A. ASUHAN PERSALINAN
1. Tujuan Asuhan Persalinan
Memberikan asuhan yang memadai selama persalinan dalam upaya
mencapai pertolongan yang bersih dan aman dengan memberikan aspek
sayang ibu dan sayang bayi.
2. Tahapan-Tahapan Persalinan
a. KALA I
1) Pengurangan Rasa Nyeri
Metode pengurangan rasa nyeri yang diberikan secara terus
menerus dalam bentuk dukungan, meliputi sederhana, efektif,
biaya rendah, resiko rendah, memantau kemajuan persalinan, hasil
kelahiran bertambah baik, bersifat sayang ibu. Menurut Varney,
pendekatan pengurangan rasa nyeri sebagai berikut :
a) Kehadiran orang yang dapat mendukung proses kelahiran
Kehadiran pendamping selama proses persalina, sentuhan,
penghiburan, dorongan orang yang mendukung sangat besar
artinya karena dapat membantu ibu dalam proses persalinan..
pendamping ibu dalam proses persalinan sebaiknya adalah
orang yang peduli pada ibu dan yang paling penting adalah
orang yang diinginkan ibu untuk mendapingi ibu selama proses
persalinan.
b) Pengaturan posisi
Ibu mungkin memerlukan bantuan untuk mencari dan
menemukan posisi yang nyaman, untuk membantu ibu untuk
tetap tenang dan rileks sedapat mungkin bidan tidak boleh
memaksakan posisi yang telah dipilih ibu, bidan hanya
menyarankan alternatif-alternatif apabila tindakan ibu tidak
efektif.
1
c) Relaksasi dan latihan pernafasan
Teknik pernapasan yang tepat dapat mengurangi rasa sakit
persalinan.
d) Istirahat dan privasi.
e) Penjelasan mengenai proses atau kemajuan atau prosedur yang
akan dilakukan.
f) Asuhan diri.
g) Sentuhan (massase).
Relaksasi sentuhan mungkin akan membantu ibu rileks
dengan cara pasangan menyentuh atau mengusap bagian tubuh
ibu. Pijatan secara lebut akan membantu ibu merasa lebih
segar, rileks dan nyaman selama persalinan. Sebuah penelitian
menyebutkan bahwa deep back massage dan effleurage
massage (terbukti dapat mengurangi intensitas nyeri pada ibu
bersalin kala I fase aktif. (Rahmayani,2013 dan Liva, 2016)
h) Berendam
Air dapat mengatasi rasa sakit karena dapat menyebabkan
rileksasi. Jika ibu merasa tegang, kontraksi menjadi sangat
menyakitkan sehingga dapat menyebabkan pembukaan serviks
tidak lancar. Air membantu ibu lebih rileks dan lebih dapat
mengendalikan diri menghadapi kontraksi sehingga tidak
terlalu menyakitnya.
i) Visualisasi dan pemusatan perhatian
Dengan visualisasi, ibu juga dibantu untuk tenang dan
menghilangkan trauma atau naluri ekstra bawah sadar.
j) Musik
Musik dapat membantu ibu mengalihkan perhatian dari rasa
nyeri sehingga ibu merasa rileks.
2
2) Mobilitas
Apabila di dorong dan tetap tegak dan bergerak, ibu dapat
berjalan lebih cepat dan lebih merasa menguasai keadaan, terutama
jika didorong untuk mengubah posisi dari waktu ke waktu
senyaman mungkin (Nurul, 2017).
3
b) Tunjukan sikap ramah dan sopan, tentramkan hati dan bantu
ibu agar merasa nyaman.
c) Minta ibu menarik nafas perlahan dan dalam jika ia merasa
tegang dan gelisah.
d) Minta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya.
e) Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, suasana hatinya,
tingkat kegelisahan atau nyeri kontraksi, warna konjungtiva,
kebersihan, status gizi, dan kecukupan air tubuh.
f) Nilai TTV ibu (tekanan darah, suhu, nadi, dan pernapasan).
g) Lakukan pemeriksaan abdomen.
h) Lakukan pemeriksaan dalam.
4
h) Tempat tidur yang bersih untuk ibu.
i) Tempat yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan
persalinan.
j) Meja yang rapi dan bersih untuk menaruh peralatan persalinan.
k) Meja untuk tindakan medis resusitasi bayi.
Persiapan perlengkapan, baha-bahan dan obat-obatan yang
diperlukan :
a) Periksa semua peralatan sebelum dan sesudah memberikan
asuhan. Segera ganti peralatan yang hilang atau rusak.
b) Periksa semua obat-obatan dan bahan-bahan sebelum dan
sesudah menolong persalinan dan melahirkan bayinya.
c) Pastikan bahwa perlengkapan dan bahan-bahan sudah bersih
dan siap pakai. Partus set, peralatan untuk melakukan hecting,
dan peralatan resusitasi bayi baru lahir sudah dalam keadaan
DTT atau steril.
5
b) Membantu pengaturan posisi ibu.
c) Memberikan cairan dan nutrisi.
d) Keleluasaan untuk menggunakan kamar mandi secara teratur.
e) Pencegahan infeksi.
6
b. KALA II
1) Pengaturan Posisi
Anjurkan ibu untuk mencoba posisi yang nyaman selama
persalinan dan kelahiran. Ibu boleh posisi berjalan, duduk, berdiri,
jongkok, berbaring, miring, atau merangkak. Hindari mengatur
posisi ibu terlentang karena berat uterus dan isinya (cairan amnion,
janin, plasenta, dan lain-lain) dapat menekan vena cava inferior
yang dapat mengakibatkan terjadinya hipoksia janin. Posisi
terlentang dapat juga memperlambat kemajuan persalinan (Enkim,
et al, 2000).
2) Pengosongan Kandung Kemih
Anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemih secara
rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih paling sedikit 2 jam
atau lebih sering jika terasa ingin berkemih dan jika kandung
kemih dirasakan penuh. Kandung kemih yang penuh dapat
mengakibatkan memperlambatnya penurunan bagian terbawah
janin, menyebabkan ketidaknyamanan pada ibu, mengganggu
kontraksi uterus, meningkatkan resiko infeksi saluran kemih dan
juga dapat menyebabkan partus macet (Nurul, 2017).
3) Persiapan untuk Memandu dan Memberikan Asuhan Kala II
Persalinan
Salah satu persiapan penting bagi penolong adalah memastikan
penerapan prinsip dan praktek pencegahan infeksi yang dianjurkan
termasuk cuci mencuci tangan, memakai sarung tangan dan
pelengkapan pelindung diri.
a) Persiapan tempat persalinan, peralatan dan bahan :
(1) Ruangan persalinan harus memiliki pencahayaan dan
penerangan yang cukup.
(2) Tempat tidur dengan kasur yang dilapisi kain penutup yang
bersih, kain tebal, dan pelapis anti bocor.
(3) Ruangan hangat dan terhalang dari tiupan angin kencang
langsung.
7
(4) Perlengkapan dan bahan-bahan tersedia dan berfungsi
dengan baik termasuk perlengkapan untuk menolong
persalinan, penjahitan laserasi atau luka episiotomi dan
resusitasi BBL.
b) Persiapan tempat dan lingkungan untuk kelahiran bayi :
Bidan atau penolong persalinan menyiapkan lingkungan
yang sesuai bagi proses kelahiran bayi atau BBL dengan
memastikan bahwa ruangan tersebut bersih, hangat,
pencahayaan dan penerangan cukup serta terbebas dari paparan
atau tiupan angin kencang langsung.
c) Persiapan ibu dan keluarga :
(1) Asuhan sayang ibu.
(2) Membersihkan perinium ibu.
(3) Mengosongkan kandung kemih.
(4) Amniotomi.
4) Penilaian Kemajuan Kala II Persalinan
Gejala dan tanda kala II merupakan mekanisme alamiah bagi
ibu dan penolong persalinan bahwa proses pengeluaran bayi sudah
dimulai. Setelah terjadi pembukaan lengkap, beritahukan ibu
bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk
meneran dan kemudian beristirahat diantara kontraksi. Ibu dapat
memilih posisi yang nyaman, baik berdiri, jongkok atau miring
yang dapat mempersingkat kala II.
Pada masa sebelum ini, sebagian besar penolong akan segera
memimpin persalinan dengan menginstruksikan untuk menarik
nafas panjang dan meneran segera setelah terjadi pembukaan
lengkap. Ibu dipimpin meneran tanpa henti sealam 10 detik atau
lebih, 3-4 kali berkontraksi. Hal ini ternyata akan mengurangi
pasokan oksigen ke bayi yang ditandai dengan denyut jantung
janin yang menurun dan nilai APGAR score yang lebih rendah dari
normal. Pada penatalaksanaan fisiologis kala II, ibu memegang
kendali dan mengatur saat meneran.
8
5) Posisi dan Cara Membimbing Ibu Meneran
Mendiagnosis kala II persalinan dan mulai meneran:
a) Jika pembukaan belum lengkap, tentramkan ibu dan bantu ibu
mendapatkan posisi nyaman.
b) Jika ibu merasa ingin meneran tapi pembukaan belum lengkap,
beritahukan itu bahwa belum saatnya untuk meneran, beri
semangat dan ajarkan ibu cara bernapas cepat selama kontraksi
berlangsung.
c) Jika pembukaan sudah lengkap dan ibu ingin meneran secara
efektif dan benar dan mengikuti dorongan-dorongan alamiah
yang terjadi. Anjurkan keluarga ibu untuk membantu dan
mendukung usaha ibu.
d) Jika pembukaan sudah lengkap tapi ibutidak ada dorongan
untuk meneran, bantu ibu untuk memperoleh posisi yang
nyaman.
6) Indikasi dan Jenis Tindakan yang Diperlukan pada Kala II
Persalinan
Tindakan kala II persalinan yaitu :
a) Posisi ibu saat melahirkan.
b) Pencegahan laserasi.
c) Melahirkan kepala.
d) Periksa tali pusat pada leher.
e) Melahirkan bahu.
f) Melahirkan seluruh badan bayi.
g) Memotong tali pusat.
7) Pemantauan Kala II Persalinan
Kondisi ibu, bayi dan kemajuan persalinan harus selalu
dipantau secara berkala dan ketat selama berlangsungnya kala II
persalinan. Pantau, periksa dan catat :
a) Nadi ibu setiap 30 menit.
b) Frekuensi dan lama kontraksi setiap 30 menit.
9
c) DJJ (Denyut Jantung Janin) setiap selesai meneran atau setiap
5-10 menit.
d) Penurunan kepala bayi setiap 30 menit melalui pemeriksaan
abdomen dan periksa dalam setiap 60 menit atau jika ada
indikasi.
e) Warna cairan ketuban jika selaputnya sudah pecah.
f) Apakah ada presentasi majemuk tau tali pusat disamping atau
terkemuka.
g) Putaran paksi luar segera setelah kepala bayi lahir.
h) Kehamilan kembar yang tidak diketahui sebelum bayi pertama
lahir.
i) Catat semua pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada
catatan persalinan.
10
Bagan persalinan kala II
11
c. KALA III
1) Manajemen Aktif Kala III
Menajemen aktif kala III terdiri dari atas tiga langkah, yaitu :
a) Pemberian suntikan oksitosin
(1) Letakkan bayi baru lahir diatas kain bersih yang telah
disiapkan dibawah perut ibu dan minta ibu atau
pendampingnya untuk membantu memegang bayi tersebut.
(2) Pastikan tidak ada bayi lain (Undiagnosed twin) di dalam
uterus. Alasan : oksitosin menyebabkan uterus berkontraksi
yang akan sangat menurunkan pasokan oksigen kepada
bayi. Hati-hati jangan menekan kuat pada korpus uteri
karena dapat terjadi kontraki tetanik yang akan menyulitkan
pengeluaran plasenta.
(3) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik.
(4) Segera (dalam 1 menit pertama bayi baru lahir) suntikkan
oksitosin 10 IU secara IM pada 1/3 bagian atas paha bagian
luar (aspektus lateralis). Catatan : jika oksitosin tidak
tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu
atau menganjurkan untuk menyusukan dengan segera. Ini
akan meyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah.
(5) Dengan mengerjakan semua prosedur tersebut terlebih
dahulu maka akan memberi cukup waktu pada bayi untuk
memperoleh sejumlah darah kaya zat besi dan setelah itu
(setelah dua menit) baru dilakukan tindakan penjepitan dan
pemotongan tali pusat.
(6) Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk
menyusui dini dan kontak kulit-kulit dengan ibu.
(7) Tutup kembali parut bawah ibu dengan kain bersih.
Alasannya : kain akan mencegah kontaminasi tangan
penolong persalinan yang sudah memakai sarung tangan
dan mencegah kontaminasi oleh darah pada perut ibu.
12
b) Penegangan tali pusat terkendali
(1) Berdiri disamping ibu.
(2) Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat
kala dua) pada tali pusat sekitar 5-10 cm dari vulva. Alasan
: memegang tali pusat lebih dekat ke vulva akan mencegah
avulsi.
(3) Letakkan tangan yang lain pada abdomen ibu (beralaskan
kain) tepat pada simpisis pubis. Gunakan tangan ini untuk
meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pada saat
melakukan penegangaan pada tali pusat. Setelah terjadi
kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu
tangandan tangan yang lain (pada dinding abdomen)
menekan uterus ke arah lumbal dan kepala ibu (dorso-
kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah
terjadinya inversio uteri.
(4) Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus
berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang)
untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat
terkendali.
(5) Saat memulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat
menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan
tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan
korpus uteri bergerak keatas yang menandakan plasenta
telah lepas dan dapat dilahirkan.
(6) Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana
mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik
dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda
yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan teruskan
penegangan tali pusat.
(7) Setelah plasenta terpisah, anjurkan ibu untuk meneran agar
plasenta terdorong keluar melalui introtus vagina. Tetap
tegangkan tali pusat dengan arah sejajar lantai (mengikuti
13
poros jalan lahir). Alasan : segera melepaskan plasenta
yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah
kehilangan darah yang tidak perlu.
(8) Pada saat plasenta terlihat di introtus vagina, lahirkan
plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan
menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan
dalam wadah penampung. Karena selaput ketuban mudah
robek, pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara
lembut putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin
menjadi satu.
(9) Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan
untuk melahirkan selaput ketuban. Alasannya : melahirkan
plasenta dan selaputnya dengaan hati-hati akan membantu
mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
(10) Jika selaput ketuban robek atau tertinggal di jalan lahir
saat melahirkan plasenta, maka dengan hati-hati periksa
vagina dan serviks dengan seksama, gunakan jari-jari
tangan alat klem DTT atau steril atau forsep untuk
mengeluarkan selaput ketuban.
Catatan : Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit
berikan 10 unit oksitosin dosis kedua. Periksa kandung
kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk
memasukkan kateter untuk mengosongkan kandung kemih.
Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-
kranial seperti yang diuraikan diatas. Apabila tersedia akses
dan mudah menjangkau fasilitas rujukan maka nasehati
keluarga bahwa mungkin ibu perlu dirujuk apabila plasenta
belum lahir setelah 30 menit bayi lahir. Pada menit ke 30
coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan
penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta
tetap tidak lahir, rujuk segera. Tetapi apabila fasilitas
kesehatan rujukan sulit dijangkau dan kemudian timbul
14
perdarahan, maka sebaiknya dilakukan tindakan plasenta
manual. Jika plasenta belum lahir dan mendadak terjadi
perdarahan maka segera lakukan tindakan plasenta
manual untuk segera mengosongkan kavum uteri. Jika
pasca tindakan tersebut, masih terjadi perdarahan maka
lakukan kompresi bimanual interna/eksterna atau kompresi
aorta. Berikan oksitosin 10IU dosis tambahan dan
misoprostol 600-1000 mcg per rektal, tunggu hingga uterus
berkontraksi kuat dan perdarahan berhenti, baru hentikan
tindakan kompresi.
c) Rangsangan taktil (masase) fundus uteri
(1) Letakkan telapak tangan pada fundus uteri.
(2) Jelaskan tindakan kepada ibu, katakan bahwa ibu mungkin
merasa agak tidak nyaman karena tindakan yang diberikan.
Anjurkan ibu untuk menarik nafas dalam dan perlahan serta
rileks.
(3) Dengan lembut tapi mantap gerakkan tangan dengan arah
memutar pada fundus uteri supaya uterus berkontraksi. Jika
uterus tidak berkontraksi dalam waktu 15 detik, lakukan
penatalaksanaan atonia uteri.
(4) Periksa plasenta dan selaputnya untuk memastikan
keduanya lengkap dan utuh.
(5) Periksa kembali uterus setelah satu hingga dua menit untuk
memastikan uterus berkontraksi. Jika uterus masih belum
berkontraksi baik, ulangi masase fundus uteri. Ajarkan ibu
dan keluarganya cara melakukan masase uterus sehingga
mampu untuk segera mengetahui jika uterus tidak
berkontraksi baik.
(6) Periksa kontraksi uterus setiap 15 menit selama satu jam
perama pascapersalinan dan setiap 30 menit selama satu
jam kedua pascapersalinan.
15
2) Pemeriksaan Plasenta
Pemeriksaan plasenta meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Selaput ketuban utuh atau tidak.
b) Plasenta (ukuran plasenta) terdiri atas :
(1) Bagian maternal (jumlah kotiledon, keutuhan pinggir
kotiledon).
(2) Bagian fetal (insersi tali pusat utuh atau tidak).
c) Tali pusat meliputi jumlah arteri dan vena, adakah arteri atau
vena yang terputus untuk mendeteksi adanya plasenta
suksenturieta (Nurul, 2017).
3) Pemantauan Kala III
Selama kala III, hal-hal yang perlu dipantau yaitu :
a) Perdarahan (jumlah darah, ada bekuan darah atau tidak).
b) Kontraksi uterus (bentuk dan intensitasnya).
c) Robekan jalan lahir (laserasi).
d) Tanda-tanda vital.
e) Hygiene personal.
d. KALA IV
1) Evaluasi Uterus
Setelah plasenta lahir dilakukan pemijatan uterus untuk
merangsang uterus berkontraksi. Dalam evaluasi uterus yang perlu
dilakukan adalah mengobservasi kontraksi dan konsistensi uterus.
Kontraksi uterus yang normal adalah pada perabaan fundus uteri
akan teraba keras. Jika tidak terjadi kotraksi dalam waktu 15 menit
setelah dilakukan pemijatan uterus makan akan terjadi perdarahan
akibat atonia uteri.
2) Pemeriksaan Serviks, Vagina dan Perinium
a) Serviks
Perubahan yang terjadi pada serviks adalah serviks agak
menganga seperti corong. Bentuk ini disebabkan oleh korpus
uteri yang dapat mengadakan kontraksi, sedangkan serviks
16
tidak berkontraksi sehingga seolah-olah ada perbatasan antara
korpus dan serviks uteri terbentuk semacam cincin. Dilihat dari
warna serviks menjadi merah kehitam-hitaman karena penuh
dengan pembuluh darah, konsistensinya lunak. Segera setelah
janin dilahirkan serviks masih bias dimasuki oleh tangan
pemeriksa, tetapi setelah 2 jam hanya bisa dimasuki 2-3 jari.
b) Vagina dan perinium
Evaluasi laserasi dan peradarahan aktif pada perinium dan
vagina. Nilai perluasan laserasi perinium. Derajat laserasi
perinium terbagi atas:
a) Derajat I : meliputi mukosa vagina, fourchette posterior
dan kulit perinium. Pada derajat ini tidak perlu dilakukan
penjahitan kecuali jika terjadi perdarahan.
b) Derajat II : : meliputi mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perinium, dan otot perinium. Pada derajat II
dilakukan penjahitan dengan teknik jelujur.
c) Derajat III : meliputi mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perinium, otot perinium, dan otot spingter ani
eksternal.
d) Derajat IV : meliputi mukosa vagina, fourchette posterior,
kulit perinium, otot perinium, otot spingter ani eksternal
dan dinding rectum anterior. Pada derajat ini segera
lakukan rujukan karena laserasi ini memerlukan Teknik
dan prosedur khusus.
3) Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
Selama 2 jam pertama pasca persalinan :
1) Pantau tekanan darah, nadi, suhu, respirasi, TFU, kandung
kemih, dan perdarahan tiap 15 menit dalam satu jam pertama
dan setiap 30 menit dalam satu jam kedua. Jika ada temuan
yang tidak normal lakukan observasi dan penilaian secara lebih
sering.
17
2) Pemijatan uterus untuk memastikan uterus menjadi lebih keras
tiap 15 menit dalam satu jam pertama dan setiap 30 menit
dalam satu jam kedua. Jika ada temuan yang tidak normal
lakukan observasi dan penilaian secara lebih sering.
3) Pantau suhu tubuh ibu satu kali setiap jam selama 2 jam
pertama pasca persalinan.
4) Nilai perdarahan. Periksa perinium dan vagina setiap 15 menit
dalam satu jam pertama dan 30 menit dalam satu jam kedua.
5) Ajarkan ibu dan keluarga bagaimana cara menilai tonus dan
perdarahan uterus dan bagaimana melakukan pemijatan jika
uterus lembek.
6) Ajarkan ibu dan keluarga untuk memeluk bayi. Bersihkan dan
bantu ibu untuk mengenakan baju dan sarung tangan yang
bersih dan kering, atur posisi ibu agar nyaman dengan cara
duduk bersandar bantal atau berbaring miring. Jaga agar tubuh
dan kepala bayi diselimuti dengan baik. Berikan bayi kepada
ibu dan anjurkan ibu memeluk dan memberikan ASI.
7) Lengkapi dengan asuhan esensial bagi bayi baru lahir.
8) Priksa banyaknya urin setiap 15 menit pada satu juam pertama
dan 30 menit pada satu jam kedua.
4) Perkiraan Darah yang Hilang
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan cara
melihat darah tersebut dan memperkirakan berapa banyak botol
berukuran 500 ml yang bisa dipenuhi darah tersebut.
Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk
menilai kondisi ibu. Upaya yang lebih penting adalah dengan
memeriksa ibu secara berkala dan lebih sering selama kala IV dan
menilai kehilangan darahnya dengan cara memantau tanda vital
mengevaluasi kondisi terkini, memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus dan otot uterus.
18
5) Penanganan Kala IV Penjahitan Luka Episiotomi/Laserasi
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada saat pemantauan kala IV
persalinan adalah :
19
6) Pemantauan Kala IV Persalinan
Pemantauan kala IV persalinan sangat penting dilakukan oleh
setiap petugas kesehtan yang telah menolong kelahiran bayi,
sebagai pemantauan dasar minimal pasca persalinan. Hal ini
dikarenakan :
a) Dua jam persalinan merupakan waktu yang kritis bagi ibu dan
bayi karena keduanya baru saja mengaami perubahan fisik
yang luar biasa. Pada saat ini, sangat penting melakukan
pemantauan munculnya perdarahan post partum. Petugas
kesehatan hendaknya berada disamping ibu dan bayinya
selama dua jam pasca persalinan.
b) Sebagian besar kesakitan dan kematian ibu disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan yang terjadi selama dua jam
pertama setelah kelahiran bayi. Jika pemantauan yang
dilakukan masih dalam batas normal selama dua jam
persalinan, mungkin ibu tidak akan mengalami perdarahan
pasca persalinan
20
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genetalia perempuan (bagian mayora sudah menutupi bagian labia
minora ), laki laki (testis sudah turun, skrotum sudah ada) (Depkes
RI, 2005).
3. Pencegahan Infeksi
BBL sangat rentan terhadap infeksi mikroorganisme yang terpapar
atau terkontaminasi selama proses persalinan berlangsung maupun
beberapa saat setelah lahir. Untuk tidak menambah risiko infeksi maka
sebelum menangani BBL, pastikan penolong persalinan dan pemberi
asuhan BBL telah melakukan upaya pencegahan infeksi berikut :
a. Cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah bersentuhan
dengan bayi.
b. Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan.
c. Pastikan semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem,
gunting, pengisap lendir DeLee, alat resusitasi dan benang tali pusat
telah di Disinfektan Tingkat Tinggi (DTT) atau sterilisasi. Gunakan
bola karet yang baru dan bersih jika akan melakukan pengisapan
lendir. Jangan menggunakan bola karet penghisap yang sama untuk
lebih dari satu bayi.
d. Pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih. Dekontaminasi dan cuci
bersih semua peralatan, setiap kali setelah digunakan.
4. Penilaian bayi baru lahir
Segera setelah lahir, letakkan bayi di atas kain bersih dan kering
yang disiapkan pada perut bawah ibu. Segera lakukan penilaian awal
dengan menjawab 4 pertanyaan :
a. Apakah bayi cukup bulan ?
b. Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium ?
c. Apakah bayi menangis atau bernapas ?
d. Apakah tonus otot bayi baik ?
21
Jika bayi tidak tidak cukup bulan dan atau air ketuban bercampur
mekonium dan atau tidak menangis atau tidak bernapas atau megap-
megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan langkah resusitasi.
Dalam Bagan Alur Manajemen Bayi Baru Lahir dapat dilihat alur
penatalaksanaan BBL mulai dari persiapan, cara penilaian dan membuat
keputusan serta alternative tindakan apa yang sesuai dengan hasil
penilaian keadaan BBL. Untuk BBL yang langsung menangis atau
bernapas spontan dan teratur dilakukan asuhan BBL normal.
1. Jaga kehangatan
2. Bersihkan jalan napas (bila perlu)
3. Keringkan dan tetap jaga kehangatan
4. Potong dan ikat tali pusat tanpa membubuhi apapun, kira-
kira 2 menit* setelah lahir
5. Lakukan Inisiasi Menyusu Dini dan kontak kulit bayi
dengan kulit ibu.
6. Beri salep mata antibiotika tetraksilin 1% pada kedua
mata
7. Beri suntikan vitamin K1 1 mg intramuscular, dip aha kiri
anterolateral setelah Inisiasi Menyusu Dini
22
8. Deri imunisasi Heptitis B 0,5 mL intramuscular, dip aha
kanan anterolateral, diberikan kira-kira 1-2 jam setelah
pemberian vitamin K1
23
lakukan berbagai upaya yang bertujuan untuk memberikan
dukungan pada ibu dan keluarganya.
5. Pencegahan Umum Kehilangan Panas Tubuh Bayi
Mekanisme pengaturan temperature tubuh pada BBL belum berfungsi
sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segara dilakukan upaya pencegahan
kehilangan panas tubuh maka BBL dapat mengalami hipotermi. Bayi
dengan hipotermi, sangat berisiko tinggi untuk mengalami sakit berat atau
bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang tubuhnya
dalam keadaan basah atau tidak segara dikeringkan dan diselimuti
walaupun berada di dalam ruangan yang relative hangat. Bayi
prematur atau berat badan lahir rendah sangat rentan untuk mengalami
hipotermia.
Mekanisme kehilangan panas tubuh bayi :
a. Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan
panas dapat terjadi karena pengupan cairan ketuban pada permukaan
tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi
tidak segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi
yang terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera
dikeringkan dan diselimuti.
b. Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak lansung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur
atau timbangan yang temperraturnya lebih rendah dari tubuh bayi
akan menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi
apabila bayi diletakkan di atas benda-benda tersebut.
c. Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau
ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalammi
kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi aliran
udara dari kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.
d. Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di
tempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih
24
rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara
ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi panas.
Praktik terbaik untuk mencegah kehilangan panas pada APN:
1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi di
atas perut ibu.
25
pertama setelah lahir dapat menyebabkan hipotermia yang
sangat membahayakan kesehatan bayi baru lahir.
Praktik memandikan bayi yang dianjurkan :
1) Tunggu minimal enam jam setelah lahir untuk memandikan
bayi (lebih lama jika bayi mengalami asfiksia atau hipotermi)
2) Sebelum memandikan bayi, pastikan suhu tubuh bayi stabil
(suhu aksila 36,5-37,5 oC). Jika suhu tubuh bayi masih di
bawah 36,5 oC, selimuti kemabli tubuh bayi secara longgar,
tutupi bagian kepala dan tempatkan bersama ibunya di tempat
tidur atau lakukan kontak kulit ibu-bayi dan selimuti keduanya.
Tunda memandikan bayi hingga suhu tubuh bayi tetap stabil
dalam waktu (paling sedikit) satu jam.
3) Tunda untuk memandikan bayi yang sedang mengalami
masalah pernapasan.
4) Sebelum bayi dimandikan, pastikan ruang mandinya hangat
dan tidak ada tiupan angin. Siapkan handuk bersih dan kering
untuk mengerikan tubuh bayi dann beberapa lembar kain atau
selimut bersih dan kering untuk menyelimuti tubuh bayi setelah
dimandikan.
5) Mandikan bayi secara cepat dengan air bersih dan hangat.
6) Segera keringkan bayi dengan menggunakan handuk bersih
dan kering.
7) Ganti handuk yang basah dengan selimut bersih dan kering,
kemudian selimuti tubuh bayi secara longgar. Pastikan bagian
kepala bayi diselimuti dengan baik.
8) Bayi dapat diletakkan bersentuhan kulit dengan ibu dan
diselimuti dengan baik.
9) Usahakan ibu dan bayi dirawat pada satu tempat (rawat
gabung) dan anjurkan ibu untuk menyusukan bayinya.
6. Merawat tali pusat
Memotong dan mengikat talli pusat :
26
a. Klem dan potong tali pusat setelah dua menit setelah bayi lahir.
lakukan terlebih dahulu penyuntikan oksitosin, sebelum tali pusat
dipotong.
b. Tali pusat dijepit dengan klem DTT pada sekitar 3 cm dari dinding
perut (pangkal pusat) bayi. Dari titik jepitan, tekan tali pusat dengan
dua jari kemudian dorong isi tali pusat kearah ibu (agar darah tidak
terpancar pada saat dilakukan pemotongan tali pusat). Kemudian
jepit (dengan klem kedua) tal pusat pada bagian yang isinya sudah
dikosongkan (sisi ibu), berjarak 2 cm dari tempat jepitan peratama.
c. Pegang tali pusat diantara kedua klem tersebut, satu tangan menjadi
landasan tali pusat sambil melindungi bayi, tangan yang lain
memotong tali pusat di antara kedua klem tersebut dengan
menggunakan gunting DTT atau steril.
d. Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi
kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya
dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
e. Lepaskan klem logam penjepit tali pusat dan masukkan ke dalam
larutan klorin 0,5%.
f. Kemudian, letakkan bayi dengan posisi tengkurap di dada ibu untuk
Inisiasi Menyusu Dini dan melakukan kontak kulit ke kulit di dada
ibu (minimal) dalam 1 jam pertama setelah lahir.
7. Inisiasi Menyusu Dini
Langkah Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Bayi harus mendapatkan kontak kulit dengan kulit ibunya segera
setelah lahir selama paling sedikit satu jam. Dianjurkan agar tetap
melakukan kontak kulit ibu-bayi selama 1 jam pertama kelahirannya
walaupun bayi telah berhasil menghisap putting susu ibu dalam waktu
kurang dari 1 jam.
b. Bayi harus menggunakan naluri alamiahnya untuk melakukann IMD
dan ibu dapat mengenali bayinya siap untuk menyusu serta memberi
bantuan jika diperlukan.
27
c. Menunda semua prosedur lainnya yang harus dilakukan kepada bayi
baru lahir hingga IMD selesai dilakukan, prosedur tersebut seperti
menimbang, pemberian antibiotika, salep mata, vitamin K1 dan lain-
lain.
Prinsip menyusui/pemberian ASI adalah dimulai sedini mungkin dan
secara eksklusif. Segera setelah bayi lahir dan tali pusat diikat, letakkan
bayi tengkurap di dada ibu dengan kulit bayi bersentuhan langsung ke kulit
ibu. Biarkan kontak kulit berlangsung setidaknya 1 jam atau lebih, bahkan
sampai bayi dapat menyusu sendiri apabila sebelumnya tidak berhasil.
Bayi diberi topi dan diselimuti. Suami atau keluarga dapat memberi
dukungan dan membantu ibu selama proses ini seperti dukungan untuk
mengenali bayi siap menyusu, menolong bayi bila diperlukan.
Keuntungan IMD untuk ibu adalah merangsang oksitosin dan prolaktin
pada ibu sedangkan keuntungan kontak kulit dengan kulit untuk bayi
adalah :
1) Mengoptimalisasi fugsi hormonal ibu dan bayi.
2) Menstabilkan pernapasan.
3) Mengendalikan temperature bayi.
4) Memperbaiki pola tidur yang lebih baik.
5) Mendorong bayi untuk menyusu lebih cepat dan efektif.
6) Meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan bayi.
8. Manejemen laktasi
Rangsangan hisapan bayi pada putting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut syaraf ke hipofise anterior untuk mengelurkan hormon prolaktin.
Hormon ini akan memacu payudara untuk menghasilkan ASI. Semakin
sering bayi menghisap putting susu maka akan seakin banyak prolaktin
dan ASI dikeluarkan. Bayi sehat akan mengkonsumsi 700-800 mL ASI per
hari untuk tumbuh kembang bayi.
Refleks laktasi :
Terdapat 3 jenis refleks laktasi yaitu :
a. Rooting Reflex (refleks mencari putting susu)
b. Sucking Reflex (refleks menghisap)
28
c. Swallowing Reflex (refleks menelan)
Posisi Menyusui :
1) Ibu harus mencari posisi yang nyaman dan rileks, seperti duduk tegak
di tempat tidur atau di kursi.
2) Lengan ibu menopang kepala, leher dan seluruh badan bayi pada satu
garis lurus muka bayi menghadap ke dada ibu, hidung bayi berada di
depan putting susu ibu.
3) Ibu mendekatkan bayinya ketubuhnya dan mengamati bayi siap
menyusu : membuka mulut, bergerak mencari dan menoleh, bayi
harus berada di dekat payudara ibu.
4) Ibu menyentuhkan putting susunya ke bibir bayi, menunggu hingga
mulut bayi terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke
putting susu ibu sehingga bibir bayi dapat menangkap putting ibu
tersebut. Ibu jari dan telunjuk yang memegang payudara ibu harus
membentuk huruf “C” semua jari ibu tidak boleh terlalu dekat dengan
areola.
5) Sentuhkan putting ke bibir bawah bayi, tunggu hingga bayi membuka
mulutnya lebar-lebar, lalu cepat masukan putting ke tengah mulut
bayi, diatas lidahnya dan bawa bayi ke arah ibu.
6) Pastikan bahwa sebagian besar areola masuk ke dalam mulut bayi.
Dagu bayi rapat ke payudara ibu dan hidungnya menyentuh bagian
atas payudara. Bibir bawah bayi melengkung ke luar.
Tanda –tanda posisi bayi menyusu dengan baik :
a) Dagu menyentuh payudara ibu
b) Mulut terbuka lebar
c) Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh
payudara ibu
d) Mulut bayi mencakup sebanyak mungkin areola, lingkar areola
atas terlihat lebih banyak dibandingkan areola bawah.
e) Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah
f) Bibir bawah bayi melengkung keluar
29
g) Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan terkadang
disertai dengan berhenti sesaat.
9. Pencegahan infeksi mata
Salep mata untuk pencegahan infeksi mata diberikan setelah 1 jam
kontak kulit ke kulit dan bayi selesai menyusu. Pencegahan infeksi
tersebut mengandung antibiotika tetrasiklin 1%. Salep antibiotika harus
tepat diberikan pada waktu 1 jam setelah kelahiran. Upaya pencegahan
infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari 1 jam setelah kelahiran.
10. Pemberian Vitamin K1
Semua bayi baru lahir harus diberikan vitamin K1 injeksi 1mg
intramuskuler setelah 1 jam kontak kulit ke kulit bayi selesai menyusu
untuk mencegah perdarahan BBL akibat defisiensi Vitamin K yang dapat
dialami oleh sebagian bayi baru lahir.
11. Pemberian imunisasi bayi baru lahir
Imunisasi hepatitis B bermanfaat untuk mencegah infeksi hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Imunisasi hepatitis B
pertama diberikan 1 jam setelah pemberian vit K1 pada saat bayi baru
berumur 2 jam. Selanjutnya hepatitis B dan DPT diberikan pada umur 2
bulan, 3 bulan, 4 bulan. Dianjurkan BCG dan OPV diberikan pada saat
bayi berumur 24 jam atau pada usia 1 bulan. Selanjutnya OPV diberikan
sebanyak 3 kali pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.
12. Pemeriksaan bayi baru lahir
Adapun pemeriksaan bayi yang dilakukan adalah sebagai berikut :
a. Keadaan umum
b. Memeriksa pernafasan
1) Apakah merintih
2) Hitung pernafasan, apakah 40-60x per menit, bila tidak ulangi
kembali
3) Apakah terdapat retraksi dada bawah ?
c. Melihat gerakan : apakah tonus baik dan simetris ?
d. Melihat warna kulit
30
e. Meraba kehangatan : bila teraba dingin atau terlalu panas, lakukan
pengukuran suhu
f. Melihat adanya hipersalivasi dan / muntah
g. Melihat adanya kelainan bawaan
h. Melihat kepala : adakah bengkak atau memar ?
i. Melihat abdomen : apakah pucat atau ada perdarahan tali pusat
j. Memeriksa adanya pengeluaran mekonium dan air seni
k. Menimbang bayi
l. Menilai cara menyusu
31