Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULIAN

1.1 Latar Belakang

Sistem Kardiovaskular adalah sistem dalam tubuh yang bertugas untuk


mengedarkan darah dari jantung ke seluruh tubuh dan mengembalikan darah dari
seluruh tubuh ke jantung. Hal ini berfungsi dalam pertukaran zat ataupun gas.
Dalam sistem ini, jantung dan pembuluh darah merupakan organ utama yang akan
melalukan segala tugas penting. Sistem Kardiovaskular ini merupakan salah satu
sistem tubuh yang sangat penting dan apabila terjadi gangguan maka bisa
menyebabkan kerusakan yang meluas diseluruh tubuh karena melibatkan jantung
(organ sangat vital) dan pembuluh darah (tersebar diseluruh tubuh). Gangguan pada
sistem Kardiovaskular bisa terjadi pada jantung saja, pembuluh darah saja maupun
keduanya. Gangguan yang paling sering dijumpai yaitu Hipertensi. Hipertensi
merupakan penyakit yang sering disepelekan oleh banyak orang padahal dampak
dari penyakit ini bisa sangat berbahaya.
Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga bisa
menyebabkan kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak
pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan
pembuluh darah jantung) serta penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada
otot jantung). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang
persisten ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik
≥90 mmHg (Chobanian AV, dkk. 2003).
Hipertensi merupakan kondisi yang paling umum ditemukan dalam praktik
pelayanan primer. Pada tahun 2008 terdapat 40% orang dewasa berusia 25 tahun ke
atas yang tersebar di seluruh dunia, didiagnosis dengan hipertensi. Angka ini telah
meningkat sejak tahun 1980 sebesar 600 juta hingga tahun 2008 mencapai 1 milyar.
Di Indonesia sendiri, prevalensi penderita hipertensi tahun 2008 yang berusia 25
tahun ke atas sebesar 41%. Angka ini menempati peringkat kedua tertinggi di
daerah Asia Tenggara setelah negara Myanmar.

1
Peningkatan prevalensi hipertensi dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi,
usia, serta perilaku sebagai faktor risiko seperti diet tidak sehat, penggunaan alkohol
yang membahayakan, kurangnya aktivitas fisik, berat badan yang berlebiha dan
paparan terhadap stress secara persisten.1 Tingginya tekanan pada pembuluh darah
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras dalam usahanya untuk memompa
darah ke seluruh tubuh. Apabila kondisi ini tidak diatasi maka hipertensi dapat
menuju pada serangan jantung, pembesaran jantung dan pada akhirnya kegagalan
jantung. Tingginya tekanan pembuluh darah dapat juga menyebabkan darah bocor
ke dalam otak, menjadi stroke. Hipertensi juga dapat menyebabkan kegagalan
ginjal, kebutaan, ruptur tekanan darah, dan gangguan kognitif (Krishnan A, dkk.
2013).
Oleh karena hal tersebut, dalam kesempatan kali ini akan dibahas mengenai
pasien Hipertensi dalam tugas pengenalan profesi ini. Diharapkan pembahasan
mengenai Hipertensi ini akan menambah wawasan secara meluas dan bermanfaat
bagi perkembangan ilmu kedokteran kedepannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah rumusan masalah dalam tugas pengenalan profesi ini :
1. Bagaimana manifestasi klinis yang terdapat pada penderita Hipertensi?
2. Bagaimana faktor resiko dari penderita Hipertensi?
3. Bagaimana penatalaksanaan yang sudah dilakukan pada penderita
Hipertensi?
4. Bagaimana Komplikasi yang terdapat pada penderita Hipertensi?

1.3 Tujuan
Mahasiswa diharapkan mampu:
1. Menjelaskan manifestasi klinis yang terdapat pada pasien serta perjalanan
penyakitnya.
2. Menjelaskan faktor resiko yang terdapat pada pasien.
3. Menjelaskan penatalaksanaan yang sudah dilakukan pada pasien.
4. Menjelaskan komplikasi yang terdapat pada pasien.

2
1.4 Manfaat
Berikut ini adalah manfaat dari tugas pengenalan profesi kali ini:
1. Mengetahui manifestasi klinis yang terdapat pada pasien serta perjalanan
penyakitnya.
2. Mengetahui faktor resiko yang terdapat pada pasien.
3. Mengetahui penatalaksanaan yang sudah dilakukan pada pasien.
4. Mengetahui koplikasi yang terdapat pada pasien.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Kardiovaskular


2.1.1 Anatomi pada Sistem Kardiovaskular
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem sirkulasi untuk pertukaran
zat dalam tubuh manusia yang terdiri dari jantung sebagai pompa dan
pembuluh darah sebagai pipa yang mengedarkan darah ke dan dari seluruh
tubuh. Organ jantung terletak dalam ruang toraks, dengan arah oblik (450
dari garis sagital) tepat di tengah daerah mediastinum, dan di atas diafragma.
Mediastinum adalah daerah di antara kedua paru-paru. Batas atas jantung
setinggi tulang rawan kosta ketiga di sebelah kanan dan ruang interkosta
kedua di sebelah kiri dari sternum. Batas kanan jantung melebar dari tulang
rawan kosta ketiga sampai mendekati tulang rawan kosta keenam. Batas kiri
jantung berjalan turun dari ruang interkosta kedua sampai ke apeks yang
terletak dekat garis midklavikula di ruang interkosta kelima. Sedangkan
batas bawah jantung dari sternum di sebelah kanan tulang rawan kosta
keenam sampai apeks di ruang interkosta kelima dekat garis midklavikula
(Moore, et al., 2010).
Jantung orang dewasa memiliki panjang 12 cm dari basis ke apeks.
Diameter transversal jantung yang paling luas adalah 8-9 cm dan diameter
anterior ke posteriornya adalah 6 cm. Jantung memiliki berat yang bervariasi
rata-rata 300 gram untuk pria dan rata-rata 250 gram untuk wanita. Berat
dewasa tersebut dicapai ketika berumur 17 sampai 20 tahun.
Jantung dan pembuluh darah besar dari atau ke jantung dilapisi oleh
suatu jaringan yang dikenal dengan nama perikardium. Perikardium terdiri
dari 2 komponen penting, yaitu perikardium fibrosa yang kuat serta padat
dan perikardium serosa yang tipis dan lembut. Perikardium serosa terdiri
dari 2 lapis membran, yaitu bagian dalam (viseral) yang melekat ke jantung
yang disebut epikardium dan bagian luar yang melekat pada perikardium
fibrosa (parietal). Di antara lapisan viseral dan parietal terdapat cairan untuk

4
membantu pergerakan jantung tanpa gesekan antara kedua lapisan viseral
dan parietal ketika jantung berdenyut. Ruang ini disebut kavitas perikardial.

Dinding tiap ruang jantung terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu lapisan
yang paling luar adalah epikardium yang merupakan perikardium serosa
bagian viseral yang berdinding tipis, lapisan di tengahnya adalah
miokardium yang berdinding tebal yang berisi otot-otot jantung yang
berguna untuk memompa jantung, dan lapisan paling dalam adalah
endokardium yang merupakan lapisan yang tipis mirip jaringan ikat endotel
dan subendotel. Kebanyakan lapisan dinding jantung terdiri oleh
miokardium, khususnya di ventrikel. Ketika jantung berkontraksi,
khususnya ventrikel, miokardium akan memproduksi gerakan seperti
memeras karena serat otot jantungnya yang berbentuk double helix.
Gerakan ini menyebabkan volume ruang ventrikel mengecil sehingga darah
terpompa masuk ke aorta atau arteri pulmonaris (Moore, et al., 2010).
Jantung memiliki empat buah ruang, yaitu 2 buah atrium dan 2 buah
ventrikel. Antar atrium dipisahkan oleh septum interatrial, sedangkan antar
ventrikel dipisahkan oleh septum interventrikuler. Atrium dan ventrikel
sebelah kanan dipisahkan oleh katup trikuspid dan yang sebelah kiri
dipisahkan oleh katup biskupid atau yang lebih dikenal dengan katup mitral.

5
Katup trikuspid dan katup mitral berfungsi mencegah darah yang telah
dipompakan atrium ke ventrikel kembali lagi ke atrium ketika ventrikel
berkontraksi. Ujung-ujung katup ini diikat oleh korda tendinea ke muskulus
papillaris. Darah dari ventrikel kanan akan dipompa ke paru melalui arteri
pulmonaris. Sedangkan darah dari ventrikel kiri akan dipompakan ke
seluruh tubuh melalui aorta dan sebagian kecil akan dipompakan ke jantung
untuk menyuplai oksigen dan nutrisi untuk otot jantung melalui arteri
koroner (Moore, et al., 2010).
Pembuluh darah jantung terdiri dari arteri koroner dan vena kardial,
dimana menyuplai sebagian besar darah ke dan dari miokardium.
Endokardium dan jaringan subendokardial mendapat oksigen dan nutrisi
dengan cara difusi atau mikrovaskuler dari ruang di jantung. Pembuluh
darah jantung normalnya tertanam dalam jaringan lemak dan melalui
permukaan jantung di dalam epikardium. Adakalanya, bagian dari
pembuluh darah ini menjadi tertanam dalam miokardium. Pembuluh darah
di jantung mendapat pengaruh inervasi dari sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Suplai darah jantung berasal dari arteri koroner yang
merupakan cabang pertama aorta yang menyuplai darah ke miokardium dan
epikardium baik atrium maupun ventrikel, yang memiliki 2 cabang, yaitu
arteri koroner kanan dan kiri yang cabang utamanya terletak di sulkus
interventrikuler dan atrioventrikuler. Arteri koroner kanan muncul dari
sinus aorta anterior dan berjalan ke depan melalui trunkus pulmonaris dan
atrium kanan, serta menyelusuri sulkus atrioventrikuler bagian kanan. Dekat
dengan asalnya, arteri koroner kanan selalu memberikan percabangan ke
nodus sinoatrial (SA node) yang memberikan percabangan ke nodus
tersebut. Arteri koroner kanan kemudian berjalan turun melalui sulkus
koroner dan bercabang menjadi arteri marginalis kanan, yang menyuplai
darah ke bagian pinggir kanan jantung, dan berjalan ke apeks jantung, tetapi
tidak mencapainya. Setelah memberikan percabangan ini, arteri koroner
kanan berbelok ke kiri dan terus menyelusuri sulkus koroner ke arah
posterior jantung. Pada bagian posterior, dimana pertemuan antara septum

6
interatrial dan septum interventrikuler di antara 4 ruang jantung, arteri
koroner kanan memberikan percabangan ke nodus atrioventrikuler (AV
node) untuk menyuplai darah ke sana. Nodus sinoatrial dan atrioventrikuler
merupakan bagian dari sistem konduksi listrik di jantung. Dominasi dari
sistem arteri koroner berasal dari arteri koroner mana yang memberikan
cabang ke arteri posterior yang berjalan menurun (posterior decending
artery). Biasanya sistem arteri koroner ini didominasi arteri koroner kanan
sekitar 67%, arteri koroner kiri sekitar 15%, dan kombinasinya sekitar 18%.
Arteri koroner kanan memberikan cabang interventrikuler posterior yang
besar, yang berjalan turun di sulkus interventrikuler posterior. Cabang ini
memberi suplai darah ke kedua ventrikel dan mengirim percabangan utuk
menyuplai darah ke septum interventrikuler. Kadang-kadang cabang ini
juga menyuplai darah ke jantung bagian diafragmatika (Moore, et al., 2010).

Diameter arteri koroner kiri lebih besar dari diameter arteri koroner
yang kanan dan menyuplai darah lebih banyak ke miokardium termasuk
seluruh ruang jantung dan septum interventrikuler, kecuali yang right
dominance (dominan kanan) dimana arteri koroner kanan yang menyuplai
bagian posterior jantung memiliki 2 percabangan utama, yaitu arteri
sirkumfleksi dan arteri interventrikuler anterior. Arteri koroner kiri yang
keluar dar aorta jarang memberikan percabangan ke SA node dan ketika
mencapai sulkus atrioventrikuler, bercabang menjadi 2 atau 3 cabang utama.
Arteri interventrikuler anterior merupakan cabang pertamanya yang sering
digambarkan sebagai kelanjutan dari arteri koroner kiri. Arteri ini berjalan
ke bawah, oblik, depan, dan ke kiri di sulkus interventrikuler dan mencapai

7
apeks jantung. Adakalanya, terdapat variasi dari pembuluh darah ini, yaitu
arteri ini berjalan terus ke apeks dan bertemu dengan cabang arteri
interventrikuler posterior. Arteri ini juga bercabang menjadi cabang
ventrikuler anterior kanan-kiri dan cabang septum anterior. Sedangkan
arteri sirkumfleksi berjalan melalui sulkus atrioventrikuler, terus berjalan
mengitari sampai ke bagian posterior jantung, dan berakhir di sebelah kiri
dari pertemuan 4 ruang jantung. Arteri sirkumfleksi juga memiliki cabang,
yaitu arteri marginalis kiri yang menyuplai darah ke batas kiri ventrikel kiri
sampai ke apeks (Moore, et al., 2010).

2.1.2 Fisiologi pada Sistem Cardio-Vaskular


A. Siklus Jantung
Siklus jantung adalah siklus yang dimulai dari satu detakan jantung
ke awal dari detakan selanjutnya. Setiap siklus dimulai dari aksi potensial
yang terbentuk spontan dari SA node, yang terletak di dinding lateral
superior dari atrium kanan dekat dengan pintu masuk vena cava superior.
Aksi potensial berjalan dari SA node melalui kedua atrium dan kemudian
melalui A-V bundle ke ventrikel. Karena suatu sistem rancangan dalam
sistem konduksi dari atrium ke ventrikel, ada perlambatan lebih dari 0,1
detik dari hantaran listrik dari atrium ke ventrikel. Ini memungkinkan atrium
untuk berkontraksi duluan untuk mengisi darah ke ventrikel sebelum
kontraksi ventrikel yang kuat dimulai (Guyton & Hall, 2017).
Diastol merupakan suatu keadaan dimana jantung, terutama ventrikel
terisi darah diikuti periode kontraksi yang dikenal sistol. Selama sistol
atrium yang terjadi 0,1 detik, atrium mengalami kontraksi. Pada waktu yang
sama, ventrikel mengalami relaksasi. Depolarisasi SA node menyebabkan
depolarisasi atrium, yang ditandai gelombang P di elektrokardiografi
(EKG), kemudian menyebabkan sistol dari atrium. Ketika atrium
berkontraksi, atrium mendesak tekanan dari darah, yaitu melawan tekanan
dari darah yang melalui katup atrioventrikuler ke dalam ventrikel. Sistol dari
atrium menyumbang darah sebanyak 25 ml darah ke dalam tiap ventrikel

8
(kira-kira 105 ml). Pada akhir sistol dari atrium juga merupakan akhir dari
diastol ventrikel. Tiap ventrikel telah berisim 130 ml pada akhir periode
relaksasi dan volume darah tersebut disebut volume akhir diastolik atau end-
diastolic volume (EDV). Kompleks QRS pada EKG menandakan awal dari
depolarisasi ventrikel (Guyton & Hall, 2017).
Setelah itu, dilanjutkan sistol dari ventrikel yang disebabkan
depolarisasi ventrikel. Selama sistol ventrikel, yang berlangsung 0,3 detik,
ventrikel berkontraksi dan pada waktu yang bersamaan, atrium mengalami
relaksasi pada diastol atrium. Ketika sistol ventrikel dimulai, tekanan
meningkat di dalam ventrikel dan mendorong darah melalui katup
atrioventrikuler sehingga katupnya tertutup. Untuk sekitar 0,05 detik, baik
katup semilunar dan atrioventrikuler tertutup. Periode ini disebut kontraksi
isovolumetrik. Kontraksi terus menerus membuat tekanan dalam ventrikel
terus meningkat dengan tajam sampai melewati 80 mmHg pada ventrikel
kiri dan 20 mmHg pada ventrikel kanan. Pada saat itu, darah dari jantung
mulai dipompakan. Tekanan terus meningkat sampai 120 mmHg pada
ventrikel kiri dan 25-35 mmHg pada ventrikel kanan. Periode ketika katup
semilunar terbuka disebut ejeksi ventrikuler dan berlangsung selama 0,25
detik. Darah yang dipompakan baik ke aorta maupun ke arteri pulmonaris
sebanyak 70 ml. Volume ini disebut volume sekuncup (stroke volume) dan
sisanya sebanyak 60 ml disebut volume akhir sistol (end-systolic volume).
Gelombang T dalam EKG menandakan awal dari repolarisasi ventrikel
(Tortora, 2009).
B. Aliran Darah Koroner (Coronary Blood Flow)
Aliran darah koroner yang normal pada manumur rata-rata sekitar 225
mililiter/menit, dimana jumlah ini sekitar 4-5% dari jumlah curah jantung
total. Selama aktivitas berat, jantung orang dewasa muda meningkat curah
jantungnya menjadi 4-7 kali lipat dan memompa darah melawan tekanan
arteri yang lebih tinggi dari normalnya. Akibatnya, kerja jantung dalam
kondisi yang berat meningkat 6-9 kali lipat. Pada waktu yang sama, aliran
darah koroner meningkat 3-4 kali lipat untuk menyuplai nutrisi lebih banyak

9
yang dibutuhkan jantung, tetapi ini tidak sebanding dengan kerja jantung
yang meningkat dimana berarti rasio energi yang dikeluarkan jantung
dengan aliran darah koroner meningkat. Jadi, efisiensi energi oleh
digunakan jantung meningkat dan tidak sebanding dengan suplai darah yang
relatif kurang (Guyton & Hall, 2017).
Nutrisi tidak dapat berdifusi cukup cepat dari darah di ruang jantung
untuk menyuplai seluruh lapisan sel yang menyusun dinding jantung.
Alasan inilah yang membuat miokardium memunyai jaringan pembuluh
darah sendiri, yaitu sirkulasi aliran darah koroner. Aliran darah koroner
yang melewati ventrikel kiri menurun sampai jumlah yang minimal ketika
otot jantung berkontraksi karena pembuluh darah kecil, terutama di daerah
miokardium terkompresi oleh kontraksi otot jantung. Aliran darah pada
arteri koroner kiri selama fase sistol hanya 10-30 % dari jumlah darah ketika
fase diastol dimana otot jantung mengalami relaksasi dan banyak aliran
darah terjadi. Efek kompresi dari sistol pada aliran darah koroner sangat
kecil pada atrium kanan sebagai akibat dari tekanan ventrikel yang lebih
rendah sehingga kompresi pada arteri koronernya sangat sedikit (Tortora,
2009).
Perubahan aliran darah koroner selama siklus jantung pada orang yang
sehat tidak terlalu berdampak walaupun sewaktu aktivitas berat. Berbeda
dengan orang yang memiliki gangguan pada arteri koroner, sedikit
peningkatan denyut jantung yang mengurangi waktu diastol, akan
mengganggu aliran darah koroner. Otot jantung mendapat perfusi nutrisi
dari permukaan epikardial (luar) ke permukaan endokardial (dalam).
Selama sistol, gaya kompresi lebih berefek pada aliran darah koroner pada
lapisan miokardium dimana gaya kompresi lebih tinggi dan tekanan
pembuluh darah jantung lebih rendah sehingga aliran darah koroner bagian
miokardium menurun. Tetapi pembuluh darah besar pada pleksus
subendokardial yang normal dapat mengompensasi hal tersebut (Guyton &
Hall, 2017).

10
Menurut Guyton & Hall (2017), ada beberapa hal yang mempengaruhi
aliran darah koroner, yaitu:
1. Hasil metabolisme dari otot lokal
Aliran darah yang melalui sistem koroner diregulasi oleh
vasodilatasi arteriol lokal sebagai respon dari kebutuhan otot jantung
akan nutrisi. Ketika kebutuhan akan nutrisi meningkat, maka akan
terjadi vasodilatasi arteri koroner untuk mencukupi kebutuhan itu.
2. Kebutuhan akan oksigen
Aliran darah koroner diregulasi juga oleh proporsi kebutuhan
oksigen. Normalnya, sekitar 70% oksigen pada darah arteri koroner
dipakai oleh otot jantung ketika istirahat dan meningkat atau menurun
seiring dengan aktivitas yang dilakukan. Dengan meningkatnya
aktivitas yang tidak diimbangi oleh suplai oksigen, berbagai substansi,
seperti adenosin, ATP, ion kalium, ion hidrogen, karbon dioksida,
bradikinin, prostaglandin, dan nitrit oksida, terlepas dan menyebabkan
vasodilatasi arteri koroner.
3. Kontrol sistem saraf otonom
Pengaktifan sistem saraf simpatis menyebabkan pelepasan
norepnefrin dan epinefrin dan merangsang reseptor α sehingga
meningkatkan Universitas Sumatera Utara 15 kontraksi dan denyut
jantung. Itu menyebabkan peningkatan hasil metabolisme otot jantung
dan mengaktifkan mekanisme regulasi oleh hasil metabolisme dan
menyebabkan vasodilatasi. Sebaliknya, pengaktifan sistem
parasimpatis menyebabkan pengeluarkan asetilkolin dan merangsang
reseptor β sehingga menurunkan kontraksi dan denyut jantung. Itu
menyebabkan penurunan hasil metabolisme otot jantung dan
menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner.

2.1.3 Gangguan pada Sistem Cardio-Vaskular


Penyakit kardiovaskular atau yang biasa disebut penyakit jantung
umumnya mengacu pada kondisi yang melibatkan penyempitan atau

11
pemblokiran pembuluh darah yang bisa menyebabkan serangan jantung,
nyeri dada (angina) atau stroke. Kondisi jantung lainnya yang
mempengaruhi otot jantung, katup atau ritme, juga dianggap bentuk
penyakit jantung. Ada beberapa jenis penyakit jantung, antara lain adalah:
a. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner adalah kelainan pada pembuluh darah
yang menyuplai otot jantung. Kondisi yang menjadikan jantung tidak
dapat memompa darah dengan baik merupakan hal yang sangat
menakutkan untuk dialami manusia pada umumnya. Menjalani
pemeriksaan rutin merupakan tindakan utama untuk dapat terhindar dari
terkena serangan penyakit jantung koroner ini.
b. Penyakit Jantung Rematik
Jantung rematik adalah kerusakan pada otot jantung dan katup
jantung dari demam rematik, yang disebabkan oleh bakteri streptokokus.
Bagian jantung yang terkena dapat meliputi katup jantung maupun otot
jantung. Gejala penyakit ini umumnya terjadi antara 1 hingga 6 bulan
setelah bakteri streptokokus menyerang.
c. Gagal jantung
Gagal jantung adalah sindrom klinis (sekumpulan tanda dan gejala),
ditandai oleh sesak napas dan fatik (saat istirahat atau saat aktivitas) yang
disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi jantung.
• Gagal jantung akut adalah robekan daun katup secara tiba-tiba akibat
endokarditis, trauma atau infark miokard luas.
• Gagal jantung kronis adalah kardiomiopati dilatasi atau kelainan
multivalvular yang terjadi secara perlahan-lahan.
d. Stenosis mitral
Stenosis mitral merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan
aliran darah dari atrium kiri melalui katup mitral oleh karena obstruksi
pada level katup mitral.

12
e. Endokarditis
Endokarditis infektif adalah infeksi mikroba pada permukaan
endotel jantung.
f. Miokarditis
Miokarditis merupakan penyakit inflamasi pada miokard.
g. Penyakit jantung kongenital pada dewasa
Merupakan kelainan struktur atau fungsi dari sistem
kardiovaskular yang ditemukan pada saat lahir, walaupun dapat
ditemukan dikemudian hari.
h. Miksoma
Miksoma adalah tipe tumor jantung primer yang paling sering
dijumpai pada seluruh kelompok usia.
i. Hipertensi
Merupakan manifestasi gangguan keseimbangan hemodinamik
sistem kardiovaskular, yang mana patofisiologinya adalah multi faktor,
sehingga tidak bisa diterangkan hanya satu mekanisme tunggal. Tetapi
kalau disederhanakan sebetulnya hipertensi adalah interaksi cardiac
output (CO) dan total peripheral resistence (TPR).
(Ismanoe, gatoet. 2009).

2.2 Hipertensi
2.2.1 Definisi Hipertensi
Menurut The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC) hipertensi adalah
suatu sindrom atau kumpulan gejala kardiovaskuler yang progresif, sebagai
akibat dari kondisi lain yang kompleks dan saling berhubungan.
Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu
hipertensi primer yang tidak diketahui sebabnya atau idiopatik dan
hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain
(Sylvestris, 2014).

13
2.2.2 Epidemiologi Hipertensi
Prevalensi hipertensi pada penderita perempuan lebih tinggi, yaitu
37%, sedangkan pria 28%. Prevalensi hipertensi di negara-negara maju
cukup tinggi, yaitu mencapai 37%. Sementara di negara-negara berkembang
29,9% (WHO, 2005). Di Indonesia prevalensi hipertensi tahun 2007
mencapai 31,7% dari total jumlah penduduk dewasa, lebih tinggi jika
dibandingkan dengan Singapura yang mencapai 27,3%, Thailand dengan
22,7% dan Malaysia mencapai 20% (Riskesdas, 2007). Prevalensi di daerah
Jawa dan Bali sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan kawasan Sumatra
dan kawasan Indonesia timur (SKRT, 2001). Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Ni Made Sarastini (2008) mengenai “Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Kelompok
Usia 30 Tahun ke Atas di Kelurahan Grogol Kecamatan Limo Kodya Depok
tahun 2008”, dengan sampel 220 responden, didapatkan hasil yaitu
sebanyak 37,3% responden mengalami stres, 70,5% responden mempunyai
kebiasaan merokok, 1,4% responden mempunyai kebiasaan mengkonsumsi
alkohol, 75% responden mengkonsumsi makanan tinggi garam,dan 63,6%
responden mempunyai aktivitas fisik rendah (Rahmanto Saputra B, dkk.
2013).

2.2.3 Etiologi Hipertensi


Berdasarkan etiologinya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi
hipertensi primer/essensial dengan insiden 80-95% dimana pada hipertensi
jenis ini tidak diketahui penyebabnya. Selain itu terdapat pula hipertensi
sekunder akibat adanya suatu penyakit atau kelainan yang mendasari,
seperti stenosis arteri renalis, penyakit parenkim ginjal, feokromositoma,
hiperaldosteronism, dan sebagainya.

Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang


beragam. Pada kebanyakan pasien etiologi patofisiologi-nya tidak diketahui
(essensial atau hipertensi primer). Hipertensi primer ini tidak dapat
disembuhkan tetapi dapat di kontrol. Kelompok lain dari populasi dengan

14
persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal sebagai
hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder; endogen
maupun eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi,
hipertensi pada pasien-pasien ini dapat disembuhkan secara potensial.
1. Hipertensi primer (essensial)
Lebih dari 90% pasien dengan hipertensi merupakan
hipertensi essensial (hipertensi primer). Literatur lain mengatakan,
hipertensi essensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
Beberapa mekanisme yang mungkin berkontribusi untuk terjadinya
hipertensi ini telah diidentifikasi, namun belum satupun teori yang
tegas menyatakan patogenesis hipertensi primer tersebut. Hipertensi
sering turun temurun dalam suatu keluarga, hal ini setidaknya
menunjukkan bahwa faktor genetik memegang peranan penting pada
patogenesis hipertensi primer. Menurut data, bila ditemukan
gambaran bentuk disregulasi tekanan darah yang monogenik dan
poligenik mempunyai kecenderungan timbulnya hipertensi essensial.
Banyak karakteristik genetik dari gen-gen ini yang mempengaruhi
keseimbangan natrium, tetapi juga di dokumentasikan adanya mutasi-
mutasi genetik yang merubah ekskresi kallikrein urine, pelepasan
nitric oxide, ekskresi aldosteron, steroid adrenal, dan angiotensinogen.
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari
penyakit komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan
tekanan darah (lihat tabel 1). Pada kebanyakan kasus, disfungsi renal
akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit renovaskular adalah
penyebab sekunder yang paling sering.7 Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau
memperberat hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Obat-obat
ini dapat dilihat pada tabel 1. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan
atau mengobati / mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya

15
sudah merupakan tahap pertama dalam penanganan hipertensi
sekunder (Susanto, 2010).

2.2.4 Faktor Resiko Hipertensi


Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor
genetik, umur, jenis kelamin, dan etnis. Sedangkan faktor yang dapat
dimodifikasi meliputi stres, obesitas dan nutrisi.
a. Usia
Usia mempengaruhi faktor resiko terkena Hipertensi dengan
kejadian paling tinggi pada usia 30 – 40 th. Kejadian 2X lebih besar
pada orang kulit hitam, dengan 3X lebih besar pada laki-laki kulit
hitam, dan 5X lebih besar untuk wanita kulit hitam.
b. Jenis kelamin
Komplikasi hipertensi meningkat pada seseorang dengan jenis
kelamin laki-laki.
c. Riwayat keluarga
Riwayat keluarga dengan hipertensi memberikan resiko terkena
hipertensi sebanyak 75%.
d. Obesitas
Meningkatnya berat badan pada masa anak-anak atau usia
pertengahan resiko hipertensi meningkat.

16
e. Serum lipid
Meningkatnya triglycerida atau kolesterol meninggi resiko dari
hipertensi.
f. Diet
Meningkatnya resiko dengan diet sodium tinggi, resiko
meninggi pada masyarakat industri dengan tinggi lemak, diet tinggi
kalori.
g. Merokok
Resiko terkena hipertensi dihubungkan dengan jumlah rokok
dan lamanya merokok.
(McPhee, Stephen J, et al. 2009)
Terdapat penambahan kriteria, sebagai berikut :
a. Keturunan atau Gen
4 Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya
kepada anaknya.
b. Stres Pekerjaan /
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress
berhubungan dengan pekerjaan mereka. Stres dapat meningkatkan
tekanan darah dalam waktu yang pendek, tetapi kemungkinan bukan
penyebab meningkatnya tekanan darah dalam waktu yang panjang.
c. Asupan Garam
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah.
Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki kecenderungan menderita
hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang lebih rendah
untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya.
d. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi
karena olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah.

17
2.2.5 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh
darah terletak di pusat vasomotor pada medula di otak. Dari pusat vasomotor
ini bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis
dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls
yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin yang akan merangsang
serabut saraf pascaganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya norpinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh darah
(Kaplan, 2010).

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat


mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokontriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif terhadap
norpinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut
bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Korteks
adrenal mengsekresikan kortisol dan steroid lainnya yang dapat
memperkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang

18
mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal dapat menyebabkan
pelepasan renin. Renin merangsang pembentukkan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokontriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal
sehingga menyebabkan peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor
tersebut cenderung mencetuskan keadaan hipertensi (Klabunde, 2009).
Perubahaan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah
perifer bertanggung jawab pada perubahaan tekanan darah yang terjadi pada
lanjut usia. Perubahaan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah yang menyebabkan penurunan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Akibat hal tersebut, aorta dan arteri besar mengalami penurunan
kemampuan dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh
jantung (volume sekuncup) sehingga mengakibatkan penurunan curah
jantung dan peningkatan tahanan perifer (Sudoyo, 2017).

2.2.6 Manifestasi Klinis Hipertensi


Gambaran klinis pasien hipertensi meliputi yang umumnya terjadi
yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluaran darah dari hidung secara
tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain. Hipertensi seringkali disebut
sebagai pembunuh gelap (silent killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan, tanpa disertai gejala-gejalanya sebagai peringatan. Adapun
gejala hipertensi yang muncul dianggap sebagai gangguan biasa, penderita
juga mengabaikan dan terkesan tidak merasakan apapun atau berprasangka
dalam keadaan sehat, sehingga penderita terlambat dan tidak mengetahui
dirinya mengidap hipertensi. Gejala yang dirasakan bervariasi, bergantung
pada tingginya tekanan darah. Gejala-gejala hipertensi, yaitu:
1) Sakit Kepala
2) mimisan
3) jantung berdebar-debar

19
4) sering buang air kecil di malam hari
5) sulit bernafas
6) mudah lelah
7) wajah memerah
8) telinga berdenging
9) vertigo
10) pandangan kabur
Keluhan yang sering dirasakan dan dijumpai adalah pusing yang
terasa berat pada bagian tengkuk, biasanya terjadi pada siang hari (Lany
Sustrani, dkk, 2010).
Menurut Elizabeth J. Corwin (2015), sebagian besar hipertensi tanpa
disertai gejala yang mencolok dan manifestasi klinis timbul setelah
mengetahui hipertensi bertahun-tahun berupa:
1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan
muntah, akibat tekanan darah intrakranium
2) Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi
3) Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf
4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerolus
5) Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala,
terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung (Elizabeth Corwin,
2015).

2.2.7 Cara Mendiagnosis Hipertensi


Menurut Slamet Suyono, evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga
tujuan:
1. Mengidentifikasi penyebab hipertensi.
2. Menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit
kardiovaskuler, beratnya penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

20
3. Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau
penyakit penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut
menentukan panduan pengobatan.
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan
penunjang. Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama
menderitanya, riwayat dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan seperti
penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah
terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala yang berkaitan dengan
penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (seperti merokok,
konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga,
pekerjaan, dan lain-lain).
Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua
kali atau lebih dengan jarak dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan
kontrolatera. Peninggian tekanan darah kadang sering merupakan satu-
satunya tanda klinis hipertensi sehingga diperlukan pengukuran tekanan
darah yang akurat. Berbagai faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran
seperti faktor pasien, faktor alat dan tempat pengukuran. Menurut Roger
Watson, tekanan darah diukur berdasarkan berat kolum air raksa yang harus
ditanggungnya. Tingginya dinyatakan dalam millimeter. Tekanan darah
arteri yang normal adalah 110-120 (sistolik) dan 65-80 mm (diastolik). Alat
untuk mengukur tekanan darah disebut spigmomanometer (ICSI, 2008).
Untuk mengukur tekanan darah, manset karet difiksasi melingkari
lengan dan denyut pada pergelangan tangan diraba dengan satu tangan,
sementara tangan yang lain digunakan untuk mengembangkan manset
sampai suatu tekanan, dimana denyut arteri radialis tidak lagi teraba. Sebuah
stetoskop diletakkan diatas denyut arteri brakialis pada fosa kubiti dan
tekanan pada manset karet diturunkan perlahan dengan melonggarkan
katupnya. Ketika tekanan diturunkan, mula-mula tidak terdengar suara,
namun ketika mencapai tekanan darah sistolik terdengar suara ketukan
(tapping sound) pada stetoskop (Korotkoff fase I). Pada saat itu tinggi air

21
raksa didalam namometer harus dicatat. Ketika tekanan didalam manset
diturunkan, suara semakin keras sampai saat tekanan darah diastolik
tercapai, karakter bunyi tersebut berubah dan meredup (Korotkoff fase IV).
Penurunan tekanan manset lebih lanjut akan menyebabkan bunyi
menghilang sama sekali (Korotkoff fase V). Tekanan diastolik dicatat pada
saat menghilangnya karakter bunyi tersebut (ICSI, 2008).
Menurut Lany Gunawan, dalam pengukuran tekanan darah ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Pengukuran tekanan darah boleh dilaksanakan pada posisi duduk
ataupun berbaring. Namun yang penting, lengan tangan harus dapat
diletakkan dengan santai.
2. Pengukuran tekanan darah dalam posisi duduk, akan memberikan
angka yang agak lebih tinggi dibandingkan dengan posisi berbaring
meskipun selisihnya relatif kecil.
3. Tekanan darah juga dipengaruhi kondisi saat pengukuran. Pada orang
yang bangun tidur, akan didapatkan tekanan darah paling rendah.
Tekanan darah yang diukur setelah berjalan kaki atau aktifitas fisik lain
akan memberi angka yang lebih tinggi. Di samping itu, juga tidak boleh
merokok atau minum kopi karena merokok atau minum kopi akan
menyebabkan tekanan darah sedikit naik.
4. Pada pemeriksaan kesehatan, sebaiknya tekanan darah diukur 2 atau 3
kali berturut-turut, dan pada detakan yang terdengar tegas pertama kali
mulai dihitung. Jika hasilnya berbeda maka nilai yang dipakai adalah
nilai yang terendah.
5. Ukuran manset harus sesuai dengan lingkar lengan, bagian yang
mengembang harus melingkari 80 % lengan dan mencakup dua pertiga
dari panjang lengan atas.

22
2.2.8 Klasifikasi Hipertensi
Berikut adalah beberapa klasifikasi Hipertensi yang banyak
digunakan didunia kesehatan,

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi


Pemeriksaan penunjang sebagai evaluasi inisial pada penderita
hipertensi meliputi pengurukan funsi ginjal, elektrolit serum, glukosa puasa,
dan lemak dapat diulang kembali setelah pemberian agen antihipertensi dan
selanjutnya sesuai dengan indikasi klinis. Pemeriksaan laboratorium
ekstensif diperlukan pada pasien dengan hipertensi yang resisten terhadap
obat dan ketiga evaluasi klinis mengarah pada bentuk kedua dari hipertensi
(Kenning I, dkk. 2014).

23
2.2.10 Tatalaksana Hipertensi
A. Tatalaksana Farmakologis
Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani
hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:
• Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan
darah diastolik ≥90 mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target
terapi adalah tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah
diastolik <90 mmHg.
• Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik
mulai diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
terapi adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia
30-59 tahun).
• Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik
mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target
terapi adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.
• Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal
kronis terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik
≥140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target
terapi adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah
diastolic <90 mmHg.
• Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140
mmHg atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic
<90 mmHg.
• Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita
diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).

24
• Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau
penghambat kanal kalsium.
• Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal
kronis terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk
memperbaiki outcome pada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua
pasien gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras
ataupun penderita diabetes melitus atau bukan.)

25
• Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan.
Apabila target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan
maka dosis obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat
lainnya dari golongan yang sama (golongan diureticthiazide, CCB,
ACEI, atau ARB). Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai
setelah menggunakan 2 macam obat maka dapat ditambahkan obat
ketiga (tidak boleh menggunakan kombinasi ACEI dan ARB
bersamaan). Apabila target tekanan darah belum tercapai setelah
menggunakan obat yang berasal dari rekomendasi 6 karena ada
kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat untuk mencapai target
tekanan darah maka terapi antihipertensi dari golongan yang lain dapat
digunakan.
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta dosisnya
yang dapat digunakan,

(James PA, 2013).

26
B. Tatalaksana Non-Farmakologi

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum


penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh
seorang yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang
terkontrol, pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan
dosis obat pada sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup
merupakan hal yang penting diperhatikan, karena berperan dalam
keberhasilan penanganan hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis
dibedakan menjadi beberapa hal:
I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi
asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai
pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan
penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.
II. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun. Melakukan aktivitas
secara teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui
sangat efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga
mencapai 19% hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio
respirasi rendah pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko
hipertensi sebesar 50%. Olahraga yang teratur dibuktikan dapat
menurunkan tekanan perifer sehingga dapat menurunkan tekanan darah.

27
Olahraga dapat menimbulkan perasaan santai dan mengurangi berat
badan sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Yang perlu diingat
adalah bahwa olahraga saja tidak dapat digunakan sebagai pengobatan
hipertensi.
III. Perubahan pola makan
a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan
upaya penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam.
Pembatasan asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak
menambahkan garam pada waktu makan, memasak tanpa garam,
menghindari makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan
mentega yang bebas garam. Cara tersebut diatas akan sulit
dilaksanakan karena akan mengurangi asupan garam secara ketat
dan akan mengurangi kebiasaan makan pasien secara drastis.
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah.
Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan
yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi lemak tidak
jenuh secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan
makanan lain yang bersumber dari tanaman dapat menurunkan
tekanan darah.
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral
bermanfaat mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya
dengan penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko
terjadinya stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan

28
magnesium bermanfaat dalam penurunan tekanan darah. Banyak
konsumsi sayur-sayuran dan buah-buahan mengandung banyak
mineral, seperti seledri, kol, jamur (banyak mengandung kalium),
kacang-kacangan (banyak mengandung magnesium). Sedangkan
susu dan produk susu mengandung banyak kalsium.
IV. Menghilangkan stress
Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stress yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stress (Kenning I, dkk. 2014).

2.2.11 Komplikasi Hipertensi


Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan
berbahaya sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat
menyerang berbagai target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh
darah arteri, serta ginjal. Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi,
kualitas hidup penderita menjadi rendah dan kemungkinan terburuknya
adalah terjadinya kematian pada penderita akibat komplikasi hipertensi
yang dimilikinya.
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Beberapa penelitian menemukan bahwa
penyebab kerusakan organ-organ tersebut dapat melalui akibat langsung
dari kenaikan tekanan darah pada organ, atau karena efek tidak langsung,
antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin II, stress
oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lain juga membuktikan
bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh
darah akibat meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik
secara langsung maupun tidak langsung.

29
Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada pasien hipertensi
adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
• Hipertensi juga memiliki komplikasi pada mata yaitu:
a. Oklusi vena retina
Penyumbatan suplai darah dalam vena ke retina yang dapat terjadi
karena pengerasan pembuluh darah dalam mata.
b. Oklusi arteri retina
Penyumbatan suplai darah dalam arteri ke retina. Arteri retina dapat
tersumbat oleh gumpalan darah atau zat-zat (seperti lemak) yang
terjebak dalam arteri. Sumbatan ini dapat terjadi karena pengerasan
pembuluh darah di mata.
c. Makroaneurisma arteri retina
Makroaneurisma pada arteri retina yang merupakan gejala akibat
tekanan daerah di sekitarnya
d. Iskemik neuropati optik anterior
Defisiensi aliran darah pada bagian saraf optik anterior sehingga
terjadi neuropati pada saraf tersebut.
e. Ocular motor nerve palsy
Kelumpuhan nervus okulomotor yang mengakibatkan gerakan bola
mata terganggu.
f. Retinopati hipertensi
(Theodore, A. Kotchen. 2010).

30
• Komplikasi Hipertensi Pada Ginjal
Penyakit ginjal kronik dapat terjadi karena kerusakan progresif
akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal dan glomerolus. Kerusakan
glomerulus akan mengakibatkan darah mengalir ke unit-unit fungsional
ginjal, sehingga nefron akan terganggu dan berlanjut menjadi hipoksia dan
kematian ginjal. Pengurangan massa ginjal akan mengakibatkan nefron
yang masih hidup akan melakukan kompensasi yang diperantarai oleh
molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Proses mal adaptasi ini
berlangsung singkat sehingga terjadi peningkatan LFG mendadak yang
akhirnya mengalami penurunan. Hiperfiltrasi yang terjadi juga akibat
peningkatan aktivitas aksis rennin-angiotensin-aldosteron intrarenal.
Kerusakan progresif nefron akan terjadi dan berlangsung lama (kronik).
Kerusakan membran glomerulus juga akan menyebabkan protein keluar
melalui urin sehingga sering dijumpai edema sebagai akibat dari tekanan
osmotik koloid plasma yang berkurang. Hal tersebut terutama terjadi pada
hipertensi kronik (Rosenthal, T. and Alter, A. 2011).

2.2.12 Prognosis Hipertensi


Terdapat beberapa skor prediktor yang dapat digunakan untuk
menilai prognosis jangka panjang. Tekanan darah termasuk salah satu
komponen penting untuk penilaian risiko kejadian kardiovaskular. Skor
WHO/ISH memprediksi kejadian kardiovaskular (infark miokard atau
stroke) dalam jangka waktu 10 tahun berdasarkan tekanan darah sistolik,
kadar kolesterol total, diabetes, status merokok, jenis kelamin, serta usia.
Skor prediksi studi Framingham juga memprediksi kejadian kardiovaskular
10 tahun dengan komponen penilaian berupa TDS, usia, penggunaan obat
anti hipertensi, diabetes, status merokok, kadar total kolesterol dan HDL
serum.
Penurunan tekanan darah terbukti memberikan prognosis baik. Studi
metaanalisis menunjukkan bahwa setiap penurunan tekanan darah sistolik

31
10 mmHg dapat menurunkan risiko komplikasi penyakit jantung iskemik
sebesar 17%, gagal jantung sebesar 28%, dan stroke sebesar 27%.
WHO membuat tabel stratifikasi dan membuat tiga kategori risiko
yang berhubungan dengan timbulnya kejadian penyakit kardiovaskular
selama 10 tahun ke depan:
(1) risiko rendah, kurang dari 15%.
(2) risiko menengah, sekitar 15-20 %.
(3) risiko tinggi, lebih dari 20 %.
(Mohammad Y. 2017)

Tabel Prognosis

32
BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1 Lokasi Pelaksanaan


Tugas Pelaksanaan Profesi (TPP) Blok X dilaksanakan di
3.2 Waktu Pelaksanaan
Hari/Tanggal :

Pukul :

3.3 Subjek Tugas Mandiri


Subjek Tugas Mandiri pada Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ini adalah
pasien penderita Hipertensi.
3.4 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang diperlukan yaitu:
1. Alat tulis.
2. Kamera/HandPhone.
3. Kuesioner observasi.
4. Informed consent.

3.5 Langkah Kerja


Untuk melaksanakan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) Blok X dengan baik,
diperlukan langkah kerja yang sistematis dan teratur. Langkah kerja yang dilakukan
adalah:
1. Membuat proposal Tugas Pengenalan Profesi.
2. Melakukan bimbingan proposal dengan dosen pembimbing.
3. Menyiapkan surat permohonan izin melakukan kegiatan Tugas Pengenalan
Profesi untuk melaksanakan Tugas Pengenalan Profesi di masyarakat
mengenai penyakit Hipertensi.
4. Menentukan jadwal untuk bertemu dengan responden.
5. Menemui narasumber dan melakukan observasi.
a. Mengucapkan salam dan memperkenalkan diri kepada responden.
b. Menanyakan identitas responden.

33
c. Menjelaskan tujuan Tugas Pengenalan Profesi (TPP).
d. Meminta izin kepada responden untuk melakukan observasi.
e. Melakukan observasi pada responden.
f. Mencatat hasil observasi di lembar kuesioner.
g. Mengucapkan terima kasih dan salam.
6. Mencatat kembali hasil identifikasi.
7. Membuat laporan hasil Tugas Pengenalan Profesi.
8. Membuat kesimpulan hasil identifikasi.
9. Melakukan bimbingan laporan dengan dosen pembimbing.

34
LAMPIRAN

DAFTAR PERTANYAAN

A. Identitas Pasien

1. Nama :

2. Umur :

3. Pekerjaan :

4. Alamat :

B. Gejala Klinis

No Pertanyaan Jawaban

1. Sejak kapan Anda mengetahui


bahwa anda di diagnosis menderita
Hipertensi?

2. Bagaimana Tekanan Darah saat


ini?

No. Pertanyaan Jawaban Keterangan

Ya Tidak

3. Apakah Anda mengalami gejala


seperti mual/muntah ?

4. Apakah Anda mengalami sakit


kepala (pusing) ?

5. Apakah Anda mengalami jantung


berdebar ?

35
6. Apakah Anda mengalami BAK
yang sering dimalam hari?

7. Apakah Anda merasakan mudah


lelah?

6. Apakah Anda mengalami


penglihatan kabur?

7. Apakah Anda sering mengalami


mimisan?

7. Apakah ada faktor


pemberat/peringan?

C. Faktor Resiko

No Pertanyaan Jawaban

• 1 Faktor
Apakah Resiko yang
menyebabkan Hipertensi?

- Usia
- Jenis Kelamin
- Riwayat Keluarga
- Makanan
(alkohol/lemak/garam)
- Merokok
- Riwayat penyakit lain
- Stres
- Riwayat pengobatan

36
D. Tatalaksana

No Pertanyaan Jawaban

8. Apa saja pengobatan yang sudah dilakukan?

- Farmakologi
- Non-Farmakologi

9. Apa saja obat-obatan yang dikonsumsi?

- ACE Inhibitors (ACEI)


- Angiotensin Reseptor Blockers (ARB)
- ß-Blockers
- Calcium Channel Blockers
- Thiazide-type diuretics

10. Apa saja pengobatan Non-Farmakologi yang


sudah dilakukan?

- Olahraga
- Mengurangi rokok
- Mengurangi alkohol
- Perubahan pola makan:
• Mengurangi asupan garam
• Diet rendah lemak jenuh
• Memperbanyak konsumsi
sayur, buah dan susu rendah
lemak
- Stres

37
E. Komplikasi

No Pertanyaan Jawaban Keterangan

Ya Tidak

10. Apakah Anda mengalami


komplikasi seperti:

- Serangan Jantung (Infark


Miokard)
- Angina
- Stroke
- Gagal Jantung
- Ginjal Kronis
- Komplikasi pada mata

38
DAFTAR PUSTAKA

Aziza, Lucky. 2007. Hipertensi The Silent Killer. Jakarta: Yayasan Penerbitan
Ikatan Dokter Indonesia.

Elizabeth J, corwin. 2015. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Guyton & Hall. 2017. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Singapore:
Elsevier.

Institute for Clinical Systems Improvement (ICSI). 2008. Hypertension Diagnosis


and Treatment. Bloomington (MN): Institue for Clinical Systems
Improvement (ICSI).

Ismanoe, gatoet. 2009. Ilmu penyakit dalam edisi V. Jakarta : internal publishing.

James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2013. Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults. Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).

Kaplan NM. 2010. Primary Hypertension: Pathogenesis. Kaplan’s Clinical


Hypertension. 10th Edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
P.44-108

Kenning I, Kerandi H, Luehr D, Margolis K, O’Connor P, Pereira C, Schlichte A,


Woolley T. 2014. Hypertension Diagnosis and Treatment. Institute for
Clinical Systems Improvement.

Klabunde R. 2009. Cardiovascular Physiology Concepsts. Lippincott Williams &


Wilkins. Philadelphia, Pa, USA.

Krishnan A, Garg R, Kahandaliyanage A. 2013. Hypertension in the South-East


Asia Region: an overview. Regional Health Forum; 17(1): 7-14.

Lany Gunawan, 2010. Hipertensi. Yogyakarta: Kanisius.

Lany Sustrani, Alam Syamsir, Hadibroto Iwan (Tim Redaksi Vitahealth). 2010.
Hipertensi. Jakarta: Gramedia.

39
McPhee, Stephen J, et al. 2009. Current Medical Diagnosis and Treatment. New
York: McGrawHill.

Mohammad Yogiantoro. 2017. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Hipertensi


Esensial. Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia.

Moore, K. L. 2010. Clinically Oriented Anatomy. Philadelphia : Lippiocott


Williams & Wilkins.

Rahmanto Saputra B, dkk. 2013. Profil Penderita Hipertensi di RSUD Jombang.


Fakultas kedokteran universitas Muhammadiyah Malang. Vol.9 No.2

Rosenthal, T. and Alter, A. 2011. Occupational Stress, and Hypertension. Journal


of The American Society of Hypertension, 6(1).

Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2017. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 6. Jilid 1. Jakarta: Interna Publishing. Hal : 2267

Susanto. 2010. Penyakit modern: Hipertensi, Jantung, Stroke, Kolesterol dan


Diabetes. Yogyakarta: CV Andi.

Suyono, Slamet. 2003. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke 3. Jakarta: Balai
Penerbi FKUI

Sylvestris, Alfa. 2014. Hypertension and Retinopathy Hypertension. Malang:


Fakultas kedokteran universitas Muhammadiyah Malang. Vol.10 No.1.

Theodore, A. Kotchen. 2010. Obesityrelated Hypertension: Epidemiology,


Pathophysiology, and Clinical Management. American Journal of
Hypertension, 23 (11).

Tortora, G. J., Derrickson, B. 2009. Principles of Anatomy & Physiology. USA:


John Wiley & Sons. Inc

40

Anda mungkin juga menyukai