Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

SUB ARAKHNOID HEMORAGIC (SAH)

A. Definisi
Perdarahan subarachnoid adalah keadaan terdapatnya darah atau masuknya darah ke
dalam ruang subarachnoid (Hartono, 2009).Perdarahan subarachnoid terjadi sebagai akibat
kebocoran nontraumatik atau ruptur aneurisma kongenital pada circulus anterior cerebralis atau
yang lebih jarang akibat arteriovenosa. Gejala timbul dengan onset mendadak antara lain nyeri
kepala hebat, kaku pada leher, dan kehilangan kesadaran (Richard, 2007).
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan tiba–tiba ke dalam rongga diantara otak dan
selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang sering
pada trauma kepala akibat dari yang paling sering adalah robeknya pembuluh darah
leptomeningeal pada vertex dimana terjadi pergerakan otak yang besar (Anonim, 2007).

B. Etiologi
1. Aneurisma pecah (50%)
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang –
cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak ( Juwono, 1993 )
2. Pecahnya malformasi Arterio Venosa (MAV) (5%)
Terjadi kebocoran arteri venosa secara nontraumatik pada sirkulasi arteri serebral.
3. Penyebab yang lebih jarang
a) Trauma
b) Kelemahan pembuluh darah akibat infeksi, misalnya emboli septik dari endokarditis
infektif (aneurisma mikotik)
c) Koagulapati
d) Gangguan lain yang mempengaruhi pembuluh darah (hipertensi)
e) Gangguan pembuluh darah pada sum-sum tulang belakang dan berbagai jenis tumor

C. Anatomi
Otak dibungkus oleh selubung mesodermal, meningens.Lapisan luarnya adalah
pachymeninx atau durameter dan lapisan dalamnya leptomeninx, dibagi menjadi aracnoid dan
piameter.
1. Durameter
Dura kranialis atau pachymeninx atau suatu struktur fibrosa yang kuat dengan suatu lapisan
dalam (meningeal) dan lapisan luar (periosteal). Kedua lapisan dural yang melapisi otak
umumnya bersatu, kecuali di tempat dimana keduanya berpisah untuk menyediakan ruang
bagi sinus venosus (sebagian besar sinus venosus terletak diantara lapisan–lapisan dural),
dan tempat dimana lapisan dalam membentuk sekat di antara bagian–bagian otak.
2. Arachnoidea
Membrana archnoidea melekat erat pada permukaan dalam dura dan hanya terpisah
dengannya oleh suatu ruang potensial, yaitu spatium subdural.Ia menutupi spatium
subarachnoideum yang menjadi liquor cerebrospinalis, cavum subarachnoidalis dan
dihubungkan ke piameter oleh trabekulae dan septa–septa yang membentuk suatu anyaman
padat yang menjadi sistem rongga–rongga yang saling berhubungan.
3. Piameter
Piameter merupakan selaput jaringan penyambung yang tipis yang menutupi permukaan
otak dan membentang ke dalam sulcus, fissure dan sekitar pembuluh darah di seluruh otak.
Piameter juga membentang ke dalam fissure transversalis di bawah corpus callosum. Di
tempat ini piameter membentuk tela choroideus untuk membentuk pleksus dengan
ependim dan pembuluh darah choroideus untuk membentuk pleksus choroideus dari
ventrikel–ventrikel ini. Piameter dan ependim berjalan di atas atap dari ventrikel keempat
dan membentuk tela choroidea di tempat itu.

D. Patofisiologi
Aneurisma merupakan luka yang disebabkan oleh karena tekanan hemodinamik pada
dinding arteri percabangan dan perlekukan.Saccular atau biji aneurisma dispesifikasikan untuk
arteri intrakranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput tipis bagian luar dan mengandung
faktor adventitia yang membantu pembentukan aneurisma.Suatu bagian tambahan yang tidak
didukung dalam ruang subarachnoid.Aneurisma kebanyakan dihasilkan dari terminal pembagi
dalam arteri karotid bagian dalam dan dari cabang utama bagian anterior pembagi dari lingkaran
wilis.
E. Pathway

Kolestrol Arteri berhubungan langsung ke pembuluh


Hipertensi Merokok Alkohol
tinggi vena tanpa intervensi kapiler

Pelebaran abnormal High flow


pembuluh darah di otak

Malformasi Arterio Venosa (MAV)


Aneurisma pecah pecah

Perdarahan arakhnoid

Herniasi serebral

Penurunan kesadaran
Peningkatan tekanan intrakranial

Penekanan Penekanan saluran pernafasan Vasospasme arteri serebral


langsung
Ketidakefektifan pola nafas Iskemik/ Infark
Menekan
jaringan serebral Defisit Neurologis
Nyeri akut Hemisfer kiri Hemisfer kanan

hipoksemia
Hemiparase kanan Hemiparase kiri
Penurunan kesadaran

Gangguan perfusi jaringan Hambatan mobilitas fisik


serebral
F. Manifestasi Klinis
1. Gejala prodromal: nyeri kepala hebat dan perakut, hanya 10% sementara 90% lainnya
tanpa keluhan sakit kepala.
2. Kesadaran sering terganggu, dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar, sedikit
delirium sampai koma.
3. Gejala / tanda rangsangan: kaku kuduk
4. Fundus okuli 10% penderita mengalami edema pupil, beberapaa jam setelah perdarahan.
Sering terdapat perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri
komunikans anterior atau arteri karortis interna.
5. Gejala – gejala neurologi fokal: bergantung pada lokasi lesi.
6. Gangguan saraf otonom: demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan
mening, dan demam tinggi bila dilihatkan hipotalamus. Bila berat, maka terjadi ulkus
peptikum disertai hematemesis dan melena (stress ulcer), dan seringkali disertai
peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan perubahan pada EKG
(Hartono, 2009).

Terapi dan prognosis bergantung pada status klinis penderita. Dengan demikian
diperlukan peringkat klinis sebagai suatu pegangan, yaitu:
a) Tingkat I : asimtomatik.
b) TingkatII : nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus kranialis
c) TingkatIII : somnolent dan defisit ringan.
d) TingkatIV : stupor, hemiparesis atau hemiplegia, dan mungkin ada regidits awal dan
gangguan vegetatif.
e) TingkatV : Koma, regiditas deserebrasi dan kemudian meninggal dunia
(Harsono, 2007)

G. Komplikasi
Pada beberapa keadaan, gejala awal adalah katastrofik.Pada kasus lain, terutama dengan
penundaan diagnosis, pasien mungkin mengalami perjalanan penyakit yang dipersulit oleh
perdarahan ulang (4%), hidrosefalus, serangan kejang atau vasospasme. Perdarahan ulang
dihubungkan dengan tingkat mortalitas sebesar 70% dan merupakan komplikasi segera yang
paling memprihatinkan(Greenberg, 2012)

H. PemeriksaanPenunjang
1. CT Scan Kepala
Pemeriksaan CT Scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intrakranial pada
pembesaran ventrikel yang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam ventrikel
atau dalam ruang subarachnoid.
Persiapan pasien:
Pasien perlu melepas benda atau logam yang ada disekitar kepala, seperti kacamata,
anting, aksesoris rambut, rambut palsu, gigi palsu non permanent, dan alat pendengaran
jika ada
2. MRI
Hasil tahapan kontrol perdarahan subarachnoid kadang–kadang tampak MRI lapisan tipis
pada sinyal rendah
Persiapan pasien:
Pasien dianjurkan untuk buang air kecil sebelum pemeriksaan, pasangkan ear plug ke
dalam lubang telinga, kemudian siapkan pasien.
3. Pungsi lumbal
Untuk konfirmasi diagnosis. Tidak ada kontraindikasi pungsi lumbal selama diyakini
tidak ada lesi massa dari pemeriksaan pencitraan dan tidak kelainan perdarahan
Persiapan pasien:
Tidak ada persiapan spesifik yang dilakukan oleh pasien, persiapan dapat berupa
pemberian informasi pada pasien meliputi tujuan, prosedur, posisi, dan sensasi-sensasi
yang akan dialami oleh pasien selama prosedur dilakukan
4. EKG dan Foto Thoraks
Edema paru dan aritmia jantung dapat terlihat dari rontgen dada
Persiapan pasien:
Untuk pemeriksaan EKG, pasien diminta untuk melepas ikat pinggang dan logam yang
terpasang ditubuh pasien agar tidak mengganggu elektroda yang akan dipasangkan
Untuk pemeriksaan foto thoraks, tidak ada persiapan spesifik yang dilakukan oleh pasien.

I. Penatalaksanaan
1. Penderita segera dirawat dan tidak boleh melakukan aktifitas berat.
2. Obat pereda nyeri diberikan untuk mengatasi sakit kepala hebat.
3. Kadang dipasang selang drainase di dalam otak untuk mengurangi tekanan.
4. Pembedahan untuk memperbaiki dinding arteri yang lemah, bisa mengurangi resiko
perdarahan fatal di kemudian hari.
5. Sebagian besar ahli bedah menganjurkan untuk melakukan pembedahan dalam waktu 3
hari setelah timbulnya gejala. Menunda pembedahan sampai 10 hari atau lebih dapat
memungkinkan terjadinya perdarahan hebat.
6. Pasien dengan SAH memerlukan observasi neurologik ketat dalam ruang perawatan
intensif, kontrol tekanan darah dan tatalaksana nyeri sementara menunggu perbaaikan
aneurisma defisit.
7. Pasien pasien harus menerima profilaksis serangan kejang dan bloker kanal kalsium
untuk vasospasme.
8. Tatalaksana ditujukan pada resusitasi segera dan pencegahan perdarahan ulang.
9. Tirah baring dan analgesik diberikan pada awal tatalaksana.
10. Antagonis kalsium nimodipin dapat menurunkan mor komplikasi dini perdarahan
subarachnoid meliputi hidrosefalus sebagai akibat obstruksi aliran cairan serebrospinal
oleh bekuaan darah.
11. Jika pasien sadar atau hanya terlihat mengantuk, maka pemeriksaan sumber perdarahan
dilakukan angiografi serebral.
12. Identifikasi aneurisma memunkinkan dilakukan sedini mungkin, dilakukannya intervensi
jepitan (clipping) leher aneurisma, atau jika mungkin membungkus (wropping) aneurisma
tersebut.
13. Malformasi arteriovenosa yang terjadi tanpa adanya perdarahan, misalnya epilepsi
biasanya tidak ditangani dengan pembedahan

J. DiagnosaKeperawatan
DiagnosaKeperawatan yang biasanya muncul adalah:
1. Nyeri akut
Batasan Karakteristik:
 Bukti nyeri dengan mengunakan standar daftar periksa nyeri untuk pasien yang tidak
dapat mengungkapkannya (mis., neonatal infant pain scale, pain assessment check list
for senior with limited abilitd to comunicate)
 Diforesis
 Dilatasi pupil
 Ekspresi wajah nyeri (mis., mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata
berpencar atau tetap pada satu fokus, meringis)
 Fokus menyempit (mis., persepsi waktu, proses berpikir, interaksi dengan orang
dengan lingkungan)
 Fokus pada diri sendiri
 Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri (mis., skala Wong-Baker
FACES skala analog visual, skala penilaian numerik)
 Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrumen nyeri
(mis., McGill Paint Questionnaire, Brief Paint Infentory)
 Laporan tentang perilaku nyeri/perubahan aktifitas (mis., anggota keluarga, pemberi
asuhan)
 Mengekspresikan perilaku (mis., gelisa, merengek, menangis, waspada)
 Perilaku distraksi
 Perubahan pada parameter fisiologis (mis., tekanan darah, frekuensi jantung,
frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, end/tidal karbondioksida (C02)
 Perubahan sisi untuk menghindari nyeri
 Perubahan selera makan
 Purtus asa
 Sikap melindungi area nyeri
 Sikap tubuh melindungi
Faktor berhubungan:
 Agens cedera biologis (mis., infeksi, iskemia, neoplasma)
 Agens cedera fisik (mis., apses, amputasi, luka bakar, terpotong, mengangkat berat,
konsedur bedah, trauma, olaragah berlebihan)
 Agens cedera kimiawi (mis., luka bakar, kapsaisin, metilen klorida, agen mustard)

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak.
Batasan Karakteristik:
 Nyeri
 Gangguan neuromaskular
 Gangguan muskuloskeletal
 Proses inflamasi bakteri atau virus
 Sumbatan Trake dan bronkus
 Hipoksia
 Penurunan ekspansi paru
 Penurunan energi dan kelelahan

3. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan udem otak


Batasan Karakteristik:
 Kariopulmonal
 Subjektif
 Nyeri dada
 Dispnea
 Rasa seperti akan mati
Objektif
 Gas darah arteri tidak normal
 Perubahan frekuensi pernapasan diluar parameter yang dapat diterima
 Aritmia
 Bronkospasme
 Pengisian kembali kapiler lebih dari 3 detik
 Retraksi dada
 Napas cuping hidung
 Penggunaan otot bantu pernapasan
Serebral
 Perubahan status mental
 Perubahan perilaku
 Perubahan respon motorik
 Perubahan reaksi pupil
 Kesulitan menelan
 Kelemahan atau paralisis ekstremitas
 Paralisis
 Ketidaknormalan dalam berbicara
Gastrointestinal
 Subjektif
 Nyeri atau neri tekan pada abdomen
 Mual
Objektif
 Distensi abdomen
 Bising usus tidak ada atau hipoaktif
Renal
 Objektif
 Perubahan tekanan darah diluar parameter yang dapat diterima
 Peningkatan rasio BUN/kreatinin
 Hematuria
 Oligouria/anuria
Faktor yang berhubungan
 Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
 Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
 Keracunan enzim
 Gangguan pertukaran
 Hipervolemia
 Hipoventilasi
 Hipovolemia
 Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membrane kapiler
 Gangguan aliran arteri atau vena
 Ketidak sesuaian antara ventilasi dan alirn darah

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase


Batasan Karakteristik:
 Dispnea setelah beraktivitas
 Gangguan sikap berjalan
 Gerakan lambat
 Gerakan spastik
 Gerakan tidak terkoordinasi
 Instabilitas postur
 Kesulitan membolak-balik posisi
 Keterbatasan rentang gerak
 Ketidaknyamanan
 Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (mis.,meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain, mengendalikan perilaku, fokus pada aktivitas sebelum sakit).
 Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik halus
 Penurunan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
 Penurunan waktu reaksi
 Tremor akibat bergerak
Faktor Berhubungan:
 Agens farmaseutikal
 Gangguan sensori perseptual
 Ansietas
 Gaya hidup kurang gerak
 Depresi
 Indeks masa tubuh diusia persentil ke 75 sesuai usia
 Disuse
 Intoleransi aktivitas
 Fisik tidak bugar
 Kaku sendi
 Gangguan fungsi kognitif
 Kengganan memulai pergerakan
 Gangguan metabolisme
 Kurang pengetahuan
 Gangguan muskuloskeletal
 Malnutrisi
 Gangguan neuromuskular
 Nyeri
 Kepercayaan budaya tentangaktivitas yang tepat
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Penurunan kendali otot
 Keterlambatan
 Kontrakur

K. Intervensi
1. Nyeri
Tujuan:
Memperlihatkan pengendaian nyeri
Kriteria evaluasi:
a) Mengenali awitan nyeri
b) Menggunakan tindakan pencegahan
c) Melaporkan nyeri dapat dikendaikan
d) Menunjukan tingkat nyeri berkurang
Rencana Tindakan:
1) Minta pasien untuk menilai nyeri dengan skala 0-10.
2) Gunakan bagan alir nyeri untuk mementau peredaan nyeri oleh analgesic dan
kemungkinan efek sampingnya
3) Kaji dampak agama, budaya dan kepercayaan, dan lingkungan terhadap nyeri dan
respon pasien
4) Dalam mengkaji nyeri pasien, gunakan kata-kata yang sesuai usia dan tingkat
perkembangan pasien
5) Manajemen nyeri:
6) lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, awitan dan
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas atau keparahan nyeri dan factor presipitasinya
7) Observasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan, khususnya pada mereka yang tidak
mampu berkomunikasi efektif

2. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan depresi pada pusat napas di otak Tujuan:
Mempertahankan pola napas yang efektif melalui ventilator.
Kriteria evaluasi:
Penggunaan otot bantu napas tidak ada, sianosis tidak ada atau tanda-tanda hipoksia tidak ada
dan gas darah dalam batas-batas normal.

Rencana tindakan :
a) Hitung pernapasan pasien dalam satu menit. pernapasan yang cepat dari pasien dapat
menimbulkan alkalosis respiratori dan pernapasan lambat meningkatkan tekanan Pa Co2
dan menyebabkan asidosis respiratorik.
b) Cek pemasangan tube, untuk memberikan ventilasi yang adekuat dalam pemberian tidal
volume.
c) Observasi ratio inspirasi dan ekspirasi pada fase ekspirasi biasanya 2 x lebih panjang dari
inspirasi, tapi dapat lebih panjang sebagai kompensasi terperangkapnya udara terhadap
gangguan pertukaran gas.
d) Perhatikan kelembaban dan suhu pasien keadaan dehidrasi dapat mengeringkan sekresi /
cairan paru sehingga menjadi kental dan meningkatkan resiko infeksi.
e) Cek selang ventilator setiap waktu (15 menit), adanya obstruksi dapat menimbulkan tidak
adekuatnya pengaliran volume dan menimbulkan penyebaran udara yang tidak adekuat.
f) Siapkan ambu bag tetap berada di dekat pasien, membantu membarikan ventilasi yang
adekuat bila ada gangguan pada ventilator.

3. Gangguan perfusi jaringan otak sehubungan dengan udem otak


Tujuan:
Mempertahankan dan memperbaiki tingkat kesadaran fungsi motorik.
Kriteria hasil:
Tanda-tanda vital stabil, tidak ada peningkatan intrakranial.
Rencana tindakan :
a) Monitor dan catat status neurologis dengan menggunakan metode GCS. Refleks membuka
mata menentukan pemulihan tingkat kesadaran.
b) Reaksi pupil digerakan oleh saraf kranial oculus motorius dan untuk menentukan refleks
batang otak.
c) Monitor tanda-tanda vital tiap 30 menit.
d) Pertahankan posisi kepala yang sejajar dan tidak menekan.
e) Hindari batuk yang berlebihan, muntah, mengedan, pertahankan pengukuran urin dan
hindari konstipasi yang berkepanjangan.
f) Observasi kejang dan lindungi pasien dari cedera akibat kejang.
g) Berikan oksigen sesuai dengan kondisi pasien.
h) Berikan obat-obatan yang diindikasikan dengan tepat dan benar (kolaborasi).

4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparase


Tujuan:
Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas
Kriteria Hasil:
1) memperlihatkan penggunaan alat bantu secara benar dengan pengawasan
2) meminta bantuan untuk aktivitas mobilitas jika perlu
3) melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri dengan alat bantu
4) menyangga berat badan
5) berjalan dengan menggunakan langkah-langkah yang benar
6) menggunakan kursi roda secara efektif
Rencana Tindakan:
1) Kaji kebutuhan terhadap bantuan pelayanan kesehatan dirumah dan kebutuhan terhadap
peralatan pengobatan yang tahan lama
2) Ajarkan pasien tentang dan pantau penggunaan alat bantu mobilitas
3) Ajarkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
4) Rujuk keahli terapi fisik untuk program latihan
5) Berikan penguatan positif selama aktivitas
6) Bantu pasien untuk menggunakan alas kaki antiselip yang mendukung untuk berjalan
7) Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar pada saat
melakukan aktiivtas
8) Berikan penguatan positif selama aktivitas
9) Awasi seluruh upaya mobilitas dan bantu pasien, jika perlu
10) Gunakan sabuk penyokong saat memberikan bantuan ambulasi atau perpindahan
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Subarachnoid Hemorrhage, www.Emedicine.Com. Diakses Desember 2019.

Greenberg, Michael. 2012. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan. Jakarta:EGC

Harsono .dr. DSS, 2007. Kapita Selekta Neurologi. Fakultas Kedokteran Gajah Mada, Gajah
Mada University Press;Yogyakarta.

Hartono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press;Yogyakarta.

Muittaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika .

Snell, Richard. 2007. Neuroanatomi Klinik Edisi 5. Jakarta: EGC.

Banjarmasin, 03 Desember 2019

Preceptor Klinik, Ners Muda,

(Rahima F. Hakim, S.kep., Ns) (Nadiyah, S.Kep)

Anda mungkin juga menyukai