1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hlm. 364.
2
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 1.
3
H. Mahmud Yusuf, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989),
hlm. 252.
4
Yusuf Qardhawi, Konsep Kaidah dalam Islam, (Surabaya: Central Media, 1993), hlm.
55.
13
14
berpokok lima. Kelima ibadah itu disebut dalam syari’at dengan hukum
Islam.5 Sedangkan ibadah menurut Hasbi ash Shiddieqy, ibadah
mempunyai dua pengertian, makna khas (tertentu) dan makna ‘am
(lengkap, umum). Makna khas, yaitu segala hukum yang dikerjakan untuk
mengharap pahala di akhirat, dikerjakan sebagai tanda pengabdian kita
kepada Allah dan di ridhoi oleh-Nya.6
Beberapa definisi tersebut, meskipun berbeda kalimatnya, akan
tetapi tidak berjauhan maksudnya. Ibadah merupakan mengabdi, tunduk,
taat kepada Allah Swt. Ibadah adalah ketundukan kepada Allah Swt
dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Dengan demikian dapat disimpulkan pengertian ibadah adalah
usaha dan perbuatan manusia yang dilakukan untuk memperoleh
keselamatan bagi dirinya di dunia dan akhirat.
2. Pengertian Puasa
a. Pengertian puasa secara etimologi
Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-
Shaum dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut ,ﺻﻮم
ﺻﻴﺎمyang berarti puasa.7 Menurut L. Mardiwarsito dalam bahasa kawi
disebut “upawasa” yang berarti berpuasa.8 Dalam Bahasa Arab dan al-
Qur’an puasa disebut shaum atau shiyam yang berarti menahan diri dari
sesuatu dan meninggalkan sesuatu atau mengendalikan diri.9 Abi
Abdillah Muhammad bin Qasim al-Syafi’i mengatakan:
5
H. Abdillah Siddik, SH., Azas-azas Hukum Islam, (Jakarta: Wijaya, 1982), hlm. 70.
6
M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Kuliah Ibadah, Op.Cit., hlm. 7.
7
K.H. ADIB BISRI DAN K.H. MUNAWAR AL-FATAH, KAMUS INDONESIA ARAB, ARAB
INDONESIA, (SURABAYA: PUSAKA PROGESSIFME, 1999), HLM. 272.
8
L. MARDIWARSITO, KAMUS JAWA KUNO(KAWI), (INDONESIA: NUSA INDAH, 1978), HAL.
380.
9
MOHAMMAD DAUD ALI, S.H., PENDIDIKAN AGAMA ISLAM, (JAKARTA: PT. RAJA
GRAFINDO PERSADA, 1998), HAL. 276.
15
10
ABI A'BDILLAH MUHAMMAD BIN QASIM AL-SYAFI`I, TAUSYAH A’'LA FATH AL- QARIIB
AL-MUJIB, (DAR AL-KUTUB AL-ISLAMIAH, T.TH.), HAL.110.
11
Ibid., hal. 110.
16
12
وﺷﺮﻋﺎ اﻣﺴﺎك ﻋﻦ اﻟﻤﻔﻄﺮ ﻋﻠﻰ وﺟﻪ ﻣﺨﺼﻮص
Artinya: “Puasa menurut istilah syara' (terminologi) yaitu menahan
diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya sesuai
dengan tata cara yang telah ditentukan”.
12
Abi Yahya Zakaria al-Anshari, Fath al-Wahab bi Syarhi Manhaj al-Thulab,Juz I,
(Semarang: Maktabah wa Mathba'ah, Toha Putra, t.th.), hal, 118.
13
Imam Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaini, Kifayat al-Akhyar Fi Hilli
Ghayat al-Ikhtishar, Juz I, (Semarang: Maktabah wa Mathba'ah, Toha Putra, t.th.), hal. 204.
14
Imam Muhammad bin Ismail al-Kahlani, Subulus Salam, Jilid III (Beirut: Darul al
Kitab al Ilmiyah, t.th.), hlm. 305.
17
5) Fathul Mu’in.
15
Syeh Zainudin bin Abdul Aziz al-Malyabars, Fath al-Mu’in bi Syarhi Qurrot al-A’in,
(Indonesia: Dar al-Ikhya al Kutub al-Arabiyah, t. th), hlm. 54
16
Abdur Rahman Shad, The Right of Allah and Human Right, (Delhi: Shandar Market,
1993), hal. 47
18
ﻦ َﻗ ْﺒِﻠ ُﻜ ْﻢ
ْ ﻦ ِﻣ
َ ﻋﻠَﻰ اﱠﻟﺬِﻳ
َ ﺐ
َ ﺼﻴَﺎ ُم َآﻤَﺎ ُآ ِﺘ
ﻋَﻠ ْﻴ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱢ
َ ﺐ
َ ﻦ ﺁ َﻣﻨُﻮا ُآ ِﺘ
َ ﻳَﺎ َأ ﱡﻳﻬَﺎ اﱠﻟﺬِﻳ
(183:)اﻟﺒﻘﺮة ن
َ َﻟ َﻌﱠﻠ ُﻜ ْﻢ َﺗ ﱠﺘﻘُﻮ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar
kamu bertaqwa”. (Q.S. al-Baqarah: 183)17
17
R. H.A. Soenarjo, SH, et.al., Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha
Putra, 1989), hlm. 44.
18
Hamka, Tafsir al-Azhar, Jilid II, (Jakarta: PT. Pustaka, Panji Mas, 1994), hlm. 90.
19
19
Al-Imam Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut
Libanon: Dar al-Fikr, al-Ilmiyah, t.th.), hlm. 588.
20
TEAM PENYUSUN TEXT BOOK ILMU FIQH I, ILMU FIQH, JILID I (JAKARTA: PROYEK
PEMBINAAN PRASARANA DAN SARANA PERGURUAN TINGGI AGAMA/IAIN JAKARTA, 1983), HLM.
302.
20
21
Ibid., hlm. 303.
21
ﺷ َﺮﺑُﻮا وَﻻ
ْ ﺠ ٍﺪ َو ُآﻠُﻮا وَا
ِﺴ
ْ ﻋ ْﻨ َﺪ ُآﻞﱢ َﻣ
ِ ﺧﺬُوا زِﻳ َﻨ َﺘ ُﻜ ْﻢ
ُ ﻳَﺎ َﺑﻨِﻲ ﺁ َد َم
(31:)ﻷﻋﺮاف ﻦ
َ ﺴ ِﺮﻓِﻴ
ْ ﺤﺐﱡ ا ْﻟ ُﻤ
ِ ﺴ ِﺮﻓُﻮا ِإﻧﱠ ُﻪ ﻻ ُﻳ
ْ ُﺗ
Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di
setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah dan
janganlah berlebih-lebihan, sesungguhnya Allah SWT.
tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.24
D. Waktu Puasa
Allah SWT. telah memilih bulan Ramadhan, yaitu bulan
diturunkannya Al-Qur’an untuk berpuasa pada bulan itu kaum muslimin
diperintahkan berpuasa pada siang hari dan berlaku pada malam harinya.
Untuk mengetahui mulainya puasa atau 1 hari bulan Ramadhan. Allah SWT.
dan Rasul menunjukkan jalannya, yaitu melihat bulan. Sebagaimana dalam
firman Allah SWT. dalam S. al-Baqarah ayat 185:
ﻦ ا ْﻟ ُﻬﺪَى
َ ت ِﻣ
ٍ س َو َﺑ ﱢﻴﻨَﺎ
ِ ى ﻟِﻠﻨﱠﺎ
ً ن هُﺪ
ُ ل ﻓِﻴ ِﻪ ا ْﻟ ُﻘﺮْﺁ
َ ن اﱠﻟﺬِي ُأ ْﻧ ِﺰ
َ ﺷ ْﻬ ُﺮ َر َﻣﻀَﺎ
َ
(185 :)اﻟﺒﻘﺮة ﺼﻤْﻪ
ُ ﺸ ْﻬ َﺮ َﻓ ْﻠ َﻴ
ﺷ ِﻬ َﺪ ِﻣ ْﻨ ُﻜ ُﻢ اﻟ ﱠ
َ ﻦ
ْ ن َﻓ َﻤ
ِ وَا ْﻟ ُﻔ ْﺮﻗَﺎ
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan
yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena
25
Hamka, Tafsir al Azhar, juz VIII, (Jakarta: PT. Pustaka Pandji Mas, 1984), hlm. 210.
26
H. Salim Bahreisy dan H. Said Bahresey, Terjemahan Singkat Ibnu Katsier, Jilid III,
(Surabaya; PT. Bina Ilmu, 1986), hlm. 396.
24
E. Keringanan Puasa
Puasa Ramadhan diwajibkan bagi tiap mukmin yang aqil (yang sudah
dapat membedakan sendiri antara yang baik dan buruk). Baligh (sudah dewasa
27
R.H.A.Soenarjo, SH. et all, Op.Cit., hlm. 45.
28
M. Quraish Shihab, MA, Wawasan al-Qur'an, (Bandung: Penerbit Mizan, 1996), hlm.
523
29
H. Abdullah Siddik, SH. Op.Cit., hlm. 146.
25
dan qaddir dan sehat jasmani).30 Wajib dijalankan selama hayat dikandung
badan, dimanapun juga. Apabila seseorang atau sekelompok orang-orang
benar-benar tidak mampu atau sukar sekali untuk menjalankannya, baru
terbuka kelonggaran adalah mereka yang puasa itu menyiksa baginya. Kalau
diperinci orang-orang yang diberi kelonggaran adalah sebagai berikut:31
1. Orang sakit dan orang yang dalam perjalanan. Golongan ini dibebaskan
dan wajib puasa selama sakit atau selama musafir. Akan tetapi mereka
diwajibkan mengganti puasa sebanyak hari yang ditinggalkannya pada
hari-hari lain.
2. Perempuan dalam haid (menstruasi), perempuan hamil dan perempuan
yang menyusui anak. Tapi mereka harus mengqodho lain-lain yang
mereka tiada berpuasa atau mereka membayar fidyah, bagi kedua
golongan yang terakhir ini.
3. Orang tua yang sudah lanjut umur tiada kuasa lagi berpuasa.
4. Orang sakit yang tidak ada harapan lagi sembuh dari sakitnya
5. Mereka yang bekerja berat dan karena berat kerjanya itu tidak kuasa
puasa, seperti pekerja-pekerja tombang, abang-abang becak, buruh-buruh
kasar di pabrik-pabrik dan di pelabuhan-pelabuhan dan sebagainya.
Jadi bukan keinginan yang Allah SWT. tetapi keadaan yang benar-
benar tidak memungkinkan kita. Apabila terhalang mengerjakan puasa boleh
tidak berpuasa di bulan itu, untuk mengerjakannya sesudah halangan itu
lenyap. Atau mengganti hari-hari terlarang berpuasa di bulan tersebut dengan
hari-hari lain. Tetapi kalau halangan itu terus menerus sehingga betul-betul
tidak mampu mengganti hari-hari tidak berpuasa itu dengan hari-hari lain,
bolehlah ia mengganti tiap hari wajib puasa dengan memberi sedekah
makanan kepada orang miskin tiap-tiap hari sebanyak ¾ liter beras satu
dengan uang yang seharga dengan beras itu (fidyah)
Puasa itu wajib tetapi Islam tidaklah memberatkan dan menyaksikan
penganutnya, tapi untuk mewujud jalan baginya, di dunia dan di akhirat.
30
Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 149.
31
Nazaruddin Razak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1993), hlm. 262.
26
32
R. H.A. Soenarjo, S.H., Op.Cit., hlm. 72.
33
Hamka, Tafsir al-Azhar, Juz III, Op. Cit, hlm. 92.
34
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid. IV, (Jakarta: PT. Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 113.
27
1. Puasa yang hukumnya wajib: yaitu puasa bulan Ramadhan, puasa kifarat,
puasa nadzar dan puasa qadla.
2. Puasa sunnah atau puasa tathawu’ misalnya puasa enam hari bulan
Syawal, puasa hari senin kamis, puasa arafah (9 Dzulhijjah) kecuali bagi
orang yang sedang mengerjakan ibadah haji tidak disunnahkan, puasa hari
A’syura (10 Muharram), puasa bulan Sya’ban, puasa tengah bulan
(tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qamariyah).
3. Puasa makruh, misalnya puasa yang dilakukan terus- menerus sepanjang
masa kecuali pada bulan Haram, disamping itu makruh puasa setiap hari
sabtu saja atau tiap jum’at saja.
4. Puasa haram yaitu haram berpuasa pada waktu-waktu tertentu, misalnya
pada Hari Raya Idul Fitri (1 Syawal), hari raya idul Adha (10 Dzulhijjah),
hari-hari tasyrik (11, 12 dan 13 Dzulhijjah).35
35
Muslich Maruzi, Pedoman Ibadah Puasa, (Jakarta: Pustaka Amani, 1990), hlm. 12-
13.
36
M. Quraish Shihab, Wawasan al-Qur'an, Op. cit., hlm. 530
28
37
Sidi Gazalba, Op.Cit., hlm. 51
38
Wahbah al-Zuhaily, Puasa dan Itikaf, Terj. Agus Effendi dan Bahruddin Funnany,
(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1995) hlm. 89.
39
H. Abdullah Sidik, S.H., Op.Cit., hlm. 131.
29
40
Wahbah al Zuhayly, Op. Cit., hlm. 88.
30
dengan zakat fitrah. Kalau itu dilakukan dengan ikhlas terwujudlah nilai
sosial dari puasa.
4. Disiplin Jasmaniah
Puasa secara praktis memperbaharui kehidupan manusia yaitu
membuang makanan yang telah lama mengendap dan menggantinya
dengan yang baru, mengistirahatkan perut dan alat pencernaan,
memelihara tubuh, membersihkan sisa-sisa makanan dan minuman.
Menurut statistik ilmu kesehatan lebih dari 60% penyakit berasal
dari perut, apabila perut tidak dikendalikan, banyak penyakit akan
tumbuh.41
Dalam hal ini Sidi Gazalba menjelaskan bahwa kendalikan
perutmu, maka akan berlindunglah kita dan sebagian besar kejahatan
(penyakit) yang diakibatkan perut.42
Hal yang sama juga dikemukakan oleh al-Hasani ar-Nadwi bahwa
manusia telah berlebih-lebihan di dalam makan dan minum dan tergila-
gila dalam bermacam-macam makanan dan minuman sehingga mereka
diserang penyakit-penyakit baik badan maupun mental.43
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hikmah puasa bagi
orang mukmin bisa berupa fisik atau jasmaniah maupun psikis atau
rohaniah. Hikmah itu melindungi mukmin dari kejahatan jasmaniah dan
rohaniah.
Dari empat nilai hikmah yang dapat dipetik dalam menjalankan
ibadah puasa tersebut menyatakan bahwa dengan puasa akan
terpeliharalah kehidupan rohani dan jasmani seorang muslim, tetapi harus
kita ingat bahwa puasa itu ditujukan kepada orang-orang yang beriman.
Maka nilai dan hikmah rohaniah dan jasmaniah dari puasa itu hanya akan
41
Sidi Gazalba, Op. Cit., hlm. 154.
42
Ibid. hlm. 154.
43
A. A. A. H. al-Hasani ar-Nadwi, Empat Sendi Agama Islam, disadur dari Drs.
Zainuddin et all, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991) hlm.213.
31
diterima oleh orang mukmin yang menjalankan puasa atas dasar iman dan
takwa.
Dari uraian-uraian tentang puasa serta melihat dari berbagai aspek,
tergambarlah bahwa puasa sangat banyak hikmah dan efeknya
(pengaruhnya) bagi orang-orang yang melaksanakannya, baik dipandang
sebagai ubudiah maupun sebagai latihan. Secara ringkas dapat dapatlah
dirumuskan hikmah puasa sebagai berikut:
a. Tazkiyat al-Nafsi (membersihkan jiwa), yaitu dengan jalan mematuhi
perintah-perintahnya, menjauhi segala larangan-larangan-Nya, dan
melatih diri untuk menyempurnakan peribadatan kepada Allah Swt
semata.
b. Puasa disamping menyehatkan badan sebagaimana yang telah diteliti
oleh dokter spesialis, juga memenangkan aspek kejiwaan atas aspek
materiil yang ada dalam diri manusia.
c. Puasa mendidik iradah (kemauan), mengendalikan hawa nafsu,
membiasakan bersifat sabar, dan dapat membangkitkan semangat.
d. Puasa dapat menurunkan daya seksual.
e. Dapat menumbuhkan semangat bersyukur terhadap nikmat Allah.
f. Puasa mengingatkan orang-orang yang kaya akan penderitaan dan
kelaparan yang dialami oleh orang-orang miskin.
g. Dapat menghantarkan manusia menjadi insan bertakwa.44
Menurut TM. Hasbi Ash-Shiddiqie, hikmah puasa itu telah
diterangkan dalam Al-Qur'an yaitu menjadi orang yang takwa dan menjadi
tangga yang menyampaikan kita kepada derajat muttaqin. Jadi Allah Swt
memfardlukan puasa kepada kita agar:
a. Untuk menanamkan rasa sayang dan ramah kepada fakir miskin,
kepada anak yatim dan kepada orang melarat hidupnya.
b. Untuk membiasakan diri dan jiwa memelihara amanah. Perlu diketahui
bahwa puasa itu suatu amalan Allah Swt yang berat dan sukar. Maka
apabila kita dapat memelihara amanah Allah Swt dengan sempurna
44
Yusuf Qardhawi, Fiqh Puasa, (Surakarta: Era Inter Media, 2000), hlm. 21-27.
32
45
TM. HASBY ASH-SHIDDIQIE, PEDOMAN PUASA, (SEMARANG: PT. PUSTAKA RIZKI
PUTRA, 1997), HLM. 44.