963
Denpasar
ABSTRAK
Uji toksikologi suatu xenobiotic pada tingkat organisme umumnya hanya dikaji yang
berkaitan dengan dampak letalnya, sementara itu banyak informasi pengaruh subletal yang
perlu untuk diketahui. Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh subletal insektisida
Curacron 8E (CGA-15324) yang mengandung bahan aktif profenofos terhadap Drosophila
melanogaster. Organisme target D. melanogaster dibiakkan dalam media kontrol (tanpa
penambahan pestisida) dan media perlakuan (lima tingkat konsentrasi pestisida), selanjutnya
dilakukan pengamatan terhadap jumlah anakan (F1). Perlakuan yang sama dilanjutkan
terhadap anakan sampai pada turunan ke 5 (F5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
jumlah anakan D. melanogaster menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi bahan aktif
profenofos; 2) Pengembalian D. melanogaster kekeadaan semula menunjukkan peningkatan
jumlah anakan menuju jumlah yang normal; dan 3) Organisme target yang terpapar terus
menerus menunjukkan perlawanan terhadap tekanan toksikan, yangditunjukkan dengan
adanya adaptasi terhadap tekanan toksikan, sehingga lama-kelamaan, organisme target
menjadi toleran terhadap toksikan tersebut.
ABSTRACT
Toxicology test of a xenobiotic at the organism level generally only be assessed with
regard to its lethal impact while there is a lot of information about sublethal effect that needs
to be known. This study aims to determine the sublethal effect of insecticide Curacron 8E
(CGA-15324) containing the active ingredient profenofos against Drosophila melanogaster.
D. melanogasteras target organisms were cultured in control media (without addition of
pesticides) and treatment media (five concentration levels of pesticides), then performed the
observations of the number of offsprings (F1). The same treatment was continued to the
offsprings until 5th descent (F5). The results showed that: 1) the number of offspring
decreased with increasing concentration of active ingredient profenofos; 2) return of D.
melanogasterto its original state showed an increased number of offspring to the normal
amount; and 3) the target organisms which were exposed constantly showing resistance
against toxicant pressure as indicated by the adaptation to the toxicant pressure, so that
gradually the target animal becomes tolerant to the toxicant.
PENDAHULUAN
Toksisitas pestisida yang pada umumnya mengandung bahan aktif organofosfat
berkaitan erat dengan gugus donor elektronnya, seperti unsur O atau S, dan ligan fosfor
(gugus yang mengelilingi fosfat pada senyawa). Toksisitas yang ekstrim dari senyawa ini
terletak pada kemampuannya untuk mengikat asam amino serine, yang mengubah
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Unmas
964
Denpasar
kemampuan meng-katalisasi dan menghalangi active site dari enzim tersebut. Toksisitas akut
dari senyawa ini sering ditandai kemampuannya mengikat enzim kritis sistem saraf
acetylcholinesterase. Dalam transmisi normal impuls saraf dari sel saraf satu ke sel saraf
lainnya, acetylcholine dikeluarkan ke dalam sinapsis untuk menghasilkan eksitasi pada
neuron penerima impuls. Bila acetylcholine rusak akibat ikatan enzim dengan organofosfat,
sel saraf penerima akan ‘dibakar’, menyebabkan tidak terkoordinasinya pergerakan otot,
kepala pening, dan berbagai gangguan lainnya (Landis dan Yu 1999).
Bahan aktif seperti profenofos terkandung dalam insektisida/mitisida dengan merek
dagang Curacron 8E, CGA-15324 yang diproduksi oleh Novartis Crop Protection, Inc. Bahan
aktif ini pertama kali tercatat oleh USEPA pada tahun 1982. Rumus molekul profenofos
dapat dilihat pada gambar 1.Nama kimia dari bahan aktif ini yaitu O-(4-bromo-2-
chlorophenyl)-O-ethyl-S-propyl phosphorothioate, dan termasuk dalam keluarga
organofosfat. Rumus empirik dari bahan aktif ini yaitu C11H15O3PSBrCl dengan berat
molekul 373.65 g/mol (USEPA 2000).
Toksikologi suatu polutan terjadi melalui tiga interaksi. Pertama, adanya interaksi
antara polutan dengan lingkungan. Interaksi ini menggambarkan nasib dan distribusi polutan
dalam biosfer dan organisme, setelah polutan ini terlepas ke lingkungan. Kedua, polutan
berinteraksi dengan site of action-nya. Site of action pada umumnya merupakan bagian dari
protein atau molekul biologi yang lain yang dapat berinteraksi dengan toksikan. Ketiga,
interaksi yang terjadi antara polutan dengan site of action pada tingkat molekuler
menghasilkan dampak pada tingkatan yang lebih tinggi dari organisasi biologi.
Dalam biosfer atau organisme, pertama-tama polutan mengalami biotransformasi
sebelum masuk pada site of action. Setelah bertemu dengan site of action-nya, polutan dapat
mengakibatkan perubahan pada tingkat yang rendah pada organisme yang dapat diketahui
dari beberapa parameter biokimiawi seperti penghambatan acetylcholinesterase dan
pembentukan metallothionein. Perubahan biokimiawi menyebabkan terjadinya perubahan
pada fisiologi dan tindak-tanduk organisme seperti kerusakan kromosom, perubahan tingkah-
laku dan kematian. Pada tingkat populasi, perubahannya dapat diketahui dari parameter
kepadatan, produktifitas dan perubahan struktur genetik. Perubahan yang bermula dari tingkat
rendah semakin menuju pada tingkatan yang lebih tinggi akibat sosialisasi organisme (yang
terpapar polutan) dengan komunitas dan ekosistemnya. Perubahan pada tingkat ekosistem
dapat diketahui dari efisiensi transfer energi antara organisme hidup dalam sistem ekologi
tersebut.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Unmas
965
Denpasar
Dampak subletal sering digunakan dalam uji toksikologi terhadap suatu organisme.
Pada umumnya, uji toksisitas subletal sering didasarkan pada uji reproduktif yang memeriksa
kemampuan reproduksi dari suatu organisme. Selain reproduksi, sering juga digunakan dalam
uji toksikologi, dampak yang sering terjadi akibat pemaparan suatu toksikan pada organisme.
Kontrol ini seperti kemampuan untuk menetas (hatchability), persentasi kehilangan berat
badan, kelangsungan hdup, perubahan bentuk, dan lainnya.
Transmisi informasi biologi dari induk ke keturunannya merupakan faktor yang
penting dalam perkembangan organisme hidup dan mencakup evolusi mekanisme genetika.
Untuk tinjauan luas mengenai prinsip genetika dari transmisi gen, pertalian, jenis kelamin,
dampak dari radiasi, interaksi gen, phenocopies (variasi fenotip yang disebabkan oleh kondisi
lingkungan yang tidak semestinya dan menyerupai ekspresi normal dari genotip yang lain),
penyimpangan kromosom, dan perubahan evolusioner dalam populasi, hampir tidak ada
organisme yang sebaik lalat buah, Drosophila melanogaster.
D. melanogastertelah digunakan dalam ilmu keturunan sejak 1909 oleh T. H. Morgan.
Selain mempunyai banyak strain genetik yang telah dikembangkan, Drosophila juga
mempunyai kelebihan seperti waktu siklus hidup yang relatif pendek (10 hari pada 25 0C),
ukuran yang kecil sehingga mudah pemeliharaannya, dan hanya membutuhkan tempat yang
relatif kecil, juga organisme ini cukup besar sehingga karakter mutan dapat diamati
(Strickberger 1967).Selain untuk ilmu keturunan, lalat buah juga sering digunakan dalam
ilmu ekotoksikologi khususnya menyangkut uji toksisitas suatu toksikan. Uji SLRL (sex-
linked recessive lethal) sering digunakan pada organisme ini untuk mendeteksi terjadinya
mutasi dan kematian. Mutasi letal merupakan perubahan dalam genom, ketika diekspresikan,
menyebabkan kematian pada carrier-nya, sedangkan mutasi resesif merupakan perubahan
dalam genom yang diekspresikan dalam kondisi homozigot atau hemizigot (USEPA 1996).
Uji toksikologi suatu xenobiotic pada tingkat organisme umumnya hanya dikaji
dampak letalnya, sementara itu banyak informasi pengaruh subletal yang belum diketahui.
Penelitian inibertujuan untuk mengetahui pengaruh subletal insektisida Curacron 8E, CGA-
15324 yang mengandung bahan aktif profenofos terhadap D. melanogaster.
METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Piranti yang digunakan yaitu botol selai, kertas merang, kain, karet gelang, pinset,
mortar, spatula, gelas beaker, pipet volume, kaca pembesar dan mikroskop stereo
binokuler.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pestisida Curacron, pisang, tape
dan kloroform.Organisme target D. melanogaster diambil dari biakan Laboratorium Ekologi,
Fakultas Biologi, UKSW. Strain organisme target yang digunakan yaitu vertiagial.
Perlakuan Lanjutan
Untuk perlakuan lanjutan, anakan (F2) dari media kultur kontrol dan perlakuan
(mengandung bahan aktif dengan konsentrasi yang menunjukkan perbedaan jumlah yang
ekstrim) dilanjutkan lagi perkembang-biakannya dengan masing-masing perlakuan yang
sama. Selain itu, anakan (F2) dari media kultur perlakuan dikembang-biakan juga kedalam
kedalam media kultur yang tanpa bahan aktif. Anakan (F3) dari masing-masing perlakuan
pada tahap ini diperlakukan lagi dengan perlakuan yang sama sehingga didapat anakan F5.
Masing-masing perlakuan dan tahapan dibuat rangkap tiga. Jumlah anakan pada berbagai
perlakuan dan masing-masing tahapan dihitung.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Unmas
967
Denpasar
Data jumlah anakan F2 organisme target berdasarkan perlakuan seri konsentrasi bahan aktif
dapat dilihat pada Tabel 2 dan Gambar 2. Dari data tersebut menunjukkan bahwa media
kultur yang mengandung bahan aktif yang jumlah anakannya paling ekstrim yaitu pada
perlakuan konsentrasi 16,667 μg bahan aktif / kg media kultur.
220.00
170.00
Jumlah Anakan
120.00
70.00
20.00
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Unmas
968
Denpasar
menunjukkan adanya perlawanan dari organisme target terhadap tekanan bahan aktif
pestisida tersebut. Menurut Scott (1995), Organisme mempunyai kecenderungan untuk
membentuk perlawanan secara genetika molekuler sebagai respons dari suatu tekanan.
Perlawanan ini diawali dengan adaptasi terhadap tekanan toksikan, dan terjadinya mutasi,
sehingga lama-kelamaan, organisme tersebut menjadi toleran terhadap toksikan tersebut.
Tabel 3.Jumlah Anakan F3, F4 dan F5 dari Organisme Target
Anakan Perlakuan
Kontrol Tanpa Bahan Aktif 16,667 μg bahan aktif
Anakan F3
I 213 152 78
II 221 134 71
III 217 171 90
Purata 217,00 152,33 79,67
Anakan F4
I 197 165 12
II 213 159 20
III 211 167 9
Purata 207 163,67 13,67
Anakan F5
I 203 162 36
II 225 186 52
III 216 181 51
Purata 214,67 176,33 46,33
Gambar 3.Kurva Purata Jumlah Anakan F2, F3, F4, dan F5 Terhadap Perlakuan
SIMPULAN
Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa:
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016
Unmas
969
Denpasar
DAFTAR PUSTAKA
Landis, W. G., and M. H. Yu. 1999. Introduction to Environmental Toxicology, Impacts of
Chemicals Upon Ecological Systems, 2nd Edition. Lewis Publishers, USA.
Scott, J. A. 1995. The Molecular Genetics of Resistance: Resistance as A Response to Stress.
Florida Entomologist 78(3).
Strickberger, M. W. 1967. Experiments in Genetics with Drosophila. John Wiley and Sons,
Inc. USA.
USEPA. 2000. Interim Reregistration Eligibility Decision (IRED), Profenofos. United States
Environmental Protection Agency.
USEPA. 1996. Health Effects Test Guidelines, Sex-Linked Recessive Lethal Test in
Drosophila melanogaster. United States Environmental Protection Agency.
Diselenggarakan oleh :
LEMBAGA PENELITIAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (LPPM) UNMAS DENPASAR
JL. KAMBOJA NO. 11 A KOTA DENPASAR – PROVINSI BALI
29 – 30 AGUSTUS 2016