Anda di halaman 1dari 31

UNIVERSITAS JEMBER

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HEMANGIOMA DI


RUANG INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT DAERAH
dr. SOEBANDI JEMBER

oleh
Nuhita Siti Rohmin, S.Kep
NIM 142311101042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
APRIL, 2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan pada Pasien dengan Hemangioma di Ruang Instalasi


Bedah Sentral RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan di sahkan pada :
Hari, Tanggal :
Tempat : Ruang Instalasi Bedah Sentral RSD dr. Soebandi Jember

Jember,.................2018

Mahasiswa

Nuhita Siti Rohmin, S.Kep.


NIM 142311101042

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik


Stase Keperawatan Bedah Ruang Instalasi Bedah Sentral
Fkep Universitas Jember RSD dr. Soebandi Jember

Ns. Siswoyo,S.Kep.,M.Kep. Ns. Muhamad Syafari, S. Kep


NIP 19800412 200604 1 002 NIP 19780212 200501 1 010

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
LAPORAN PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Definisi ................................................................................................. 1
B. Anatomi dan fisiologi ........................................................................... 1
C. Epidemiologi ........................................................................................ 3
D. Etiologi ................................................................................................. 4
E. Klasifikasi ............................................................................................ 5
F. Patofisiologi/patologi ........................................................................... 6
G. Manifestasi klinis ................................................................................. 7
H. Pemeriksaan penunjang........................................................................ 8
I. Komplikasi ........................................................................................... 11
J. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi ............................ 14
K. Rehabilitasi........................................................................................... 16
L. Clinical pathway................................................................................... 20
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS KELOLAAN .................................. 21
A. Pengkajian ............................................................................................ 21
B. Rumusan Diagnosa Keperawatan ........................................................ 23
C. Perencanaan/ Nursing Care Plan ......................................................... 24
D. Evaluasi keperawatan ........................................................................... 31
E. Discharge planning............................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 33

iii
1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Hemangioma adalah tumor jinak yang terjadi akibat gangguan pada perkembangan dan
pembentukan pembuluh darah dan dapat terjadi di segala organ seperti hati, limpa, otak,
tulang dan kulit (Hamzah, 2009). Hemangioma merupakan salah satu tumor endotelial
yang paling sering dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak (Sinto, 2017).
Hemangioma merupakan kumpulan pembuluh darah kecil (kapiler) dengan densitas
abnormal yang bisa timbul di kulit maupun di organ dalam. Patogenesis hemangioma
hingga kini belum diketahui secara pasti. Hemangioma dapat menembus kulit dan
membentuk ulkus. Ulserasi yang lebih dalam dan dapat menimbulkan nyeri merupakan
masalah lain bagi penderita (Hirawati, 2013).

B. Anatomi dan Fisiologi


Seluruh tubuh manusia bagian terluar terbungkus oleh suatu sistem yang disebut
sebagai sistem integumen. Sistem integumen adalah sistem organ yang paling
luas.Sistem ini terdiri atas kulit dan aksesorisnya, termasuk kuku, rambut, kelenjar
(keringat dan sebaseous), dan reseptor saraf khusus (untuk stimuli perubahan internal
atau lingkungan eksternal). Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang
berkontribusi terhadap total berat tubuh sebanyak 7 %. Kulit tersusun atas tiga lapisan
yaitu (Sloane, 2003):
1. Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit terluar yang memiliki fungsi. Epidermis juga disebut
bagian superfisial kulit. Disusun oleh epitel gepeng berlapis yang mengandung keratin
dan tidak berpembuluh darah. Epidermis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a) St. Korneum
Lapisan epidermis yang paling atas, Epitel gepeng berlapis, tidak memiliki inti dan
tidak berwarna dan sangat sedikit mengandung air.
b) St. Lusidum
Lapisan bening terdiri dari protoplasma. Proses keratinisasi bermula dari lapisan
bening.
2

c) St. Granulosum
Tersusun oleh sel-sel keratinosit. Lapisan granulosum ini tampak paling jelas pada
kulit telapak tangan dan telapak kaki.
d) St. Spinosum
lapisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan dengan perantaraan
jembatan jembatan protoplasma. Antara sel-sel taju terdapat celah antar sel halus
yang berguna untuk peredaran cairan jaringan ekstraseluler dan pengantaran butir-
butir melanin.
e) St. Basale
Lapisan ini disebut pula sebagai stratum pigmentosum atau strarum germinativum
karena paling banyak tampak adanya mitosis sel – sel. Sel – sel lapisan ini
berbatasan dengan jaringan pengikat corium dan berbentuk silindris atau kuboid. Di
dalam sitoplasmanya terdapat sel melanosit atau pigmen, yang berfungsi untuk
memberikan warna pada kulit dan UV protection alamiah. Melanin terdapat kulit
coklat atau hitam, carotine terdapat pada kulit yellow atau orange, dan hemoglobin
terdapat pada kulit yang kemerah-merahan.

Gambar struktur epidermis

2. Dermis
Dermis terletak tepat dibawah epidermis. Jaringan ini dianggap jaringat ikat longgar dan
terdiri atas sel-sel fibroblas yang mengeluarkan protein kolagen dan elastin. terdiri dari
jaringan konektif fibrosa, selain itu banyak mengandung pembuluh darah, saraf dan
kelenjar. Dermis lebih tebal dibanding dengan epidermis. Pada lapisan ini muncul
papilare dermal ke epidermis. Bagian bawah terdapat lapisan retikuler yang melekat
dengan hipodermis. Dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan
3

folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah
bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili). Dermis terdiri dari jaringan
ikat yang terdiri dari 2 lapisan:
a) Pars papilare
Bagian yang menonjol ke epidermis dan menghasilkan sidik jari. Berisi ujung
serabut saraf dan pembuluh darah.
b) Pars retikulare
Bagian yang menonjol ke subkutan. Terdiri kurang lebih 80% dari tebal dermis.
Terdapat dari sel fibroblast yang memproduksi kolagen dan retikularis yang
terdapat banyak pembuluh darah , limfe,akar rambut, kelenjar keringat dan
sebaseus.
c) Touch
Pada dermis juga terdapat saraf perasa yaitu untuk merasangsang sentuhan antara
lain :
Paccini : Tekanan
Ruffini : Panas
Meisner : Sentuhan
Krause : Dingin

Gambar struktur Dermis


3. Hipodermis/ sub kutan
Hipodermis adalah lapisan bawah kulit (fasia superfisialis) yang terdiri atas jaringan
pengikat longgar, kompenennya serat longgar, elastis dan sel lemak. Sel-sel lemak
membentuk jaringan lemak pada lapisan adiposa yang terdapat susunan lapisan
subkutan untuk menentukan mobilitas kulit diatasnya. Bila terdapat lobulus lemak yang
merata, hipodermis membentuk bantal lemak disebut pannikulus adiposus. Pada daerah
perut, lapisan ini dapat mencapai ketebalan tiga cm, sedangkan pada kelopak mata,
4

penis, dan skrotum, lapisan subkutan tidak mengandung lemak. Bagian superfisial
hipodermis mengandung kelenjar keringat dan folikel rambut. Dalam lapisan
hipodermis terdapat anyaman pembuluh arteri, pembuluh vena, dan anyaman saraf yang
berjalan sejajar dengan permukaan kulit di bawah dermis. Lapisan ini mempunyai
ketebalan bervariasi dan mengikat kulit secara longgar terhadap jaringan di bawahnya.

Gambar struktur Hipodermis


C. Epidemiologi
Di USA, hemangioma terjadi pada 10 – 12% bayi kulit putih, 1.4% pada kulit
hitam, dan hanya memgenai 0.8% bayi Asia. Pada bayi prematur dengan berat badan
kecil 1 kg angka kejadiannya cukup tinggi yaitu sekitar 20 – 30% sedangkan pada bayi
prematur dengan berat badan 1.5 kg angka kejadiannya sama dengan pada bayi aterm.
Insidensnya juga meningkat pada bayi yang lahir dari ibu yang menjalani pemeriksaan
sampel air ketuban. Tidak ada penjelasan mengapa bayi perempuan mempunyai risiko
tiga kali lipat menderita hemangioma dibanding bayi laki-laki, dan insidensnya
meningkat pada bayi prematur (Nafianti, 2010). Hemangioma merupakan kelainan lahir
yang paling sering terjadi pada bayi dan anak-anak yaitu sekitar satu dari 200 kelahiran
hidup. Hemangioma terjadi pada 2,6 % kelahiran di dunia., yaitu pada 12,7% bayi
prematur dan 22,9% pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah. Kejadian
hemangioma dimungkinkan berhubungan langsung dengan berat badan bayi (Hirawati,
2013). Sebesar 4-10% hemangioma terjadi pada bayi ras Kaukasia dengan prevalensi 3-
5 kali lebih tinggi pada bayi perempuan. Penyakit ini jarang terjadi pada bayi dengan
5

kulit gelap. Angka kejadian juga meningkat pada bayi lahir prematur, bayi berat badan
lahir (Sinto, 2017).

D. Etiologi
Penyebab hemangioma sampai saat ini masih belum jelas. Malforasi pembuluh
darah diduga berasal dari sisa-sisa jaringan yang tidak berhasil membentuk hubungan
normal dengan sistem pembuluh darah. beberapa sumber menyebutkan kemungkinan
bahwa angiogenesis dan vaskulogenesis berperan banyak dalam proliferasi elemen
pembentuk pembuluh darah yang berlebihan. Vaskulogenesis ialah proses terjadinya
prekursor sel endotelial menjadi pembuluh darah, sedangkan angiogenesis ialah
perkembangan pembuluh darah baru dari sistem pembuluh darah yang sudah ada.
Dilaporkan bahwa progenitor sel endotelial mempunyai kontribusi terhadap terjadinya
penyebaran awal hemangioma. Cytokines, seperti Basic Fibroblast Growth Factor
(BFGF) dan Vascular EndothelialGrowth Factor (VEGF), mempunyai peranan dalam
proses angiogenesis. Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti
penurunan kadar angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis
factor–beta, dan transforming growth factor–beta berperan dalam etiologi terjadinya
hemangioma (Richard, 2008 dalam Nurrahman, 2014).

E. Klasifikasi
Pada dasarnya hemangioma dibagi menjadi dua yaitu hemangioma kapiler dan
hemangioma kavernosum (Kuhsner, 2005 dalam Nurrahman, 2014):
1) Hemangioma kapiler (superfisial hemangioma)
Terjadi pada kulit bagian atas. Sering terjadi pada bayi prematur dan biasanya akan
menghilang beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Gejalanya antara lain
tampak bercak merah yang lamakelamaan makin besar. Lama-kelamaan warnanya
menjadi merah menyala, berbatas tegas, keras pada perabaan tegang dan berbentuk
lobular. Involusi spontan ditandai oleh memucatnya warna didaerah sentral, lesi
menjadi kurang tegang dan lebih mendatar. Perkembangannya dimulai dengan titik
kecil pada waktu lahir, membesar cepat, dan menetap pada usia kira-kira delapan bulan.
6

Kemudian akan mengalami regresi spontan dan menjadi pucat karena fibrosis setelah
usia satu tahun.

2) Hemangioma kavernosum
Terjadi pada kulit yang lebih dalam, biasanya pada bagian dermis dan subkutis. Pada
beberapa kasus kedua jenis hemangioma ini dapat terjadi bersamaan atau disebut
hemangioma campuran. Hemangioma kavernosum ini terdiri atas jalinan pembuluh
darah yang membentuk rongga. Kelainannya berada dijaringan yang lebih dalam dari
dermis. Hemangioma kavernosum biasanya tidak memiliki batas tegas berupa benjolan
yaitu makula eritematosa atau nodus yang berwarna merah keunguan. Bila ditekan
mengempis dan menggembung kembali bila dilepas. Kelainan ini terdiri dari elemen
vaskular (pembuluh darah) yang matang. Hemangioma kavernosum kadang-kadang
terdapat pada lapisan jaringan yang dalam, pada otot atau organ dalam. Berbentuk papul
eritematosa dengan pembesaran yang cepat. Beberapa lesi dapat mencapai ukuran 1 cm
dan dapat bertangkai, mudah berdarah.

F. Patofisiologi/Patologi
Ada beberapa hipotesis yang dikemukakan mengenai patofisiologi dari
hemangioma, diantaranya menyatakan bahwa proses ini diawali dengan suatu proliferasi
dari sel-sel endotelium yang belum teratur dan dengan perjalanan waktu menjadi teratur
7

dengan membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobus dengan lumen yang berisi
sel-sel darah. Sifat pertumbuhan endotelium tersebut jinak dan memiliki membran
basalis tipis. Proliferasi tersebut akan melambat dan akhirnya berhenti. Ketika dalam
trimester terakhir dari kehamilan, di dalam fetus terbentuk endotelium immature
bersama dengan pericyte yang juga immature yang memiliki kemampuan melakukan
proliferasi terbatas dimulai pada usia 8 bulan sampai dengan 18 bulan pertama masa
kehidupan setelah dilahirkan maka pada usia demikian terbentuk hemangioma. Terdapat
hubungan antara VEGF dan Endothelial progenitor cell (EPC) yang berperan dalam
pembentukan lesi hemangioma. VEGF memiliki sifat angiogenik dan spesific mitogenic
activator untuk sel endotel, keberadaan VEGF akan memicu pengeluaran dan
pengumpulan EPC pada situs tertentu seperti pada situs pertumbuhan tumor atau
iskemia. Peningkatan faktor-faktor pembentukan angiogenesis seperti penurunan kadar
angiogenesis inhibitor misalnya gamma-interferon, tumor necrosis factor–beta, dan
transforming growth factor–beta berperan dalam proses terjadinya hemangioma (Sinto,
2017).

G. Manifestasi klinis
Hemangioma adalah tumor endotelial dengan gambaran khas yaitu perkembangan
sangat cepat, dapat mengalami regresi perlahan, dan jarang berulang. Terdapat 3
tahapan utama dalam siklus hemangioma (Sinto, 2017):
1. Fase Proliferasi
Fase ini terjadi pada usia 0-1 tahun. Marker angiogenesis yang dapat diperiksa dalam
urin seperti fibroblast growth factor dan Matrix Metalloproteinase (MMPs) akan
meningkat pada fase proliferasi hemangioma dan akan menurun pada saat hemangioma
mulai mengalami regresi. Apabila perkembangan proliferasi tumor ini lebih agresif dan
cepat daripada pertumbuhan bayi akan dijumpai permasalahan kosmetik dan fungsional
seperti ulserasi, obstruksi nasal, gangguan penglihatan hingga obstruksi jalan napas.3
Seringkali fase proliferasi ini berlangsung hingga 18 bulan. Tanda awal regresi dapat
dilihat bila dijumpai perubahan warna lesi dari warna merah terang menjadi merah
kusam dan mulai muncul warna keabuan dimulai dari sentral yang akan menyebar ke
perifer.
8

2. Fase Involusi
Fase ini terjadi pada usia 1 hingga 5 tahun. Pada fase ini proliferasi endotel mulai
menurun disertai dengan meningkatnya proses apoptosis, sehingga pada tahap ini lesi
akan tampak mengecil dan jaringan akan tampak lebih halus. Sebanyak 50% kasus
hemangioma akan tuntas pada usia 5 tahun dan 70% sisanya akan tuntas di usia 7 tahun.
3. Fase Akhir Involusi
Fase ini terjadi pada usia lebih dari 5 tahun. Pada fase ini regresi sudah sempurna.
Gambaran yang tersisa berupa pembuluh darah yang tampak samar walaupun terkadang
masih berukuran besar.

H. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan hemangioma antara lain (Nafianti, 2010):
1. USG
Ultrasonografi berguna untuk membedakan hemangioma dari struktur dermis yang
dalam ataupun subkutan, seperti kista atau kelenjar limfe. USG secara umum
mempunyai keterbatasan untuk mengevaluasi ukuran dan penyebaran hemangioma.
Dikatakan juga bahwa USG doppler (2 kHz) dapat digunakan untuk densitas pembuluh
darah yang tinggi (lebih dari 5 pembuluh darah/ m2) dan perubahan puncak arteri.
Pemeriksaan menggunakan alat ini merupakan pemeriksaan yang sensitif dan spesifik
untuk mengenali suatu hemangioma infantil dan membedakannya dari massa jaringan
lunak lain.
2. MRI
MRI merupakan modalitas imaging pilihan karena mampu mengetahui lokasi dan
penyebaran baik hemangioma kutan dan ekstrakutan. MRI juga dapat membantu
membedakan hemangioma yang sedang berproliferasi dari lesi vaskuler aliran tinggi
yang lain (misalnya malformasi arteriovenus). Hemangioma dalam fase involusi
memberikan gambaran seperti pada lesi vaskuler aliran rendah (misalnya malformasi
vena)
3. CT scan
Pada sentra yang tidak mempunyai fasilitas MRI, dapat merggunakan CT scan
walaupun cara ini kurang mampu menggambarkan karakteristik atau aliran darah.
9

Penggunaan kontras dapat membantu membedakan hemangioma dari penyakit


keganasan atau massa lain yang menyerupai hemangioma.
4. Foto polos
Pemeriksaan foto polos seperti foto sinar X, masih bisa dipakai untuk melihat apakah
hemangioma mengganggu jalan nafas.
5. Biopsi kulit
Biopsi diperlukan bila ada keraguan diagnosis ataupun untuk menyingkirkan
hemangioendotelioma kaposiformis atau penyakit keganasan. Pemeriksaan
immunohistokimia dapat membantu menegakkan diagnosis. Komplikasi yang dapat
terjadi pada tindakan biopsi ialah perdarahan.

I. Kemungkinan komplikasi
1) Perdarahan
Komplikasi ini paling sering terjadi dibandingkan dengan komplikasi lainnya.
Penyebabnya ialah trauma dari luar atau ruptur spontan dinding pembuluh darah karena
tipisnya kulit di atas permukaan hemangioma, sedangkan pembuluh darah di bawahnya
terus tumbuh.
2) Ulkus
Ulkus menimbulkan rasa nyeri dan meningkatkan resiko infeksi, perdarahan, dan
sikatrik. Ulkus merupakan hasil dari nekrosis. Ulkus dapat juga terjadi akibat ruptur.
Hemangioma kavernosa yang besar dapat diikuti dengan ulserasi dan infeksi sekunder.
3) Trombositopenia
Komplikasi ini Jarang terjadi, biasanya pada hemangioma yang berukuran besar.
Dahulu dikira bahwa trombositopenia disebabkan oleh limpa yang hiperaktif. Ternyata
kemudian bahwa dalam jaringan hemangioma terdapat pengumpulan trombosit yang
mengalami sekuesterisasi.
4) Gangguan Penglihatan
Pada regio periorbital sangat meningkatkan risiko gangguan penglihatan dan harus lebih
sering dimonitor. Amblyopia dapat merupakan hasil dari sumbatan pada sumbu
penglihatan (visual axis). Kebanyakan komplikasi yang terjadi adalah astigmatisma
yang disebabkan tekanan tersembunyi dalam bola mata atau desakan tumor ke ruang
10

retrobulbar. Hemangioma pada kelopak mata bisa mengganggu perkembangan


penglihatan normal dan harus diterapi pada beberapa bulan pertama kehidupan.

J. Penatalaksanaan farmakologi dan non farmakologi


Farmakologi:
1) Kortikosteroid
Pilihan terapi utama adalah kortikosteroid baik pemberian topikal, intralesi, maupun
sistemik. Terapi kortikosteroid intralesi dapat diberikan untuk kasus hemangioma
dengan ukuran kecil di area hidung, pipi, bibir, dan kelopak mata. Terapi ini bertujuan
untuk memperlambat pertumbuhan tumor dan mengurangi kerusakan jaringan.
Triamcinolone (25 mg/mL) dengan dosis 3-5 mg/kg diinjeksikan perlahan pada area
lesi. Setelah injeksi, dapat terjadi atrofi jaringan tetapi biasanya sementara; injeksi 3
hingga 5 kali dengan interval 6-8 minggu memberikan hasil serupa dengan pemberian
kortikosteroid sistemik (Sinto, 2017).
2) Interferon Alfa
Indikasi terapi ini adalah jika terapi kortikosteroid gagal, ada kontraindikasi pemberian
kortikosteroid jangka panjang, terjadi komplikasi pada terapi kortikosteroid. Dosis yang
diberikan adalah 3 juta U/m2 secara subkutan setiap hari selama 3 bulan. Terapi ini
dapat dilakukan baik pada fase proliferasi maupun fase involusi. Efek samping serius
yang pernah terjadi adalah epilepsi, spastic diplegia, dan disfungsi ekstremitas bawah.
Pemberian intralesi dengan dosis 1-3 juta U/ m2 setiap hari selama 1 minggu pertama
dan diulang seminggu sekalii selama 7 minggu berikutnya juga memberikan hasil cukup
baik dengan efek samping lebih minimal (Sinto, 2017).
3) Propranolol
Propranolol 1 mg/mL dapat diberikan intralesi. Studi menunjukkan hasilnya serupa
dengan terapi triamsinolon 40 mg/mL intralesi. Pada fase awal (1-3 hari) menyebabkan
vasokonstriksi akibat pelepasan nitrous oxide yang berfungsi menghambat fibroblast
growth factor serta membantu proses apoptosis (Sinto, 2017).
11

Non farmakologi:
1) Laser
Terapi laser menjadi pilihan pada hemangioma superfisial karena kemampuan
intervensinya tidak lebih dari kedalaman 5 mm. Apabila lesi tetap membesar, harus
dipikirkan terapi lain. Terapi ini perlu diulang setiap 2-4 minggu (Sinto, 2017).
2) Pembedahan
Indikasi bedah eksisi ialah sebagai berikut: Hemangioma yang tumbuh secara progresif,
hemangioma yang mengalami infeksi berulang, hemangioma yang permukaannya
bergaung, sehingga ditakutkan disertai keganasan, mengganggu secara kosmetika,
hemangioma yang gagal dengan pengobatan medikamentosa, hemangioma yang
bertangkai (Nafianti, 2010).
12

K. Clinical Pathway
Faktor resiko: penurunan interferon & transforming growth B

Hemangioma

Banyak ditemukan di wajah dan leher Gangguan citra


tubuh

Peningkatan sel
Peningkatan ukuran endotel pembentuk Angiogenesis
tumor vaskular Dapat tumbuh dengan cepat dan
mengakibatkan kelainan jaringan
Penipisan dinding vaskuler
Pre operasi Prosedur pembedahan/eksisi di ruang OK

Ruputure spontan vaskuler


Efek anestesi Resiko infeksi Nyeri akut
Kurangnya informasi
Nekrosis pembedahan
Penekanan sistem saraf
Adanya luka terbuka
Perdarahan Defisiensi post pembedahan
pengetahuan Penurunan reflek batuk Penurunan reflek GI pembedahan
Masif Port de entry mikroorganisme
Resiko Peningkatan HCl
Ansietas
ketidakefektifan
Trombositopenia Resiko infeksi
bersihan jalan nafas Resiko aspirasi Mual muntah

Resiko kekurangan
volume cairan
13

PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
I. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status
pendidikan dan pekerjaan pasien.
II. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan Utama
Keluhan utama, apa yang menyebabkan pasien berobat atau gejala yang pertama
timbul saat pasien datang ke Rumah sakit yaitu keluhan mengenai adanya
gangguan pada sistem vaskuler.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Merupakan faktor-faktor yang melatarbelakangi atau hal-hal mempengaruhi atau
mendahului keluhan. Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan
hemangioma. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri dada, keringat malam,
nafsu makan menurun dan suhu badan meningkat mendorong penderita untuk
mencari pengobatan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Adalah riwayat atau pengalaman masa lalu tentang kesehatan atau penyakit yang
pernah di alami. Apakah sebelumnya pasien telah mengalami hemangioma
sebelumnya atau belum (hemangioma muncul kembali setelah dilakukan beberapa
terapi).
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keperawatan keluarga adalah riwayat kesehatan atau keperawatan
yang dimiliki oleh salah satu anggota keluarga, apakah ada yang menderita
penyakit yang seperti dialami pasien. Kaji apakah ada anggota keluarga yang
pernah mengalami hemangioma seperti yang dialami pasien sekarang.
14

III. Pengkajian Keperawatan


Pola fungsional Gordon:
1) Pola persepsi kesehatan menggambarkan akan pentingnya pengetahuan
tentang kesehatan.
2) Pola nutrisi dan metabolik menggambarkan akan konsepsi relatif kebutuhan
meltabolik dan asupan gizi. Pola konsumsi makanan dan cairan, keadaan
pertumbuhan, rambut, kuku, kulit dan membran mukosa.
3) Pola eliminasi : menggambarkan pola ekresi
4) Pola aktivitas dan mobilisasi : menggambarkan aktivitas pengisian waktu
sehari hari.
5) Pola tidur dan istirahat : menggambarkan pola istirahat dan tidur.
6) Pola persepsi dan konsep diri : kemampuan menggambarkan diri sendiri,
kemampuan dan peran.
7) Pola mekanisme koping : pada pasien hemangioma mengalami ketakutan
akan penyakit yang di derita dan tindakan yang akan dilakukan.
8) Pola keyakinan dan kepercayaan : menggambarkan dalam diri melakukan
ibadah, agama yang dianut.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum pasien hemangioma tingkat kesadaran composmentis, tidak
menunjukkan tandatanda yang berbahaya.
1) Kepala : rambut hitam, tidak ada nyeri tekan, tidak ada lesi dikepala.
2) Mata : Mata simetris, pupil isokor, reaksi pupil terhadap cahaya baik,
konjungtiva merah muda, sklera putih, pengelihatan baik.
3) Hidung : Simetris, tidak ada secret dalam hidung, tidak ada lesi, fungsi
penciuman baik
4) Mulut : mukosa pucat, tidak ada stomatitis,gigi lengkap, tidak ada karies gigi.
5) Telinga : Daun telinga kanan dan kiri simetris, tidak ada serumen dalam
telinga, tidak ada nyeri tekan, tidak ada luka, fungsi pendengaran baik.
6) Leher : tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada gangguan menelan.
15

7) Dada
Paru-paru:
Inspeksi : tidak menggunakan otot bantu nafas
Palpasi : pengembangan paru sama, tidak ada nyeri tekan
Perkusi : sonor
Auskultasi: tidak ada suara tambahan, vesikuler
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak teraba
Perkusi : pekak
Auskultasi: s1 s2 teratur, tunggal
8) Abdomen Inspeksi : datar tidak terlihat masa
Auskultasi : peristaltik usus normal 20x/menit
Palpasi : tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi :tympani
9) Ekstremitas Ekstremitas atas : terpasang infus, tidak terjadi gangguan fungsi
gerak pada ekstremitas atas.
Ekstremitas bawah : kaki kanan dan kiri sama, tidak ada kelainan bentuk,
gerak bebas.
10) Genetalia: penyebaran dan pertumbuhan rambut pubis, inspeksi bentuk,
ukuran, kelainan pada penis/labia, kebersihan, keadaan uretra, nyeri tekan,
elastisitas, termasuk area inguinal.
Anus: area perianal, lesi, benjolan, pelebaran vena, kebersihan, colok dubur
(dinding rectum, kelenjar prostat pada laki-laki).
11) Kulit dan kuku:
Kulit: Warna kulit, tektur kulit, elastisitas/turgor, akral, kebersihan,
kelembaban, tekstur, kelainan kulit, lesi, derajat edema, nyeri tekan, termasuk
inspeksi distribusi pertumbuhan rambut. Inspeksi adanya hemangioma, ukur
berapa panjang/lebar hemangioma.
Kuku: Warna kuku, bentuk, elastisitas, lesi, tanda radang, kebersihan,
panjang/pendeknya, CRT.
16

12) Keadaan lokal


Pengkajian terfokus pada kondisi local. Ukur berapa panjang dan lebar
hemangioma.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas (00146) berhubungan dengan stressor(tindakan pembedahan).
2. Defisiensi pengetahuan (00126) berhubungan dengan kurang informasi
tentang pembedahaan.
3. Resiko infeksi (00004), faktor resiko prosedur bedah.
4. Nyeri akut (00132) berhubungan dengan agen cedera fisik (prosedur bedah)
5. Resiko kekurangan volume cairan (00027) berhubungan dengan kehilangan
cairan aktif.
6. Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas (00031) berhubungan dengan
adanya benda asing dalam jalan nafas.
7. Resiko aspirasi (00039) faktor resiko penurunan tingkat kesadaran.
8. Gangguan citra tubuh (00118) berhubungan dengan prosedur bedah.
17
C. Intervensi Keperawatan

No. Masalah Keperawatan NOC NIC


1. Ansietas (00146) NOC: Anxiety Reduction (pengurangan kecemasan)
Tingkat kecemasan (1211) (5820)
Ansietas dapat teratasi selama dilakukan 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil:
dirasakan selama prosedur
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 3. Pahami prespektif pasien terhadap situasi stres
mengungkapkan gejala cemas. 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan dan mengurangi takut
menunjukkan tehnik untuk mengontol 5. Dorong keluarga untuk menemani klien
cemas. 6. Dengarkan dengan penuh perhatian
3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh 7. Identifikasi tingkat kecemasan
dan tingkat aktivfitas menunjukkan 8. Bantu pasien mengenal situasi yang
berkurangnya kecemasan. menimbulkan kecemasan
9. Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan, ketakutan, persepsi.
10. Instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi.
11. Memdorong pasien untuk berdoa bersama.
12. Kolaborasi dengan bina rohaniawan, jika
diperlukan.
13. Kolaborasi dengan tim medis mengenai
pemberian obat untuk mengurangi kecemasan,
bila perlu.
2. Defisiensi pengetahuan NOC: Pengajaran: perioperatif (5610)
(00126) Pengetahuan: proses penyakit (1803) 1. Informasikan pada pasien dan keluarga untuk
Difisiensi pengetahuan dapat diatasi selama menjadwalkan tanggal, waktu, dan lokasi
dilakukan tindakan keperawatan, dengan operasi
18
kriteria hasil: 2. Infromasikan pasein dan keluarga perkiraan
1. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman lama operasi.
tentang penyakit, kondisi, prognosis dan 3. Kaji riwayat operasi sebelumnya, latar
program pengobatan belakang, budaya, dan tingkat penegtahuan
2. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan terkait operasi.
prosedur yang dijelaskan secara benar. 4. Fasilitasi kecemasan pasien dan keluarga
3. Pasien dan keluarga mampu menjelaskan terkait kecemasannya
kembali apa yang dijelaskan perawat/tim 5. Berikan kesempatan pasien untuk bertanya.
kesehatan lainnya. 6. Jelaskan prosedur persiapan pre-operasi (jenis
anestesi, diit yang sesuai, pengosongan saluran
cerna, pemeriksaan lab yang dibutuhkan,
persiapan area operasi, terai IV, kapaian
operasi, ruang tunggu keluarga, transportasi
menuju ruang operasi)
7. Jelaskan obat-obat perioperatif yang diberikan
serta efek yang ditimbulkan
8. Berikan infromasi lengkap pada pasien
mengenai apa saja yang akan dicium, dilihat,
dirasakan selama proses operasi berlangsung.
9. Diskusikan kemunngkinan nyeri yang akan
dialami
10. Jelaskan pelatan dan perawatan pasca operasi
(obat-obatan, terapi oksigen, selang dan alat-
alat yang terpasang, balutan operasi, ambulasi,
diit, kunjungan keluarga dan jelaskan masing-
masing tujuannya
11. Instruksikan pada pasien bagaimana teknik
mobilisaasi pasca operasi
12. Evaluasi kemampuan pasien dalam mobilisasi
bertahap
19
13. Instrksikan pasien mengenai teknik mobilisasi,
batuk, dan nafsa dalam

Pengajaran: prosedur/perawatan (5618)


1. Informasikan pada pasien dan keluarga mengai
kapan, dimana dan lama tindakan akan
dilakukan
2. Jelaskan tujuan tindakan yang akan dilakukan
3. Gambarkan dan jelaskan aktivitas sebelum
prosedur/penanganan
4. Sediakan saksi saat pasien menandatangani
informed consent sesuai dengan aturan yang
berlaku
5. Ajarkan pasien jika pasien harus berpartisipasi
dalam kegiatan tersebut
6. Berikan informasi mengenai apa yang akan
didengar, dicium, dilihat, dirasakan selama
perawatan
7. Sediakan informasi menganai kapan dan
dimana jasil dapat diambil, beserta petugas
yang akan menjelaskan hasil tersebut
8. Berikan kesempatan bagi pasien untuk
bertanya ataupun mendiskusikan perasaannya
dan libatkan keluarga jika perlu.
3. Resiko infeksi (00004) NOC: Kontrol infeksi: intraoperatif (5645)
Kontrol resiko (1902) 1. Bersihkan debu dan permukaan mendatar
Pasien terbebas dari resiko infeksi selama dengan pencahayan di ruang operasi
2. Monitor dan jaga suhu ruangan antara 200 dan
dilakukan tindakan keperawatan, dengan
240C
kriteria hasil: 3. Monitor dan jaga kelembaban relatif antara
20
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi 20% dan 60%
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, 4. Batasi dan kontrol lalu lalang pengunjung
faktor yang mempengaruhi penularan serta 5. Verifikasi bahwa antibiotik profilaksis telah
penatalaksanaannya diberikan dengan tepat
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah 6. Pastikan personil yang akan melakukan
timbulnya infeksi tindakan operasi menggunakan pakaian yang
4. Jumlah leukosit dalam batas normal (N: 5,0- tepat
14,5 mm3) 7. Lakukan rancangan isolasi yang sesuai
5. Suhu: 36,5-37,50 C 8. Verifikasi kebutuhan kemasan sterilisasi
9. Buka peralatan steril dengan menggunakan
teknik aseptik
10. Sediakan sikat, jubah, sarung tangan sesuai
kebijakan institusi
11. Bantu pemakaian jubah dan sarung tangan
anggota tim
12. Bantu mengenakan pakaian pasien,
memastikan perlindungan mata, dan
meminimalkan tekanan terhadap bagian-bagian
tubuh tertentu
13. Pisahkan alat steril dan non steril
14. Monitor area yang steril untuk menghilangkan
kesterilan dan penentuan waktu istirahat yang
benar sesuai indikasi
15. Jaga keutuhan kateter dan intravaskular
16. Periksa kulit dan jaringan di sekitar lokasi
pembedahan
17. Letakkan handuk basah untuk mencegah
penayuan caran antimikroba
18. Oleskan salep antimikroba pada lokasi
pembedahan sesuai kebijakan
21
19. Angkat handuk basah
20. Berikan antibiotik yang sesuai
21. Jaga ruangan tetap rapi dan teratur untuk
mebetasi kontaminasi
22. Pakai dan amankan pakaian bedah
23. Bersihkan dan sterilkan instrumen dengan baik
24. Koordinasikan pembersihan dan persiapan
ruang operasi untuk pasien berikutnya.

Kontrol infeksi (6540):


1. Bersihkan lingkungan dengan baik setelah
digunakan untuk setiap pasien.
2. Isolasi orang yang terkena penyakit menular.
3. Batasi jumlah pengunjung.
4. Ajarkan cara cuci tangan.
5. Anjurkan pasien mengenai teknik cuci tangan
dengan benar.
6. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci
tangan yang sesuai.
7. Cusi tangan sebelum dan sesudah kegiatan
perawatan pasien.
8. Pakai sarung tangan sebagaimana dianjurkan
oleh kebijakan pencegahan universal.
9. Pakai sarung tangan steril dengan tepat.
10. Pastikan penangan aseptik dari semua saluran
IV.
11. Pastikan perawatan luka yang tepat
12. Verikan terapi antibiotik yang sesuai
13. Anjurkan pasien untuk meminum antibiotik
yang sesuai.
22
14. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada petugas kesehatan.
15. Ajarkan pasien dan keluarga mengenai
bagaimana cara menghindari infeksi.
4. Nyeri akut (00132) NOC: Manajemen nyeri (1400):
Kontrol nyeri (1605) 1. Lakukan pengkajian nyeri komprehensif
Nyeri akut pada pasien dapat teratasi selama meliputi lokasi, karakteristik, durasi frekuensi,
kualitas dan faktor pencetus.
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria
2. Observasi adanya reaksi nonverbal dan
hasil: ketidaknyamanan.
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab 3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau.
nyeri, mampu menggunakan tehnik 4. Berikan informasi mengenai nyeri, seperti
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
mencari bantuan) dirasakan, dan antisipasi dari ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan akibat prosedur.
menggunakan manajemen nyeri 5. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
frekuensi dan tanda nyeri) kebisingan
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
berkurang (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal).
7. Berikan individu penurun nyeri yang optimal
dengan peresepan analgesik.
8. Dorong pasien untuk menggunakan obat-
obatan penurun nyeri yang adekuat.
9. Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik.
10. Ajarkan tentang teknik non farmakologi
(seperti relaksasi, hypnosis, akrupessure dll)
23
11. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
12. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri.
13. Kolaborasi dengan pasien, orang terdekat dan
tim kesehatan lain untuk meilih dan
mengimplementasikan tindakan penurunan
nyeri non farmakologis
14. Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri tidak berhasil
15. Monitor penerimaan pasien tentang manajemen
nyeri.

5. Resiko Kekurangan NOC: Fluid management (4120)


volume cairan (00027) Keseimbangan cairan (0601) 1. Pertahankan catatan intake dan output yang
Kekurangan volume cairan dapat diatasi selama akurat
2. Monitor status hidrasi (kelembaban membran
dilakukan tindakan keperawatan, dengan
mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
kriteria hasil: ortostatik), jika diperlukan
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan 3. Monitor vital sign
usia dan BB 4. Monitor masukan makanan / cairan dan hitung
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas intake kalori harian
normal 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
3. Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas 6. Monitor status nutrisi
turgor kulit baik, membran mukosa lembab, 7. Berikan cairan IV pada suhu ruangan
tidak ada rasa haus yang berlebihan 8. Dorong masukan oral
9. Berikan penggantian nesogatrik sesuai output
10. Dorong keluarga untuk membantu pasien
makan
11. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
12. Atur kemungkinan tranfusi
13. Persiapan untuk tranfusi
24
Monitor cairan(4130)
1. Tentukan jumlah dan jenis intake serta
kebiasaan eliminasi
2. Tentukan faktir-faktor yang
mungkinmenyebabkan ketidakseimbangan
cairan (kehilangan albumin, luka bakar,
malnutrisi, pasca opoerasi dll)
3. Tentukan apakah pasien mengalami kehausan
atau gejala perubahan cairan
4. Periksa turgor kulit dengan memegang tangan
pasien pada tinggi yang sama seperti jantung
dan menekan jari selama lima detik
5. Monitor BB, asupan dan pengeluaran makanan
6. Monitor membran mukosa, trugor kulit dan
respon haus
7. Monitor tanda dan gejala asites
8. Pastikan bahwa semua IV dan asupan enteral
berjalan dengan benar
9. Kolaborasi tim medis berikan agen
farmakologis untuk meningkatkan pengeluaran
urin
10. Cek grafik asupan dan pengeluaran berkala
untuk memastikan pemberian layanan yang
baik.
6. Resiko ketidakefektifan NOC: Airway suction (3160)
bersihan jalan nafas Respiratory status : Airway patency (0410) 1. Pastikan kebutuhan oral/tracheal suctioning
(00031) Pasien terbebas dari resiko ketidakefektifan 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
jalan nafas selama dilakukan tindakan suctioning.
keperawatan dengan kriteria hasil: 3. Informasikan pada klien dan keluarga tentang
1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara suctioning
25
nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan 4. Minta klien nafas dalam sebelum suction
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, dilakukan.
mampu bernafas dengan mudah, tidak ada 5. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk
pursed lips) memfasilitasi suksion nasotrakeal
2. Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien 6. Gunakan alat yang steril setiap melakukan
tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi tindakan
pernafasan dalam rentang normal, tidak ada 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas
suara nafas abnormal) dalam setelah kateter dikeluarkan dan
3. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah nasotrakeal
faktor yang dapat menghambat jalan nafas 8. Monitor status oksigen pasien
9. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan
suksion
10. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila
pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan
saturasi O2, dll.
7. Resiko aspirasi (00039) NOC: Aspiration precaution (3200)
Pencegahan aspirasi (1918) 1. Monitor tingkat kesadaran, reflek batuk dan
1. Klien dapat bernafas dengan mudah, kemampuan menelan
frekuensi pernafasan normal 2. Lakukan suction jika diperlukan
2. Pasien mampu menelan, mengunyah tanpa 3. Hindari makan kalau residu masih banyak
terjadi aspirasi, dan mampu melakukan oral 4. Potong makanan kecil-kecil
hygine 5. Haluskan obat sebelum pemberian
3. Jalan nafas paten, mudah bernafas, tidak 6. Posisi tegak 90 derajat atau sejauh mungkin
merasa tercekik dan tidak ada suara nafas 7. Penawaran makanan atau cairan yang dapat
abnormal dibentuk menjadi bolus sebelum menelan
8. Potong makanan menjadi potongan-potongan
kecil
9. Istirahat atau menghancurkan pil sebelum
pemberian
10. Berikan perawatan mulut.
26
8. Gangguan citra tubuh NOC: Peningkatan citra tubuh (5220)
(00118) Citra tubuh (1200) 1. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien
Gangguan citra tubuh dapat diatasi selama terhadap tubuhnya
dilakukan tindakan keperawatan dengan kriteria 2. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
hasil: 3. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan,
1. Body image positif kemajuan dan prognosis penyakit
2. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal 4. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
3. Mendiskripsikan secara faktual perubahan 5. Fasilitasi kontak dengan individu lain dalam
fungsi tubuh kelompok kecil.
4. Mempertahankan interaksi sosial 6. Identifikasi strategi-strategi penggunaan
koping oleh orang tua dalam berespon terhadap
perubahan penampilan anak
7. Ajarkan untuk melihat pentingnya merespon
mereka terhadap perubahan tubuh anak dan
penyesuaian diri masa depan, dengan cara tepat
8. Bantu pasien untuk mengidentifikasi tindakan-
tindakan yang akan meningkatkan penampilan
9. Fasilitasi kontak dengan individu yang
mengalami perubahan yang saa dalam hal citra
tubuh.
D. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir
yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan (Carpenito, 2009). Ada 3 jenis evaluasi keperawatan
mengenai berhasil/tidaknya suatu tindakan, antara lain:
1. Teratasi: apabila perilaku pasien sesuai dengan pernyataan tujuan dan waktu yang sebelumnya sudah ditetapkan.
2. Teratasi sebagian: pasien menunjukkan perilaku tetapi tidak memenuhi semua kriteria dan tujuan serta waktu yang telah ditetapkan.
3. Belum taratasi: pasien belum menunjukkan perilaku yang dituliskan dalam tujuan, kriteria hasil dan waktu yang telah ditentukan.
27
E. Discharge Planning
Discharge planning merupakan bagian dari proses keperawatan dan fungsi
utama dari perawatan. Discharge planning harus dilaksanakan oleh perawat secara
terstruktur dimulai dari pengkajian saat pasien masuk ke rumah sakit sampai pasien
pulang (Potter & Perry, 2010). Pada pasien post op hemangioma tentunya terdapat luka
bekas jahitan insisi/operasi yang beresiko terjadinya infeksi tau biasa disebut dengan
ILO (infeksi luka operasi). Pasien dan keluarga tentunya harus dibekali bagaimana cara
mencegah infeksi luka operasi sepulangnya dari urmah sakit untuk dilakukan perawatan
di rumah. Cara untuk mencegah infeksi tersebut antara lain:
a. Membersikan luka. Hal ini bisa dilakukan dengan mencuci luka dengan air steril.
Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan tekanan tinggi dengan jarum atau
kateter dan alat penyemprot yang besar. Solusi pembunuhan kuman dapat
digunakan unuk membersihkan luka.
b. Menutup luka. Hal ini juga disebut pembalut luka. Pembalut digunakan untuk
melindungi luka dari kerusakan lebih lanjut dan infeksi. Hal ini juga menolong
menyediakan tekanan untuk mengurangi pembengkakan. Pembalut bisa berbagai
bentuk. Pembalut bisa mengandung beberapa substansi untuk menlong
mempercepat penyembuhan.
c. Mengingatkan pasien untuk mengkonsumsi obat yang telah diberikan dokter dari
rumah sakit
d. Segera bawa ke pelayanan kesehatan jika terdapat tanda dan gejala infeksi di bekas
luka operasi agar dapat ditangani dengan cepat sehingga terhindar dari komplikasi.
28

DAFTAR PUSTAKA

Aquilino, Mary Lober, Et al. 2008. Nursing Outcomes Classification. Fifth


Edition. United State of America: Mosby Elsevier.
Dochterman, Janne McCloskey dan Bulcchek, Gloria M. 2008. Nursing
Interventions Clarifications. Fifth Edition.united State of America: Mosby
Elsevier.
Hamzah, M. 2009 Hemangioma, dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta:
Balai Penerbit FK UI
Herdman, T. Heather. 2015. NANDA Internasional Inc. diagnosa keperawatan:
definisi & klasifikasi 2015-2017. Jakarta: EGC
Hirawati, G. K. 2013. Hubungan Antara Berat Badan Lahir Rendah dan Kejadian
Hemangioma Infantil Di Poliklinik Kulit Dan Kelamin Rsud Dr Moewardi.
Naskah publikasi. Surakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Nafianti, S. 2010. Hemangioma pada anak. Sari Pediatri. 12(3): 204-210
https://saripediatri.org/index.php/sari-pediatri/article/viewFile/513/450
[Diakses pada 28 April 2018]
Nurrahman, S. 2014. Asuhan Keperawatan Pada An. Z dengan Gangguan Sistem
Vaskuler :Hemangioma di Ruang Melati II Rumah Sakit Dr. Moewardi.
Naskah Publikasi. Surakarta: Program Studi Diii Keperawatan Fakultas
Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Sinto, L. 2017. Hemangioma pada Anak. CKD. 44(6): 253-256
http://www.kalbemed.com/Portals/6/08_253Hemangioma%20Pada%20Ana
k.pdf [Diakses pada 28 April 2018]
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai