalan, selokan, bukit dan sebagainya. Bangunan ini antara lain meliputi jembatan, sipon, goronggorong, talang, terowongan dan sebagainya. 4. Bangunan untuk mengurangi kemiringan dasar saluran yaitu bangunan terjun dan got miring. 5. Disamping itu terdapat bangunan pelengkap lainnya seperti bangunan cuci, minum hewan, dan sebagainya.
Bangunan ukur, disamping bangunan – bangunan tersebut di atas dalam
daerah irigasi teknis terdapat bangunan ukur untuk mengukur banyaknya air yang mengalir. Macam bangunan ukur yaitu pelimpah dengan ambang lebar dan atau ambang tajam. Jenis bangunan ukur debit saluran irigasi teknis yang biasa digunakan yaitu tipe Crump de Gruyter, Cipoletti, Romijin, Parshall, dan pintu sorong. (Desain Hidraulik Bangunan Irigasi, Prof. R. Drs. Erman Mawardi, Dipl. AIT, hal :10-11, 2007)
2.5 Bangunan Terjun
Bangunan terjun adalah bangunan yang dibuat di tempat tertentu memotong saluran, dimana aliran air setelah melewati bangunan tersebut akan berupa terjunan. Bangunan terjun perlu dibangun pada daerah berbukit dimana kemiringan saluran dibatasi, agar tidak terjadi suatu gerusan. Selain itu pada saluran terbuka bangunan tersebut berfungsi untuk mengubah kemiringan saluran yang pada awalnya cukup curam agar menjadi landai, dimana pada keadaan tersebut kecepatan aliran akan berubah menjadi kecepatan aliran tidak kritis. Secara keseluruhan bangunan terjun juga dapat berfungsi untuk : Mengendalikan erosi pada selokan dan sungai. Mengendalikan tinggi muka air pada saluran. Mengendalikan kecuraman saluran alam maupun buatan. Mengendalikan air yang keluar, pada spillway atau pipa.
Menurut jenisnya bangunan terjun dapat dibagi menjadi dua, yaitu :
Bangunan terjun tegak Bangunan terjun tegak ini digunakan bila beda tinggi energi tidak lebih dari 1,5 meter. Bangunan terjun miring Bangunan ini digunakan bila beda tinggi energi lebih dari 1,5 meter. Kemiringan bangunan ini dibuat securam mungkin dengan perbandingan maksimum 1 : 1, agar didapat bangunan yang efisien dari segi biaya.
Dalam merencanakan struktur bangunan terjun perlu memperhatikan hal -
hal berikut ini : Bangunan harus dapat menahan gaya guling dan gaya gelincir. Bangunan harus dapat menahan gaya desakan air tanah pada pondasi. Bangunan harus memperhitungkan gaya uplift terhadap apron dan kolam olak. Perlu diperhatikan kekuatan tanah untuk pondasi pada saat perencanaan.
Pembangunan bangunan terjun juga memerlukan pembuatan kolam pada
bagian hilir terjunan, karena kedua bangunan ini merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dimensi kolam yang direncanakan harus memperhitungkan energi air yang datang dari bangunan terjun, karena itu kolam harus diperhitungkan sedemikian panjang sehingga pada akhir kolam energi air sudah tidak ada. Bila pada kenyataannya panjang kolam dirasa terlalu berlebihan, maka dapat diperpendek dengan cara menambah bangunan pemecah energi di dasar kolam. Pada bagian hilir kolam olak perlu dipertimbangkan suatu konstruksi peralihan dari pasangan batu/beton menjadi saluran tanah, karena meskipun energi air dari bangunan terjun sudah dipecahkan pada daerah tersebut, namun perubahan kecepatan dari tinggi ke rendah tetap terjadi. Untuk mengatasinya maka pada dasar saluran dan sayap transisi tebing saluran konstruksi peralihan tersebut perlu ditaruh pasangan batu kosong. Adapun panjang pasangan batu kosong sebaiknya lebih dari empat kali kedalaman air dan minimum sama dengan panjang sayap transisi. Ada 4 bagian dari bangunan terjun yaitu : Bagian pengontrol, berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk mencegah penurunan muka air yang berlebihan.
Bagian pembawa, berfungsi sebagai penghubung antara elevasi bagian atas
dengan bagian bawah.
Peredam energi, berfungsi untuk mengurangi energi yang dikandung oleh
aliran sesudah mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak konstruksi bangunan terjun.
2.5.1 Bagian Pengontrol
Bagian ini terletak sebelah hulu (sebelum terjunan), dengan adanya bagian pengontrol ini, maka penurunan muka air yang berlebihan bisa dicegah. Ada 2 alternatif mekanisme untuk mengendalikan muka air di bagian hulu, yaitu : Memperkecil luas penampang basah. Memasang ambang (sill) dengan permukaan hulu miring. Untuk saluran yang kandungan sedimennya tinggi disarankan tidak memasang ambang (sill), karena akan mempercepat sedimentasi di saluran bagian hulu.
2.5.2 Bagian Pembawa
Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal) atau terjunan miring. Jika beda tinggi (tinggi terjunan) lebih dari 1.5 m, maka bagian pembawa berupa terjunan miring, jika beda tinggi (tinggi terjunan) kurang dari 1.5 m maka dipakai bangunan terjun tegak (vertikal).
2.5.1 Peredam Energi
Peredam energi berfungsi untuk mengurangi potensi kerusakan akibat energi yang terkandung dalam aliran, sehingga tidak merusak konstruksi bangunan terjun. Tipe peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan Froude yang terjadi di dalam aliran. Segera sesudah aliran mengalami terjunan, kecepatan aliran tergolong masih tinggi meskipun sudah dipasang bangunan peredam energi, sehingga masih diperlukan perlindungan dasar saluran yang biasanya berupa pasangan bronjong (gabion) untuk menghindari gerusan pada dasar saluran atau pada dinding saluran. Berikut ini tipe peredam energi berupa kolam olakan USBR : 1. Kolam Olak USBR Type I untuk bilangan Fr < 1.7 2. Kolam Olak USBR Type II untuk bilangan Fr > 4.5 3. Kolam Olak USBR Type III untuk 4.5 < Fr < 13 4. Kolam Olak USBR Type IV untuk 2.5 < Fr < 4.5
2.6 Perhitungan Volume / Kubikasi
Volume suatu benda mewakili ruang tiga dimensi yang diisi oleh benda tersebut. Anda juga bisa menganggap volume sebagai berapa banyak air (atau udara, atau pasir, dsb.) yang bisa ditampung sebuah bentuk jika bentuk tersebut diisi dengan penuh. Satuan unit yang umum digunakan untuk volume adalah centimeter kubik (cm3), meter kubik (m3), inci kubik (in3), dan kaki kubik (ft3). Artikel ini akan mengajarkan anda cara menghitung volume dari enam bentuk tiga dimensi yang berbeda, yang sering ditemukan dalam ujian matematika, termasuk kubus, bola, dan kerucut. Anda mungkin melihat bahwa banyak rumus volume ini berbagi kesamaan sehingga mudah diingat.
2.6.1 Galian Tanah
Perkerjaan galian tanah adalah pekerjaan yang dilaksanakan dengan membuat lubang di tanah membentuk pola tertentu untuk keperluan pondasi bangunan. Galian tanah yang dibuat harus dilakukan sesuai perencanaan dan mencapai lapisan tanah yang keras. Jika dibutuhkan, tanah tersebut juga perlu dipadatkan agar kondisinya lebih kokoh serta mampu menahanbeban bangunan dengan baik. Pekerjaan galian tanah dapat berupa: Galian Biasa Galian Biasa mencakup seluruh galian yang tidak diklasifikasi sebagai galian batu, galian struktur, galian sumber bahan (borrow excavation) dan galian perkerasan beraspal. Galian Batu Galian Batu mencakup galian bongkahan batu dengan volume 1 m3 atau lebih dan seluruh batu atau bahan lainnya tersebut adalah tidak praktis digali tanpa penggunaan alat bertekanan udara atau pemboran, dan peledakan. Galian ini tidak termasuk galian yang dapat dibongkar dengan penggaru (ripper) tunggal yang ditarik oleh traktor dengan berat maksimum 15 ton dan tenaga kuda neto maksimum sebesar 180 PK Galian Struktur Galian Struktur mencakup galian pada segala jenis tanah dalam batas pekerjaan yang disebut atau ditunjukkan dalam gambar untuk struktur. Setiap galian yang didefinisikan sebagai galian biasa atau galian batu tidak dapat dimasukkan dalam galian galian struktur terbatas untuk galian lantai pondasi jembatan, tembok penahan tanah beton, dan struktur pemikul beban lainnya. Pekerjaan galian struktur meliputi : penimbunan kembali dengan bahan yang disetujui, pembuangan bahan galian yang tidak terpakai, semua keperluan drainase, pemompaan, penimbaan, penurapan, penyokong, pembuatan tempat kerja atau cofferdam beserta pembongkarannya. Galian Pekerjaan Beraspal Galian Perkerasan Beraspal mencakup galian pada perkerasan lama dan pembuangan bahan perkerasan beraspal dengan maupun tanpa Cold Milling Machine (mesin pengupas perkerasan beraspal tanpa pemanasan).
2.6.2 Timbunan Tanah
Timbunan dibagi menjadi tiga jenis, yaitu timbunan biasa, timbunan pilihan dan timbunan pilihan di atas tanah rawa. Timbunan pilihan akan digunakan sebagai lapis penopang (capping layer) untuk meningkatkan daya dukung tanah dasar, juga digunakan di daerah saluran air dan lokasi serupa dimana bahan yang plastis sulit dipadatkan dengan baik. Timbunan pilihan dapat juga digunakan untuk stabilisasi lereng atau pekerjaan pelebaran timbunan jika diperlukan lereng yang lebih curam karena keterbatasan ruangan, dan untuk pekerjaan timbunan lainnya dimana kekuatan timbunan adalah faktor yang kritis. Timbunan pilihan di atas tanah rawa akan digunakan untuk melintasi daerah yang rendah dan selalu tergenang oleh air. Timbunan yang diklasifikasikan sebagai timbunan pilihan harus terdiri dari bahan tanah atau batu yang memenuhi ketentuan, bila diuji sesuai dengan SNI 03-1744-1989, timbunan pilihan harus memiliki CBR paling sedikit 10 % setelah 4 hari perendaman bila dipadatkan sampai 100 % kepadatan kering maksimum sesuai dengan SNI 03-1742-1989.