Proker TB Unduhan
Proker TB Unduhan
RS INDRIATI
2018
I. PENDAHULUAN
Tuberculosis merupakan penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
menyerang organ tubuh lainnya.
Penularan penyakit TB melalui droplet (udara) sehingga penularan TB dari satu pasien ke
pasien lain sangatlah mudah, terlebih didukung dengan status imunitas yang rendah.
Dengan bertambahnya kasus TB, WHO mengembangkan strategi penanggulanganan TB yang
dikenal dengan Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-Course) dan telah terbukti
sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif. Penerapan strategi DOTS,
disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR TB.
1
Dalam hal penanggulangan TB, Rumah Sakit Indriati juga berperan aktif mengikuti Strategi DOTS
ini.
III. TUJUAN
1. Menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB.
2. Memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR TB di Rumah Sakit Indriati.
3. Melindungi petugas kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular.
IV. KEGIATAN
IV.1 Pelayanan Pasien TB
A. Tatalaksana Pasien TB.
Penjaringan Suspek
Diagnosis
Klasifikasi Penyakit dan Tipe pasien
B. Tatalaksana Pengobatan TB.
C. Tatalaksana Pengawasan Minum Obat.
D. Tata Laksana Pemantauan dan Hasil pengobatan TB.
E. Tata Laksana Penjaringan Suspek TB MDR Dan Kolaborasi TB-HIV.
IV.4. Penyuluhan
a. Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan Marketing.
b. Membuat brosur tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS dan Marketing.
V. PELAKSANAAN KEGIATAN
V.I. Pelayanan Pasien TB
A. Tatalaksana pasien TB
1. Penjaringan suspek
Dilakukan pada pasien rawat jalan maupun rawat inap yang berada dalam lingkungan Rumah Sakit
Indriati dan memenuhi standar diagnosis yang ditetapkan oleh standar internasional penanganan
TB.
2. Diagnosis
A. Diagnosis TB Paru Dewasa
Diagnosis TB Paru dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB melalui
pemeriksaan dahak mikroskopis. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan
pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada
TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis. Selain untuk diagnosis, pemeriksaan dahak
digunakan juga untuk menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan.
Pemeriksaan dahak untuk diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 (tiga) spesimen
dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-
Pagi-Sewaktu (SPS).
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua
3
P (Pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur pagi. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas laboratorium.
S (Sewaktu) : dahak dikumpulkan di laboratorium pada hari kedua, saat menyerahkan
dahak pagi.
B. Diagnosis TB Anak
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan skor lebih atau sama dengan 6
(enam) harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan ke arah TB kuat, maka perlu dilakukan
pemeriksaan diagnostik lain sesuai indikasi untuk memperkuat diagnosis TB seperti bilas
lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT
scan, dan lain-lain.
Sistem Skoring TB Anak
Parameter 0 1 2 3 Jumlah
Batuk* ≥ 3 minggu
Pembesaran ≥ 1cm,
kelenjar limfe
koli, aksila, jumlah >1, tidak
inguinal nyeri
Pembengkakan ada
tulang/sendi pembengkakan
panggul,
lutut,falang
4
tidak jelas
Jumlah
*batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronis lainnya seperti
asma, sinusitis dan lain-lain
Interpretasi:
<6 (enam) : tetapi klinis sangat mencurigakan TB maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi
5
TB ekstra paru ringan, misalnya : TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif unilateral,
tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra paru berat misalnya meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudatif bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
6
OAT tunggal (monoterapi). Penggunaan OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT=
Directly Observed Treatment) oleh pengawas menelan obat (PMO).
3. Pengobatan TB diberikan dalam 2 (dua) tahap, yaitu tahap awal (intemsif) dan tahap
lanjutan.
Panduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia
adalah :
1. Kategori 1 : 2HRZE atau 4 (HR)3
2. Kategori 2 : 2HRZES atau (HRZES) atau 5(HR)3E3
3. OAT sisipan : HRZE
4. OAT Anak : 2HRZ atau 4HR
Sebelum memulai pengobatan TB, pasien dan PMO harus mendapatkan edukasi mengenai hal-hal di
bawah ini:
Cek domisili pasien. Jika domisili pasien TB di luar wilayah Sukoharjo, rujuk ke UPK
terdekat, kecuali ada pertimbangan khusus (bekerja di wilayah Sukoharjo atau karyawan
Rumah Sakit Indriati atau perjanjian kerja sama perusahaan hanya dengan RS Indriati).
Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa alasan merujuk adalah untuk memperkecil
kemungkinan DO.
Apa itu penyakit TB, bagaimana cara penularannya, pencegahan penularan, dan bagaimana
gejala TB.
Rencana pengobatan : berapa lama, cara pengobatan (oral saja atau oral + injeksi), frekuensi
kontrol, biaya-biaya yang mungkin akan dikeluarkan selama pengobatan. Jika pasien dan atau
keluarga merasa berat dengan biaya-biaya yang akan dikeluarkan selama masa pengobatan,
rujuk ke puskesmas untuk pengobatannya.
Pengaturan nutrisi.
Efek samping obat yang mungkin timbul.
Pengobatan tidak boleh terputus walau pasien sudah tidak ada keluhan atau merasa sehat, perlu
dijelaskan pula risiko jika putus berobat.
7
Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.
a. Siapa yang bisa menjadi PMO
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Bila tidak ada petugas kesehatan yang
memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader, guru, anggota PKK, tokoh masyarakat
atau keluarga.
b. Tugas PMO
Mengawasi pasien TB agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.
Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.
Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TB yang mempunyai gejala
mencurigakan TB untuk segera memeriksakan diri.
8
Pasien yang tidak berobat 2 (dua) bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
6. Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali positif pada bulan
kelima atau lebih selama pengobatan.
9
2. Membuat POJOK DOTS sebagai tempat edukasi pasien TB, pencatatan dan pelaporan
pasien TB.
IV.4. Penyuluhan
1. Penyuluhan ke masyarakat terkait TB berkoordinasi dengan Marketing.
2. Membuat brosur/banner tentang TB – koordinasi dengan Tim PPI RS dan Marketing.
F. SASARAN
Pasien TB di Rumah Sakit (rawat jalan / rawat inap)
Petugas RS
Masyarakat di luar lingkungan RS
G. JADWAL KEGIATAN
Terlampir
H. ANGGARAN KEGIATAN TB
Pelatihan internal terkait pelaksanaan TB : Rp.3.000.000,-
Pelatihan eksternal DOTS TB : Rp.5.000.000,-
Brosur dan Banner Etika batuk,dll : Rp.2.000.000,-
Melengkapi kebutuhan POJOK DOTS : Rp.1.000.000,-
10
I. PENCATATAN DAN PELAPORAN
Pencatatan dilakukan setiap selesai kegiatan dan dibuat rekapitulasi setiap akhir bulan
(ditandatangani oleh Kepala Bagian unit yang bersangkutan).
Pelaporan kegiatan TB kepada ketua TIM TB dan Direktur Utama RS setiap 3 bulan.
11
Lampiran
JADWAL KEGIATAN
No Jenis Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3. Pojok DOTS √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
12