Anda di halaman 1dari 29

PENCEGAHAN KEMATIAN IBU DAN BAYI

1. Pemantauan Persalinan dengan Partograf

Partograf adalah lembar berupa grafik yang di gunakan untuk melakukan


pemantauan persalinan. Partograf merupakan panduan pengelolaan dan observasi
persalinan normal yang akan memudahkan penolong persalinan dalam mendeteksi
kasus kegawatdaruratan pada ibu dan janin. Partograf memegang peranan penting
dalam menentukan diagnosa persalinan. Kasus persalinan lama, ketuban pecah
dini, fetal distress pada janin, yang dapat menimbulkan resiko yang lebih besar
dapat dideteksi dengan cepat sehingga penggambilan keputusan yang tepat dalam
penanganan persalinan maupun dalam rujukan mampu menyelamatkan ibu dan
bayi.

Deteksi dini dan pencegahan komplikasi dapat menurunkan angka


kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir. Jika semua tenaga penolong
persalinan mampu mencegah atau melakukan deteksi dini terhadap komplikasi
yang mungkin terjadi, mampu menerapkan asuhan persalinan secara tepat guna
dan tepat waktu, baik sebelum atau saat masalah terjadi, serta segera melakukan
rujukan pada saat kondisi ibu masih optimal, maka para ibu dan bayi baru lahir
akan terhindar dari ancaman kesakitan dan kematian.

Menurut WHO partograf merupakan suatu sistem yang tepat untuk


memantau keadaan ibu dan janin dari yang dikandung selama dalam persalinan
waktu ke waktu. Partograf standar WHO dapat membedakan dengan jelas perlu
atau tidaknya intervensi dalam persalinan. Juga dapat dengan jelas dapat
membedakan persalinan normal dan abnormal dan mengidentifikasi wanita yang
membutuhkan intervensi.
Partograf digunakan antara lain untuk :

1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai


pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam;
2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal, sehingga
dapat melakukan deteksi secara dini terhadap setiap kemungkinan
terjadinya partus lama. Dengan metode yang baik dapat diketahui lebih
awal adanya persalinan yang abnormal dan dapat dicegah persalinan lama,
sehingga dapat menurunkan resiko perdarahan pospartum dan sepsis,
mencegah persalinan macet, pecah rahim, dan infeksi bayi baru lahir

2. Penatalaksanaan BBL

Begitu bayi lahir segera dilakukan inisiasi pernapasan spontan dengan


melakukan penilaian awal, sebagai berikut:

a) Segera lakukan penilaian awal pada bayi baru lahir secara cepat dan tepat
(0-30 detik).
b) Evaluasi data yang terkumpul, buat diagnosis dan tentukan rencana untuk
asuhan bayi baru lahir.
c) Nilai kondisi bayi baru lahir secara cepat dengan mempertimbangkan atau
menanyakan 5 pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium?


b. Apakah bayi bernapas spontan?
c. Apakah kulit bayi berwarna kemerahan?
d. Apakah tonus/kekuatan otot bayi cukup?
e. Apakah ini kehainilan cukup bulan?

d) Bila kelima pertanyaan tersebut jawabannya “Ya”, maka bayi dapat


diberikan kepada ibunya untuk segera menciptakan hubungan emosional,
kemudian di lakukan asuhan bayi baru lahir normal sebagai berikut:
 Keringkan bayi dengan kain/handuk yang bersih, kering dan hangat,
kemudian lingkupi tubuh bayi dengan kain/handuk kering dan hangat
yang lain.
 Bersihkan mulut dan hidung bayi secukupnya. Tidak perlu dilakukan
penghisapan lendir.
 Hangatkan tubuh bayi (selimuti dengan kain yang kering dan hangat,
beri tutup kepala).
 Berikan bayi pada ibunya untuk membangun hubungan emosional dan
pemberian ASI secara dini.

e) Bila salah satu atau lebih pertanyaan tersebut jawabannya “Tidak”, maka
segera lakukan Langkah Awal Resusitasi Bayi Baru Lahir.
f) Rangsangan taktil

Upaya ini merupakan cara untuk mengaktifkan berbagai refleks


protektif pada tubuh bayi baru lahir. Mengeringkan tubuh bayi juga
merupakan tindakan stimulasi. Untuk bayi yang sehat, hal ini biasanya
cukup untuk merangsang terjadinya pernapasan spontan. Jika bayi tidak
memberikan respon terhadap pengeringan dan rangsangan taktil, kemudian
menunjukkan tanda-tanda kegawatan, segera lakukan tindakan untuk
membantu pernapasan.

g) Stabilisasi temperatur tubuh bayi menjaga agar bayi tetap hangat


 Pencegahan kehilangan panas
 Mekanisme kehilangan panas
 Upaya untuk mencegah kehilangan panas
Kehilangan panas tubuh bayi dapat dihindarkan melalui upaya-upaya
berikut ini :

a. Keringkan bayi secara seksama.


b. Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat.
c. Tutupi kepala bayi.
d. Anjurkan ibu untuk memeluk dan memberikan ASI.
e. Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir.
f. Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat.
Saat melakukan persiapan untuk memandikan bayi, ikuti rekomendasi-rekomendasi
berikut:

1. Tunggu sedikitnya enam jam setelah lahir, sebelum memandikan bayi.


Waktu tunggu menjadi lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau
hipotermia.
2. Sebelum memandikan bayi, pastikan bahwa temperatur tubuh bayi telah
stabil (temperatur aksila antara 36,5°C – 37,5°C). Jika temperatur tubuh
bayi di bawah 36,5°C, selimuti kembali tubuh bayi secara longgar, tutupi
bagian kepalanya dan tempatkan bayi bersama ibunya di tempat tidur atau
lakukan kontak kulit langsung ibu bayi kemudian selimuti keduanya. Tunda
waktu untuk memandikan bayi hingga temperatur tubuh bayi tetap stabil
paling sedikit setelah satu jam dilakukan observasi.
3. Jangan memandikan bayi yang mengalami masalah pernapasan.
4. Sebelum memandikan bayi, pastikan ruangan tersebut hangat dan tidak ada
hembusan angin. Siapkan handuk bersih dan kering untuk mengeringkan
bayi dan beberapa lembar kain atau selimut bersih dan kering untuk
menyelimuti bayi setelah dimandikan.
5. Mandikan bayi secara cepat dengan air yang bersih dan hangat.
6. Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih dan kering.
7. Ganti handuk yang basah dan segera selimuti kembali bayi dengan kain atau
selimut bersih dan kering secara longgar. Pastikan bagian kepala bayi
ditutupi dengan baik (Bayi dibaringkan dalam dekapan ibunya dan
diselimuti dengan baik).
8. Tempatkan bayi di tempat tidur yang sama dengan ibunya dan anjurkan ibu
untuk menyusukan bayinya.

Asuhan tali pusat

Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau
jepitkan (jika tersedia) klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
a) Basuh tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam larutan klorin
0,5%, untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh lainnya.
b) Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi.
c) Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain bersih
dan kering.
d) Ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan
benang DTT atau klem plastik tali pusat atau potongan slang karet infus (DTT
atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitkan secara mantap klem tali pusat
tersebut.
e) Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang di sekeliling puntung
tali pusat dan lakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci di bagian tali
pusat pada sisi yang berlawanan.
f) Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klorin 0,5%.
g) Selimuti kembali bayi dengan kain bersih dan kering. Pastikan bahwa bagian
kepala bayi tertutup dengan baik.
a. Menangani tali pusat

h) Jangan membungkus pusar atau perut ataupun mengoleskan bahan atau


ramuan apapun ke puntung tali pusat, dan nasehati keluarga untuk tidak
memberikan apapun pada pusar bayi.
i) Mengusapkan alkohol ataupun povidon iodin masih diperkenankan sepanjang
tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab.

j) Beri nasehat pada ibu dan keluarganya :


1. Jika puntung tali pusat kotor, cuci secara hati-hati dengan air
matang (DTT) dan sabun. Keringkan secara seksama dengan
kain bersih.
2. Jelaskan pada ibu bahwa ia harus mencari bantuan perawatan
jika pusar menjadi merah atau mengeluarkan nanah atau darah,
3. Jika pusar menjadi merah atau rnengeluarkan nanah atau darah,
segera rujuk bayi tersebut ke fasilitas yang mampu untuk
memberikan asuhan bayi baru lahir secara lengkap.
4. Memulai pemberian ASI (menyusui)
j) pastikan bahwa pemberian ASI dimulai dalam waktu 30 menit setelah bayi
lahir. Anjurkan ibu untuk memeluk dan mencoba untuk menyusukan bayinya
segera setelah tali pusat di klem dan dipotong. Tenteramkan ibu bahwa
penolong akan membantu ibu menyusukan bayi setelah plasenta lahir dan
penjahitan laserasi selesai dikerjakan. Anggota keluarga mungkin bisa
membantunya untuk memulai pemberian ASI lebih awal.

3. Perdarahan Post Partum


Perdarahan post partum merupakan penyebab kematian maternal terbanyak.
Semua wanita yang sedang hamil 20 minggu memiliki resiko perdarahan post
partum. Perdarahan post partum didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari
500 mL setelah persalinan vaginal atau lebih dari 1.000 mL setelah persalinan
abdominal. Perdarahan dalam jumlah ini dalam waktu kurang dari 24 jam disebut
sebagai perdarahan post partum primer, dan apabila perdarahan ini terjadi lebih
dari 24 jam disebut sebagai perdarahan post partum sekunder.

Perdarahan post partum dibagi menjadi :

a) Perdarahan Post Partum Dini / Perdarahan Post Partum Primer (early


postpartum hemorrhage)
Perdarahan post partum dini adalah perdarahan yang terjadi dalam 24
jam pertama setelah kala III.

b) Perdarahan pada Masa Nifas / Perdarahan Post Partum Sekunder (late


postpartum hemorrhage)
Perdarahan pada masa nifas adalah perdarahan yang terjadi pada masa
nifas (puerperium) tidak termasuk 24 jam pertama setelah kala III

Penyebab terjadinya perdarahan post partum antara lain :

1. Atonia uteri
2. Luka jalan lahir
3. Retensio plasenta
4. Gangguan pembekuan darah
Kriteria Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik:
Pucat, dapat disertai tanda-tanda syok, tekanan darah rendah,
denyut nadi cepat, kecil, ekstremitas dingin serta tampak darah keluar
melalui vagina terus menerus

2. Pemeriksaan obstetri:

Mungkin kontraksi usus lembek, uterus membesar bila ada


atonia uteri. Bila kontraksi uterus baik, perdarahan mungkin karena
luka jalan lahir

2. Pemeriksaan ginekologi:
Dilakukan dalam keadaan baik atau telah diperbaiki, dapat diketahui kontraksi
uterus, luka jalan lahir dan retensi sisa plasenta

Faktor Resiko

· Penggunaan obat-obatan (anestesi umum, magnesium sulfat)

· Partus presipitatus

· Solutio plasenta

· Persalinan traumatis

· Uterus yang terlalu teregang (gemelli, hidramnion)

· Adanya cacat parut, tumor, anomali uterus

· Partus lama

· Grandemultipara

· Plasenta previa

· Persalinan dengan pacuan

· Riwayat perdarahan pasca persalinan


Penatalaksanaan

Pasien dengan perdarahan post partum harus ditangani dalam 2


komponen, yaitu: (1) resusitasi dan penanganan perdarahan obstetri serta
kemungkinan syok hipovolemik dan (2) identifikasi dan penanganan penyebab
terjadinya perdarahan post partum.

Resusitasi cairan

Pengangkatan kaki dapat meningkatkan aliran darah balik vena


sehingga dapat memberi waktu untuk menegakkan diagnosis dan menangani
penyebab perdarahan. Perlu dilakukan pemberian oksigen dan akses intravena.
Selama persalinan perlu dipasang peling tidak 1 jalur intravena pada wanita
dengan resiko perdarahan post partum, dan dipertimbangkan jalur kedua pada
pasien dengan resiko sangat tinggi.

Transfusi Darah

Transfusi darah perlu diberikan bila perdarahan masih terus berlanjut


dan diperkirakan akan melebihi 2.000 mL atau keadaan klinis pasien
menunjukkan tanda-tanda syok walaupun telah dilakukan resusitasi cepat.

Pencegahan

Bukti dan penelitian menunjukkan bahwa penanganan aktif pada


persalinan kala III dapat menurunkan insidensi dan tingkat keparahan
perdarahan post partum. Penanganan aktif merupakan kombinasi dari hal-hal
berikut:

a) Pemberian uterotonik (dianjurkan oksitosin) segera setelah bayi


dilahirkan.
b) Penjepitan dan pemotongan tali pusat dengan cepat dan tepat
c) Penarikan tali pusat yang lembut dengan traksi balik uterus
ketika uterus berkontraksi dengan baik
Pencegahan dan Penanganan

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum


adalah memimpin kala II dan kala III persalinan secara aktif. Apabila
persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik dan ginekologi ada
yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah
anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.

Penanganan umum pada perdarahan post partum :

a) Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk)


b) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
(termasuk upaya pencegahan perdarahan pasca persalinan)
c) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang
persalinan) dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya
(di ruang rawat gabung).
d) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
e) Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila
dihadapkan dengan masalah dan komplikasi
f) Atasi syok
g) Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam
pijatan uterus, berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam
500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.
h) Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir.
i) Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.
j) Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-outputcairan
k) Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik.

4. Infeksi
Dengan menggunakan praktik pencegahan infeksi, seperti misalnya mencuci
tangan secara rutin, penggunaan sarung tangan sesuai dengan yang diharapkan,
menjaga lingkungan yang bersih bagi proses persalinan dan kelahiran bayi serta
merta menerapkan standar proses peralatan. Tindakan pencegahan infeksi (PI)
tidak terpisah dari komponen- komponen lain dalam asuhan selama persalinan
persalinan dan kelahiran bayi. Tindakan ini harus diterapkan dalam setiap aspek
asuhan untuk melindungi ibu, bayi baru lahir, keluarga, penolong persalinan, dan
tenaga kesehatan lainnya dengan mengurangi infeksi karenabakteri, virus, dan
jamur.

Pencegahan infeksi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah


terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme dari lingkungan klien dan
tenaga kesehatan.

Pencegahan Infeksi yang efektif pada prinsip-prinsip berikut :

a) Setiap orang ( ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan ) harus dianggap dapat
menularkan penyakit karena infeksi dapat bersifat asimptomatik (tanpa
gejala).
b) Setiap orang harus dianggap berisiko terkena infeksi.
c) Permukaan benda di sekitar kita, peralatan dan benda-benda lain yang akan
dan telah bersentuhan dengan permukaan kulit yang utuh, lecet selaput
mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi hingga setelah digunakan,
harus diproses secara benar.
d) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda lainnya telah
diproses dengan benar maka semua itu harus dianggap masih terkontaminasi.
e) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total, tapi dapat dikurangi hingga
sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi
secara benar dan konsisten.

Tindakan-tindakan Pencegahan Infeksi :

1. Cuci Tangan

Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan


penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian ibu dan bayi
yang baru lahir. Cuci tangan adalah cara penting untuk mengendalikan infeksi,
meningkatkan kesehatan yang positif, mencuci tangan merupakan satu-satunya
prodesur klinis yang paling penting, dan karena tangan merupakan perantara
utama terjadinya infeksi silang
Cuci tangan harus dilakukan :
a. Segera setelah tiba di tempat kerja.
b. Sebelum melakukan kontak fisik secara langsung dengan ibu dan bayi baru
lahir.
c. Setelah kontak fisik langsung dengan ibu dan bayi baru lahir.
d. Sebelum memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril.
e. Setelah melepaskan sarung tangan ( kontaminasi melalui lubang atau
robekan sarung tangan )
f. Setelah menyentuh benda yang mungkin terkontaminasi oleh darah atau
cairan tubuh lainnya atau setelah menyentuh selaput mukosa ( mis : hidung,
mulut, mata, vagina ) meskipun saat itu sedang menggunakan sarung
tangan.
g. Setelah ke kamar mandi
h. Sebelum pulang kerja

2. Menggunakan Teknik Aseptik


Teknik aseptik membuat prosedur menjadi lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir
dan penolong persalinan. Teknik aseptik meliputi aspek :
1) Penggunaan perlengkapan pelindung pribadi
( Sarung tangan, Masker, Pelindung mata, Kap / topi , Apron Alas kaki)
2) Antisepsis
Antisepsis adalah tindakan yang dilakukan untuk mencegah infeksi
dengan cara membunuh atau mengurangi mikroorganisme pada jaringan
tubuh atau kulit. Cuci tangan secara teratur di antara kontak dengan setiap
ibu atau bayi baru lahir, juga membantu untuk menghilangkan sebagian
besar mikroorganisme pada kulit.
3) Pemeliharaan Teknik Steril dan DTT
a) Sterilisasi
b) Desinfeksi
c) Memproses Alat Bekas Pakai
o Dekontaminasi
o Pencucian dan Pembilasan
d) Penggunaan Peralatan Tajam Secara Aman
e) Pengelolaan Sampah dan Mengatur Kebersihan dan Kerapian
5. Pre Eklampsia dan Eklampsia

Pre-eklampsia dalam kehamilan adalah apabila dijumpai tekanan darah


140/90 mmHg setelah kehamilan 20 minggu (akhir triwulan kedua sampai
triwulan ketiga) atau bisa lebih awal terjadi. Sedangkan pengertian eklampsia
adalah apabila ditemukan kejang-kejang pada penderita pre-eklampsia, yang juga
dapat disertai koma.

Pre-eklampsia adalah salah satu kasus gangguan kehamilan yang bisa


menjadi penyebab kematian ibu. Kelainan ini terjadi selama masa kelamilan,
persalinan, dan masa nifas yang akan berdampak pada ibu dan bayi. Kasus pre-
eklampsia dan eklampsia terjadi pada 6-8% wanita hamil di Indonesia. Hipertensi
(tekanan darah tinggi) di dalam kehamilan terbagi atas pre-eklampsia ringan, pre-
eklampsia berat, eklampsia, serta superimposed hipertensi(ibu hamil yang
sebelum kehamilannya sudah memiliki hipertensi dan hipertensi berlanjut selama
kehamilan). Tanda dan gejala yang terjadi serta tatalaksana yang dilakukan
masing-masing penyakit di atas tidak sama.

Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini


dianggap sebagai “maladaptation syndrome” akibat penyempitan pembuluh darah
secara umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari – ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin.

Faktor Risiko :

1. Kehamilan pertama
2. Riwayat keluarga dengan pre-eklampsia atau eklampsia
3. Pre-eklampsia pada kehamilan sebelumnya
4. Ibu hamil dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun
5. Wanita dengan gangguan fungsi organ (diabetes, penyakit ginjal, migraine,
dan tekanan darah tinggi)
6. Kehamilan kembar

Deteksi dini :
1. Menyaring semua kehamilan primigravida (kehamilan pertama), ibu
menikah dan langsung hamil, dan semua ibu hamil dengan risiko tinggi
terhadap pre-eklampsia dan eklampsia.
2. Pemeriksaan kehamilan secara teratur sejak awal triwulan satu kehamilan

Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui terdapatnya protein


dalam urine, fungsi organ hati, ginjal, dan jantung, fungsi hematologi /
pembekuan darah

Pre-eklampsia ringan
Tanda dan gejala :

1. Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160
mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
2. Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
3. Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau
tangan

Tatalaksana pre eklampsia ringan dapat secara :

3. Pengelolaan secara rawat jalan (ambulatoir) :


a) Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan perawatan sesuai
keinginannya
b) Makanan dan nutrisi seperti biasa, tidak perlu diet khusus
c) Vitamin
d) Tidak perlu pengurangan konsumsi garam
e) Tidak perlu pemberian antihipertensi
f) Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu

4. Pengelolaan secara rawat inap (hospitalisasi) :

a) Pre eklampsia ringan dirawat inap apabila mengalami hipertensi yang


menetap selama lebih dari 2 minggu, proteinuria yang menetap selama
lebih dari 2 minggu, hasil tes laboratorium yang abnormal, adanya gejala
atau tanda 1 atau lebih pre eklampsia berat
b) Pemeriksaan dan monitoring teratur pada ibu : tekanan darah,
penimbangan berat badan, dan pengamatan gejala pre-eklampsia berat dan
eklampsia seperti nyeri kepala hebat di depan atau belakang kepala,
gangguan penglihatan, nyeri perut bagian kanan atas, nyeri ulu hati
c) Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa evaluasi pertumbuhan dan
perkembangan janin di dalam rahim
d) Pada dasarnya sama dengan terapi rawat jalan
e) Bila terdapat perbaikan gejala dan tanda-tanda dari pre-eklampsia dan
umur kehamilan 37 minggu atau kurang, ibu masih perlu diobservasi
selama 2-3 hari lalu boleh dipulangkan

Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai
dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai
proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan
gejala pre-eklampsia berat :

1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg


2. Tekanan darah diastolik > 110 mmHg
3. Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
4. Trombosit < 100.000/mm3
5. Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam
air seni > 3 g / L)
6. Nyeri ulu hati
7. Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
8. Perdarahan di retina (bagian mata)
9. Edema (penimbunan cairan) pada paru
10. Koma

Ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala pre-eklampsia


berat selama perawatan, maka perawatan dibagi menjadi :
1. Perawatan aktif yaitu kehamilan segera diakhiri dan ditambah pemberian
obat-obatan. Perawatan aktif dilakukan apabila usia kehamilan 37 minggu
atau lebih, adanya ancaman terjadinya impending eklampsia, kegagalan
terapi dengan obat-obatan, adanya tanda kegagalan pertumbuhan janin di
dalam rahim, adanya “HELLP syndrome” (Haemolysis, Elevated Liver
enzymes, and Low Platelet).
2. Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan ditambah
pemberian obat-obatan.Perawatan konservatif dilakukan apabila kehamilan
kurang dari 37 minggu tanpa disertai tanda-tanda impending eklampsia
serta keadaan janin baik. Perawatan konservatif pada pasien pre eklampsia
berat yaitu :

a) Segera masuk rumah sakit


b) Tirah baring
c) Infus
d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam
e) Pemberian obat anti kejang : magnesium sulfat
f) Anti hipertensi, diuretikum diberikan sesuai dengan gejala
yang dialami
g) Penderita dipulangkan apabila penderita kembali ke gejala-
gejala / tanda-tanda pre-eklampsia ringan (diperkirakan
lama perawatan 1-2 minggu)

Eklampsia
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan, atau masa
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat kelainan saraf)
dan / atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-
eklampsia.

Gejala dan Tanda

1. Nyeri kepala hebat pada bagian depan atau belakang kepala yang diikuti
dengan peningkatan tekanan darah yang abnormal. Sakit kepala tersebut
terus menerus dan tidak berkurang dengan pemberian aspirin atau obat
sakit kepala lain
2. Gangguan penglihatan à pasien akan melihat kilatan-kilatan cahaya,
pandangan kabur, dan terkadang bisa terjadi kebutaan sementara
3. Iritabel à ibu merasa gelisah dan tidak bisa bertoleransi dengan suara
berisik atau gangguan lainnya
4. Nyeri perut à nyeri perut pada bagian ulu hati yang kadang disertai dengan
muntah
5. Tanda-tanda umum pre eklampsia (hipertensi, edema, dan proteinuria)
6. Kejang-kejang dan / atau koma

Tatalaksana
Tujuan pengobatan :

1. Untuk menghentikan dan mencegah kejang


2. Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
3. Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu seoptimal
mungkin
4. Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin

Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang
lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4).

Pengobatan Obstetrik

1. Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri dengan


atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
2. Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi
(pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu

Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda


terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya
dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap
tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap
tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia diantaranya dengan diet rendah
garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak
ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi,
aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya
preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang
menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan
seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C,
E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya, upaya itu dapat menurunkan angka
kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.
PENGELOLAAN OBAT

A. Definisi Pengelolaan Obat


Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai suatu
tujuan tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Proses pengelolaan dapat
terjadi dengan baik bila dilaksanakan dengan dukungan kemampuan menggunakan
sumber daya yang tersedia dalam suatu sistem. (Anonim, 2002).
Pengelolaan obat merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menyangkut aspek
perencanaan, pengadaan, pendistribusian dan penggunaan obat yang dikelola secara
optimal untuk menjamin tercapainya ketepatan jumlah dan jenis perbekalan farmasi
dan alat kesehatan, dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia seperti
tenaga, dana, sarana dan perangkat lunak (metoda dan tata laksana) dalam upaya
mencapai tujuan yang ditetapkan diberbagai tingkat unit kerja (Anonim, 2001).

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Obat


1. Perencanaan
Tujuan perencanaan adalah adalah untuk mendapatkan :
a) Perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang mendekati
kebutuhan
b) Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
c) Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Perencanaan adalah suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan


kesehatan untuk menentukan jumlah obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan.
Perencanaan kebutuhan obat setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan. Data mutasi obat yang dihasilkan merupakan salah satu
faktor utama dalam mempertimbangkan perencanaan kebutuhan obat tahunan. Oleh
karena itu data ini sangat penting untuk perencanaan kebutuhan obat-obatan.
Ketepatan dan kebenaran data di suatu sarana kesehatan akan berpengaruh
terhadap ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota.
Dalam proses perencanaan kebutuhan obat pertahun suatu sarana kesehatan diminta
menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO. Selanjutnya Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi dan analisa terhadap
kebutuhan obat diwilayah kerjanya.
2. Permintaan Obat
Tujuan permintaan obat adalah :
Memenuhi kebutuhan obat di masing-masing unit pelayanan kesehatan sesuai
dengan pola penyakit yang ada di wilayah kerjanya.

Sumber penyediaan obat di pelayanan kesehatan adalah berasal dari Dinas


Kesehatan Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di pelayanan
kesehatan adalah obat Esensial yang jenis dan itemnya ditentukan setiap tahun oleh
Menteri Kesehatan dengan merujuk kepada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain
itu sesuai dengan kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No
: 085 tahun 1989 tentang Kewajiban menuliskan Resep/ dan atau menggunkan Obat
Generik di Pelayanan Kesehatan milik Pemerintah. Adapun beberapa dasar
pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di
seluruh dunia bagi pelayan kesehatan publik.
b. Obat generik mempunyai mutu, efikasi yang memenuhi standar
pengobatan.
c. Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan publik bagi masyarakat.
d. Menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan publik.
e. Meningkatkan efektifitas dan efisensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.

Berdasarkan UU No : 23 tahun 1992 tentang Kesehatan dan PP No : 72


tahun 1999 tentang Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan, yang
diiperkenankan untuk melakukan penyediaan obat adalah tenaga Apoteker.
Untuk itu Puskesmas tidak diperkenankan melakukan pengadaan obat secara
sendiri-sendiri.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
pelayanan kesehatan diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan
permintaan dari sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik
menggunakan LPLPO Sub unit. Berdasarkan pertimbangan efisiensi dan
ketepatan waktu penyerahan obat kepada Puskesmas, Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dapat menyusun petunjuk lebih lanjut mengenai alur
permintaan dan penyerahan obat secara langsung dari Instalasi Farmasi
Kabupaten/Kota ke Puskesmas.

3. Penerimaan Obat
Tujuan : Agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Penerimaan adalah suatu
kegiatan dalam menerima obat-obatan yang diserahkan dari unit pengelola yang
lebih tinggi kepada unit pengelola di bawahnya. Setiap penyerahan obat oleh
Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota, kepada pelayanan kesehatan dilaksanakan
setelah mendapat persetujuan dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau
pejabat yang diberi wewenang untuk itu.
Semua petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan obat bertanggung
jawab atas ketertiban penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat
berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Misalnya dalam sebuah daerah
pelaksanaan fungsi pengendalian distribusi obat kepada Puskesmas Pembantu dan sub
unit kesehatan lainnya merupakan tanggung jawab Kepala Puskesmas induk.
Petugas penerimaan obat wajib melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang
diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah obat, bentuk obat
sesuai dengan isi dokumen (LPLPO) dan ditanda tangani oleh petugas
penerima/diketahui Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat petugas penerima
dapat mengajukan keberatan.
Jika terdapat kekurangan, penerima obat wajib wajib menuliskan jenis yang
kurang (rusak, jumlah kurang dan lain - lain). Setiap penambahan obat-obatan, dicatat
dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.

4. Pengelolaan Obat
Pengelola obat dalam manajemen persedian obat di pelayanan kesehatan
adalah Kepala pelayanan kesehatan itu sendiri, Petugas Gudang Obat dan Petugas
Obat di subunit pelayanan adalah:
a. Kepala pelayanan kesehatan
Kepala pelayanan kesehatan bertanggung jawab atas pelaksanaan
pengelolaan obat dan pencatatan pelaporan, mengajukan obat untuk
pengadaan persediaan kepada Kepala Dinas/Kepala GFK, menyampaikan
laporan bulanan pemakaian obat, melaporkan semua obat yang hilang,
rusak maupun kadaluarsa kepada Kepala Dinas Kesehatan/Kepala GFK.

b. Petugas Gudang Obat


Petugas gudang obat bertanggung jawab dalam menerima obat dari
GFK, menyimpan dan mengatur ruang gudang obat serta mengendalikan
persediaan obat, mendistribusikan obat untuk unit pelayanan obat, mengawasi
mutu obat, melakukan pencatatan danpelaporan. Petugas gudang obat
membantu Kepala pelayanan kesehatan dalam hal menjaga keamanan obat,
penyusunan persediaan, distribusi dan pengawasan persediaan obat.

c. Petugas Obat di Sub Unit Pelayanan


Petugas obat pada sub unit pelayan bertanggung jawab dalam
menerima, menyimpan dan memelihara obat dari gudang obat pelayanan
kesehatan, menerima resep dokter, meracik/menyiapkan obat, mengemas obat,
menyerahkan obat dan memberikan informasi penggunaan obat, membuat
catatan dan laporan pemakaian obat untuk petugas gudang obat serta
mengamati mutu obat secara umum.

C. Tugas dan Tanggung jawab Petugas Pengelolaan Obat


1. Kepala pelayanan kesehatan
a. Tugas :
a) Membina petugas pengelola obat
b) Menyampaikan laporan bulanan pemakaian obat kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat.
c) Melaporkan dan mengirimkan kembali semua obat yang rusak/
kadaluwarsa dan atau obat yang tidak dibutuhkan kepada Kepala
Dinkes Kabupaten/Kota setempat.
d) Melaporkan obat hilang kepada Kepala Dinkes Kabupaten/Kota.
e) Mengajukan permintaan obat dan perbekalan kesehatan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat
b. Tanggung Jawab :
Pengelolaan dan pencatatan pelaporan obat dan perbekalan kesehatan
di Puskesmas.
2. Petugas Gudang Obat di Puskesmas mempunyai tugas
Melaksanakan :
a) Penerimaan obat dan perbekalan kesehatan dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
b) Pemeriksaan kelengkapan obat dan perbekalan kesehatan
c) Penyimpanan dan pengaturan obat dan perbekalan kesehatan
d) Pendistribusian obat dan perbekalan kesehatan untuk sub unit pelayanan
e) Pengendalian penggunaan persediaan
f) Pencatatan dan pelaporan
g) Menjaga mutu dan keamanan obat dan perbekalan kesehatan
h) Penyusunan persediaan obat dan perbekalan kesehatan
i) Permintaan obat dan perbekalan kesehatan ke Dinas Kesehatan Kab/Kota
j) Penyusunan laporan ke Dinkes Kabupaten/Kota.

3. Petugas Kamar Obat Puskesmas mempunyai tugas :


a) Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat dan perbekalan kesehatan
yang dikeluarkan maupun yang diterima oleh kamar obat Puskesmas dalam
bentuk buku catatan mutasi obat.
b) Membuat laporan pemakaian dan permintaan obat dan perbekalan kesehatan.
c) Menyerahkan kembali obat rusak/daluwarsa kepada petugas gudang obat
d) Menyerahkan obat sesuai resep ke pasien
e) Memberikan informasi tentang pemakaian dan penyimpanan obat kepada pasien.

4. Petugas Kamar Suntik mempunyai tugas :


a) Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat dan perbekalan kesehatan
yang dikeluarkan maupun yang diterimanya.
b) Membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat dan perbekalan
kesehatan
c) Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada petugas gudang obat.

5. Petugas Lapangan Puskesmas Keliling mempunyai tugas :


a) Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang
diperlukan kepada Kepala Puskesmas.
b) Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan.
c) Setelah selesai dengan kegiatan lapangannya, segera mengembalikan sisa obat
kepada Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat.

6. Petugas Lapangan Posyandu mempunyai tugas :


a) Setiap kali melaksanakan kegiatan lapangan mengajukan permintaan obat yang
diperlukan kepada Kepala Puskesmas.
b) Mencatat pemakaian dan sisa obat serta perbekalan kesehatan.
c) Setelah selesai dengan kegiatan lapangan, segera mengembalikan sisa obat kepada
Kepala Puskesmas melalui petugas gudang obat.

7. Petugas Obat Puskesmas Pembantu mempunyai tugas :


a) Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun yang
diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam bentuk Kartu Stok/buku
a) Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat
kepada Kepala Puskesmas
b) Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Puskesmas melalui
petugas gudang obat.

8. Bidan Desa
a) Menyimpan, memelihara dan mencatat mutasi obat yang dikeluarkan maupun
yang diterima oleh Puskesmas Pembantu dalam bentuk Kartu Stok/buku
b) Setiap awal bulan membuat laporan pemakaian dan mengajukan permintaan obat
kepada Kepala Puskesmas
c) Menyerahkan kembali obat rusak/kadaluwarsa kepada Kepala Puskesmas melalui
petugas gudang obat.

D. Pencatatan dan Pelaporan


1.Tujuan Pencatatan dan pelaporan adalah :
a) Bukti bahwa suatu kegiatan yang telah dilakukan
b) Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian
c) Sumber data untuk pembuatan laporan.
Pencatatan dan pelaporan data obat di Puskesmas merupakan
rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib,
baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di
Puskesmas dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab
atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta
tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat.

2. Sarana pencatatan dan pelaporan :


Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas
adalah LPLPO dan kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas Puskesmas harus
tepat data, tepat isi dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan
baik. LPLPO juga dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan
kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan
obat.

1. Di gudang obat Puskesmas :


a) Kartu stok obat
b) LPLPO
2. Di kamar obat Puskesmas :
a) Catatan penggunaan obat
b) LPLPO
3. Di Puskesmas pembantu :
a) Catatan penggunaan obat
b) LPLPO Sub unit
4. Di kamar suntik :
a) LPLPO Sub unit
b) Catatan harian penggunaan obat suntik
5. Di pelayanan kesehatan/pengobatan :
a) Catatan obat-obat yang diberikan kepada pasien pada kartu berobat/status
6. Di tempat pelayanan P3K dan tempat rawat inap :
a) Catatan harian penggunaan obat
b) LPLPO Sub unit
7. Di kamar suntik :
a) Laporan pemakaian obat dan sisa stok
8. Di Puskesmas keliling :
b) Laporan pemakaian obat dan sisa stok
9. Di Posyandu / Polindes / Bidan desa :
c) Laporan pemakaian obat dan sisa stok

3.Penyelenggaraan pencatatan :
1. Di gudang Puskesmas :
a) Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di
dalam Kartu Stok
b) Laporan penggunaan dan lembar permintaan obat dibuat
berdasarkan :
a. Kartu Stok Obat
b. Catatan harian penggunaan obat

2. Di kamar obat :
a) Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada
buku catatan pemakaian obat harian
b) Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat
berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

3. Di kamar suntik :
Setiap hari obat yang akan digunakan dimintakan ke kamar obat.
Pemakaian obat dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi
sumber data untuk permintaan tambahan obat.

4. Di Puskesmas keliling, Puskesmas Pembantu dan tempat perawatan serta


di ruang pertolongan gawat darurat, pencatatan diselenggarkan seperti
pada kamar obat.

4.Alur pelaporan

Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit dan
Puskesmas Induk, LPLPO dibuat 3 (tiga) rangkap, yakni :
a) Dua rangkap diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan.
Setelah ditanda tangani disertai satu rangkap LPLPO dan satu
rangkap lainnya disimpan di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
b) Satu rangkap untuk arsip Puskesmas .

5.Periode Pelaporan

Pelaporan dilakukan secara periodik, setiap awal bulan. Untuk Puskesmas


yang mendapatkan distribusi setiap bulan LPLPO dikirim setiap awal bulan,
begitu juga untuk Puskesmas yang mendapatkan distribusi setiap triwulan.

PENDATAAN KELUARGA

A. Pendataan Keluarga
Pendataan Keluarga adalah kegiatan pengumpulan data primer tentang data
Demografi, data Keluarga Berencana, data Tahapan Keluarga Sejahtera dan data
Anggota Keluarga. Kegiatan Pendataan Keluarga merupakan kegiatan rutin, yang
pelaksanaannya selalu dilaksanakan setiap tahun untuk daerah-daerah yang belum
memiliki data dengan sistem MDK.
Pendataan keluarga seyogyanya dilaksanakan oleh kader yang sebelumnya telah
mendapat pembekalan mengenai teknis cara pengisian formulir pendataan. Formulir
pendataan keluarga terdiri dari 3 (tiga) lembar yakni: Formulir A yang berisi data
demografi, Formulir B yang berisi Data Tahapan Keluarga Sejahtera, serta Formulir C
yang berisi tentang Data Anggota Keluarga.

B. Tujuan Pendataan Keluarga


1. Tujuan umum
Diperolehnya data basis keluarga dan anggota keluarga untuk memberikan gambaran
secara tepat dan menyeluruh keadaan di lapangan sampai ke tingkat keluarga tentang
hasil pelaksanaan tentang data demografi, data keluarga berencana, data tahapan
keluarga sejahtera dan data anggota keluarga yang dapat di gunakan untuk
kepentingan operasional langsung di lapangan serta untuk kepentingan penetapan
kebijakan perencanaan pengendalian dan penilaian oleh pengelola pelaksa disemua
tingkatan.

2. Tujuan khusus
Bertujuan untuk menghasilkan data dan informasi tentang demografi keluarga
berencana tahapan keluarga sejahtera anggota keluarga
a) Tersedianya data demografi
b) Tersedianya data keluarga berencana
c) Tersedianya data KS
d) Tersedianya data anggota keluarga
C. Sasaran Pendataan Keluarga
Pelaksanaan pendataan dan pemutahiran keluarga adalah seluruh keluarga yang
ada di setiap wilayah. Pemutakhiran dan pendataan, khususnya yang mengalami mutasi
(perbaikan, perubahan dan pembaharuan) data keluarga; meliputi data Demografi, KB,
Tahapan KS dan individu anggota keluarga dalam kurun waktu satu tahun masa periode
pemutakhiran dan pendataan keluarga sebelumnya.
D. Persiapan Pendataan Keluarga
1. Melakukan perhitungan kebutuhan jumlah tenaga pendata
2. Melakukan kegiatan rapat koordinasi , pembekalan, orentasi dan pelatihan kepada
kader pendata, menyediakan ,mendistribusikan formulir –formulir /sarana prasarana
pendataan
3. Menyusun jadwal pelaksanaan pendataan , menyiapkan biaya operasional serta
menciptakan iklim yang kondusif untuk pelaksanaan pensdataan di tingkat
Desa/Kelurahaan
4. Melakukan koordinasi dan kerja sama dengan seluruh instansi /organisasi terkait
5. Menyusun dan menetapkan pola operasional pendataan keluarga menurut metode
yang telah mempertimbangkan jumlah dan kemampuan tenaga yang tersedia serta
kondisi wilayah dengan tetap mengacu pada pada prinsip dan mekanisme
pelaksanaan pendataan.
6. Melakukan penyuluhan dan KIE melalui kegiatan IMP yang ada
E. Mekanisme Pelaksanaan / Langkah Pelaksanaan Pendataan
1. Pelaksanaan pendataan dalam wilayah tingkat RT di laksanakan oleh RT, RW, SUB
PPKBD,PPKBD yang mendatangi rumah ke rumah ketemu langsung kepada respon
2. Pembinaan pengumpulan data
3. Penangung jawab pengumpulan data
4. Petugas pembuat peta keluarga
5. Pendataan di lakukan secara lengkap meliputi seluruh keluarga dan penduduk tang
berdiam di seluruh wilayah kerja Sub PPKB dusun RW atau RT.
6. Pengisian register pendataan keluaarga di lakukan melalui kunjungan dari rumah ke
rumah
7. Data yang di isikan kedalamtidak boleh berdasarkan mengambil dari sumber data dari
catatan yang ada di PPKBD, data catatan pada PKB atau Petugas.
8. Sebelum melakukan pendataan dari rumah ke rumah terlebih dulu harus di buat
sketsa Letak rumah pada selembar kertas selanjutnya di pindah ke dalam peta
Keluarga Sejahtera yang sebenarnya sketsa di isi dengan nomor urut yang tercantum
pada format.
9. Untuk memudahkan dalam pembuatan sketsa peta keluarga sejahtera serta agar
jangan sampai ada keluarga yang terlewati di data maka kunjungan keluarga yang ada
dilakukan secara berurutan , susun lokasi tempat tinggal mereka masing masing jadi
tidak melonjat lonjat dari yang satu ke tempat lainnya.
10. Dengan cara menggunakan Register pendataan keluarga dan pemutahiran data
keluarga pra sejahtera dan KS I di setiap pendataan keluarga melalui kunjungan
keluarga dari rumah ke rumah.
11. Pendataan Keluarga dan pemutahiran data keluarga di laksanakan oleh para
kader pendata bersama PLKB/PKB . hasil pendataan di catat oleh kader pendata dan
PLKB/PKB.
12. Membuat sketsa peta keluarga yang berisi kotak kotak tanda lokasi rumah keluarga
sebagai bahan pembuatan peta keluarga.
13. Pendataan di lakukan secara berurutan tidak melonjat lonjat dari tempat satu pindah
ketempat lain, bila terjadi saat kunjungan pendataan rumah kosong penghuninya
sedang pergi maka di lakukan kunjungan pendataan kembali
14. Pendataan di lakukan menurut satuan wilayah RT, RW.
15. Saat pendataan PKB memberikan bimbingan pembinaan dan koreksi hasil pendataan
F. Rangkaian Kegiatan
1. Persiapan
a) Inventarisasi cakupan wilayah, jumlah penduduk dan kondisi geografis dengan
jumlah pendata dan jumlah operator komputer.
b) Menyediakan saran/instrumen pendataan berupa formulir pendataan keluarga
c) Pelatihan bagi kader pendata dan petugas input data.
d) Pembentukan posko-posko pendataan dari mulai tingkat Desa sampai dengan
Tingkat Kecamatan
2. Pelaksanaan
a) Pembagian Print out hasil pendataan untuk dilakukan pemutakhiran
b) Pembagian formulir
c) Pengumpulan data pemutakhiran dan data baru
d) Input data melalui software MDT
3. Tahap Pelaporan
a) Posko Pendataan tingkat desa membuat laporan tertulis rekapitulasi hasil
pendataan Ke Posko Tingkat Kecamatan setiap minggu
b) Posko Tingkat Kecamatan membuat laporan tertulis rekapitulasi hasil
pendataan ke poskok tingkat Kabupaten
c) Pelaporan backup data MDK hasil pemutakhiran data ke tingkat Kabupaten
4. Penyebarluasan Informasi Hasil Pendataan
a) Rekapitulasi hasil pemutakhiran data keluarga digunakan untuk melaksanakan
sarasehan di tingkat desa,
b) Rekapitulasi hasil pemutakhiran data keluarga digunakan untuk melaksanakan
sarasehan di tingkat kecamatan.

Anda mungkin juga menyukai