Anda di halaman 1dari 28

Iwan Setiajie Anugrah

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PETANI) PERDESAAN


DALAM PERSPEKTIF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY
(CSR)

Rural Farmer Empowerment within the Corporate Social


Responsibility (CSR) Perspective

Iwan Setiajie Anugrah

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No.70, Bogor 16161

ABSTRACT

Community Development (CD) has been accepted as a proper method to answer


questions on Indonesia’s social in Indonesia. In such respect, the business community is
given a strategic position to accommodate a community using their CSR. Such a CSR could
be adjusted to local government’s on-going development programs in relation to rural and
agribusiness activities. Community empowerment is no longer relied upon innovation, but it
should be linked to a development program as the primary supporting factor to
empowerment. The government’s policy on autonomy could be made into supporting facility
on CSR implementation to empower rural communities, especially rural farmers without
proper support from routine government program. On the other side, other agricultural
technical institutions should play the role as the provider of agribusiness technology. Local
government’s involvement in the process of CSR allocation should be able to improve the
equitability of rural development in their respective area.

Key word: Corporate Social Responsibility, empowerment,farmer, government policy

ABSTRAK

Community Development (CD) merupakan salah satu metode yang tepat untuk
menjawab isu dan masalah sosial di Indonesia pada saat ini dan dimasa datang.
Pengusaha (industri) menempati kedudukan yang strategis untuk mengakomodasikan CSR
pada masyarakat yang dikehendakinya. Potensi CSR dapat diselaraskan dengan berbagai
program pemerintah daerah dalam kaitan pemberdayaan masyarakat petani di perdesaan
melalui kegiatan agribisnis, mengingat proses pemberdayaan masyarakat saat ini dan
dimasa datang tidak hanya cukup melalui inovasi, tetapi harus mempunyai keterkaitan (link)
program sebagai daya dukung terhadap pemberdayaan dari sisi yang lain. Kebijakan
pemerintah daerah melalui pendekatan otonomi, secara tidak langsung dapat dijadikan
fasilitas pengaturan kegiatan CSR bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat perdesaan,
khususnya para petani yang tidak mendapat sumber kegiatan program dari APBD atau
APBN. Sementara BPTP dan lembaga teknis lain yang terkait dengan penyediaan inovasi
pertanian, tetap berfungsi sebagaimana perannya dalam pemenuhan kebutuhan teknologi
agribisnis. Melalui kebijakan pemerintah daerah dalam proses pengalokasian CSR, secara
tidak langsung mendukung pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat di wilayahnya,
sehingga proses pemerataan pembangunan di perdesaan menjadi terlaksana.

Kata Kunci : Corporate Social Responsibility, pemberdayaan, masyarakat petani, kebijakan


pemerintah

324
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

PENDAHULUAN

Berbagai program pembangunan senantiasa terus dilakukan oleh


pemerintah, dengan tujuan untuk suatu perubahan kearah kehidupan masyarakat
yang lebih baik. Dinamika program pembangunan telah membawa keragaman
program serta berbagai konsep pembangunan yang akan menjadi pilihan, untuk
diimplementasikan kepada masyarakat oleh berbagai institusi yang melakukan
program pembangunan. Konsep pemberdayaan masyarakat, pada akhir-akhir ini
telah menjadi salah suatu pendekatan penting dalam program pembangunan
masyarakat. Konsep yang lebih dikenal dengan Community Development (CD) ini,
merupakan perpaduan antara program pembangunan dengan partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan.
Dalam pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat, program
pembangunan juga tidak hanya dilakukan oleh institusi pemerintah, melainkan juga
dapat dilakukan oleh kelompok masyarakat sendiri, peran lembaga swasta,
lembaga pendidikan serta stakeholders lainnya. Badan Litbang Pertanian sebagai
salah satu institusi pemerintah di lingkup Kementerian Pertanian, telah banyak
melakukan kegiatan tersebut, dengan berbagai program kegiatan di dalamnya.
Melalui dukungan model “agro inovasi” telah melahirkan berbagai upaya
pemberdayaan kepada masyarakat petani, terutama dalam kaitan dengan
pengembangan agribisnis perdesaan, sesuai dengan fungsi dan keberadaan
institusi Badan Litbang Pertanian serta jajarannya di daerah untuk berkomitmen
dalam mendukung program-program pembangunan pertanian dan perdesaan di
berbagai daerah di tanah air.
Program pemberdayaan juga dapat dilakukan dengan melibatkan berbagai
pihak swasta dengan berbagai model dan bentuk program yang dapat
diimplementasikan kepada masyarakat. Salah satu program pembangunan yang
saat ini berkembang, dengan melibatkan pihak swasta nasional maupun
internasional, dilakukan dengan menggunakan model pemberdayaan Coorporate
Social Responsibility (CSR). Model CSR, secara umum merupakan sebuah
pendekatan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi dan interaksi bisnis
perusahaan dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), berdasarkan
prinsip kesukarelaan dan kemitraan. Implementasi CSR telah banyak dilakukan
hampir di seluruh provinsi di tanah air, dalam berbagai kegiatan sosial di
lingkungan masyarakat yang menjadi lokasi dimana CSR tersebut dilaksanakan,
termasuk partisipasi CSR dalam beberapa kegiatan pemberdayaan masyarakat
petani di perdesaan serta di wilayah-wilayah pertanian potensial.
Dari sisi keterbatasan kemampuan finansial dalam kaitan pembangunan
daerah, maka upaya tersebut sangat positif dilakukan pada saat beberapa daerah
maupun sumber pendanaan di tingkat nasional dihadapkan pada keterbatasan
anggaran untuk program-program pembangunan, khususnya sektor pertanian
dengan pola pemberdayaan masyarakat. Sehingga melalui program CSR, proses
pembangunan dengan melibatkan partisipasi untuk pemberdayaan masyarakat
pada suatu daerah, setidaknya dapat mendorong percepatan program-program
pemerintah daerah dalam melaksanakan pembangunan di daerahnya masing-

325
Iwan Setiajie Anugrah

masing, termasuk upaya untuk selalu mensinergiskan program-program


pemberdayaan masyarakat petani di perdesaan, yang selama ini terkendala
dengan keterbatasan anggaran daerah (APBD) maupun program-program
pembangunan pertanian yang berasal dari institusi pemerintah pusat melalui dana
APBN.
Dengan analisis deskriptif terhadap kumpulan informasi tentang CSR
khususnya pada kasus di Provinsi Jawa Tengah, tulisan ini bertujuan untuk
menyampaikan beberapa inisiasi kegiatan CSR serta pandangan terhadap
peluang dan kesempatan pemerintah daerah untuk melakukan upaya
pemberdayaan masyarakat petani di perdesaan, melalui program-program
pembangunan yang selama ini bisa dipadukan/disinergikan dengan pelaksanaan
program CSR di masing-masing daerahnya, dalam satu pengaturan kebijakan
daerah yang otonom. Sehingga program-program pembangunan, khususnya bagi
pengembangan usaha pertanian dan perdesaan yang meliputi para petani dan
keluarganya sebagai bagian dari pelaku kegiatan usaha pertanian, secara
bersama-sama dapat direalisasikan sejalan dengan pelaksanaan program CSR di
wilayahnya.

PENDEKATAN KONSEPTUAL COORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY


(CSR)

CSR dalam Berbagai Pendekatan dan Kerangka Konseptual


Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an
dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The
st
Triple Bottom Line in 21 Century Business (1998), karya John Elkington
(http//www.csrindonesia.com dalam Asy’ari. 2009). Tiga komponen penting yang
dikembangkan sustainable development, yakni economic growth, environmental
protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment
and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas
CSR ke dalam tiga fokus 3P, yang terdiri dari profit, planet, dan people (Global
Compact Initiative, 2002 dalam Tim Universitas Parahyangan, 2010). Menurut
pendekatan tersebut, perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan
ekonomi belaka (profit) melainkan juga memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people).
Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai
akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan
dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab
sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan
(www. aniunpad.files.wordpress.com). Tanggung jawab sosial sektor dunia usaha
yang dikenal dengan nama Corporate Social Responsibility (CSR), merupakan
wujud kesadaran perusahaan dalam upaya meningkatkan hubungannya dengan
masyarakat dan lingkungannya. Oleh karena itu, keduanya bukanlah dua entitas
yang harus saling menegaskan atau saling mengeksploitasi. Namun demikian
ditengah situasi masyarakat Indonesia yang pada umumnya masih jauh dari

326
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

sejahtera, maka perusahaan tidak boleh hanya memikirkan keuntungan finansial


mereka semata.
Perusahaan dituntut untuk memiliki kepekaan dan kepedulian terhadap
kesejahteraan publik. Trinidad and Tobaco Bereau of Standards (TTBS) dalam Tim
Universitas Parahyangan (2010) mendefinisikan pertanggungjawaban sosial
perusahaan sebagai sebuah “komitmen” usaha untuk bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi bersama
dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya, komunitas
lokal dan masyarakat secara lebih luas (Sankat, Clement K, 2002 dan ICSD 2004
dalam Tim Universitas Parahyangan, 2010). Schermerhorn (1993) dalam
Tanudjaja (2006) memberikan definisi CSR sebagai suatu kepedulian organisasi
bisnis untuk bertindak dengan cara-cara mereka sendiri dalam melayani
kepentingan organisasi dan kepentingan publik eksternal. CSR adalah sebuah
pendekatan dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam
operasi bisnis mereka, dan dalam interaksi mereka dengan para pemangku
kepentingan (stakeholders) berdasarkan prinsip kesukarelaan dan kemitraan
(Nuryana, 2005). Dalam kaitan tersebut, terdapat 5 komponen pokok dari berbagai
definisi CSR yang ada, yaitu: ekonomi, sosial, lingkungan, pemangku kepentingan
dan voluntarisme (Corporate Responsibility Economic Development Course, MsM,
the Netherlands, 2005 dalam Tim Universitas Parahyangan, 2010).
Beberapa nama lain yang memiliki kemiripan atau bahkan sering
diidentikkan dengan CSR ini, antara lain Pemberian/Amal Perusahaan (Corporate
Giving/Charity), Kedermawanan Perusahaan (Corporate philanthropy), Relasi
Kemasyarakatan Perusahaan (Corporate Community/Public Relations), dan
Pengembangan Masyarakat (Community Development). Keempat nama itu bisa
pula dilihat sebagai dimensi atau pendekatan CSR dalam konteks Investasi Sosial
Perusahaan (Corporate Social Investment/Investing) yang didorong oleh spektrum
motif yang terentang dari motif “amal” hingga “pemberdayaan” (Brilliant, 1988
dalam Tanudjaja, 2006). Di sinilah letak pentingnya pengaturan CSR di Indonesia,
agar memiliki daya atur, daya ikat dan daya dorong. CSR yang semula bersifat
voluntary perlu ditingkatkan menjadi CSR yang lebih bersifat mandatory.
(Tanudjaja, 2006).
CSR menawarkan konsep pembangunan yang lebih kepada “doing with
the community” dibandingkan dengan “doing for the community”. Metode kerja
doing for, akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak
berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk bergantung pada bantuan
pemerintah atau organisasi-organisasi sukarela pemberi bantuan. Sebaliknya,
metode kerja doing with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta
mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya real needs, felt needs,
dan expected need . Sejalan dengan hal tersebut, metode kerja doing with, juga
sangat sesuai dengan gagasan besar Ki Hajar Dewantara tentang kepemimpinan
pendidikan di Indonesia – ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan
tut wuri handayani – yang berfokus akan perlunya kemandirian yang partisipatif di
dalam proses pembangunan (http://mahmudisiwi.net/definisi-community-
development , 2010).

327
Iwan Setiajie Anugrah

Dalam hasil penelitian yang dilakukan Tim Universitas Parahyangan


(2010), di Indonesia regulasi mengenai CSR telah diatur oleh pemerintah sejak
tahun 1994 dengan dikeluarkannya Keputusan Menteri Keuangan Republik
Indonesia No. 316/KMK 016/1994 tentang program pembinaan usaha kecil dan
koperasi oleh badan usaha milik negara. Kemudian dikukuhkan lagi dengan
Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara No. Kep-236/MBU/2003
yang menetapkan bahwa setiap perusahaan diwajibkan menyisihkan laba setelah
pajak sebesar 1 persen (1%) sampai dengan 3 persen (3%), untuk menjalankan
CSR. Program PKBL ini (program Kemitraan BUMN dengan Usaha Kecil dan
program Bina Lingkungan) terdiri dari dua kegiatan, yaitu program perkuatan
usaha kecil melalui pemberian pinjaman dana bergulir dan pendampingan (disebut
Program Kemitraan) serta program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat
sekitar (disebut Program Bina Lingkungan). Program PKBL merupakan pormulasi
pelaksanaan CSR bagi BUMN atau perusahaan yang operasionalnya tidak
berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumber daya alam seperti
perbankan, telekomunikasi dan sebagainya.
Dalam penelitian tersebut juga dikemukakan bahwa kewajiban
melaksanakan CSR oleh pemerintah, sekarang ini bukan hanya dibebankan pada
BUMN. Melalui Undang-Undang No. 40 tahun 2007 pasal 74 tentang perseroan
terbatas (UU PT) dan Undang-Undang No. 25 tahun 2007 pasal 15(b) dan pasal
16 (d) tentang Penanaman Modal (UU PM), maka setiap perseroan atau penanam
modal diwajibkan untuk melakukan sebuah upaya pelaksanaan tanggung jawab
perusahaan yang telah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan.
Kebijakan ini juga mengatur sanksi bagi perusahaan yang tidak menjalankan
kewajiban tersebut. Pada tataran praktis CSR biasanya berupa program yang
memiliki tujuan mengembangkan masyarakat. Konsep pengembangan masyarakat
sendiri memiliki tujuan pemberdayaan. Proses pengembangan masyarakat
mengajak masyarakat agar turut serta untuk berkembang, bukan hanya mendapat
bantuan.
Konsep Community Development mengajak dan merangkul seluruh
masyarakat untuk dapat bekerja sama dan berpartisipasi penuh dalam
pengembangan dan pembangunan masyarakat. Sehingga setelah adanya bentuk
kegiatan pengembangan masyarakat ini, mereka dapat lebih mandiri dan berdaya
dari sebelumnya. Beberapa motivasi yang melandasi sebuah perusahaan untuk
melakukan CSR, diantaranya dari mulai menjalankan kewajiban hingga demi
membantu sesama, serta beramal kepada sesama menjadi memberdayakan dan
membangun masyarakat (Suharto, 2005 dan www.pkbl.bumn.go.id). Dengan
demikian dapat diharapkan bahwa kontribusi dunia usaha dapat terukur dan
sistematis dalam ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan yang pro-masyarakat dan lingkungan seperti ini sangat
dibutuhkan ditengah arus neoliberalisme seperti sekarang. Disisi lain, masyarakat
juga tidak bisa seenaknya melakukan tuntutan kepada perusahaan, apabila
harapannya itu berada diluar batas aturan yang berlaku. Isu CSR dapat dikatakan
sebagai parameter kedekatan era kebangkitan masyarakat (civil society). Maka
dari itu, sudah seharusnya CSR tidak hanya bergerak dalam aspek philantropy
(yakni dorongan kemanusiaan yang biasanya bersumber dari norma dan etika

328
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

universal untuk menolong sesama dan memperjuangkan pemerataan sosial)


maupun level strategi, melainkan harus merambat naik ke tingkat kebijakan (policy)
yang lebih makro dan riil (Tanudjaja, 2006).
Dunia usaha harus dapat mencontoh perusahaan-perusahaan yang telah
terlebih dahulu melaksanakan program CSR sebagai salah satu policy dari
manjemen perusahaan. PT Bogasari misalnya, memiliki program CSR yang
terintegrasi dengan strategi perusahaan melalui pendampingan para pelaku usaha
mikro, kecil, dan menengah (UMKM) berbasis terigu, sebagaimana yang telah kita
ketahui, bahwa mereka adalah konsumen utama dari produk perusahaan ini.
Demikian juga dengan PT Unilever yang memiliki program CSR berupa
pendampingan terhadap petani kedelai. Bagi kepentingan petani, adanya program
CSR ini berperan dalam meningkatkan kualitas produksi, sekaligus menjamin
kelancaran distribusi. Sedangkan bagi Unilever sendiri, hal ini akan menjamin
pasokan bahan baku untuk setiap produksi mereka yang berbasis kedelai, seperti
kecap Bango yang telah menjadi salah satu andalan produknya. (Tanudjaja, 2006).
Ada kalanya program CSR perusahaan tidak harus berada pada tingkat
produsen dan pengembangan produk, tetapi dapat mencakup aspek-aspek lain,
seperti dalam pendidikan dan pelatihan, serta konservasi. Poin yang pertama,
pada akhir-akhir ini seakan-akan sedang menjadi tren di dunia usaha. Banyak
perusahaan yang memilih program CSR di bidang edukasi. Program seperti ini
kebanyakan memfokuskan pada edukasi bagi generasi mendatang,
pengembangan kewirausahaan, pendidikan finansial, maupun pelatihan-pelatihan.
PT. Astra International Tbk misalnya, telah membentuk Politeknik Manufaktur
Astra, dengan dana puluhan milyar. Selain itu, ada juga program dari HM
Sampoerna untuk mengembangkan pendidikan, melalui Sampoerna Foundation.
Untuk program ini, Sampoerna sendiri telah mengeluarkan dana tidak kurang dari
47 milliar. Beberapa kasus diatas, memberi gambaran singkat bahwa CSR sangat
bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan.
Dengan gambaran tersebut, diharapkan dunia usaha tidak memandang CSR
sebagai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan
dunia usaha (Tanudjaja, 2006).
CSR (corporate social responsibility) merupakan salah satu kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-
Undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang terbaru, yakni UU Nomor 40 Tahun
2007. Melalui undang-undang ini, industri atau korporasi wajib untuk
melaksanakanya, tetapi kewajiban ini bukan suatu beban yang memberatkan. Hal
ini mengingat bahwa pembangunan suatu negara bukan hanya tangung jawab
pemerintah dan industri saja, tetapi setiap insan manusia berperan untuk
mewujudkan kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat.
Industri dan korporasi berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang
sehat dengan mempertimbangkan pula faktor lingkungan hidup (Siregar, 2007).
Implementasi CSR yang dilakukam oleh suatu perusahaan akan
berdampak pada perusahaan itu sendiri dan pada masyarakat yang tinggal di
lokasi pelaksanaan CSR. Dampak yang dapat dirasakan oleh masyarakat
diantaranya adalah peningkatan taraf hidup dan kelembagaan berkelanjutan.

329
Iwan Setiajie Anugrah

Peningkatan taraf hidup masyarakat akan dilihat dari peningkatan pendapatan,


rumah atau papan, kesehatan, pangan dan (sarana) komunikasi. Sedangkan
dampak yang akan dirasakan oleh perusahaan adalah peningkatan citra
perusahaan di mata masyarakat. Implementasi CSR yang dilakukan oleh
perusahaan dapat berupa keterlibatan perusahaan secara langsung, melalui
yayasan/organisasi sosial, bermitra dengan pihak lain, maupun membentuk atau
bergabung dalam suatu konsorsium (Maulana, 2009).
Dalam Maulana (2009), kemudian dijelaskan pula bahwa implementasi
CSR dipengaruhi oleh bentuk strategi pengembangan masyarakat yang
digunakan. Bentuk strategi tersebut dibagi dalam tiga strategi, yaitu power coercive
(strategi pemaksaan), rational empirical (empirik rasional) dan normatif re-
educative (pendidikan yang berulang secara normatif). Bentuk strategi
pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan saling
mempengaruhi dengan tingkat partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi
masyarakat dilihat dari peran serta masyarakat dalam tahapan pelaksanaan CSR,
yaitu perencanaan, implementasi, evaluasi, dan pelaporan.

Pandangan Perusahaan Kebijakan CSR Kebijakan Pemerintah


terhadap CSR: perusahaan (manifest)
1. External driven,
environment driven,
reputation driven
2. Compliance Bentuk strategi pengembangan Tingkat partisipasi
3. Internal driven masyarakat: masyarakat:
1. Rational -empirical 1. Tahap perencanaan
2. Normative-resducative 2. Tahap pelaksanaan
3. Power-coerstive 3. Tahap evaluasi
4. Tahap pelaporan

Implementasi CSR
1. Perusahaan terlibat langsung
2. Melalui yayasan organisasi
sosial
3. Bermitra dengan pihak lain
4. Membentuk atau bergabung
dalam suatu konsorsium

Dampak bagi perusahaan: Dampak bagi masyarakat:


peningkatan citra perusahaan 1. Peningkatan taraf hidup
2. Kelembagaan berkelanjutan
Keterangan :
: Mempengaruhi
: Saling mempengaruhi
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Sumber : Maulana (2009)

Selain saling mempengaruhi dengan tingkat partisipasi masyarakat,


strategi pengembangan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan sangat

330
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

dipengaruhi oleh kebijakan perusahaan tersebut mengenai CSR. Karena suatu


perusahaan akan melaksanakan CSR apabila memiliki kebijakan atau peraturan
mengenai implementasi CSR dalam menjalankan usahanya. Kebijakan
perusahaan mengenai CSR juga dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kebijakan
pemerintah dan pandangan perusahaan mengenai CSR. Kebijakan pemerintah
yang mempengaruhi kebijakan perusahaan terkait penerapan CSR (sebagaimana
diuraikan pada materi sebelumnya) diatur dalam beberapa peraturan dan
perundang-undangan, yaitu UU No.40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan
Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-236/MBU/2003. Sedangkan pandangan
perusahaan terhadap CSR dapat dibagi tiga, yaitu external driven, environmental
driven, reputation driven; compliance; internal driven.
Sebagai gambaran tentang kegiatan CSR, berdasarkan hasil penelitian
pada tahun 2004 menunjukkan bahwa lebih dari 115 miliar rupiah atau sekitar 11,5
juta dollar AS dari 180 perusahaan yang dibelanjakan untuk 279 kegiatan sosial
yang terekam oleh media massa. Angka rata-rata perusahaan yang
menyumbangkan dana bagi kegiatan CSR adalah sekitar 640 juta rupiah atau
sekitar 413 juta rupiah per kegiatan. Sebagai perbandingan, di AS porsi
sumbangan dana CSR pada tahun 1998 mencapai 21,51 miliar dollar dan tahun
2000 mencapai 203 miliar dollar atau sekitar 2.030 triliun rupiah (Saidi dan Abidin,
2004 dalam Suharto 2005 dan www.pkbl.bumn.go.id). Sementara penerapan CSR
di Indonesia, seperti tertera pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. CSR Berdasarkan Jumlah Kegiatan dan Dana untuk Seluruh Indonesia

No Model Jumlah Kegiatan Jumlah Dana (Rp)


1. Langsung 113 (40,5 %) 14,2 milyar (12,2 %)
2. Yayasan Perusahaan 20 (7,2 %) 20,7 milyar (18,0 %)
3. Bermitra dengan Lembaga Sosial 144 (51,6 %) 79,0 milyar (68,5 %)
4. Konsorsium 2 (0,7 %) 1,5 milyar (1,3 %)
5. Jumlah 279 kegiatan 115,3 milyar
Sumber: Saidi dan Abidin (2004) dalam Suharto (www.pkbl.bumn.go.idwww.pkbl.bumn.go.id).

POTENSI DAN PELUANG PENGATURAN PROGRAM CSR


DI PROVINSI JATENG

Data secara pasti belum diperoleh, namun berdasarkan realitas yang ada
berdasarkan potensi dan peluang pengembangan CSR di Provinsi Jawa Tengah
relatif cukup besar, jika dilihat dari indikator jumlah dan keberadaan beberapa
industri atau perusahaan yang berdomisili di wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Potensi pengembangan CSR juga dilihat dengan keberadaan beberapa BUMN,
Perseroan serta institusi sejenis yang memang secara finansial telah
dipersyaratkan untuk melakukan hal itu, sebagai bentuk kepedulian sosial
institusinya kepada masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang berada di
wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Dengan asumsi bahwa semua potensi tersebut dapat melakukan dan
mengimplementasikan program CSR dari masing-masing institusinya dengan

331
Iwan Setiajie Anugrah

jumlah dana yang cukup signifikan, bukan tidak mungkin program-program


pemberdayaan masyarakat yang ada pada setiap kabupaten atau provinsi secara
keseluruhan dapat dilaksanakan, baik secara bertahap maupun melalui
keterpaduan program pemberdayaan lain yang terlebih dahulu sudah ada dan
dilaksanakan di masing-masing pemerintah daerah. Disisi lain program CSR juga
bisa dipandang sebagai potensi serta merupakan sumber investasi sosial,
sekaligus sumber investasi finansial bagi program pembangunan masyarakat,
disamping program-program pembangunan yang selama ini didanai melalui
anggaran dari APBD maupun pendanaan yang bersumber dari APBN.
Dalam kaitan tersebut, yang perlu dipastikan adalah bagaimana upaya
pengelolaan sumber-sumber pendanaan pembangunan yang ada, oleh pemerintah
daerah di tingkat provinsi serta kabupaten/kota, termasuk potensi yang secara
langsung terkait dengan program CSR di daerahnya. Pengaturan dan kebijakan
otonomi daerah, nampaknya dapat dijadikan instrumen bagi pelaksanaan program
pembangunan daerah, berdasarkan alokasi pembangunan dengan berbagai
sumber pendanaan daerah yang potensial. Melalui surat keputusan maupun
peraturan daerah yang diinisiasi oleh gubernur atau bupati/walikota setempat,
serta berpedoman pada mekanisme dan ketentuan yang berlaku pada masing-
masing sumber pendanaan, maka pengaturan program pembangunan daerah
termasuk didalamnya berbagai program pembangunan pertanian yang selama ini
masih merupakan sumber mata pencaharian sebagian besar masyarakat
perdesaan di beberapa kabupaten di Provinsi Jawa Tengah, secara terencana
dapat direalisasikan dalam pembangunan.
Pemberdayaan masyarakat khususnya para petani di perdesaan, saat ini
dan dimasa yang akan datang nampaknya tidak hanya cukup dengan melalui
introduksi inovasi sebagai bentuk kebutuhan teknis dalam melaksanakan kegiatan
usaha taninya, tetapi jauh ke depan masyarakat petani harus juga di link- kan
dengan program kegiatan pemberdayaan lain, sehingga partisipasi masyarakat
petani juga bisa dijadikan modal sosial bagi pemberdayaan petani dan
keluarganya, dalam kesatuan rumah tangga tani dari sisi yang lain. Salah satu
upaya yang bisa dilakukan, misalnya dengan program CSR yang selama ini biasa
pada kegiatan usaha kecil mikro atau agribisnis bersakala besar, secara bertahap
diarahkan pada pemberdayaan usaha tani yang selama ini dikelola oleh keluarga
tani atau rumah tangga tani, sehingga secara teknis pemberdayaan usaha tani
dengan kegiatan pemberdayaan lain yang sesuai dilingkungannya, dapat berjalan
secara bersama-sama dan saling menunjang.
Hal ini sudah seharusnya dilakukan, mengingat kegiatan usaha tani atau
agribisnis akan sangat terkait dengan berbagai elemen didalamnya dalam
kesatuan sistem. Target peningkatan produksi harus juga diimbangi dengan
peluang pasar, serta kemampuan finansial yang dikeluarkan maupun finansial
yang akan diperoleh dalam melakukan kegiatan agribisnis atau usaha tani. Agro
inovasi dalam kaitan pengembangan agribisnis, hanyalah merupakan salahsatu
bagian dari banyak komponen yang juga masih harus dilakukan, dalam kaitan
dengan pengembangannya. Hal ini mengingat dalam pengembangan masyarakat
perdesaan yang saat ini menuju dinamis, potensi kapital sosial dan kapital
manusia juga sangat besar peranannya dalam mendukung keberhasilan
pengembangan usaha tani yang dilakukan.

332
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

IMPLEMENTASI CSR DENGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT:


Beberapa Contoh Kasus yang Dilakukan di Lokasi Provinsi Jawa Tengah

Kasus 1. Implementasi Program CSR dari PT Pertamina


Program CSR dari PT. Pertamina, meliputi bantuan Dana CSR untuk
sentra pemberdayaan tani (SPT) kepada masing-masing 100 KK petani di 3 tiga
desa yakni, (1) Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali ; (2)
Desa Wonokerto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang; dan (3) Desa
Labuhan Kidul, Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang. Jumlah dana pada Tahap
Pertama (2010) senilai Rp 1.424.623.000,- dari total dana CSR SPT yang telah
disetujui senilai Rp 3.963.391.700,- yang semuanya akan lengkap diberikan pada
Tahap Kedua (2011), senilai Rp 1.424.623.000,- dan Tahap Ketiga (2012) senilai
Rp. 1.116.968.700,-
Implementasi program ini, di mulai sejak tahun 2009 silam dan disponsori
oleh PT. Pertamina dan Pemprov Jateng. Kegiatan CSR pada ketiga desa yang
beruntung mendapatkan program SPT (berupa waduk mini/embung dan juga
bantuan kepada 100 kepala keluarga (KK) di lahan 20 hektar untuk pembangunan
kebun buah, diantaranya sebanyak 2.800 pohon durian montong, pupuk hingga
pemanenan) tersebut adalah: (1) Desa Karanganyar, Kecamatan Musuk,
Kabupaten Boyolali mendapat hibah waduk mini atau embung berkapasitas +
10.000 meter kubik dari Pemprov Jateng dengan anggaran Rp 349.895.000, juga
dengan 20 hektar kebun buah durian monthong dari PT Pertamina Persero; (2)
Desa Wonokerto, Kecamatan Bancak, Kabupaten Semarang mendapatkan waduk
mini/embung dengan kapasitas yang sama dari pemprov, kemudian 20 hektar
kebun buah naga merah dari PT Pertamina, dan (3) Desa Labuhan Kidul,
Kecamatan Sluke, Kabupaten Rembang mendapatkan waduk mini/embung seperti
pada dua desa sebelumnya dan 20 hektar kebun mangga arumanis dan Nam
Dokmai (varietas Thailand). Kesemuanya itu diberikan lengkap beserta sarana
produksi dan pelatihan hortikultura untuk petani yang dikelola oleh Yayasan Obor
Tani selama 3,5 tahun dari mulai tanam sampai dengan panen.
Pembangunan sentra pemberdayaan tani (SPT) di tiga desa di Jawa
Tengah, merupakan program yang didanai corporate social renponsibility (CSR)
PT Pertamina dan Pemprov Jateng yang diharapkan mampu meningkatkan
kesejahteraan petani. SPT merupakan salah satu program kerja CSR Pertamina
untuk ikut berperan mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat. Sekaligus sebagai
upaya pencapaian millenium development goals (MDGs), sebagaimana yang telah
dicanangkan pemerintah indonesia sampai tahun 2015. SPT sendiri merupakan
program pemberdayaan masyarakat desa yang berbasis pertanian. Program ini
dilaksanakan melalui optimalisasi pengelolaan produk lokal unggulan yang
diharapkan dapat mendukung program Pemprov Jateng, Bali Desa Membangun
Desa. Program CSR Pertamina kepada Yayasan Obor Tani ini sebagai bukti nyata
kepedulian PT Pertamina sebagai wujud tangggung jawab sosial dan lingkungan.
Program SPT itu sendiri bertujuan memberdayakan desa agar para
pemuda tidak lagi mencari pekerjaan sebagai “buruh” di luar daerah atau ke luar
negeri, karena sudah tersedia lahan yang bisa digarap. Kemudian dengan model

333
Iwan Setiajie Anugrah

menabung air saat hujan dan memanfaatkan air tampungan saat kemarau
membuat lahan kering bisa ditanami sepanjang tahun. Keterkaitan air dari embung
itu akan dimanfaatkan diantaranya untuk menyiram tanaman durian monthong
yang ada. Diharapkan pada dua sampai tiga tahun mendatang, durian-durian itu
sudah akan berbuah dan daerah ini akan menjadi sentra durian. Pada tahun 2011,
wisma SPT telah selesai dibangun dan bibit durian monthong sedang dalam
proses penanaman sehingga diharapkan pada tahun 2014 program ini telah
selesai dilaksanakan dan lahan buah dapat diserahkan kepada petani.
Hakekat dari SPT tidak hanya hibah dalam bentuk infrastruktur waduk mini
dan kebun buah, namun yang lebih dari itu adalah mengajari petani untuk
berbudidaya buah modern dengan cara transfer teknologi dan pemberdayaan
sampai dengan buah bisa di panen. Informasi yang diakses dari situs Yayasan
Obor, bahwa perusahaan-perusahan yang sudah memberikan hibah SPT melalui
yayasan tersebut selain PT Pertamina adalah : PT Marimas, Cengkeh Zanzibar,
Nusa Raya Cipta, Yayasan Tirto Utomo (Aqua), Hendro Siswoyo, Budi
Dharmawan, Karoseri Laksana, Harsono Enggalharjo, Saprotan Utama, Nutrifood,
Bank Jateng dan yang terakhir hibah untuk 3 Desa SPT dari PT. Pertamina.

Kasus 2. Implementasi Program CSR dari Danone Aqua


Perseroan telah berdiri selama hampir 36 tahun dan selama itu pula
perseroan sangat bergantung pada sumber daya air sebagai bahan baku
utamanya. Ketersediaan air untuk kelangsungan usaha perseroan sangat
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sumber air yang tidak terlepas dari
keberadaan masyarakat yang tinggal dalam radius tertentu di sekitarnya yang
merupakan bagian dari lingkungan itu sendiri. Perseroan menyadari pentingnya
keseimbangan antara sumber air, perseroan dan masyarakat di lingkungan sekitar
sebagai salah satu syarat terciptanya pertumbuhan berkelanjutan. Perseroan
berkomitmen menjalankan berbagai kegiatan atau program dalam rangka
menciptakan keseimbangan serta wujud tanggung jawab sosial perseroan.
Perseroan sudah menerapkan pendekatan berbasis masyarakat dalam
menjalankan program-program sosialnya dengan melakukan kemitraan dengan
masyarakat, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan yang lain.
Pertumbuhan berkelanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan (sustainable
development and corporate social responsibility – SD & CSR) telah menjadi bagian
dari kebijakan strategis perseroan di bawah payung “AQUA Lestari”, yaitu
perkembangan berkelanjutan berbasis masyarakat. Kegiatan-kegiatan atau
program yang telah dilaksanakan perseroan di lingkungan pabriknya antara lain:
dalam bidang pendidikan.
Sejak akhir tahun 2007 perseroan berpartisipasi dalam mengembangkan
program pendidikan di sekitar lokasi pabrik perseroan. Program pendidikan yang
telah dikembangkan, mengutamakan pola transparansi dan kemitraan, baik melalui
capacity building (perencanaan, pelaksananaan, pelaporan) dan pendanaan.
Dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, baik dari sisi kebijakan pemerintah
maupun perseroan maka disusunlah program bantuan sekolah (supporting school

334
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

program). Program ini bertujuan untuk memperkaya dalam bentuk dukungan


pendidikan dari perseroan. Secara rutin, perseroan mulai memberikan kontribusi
tersebut kepada 25 SD/MI sekitar lokasi pabrik berupa pengembangan infrastruktur
maupun kelengkapan lain yang terkait dengan aktivitas belajar-mengajar di
sekolah-sekolah tersebut.
Di samping itu, perseroan juga turut mengembangkan kampanye
lingkungan hidup bagi murid-murid sekolah melalui RAMSAR Game. Pendidikan
tentang lingkungan hidup yang disampaikan melalui permainan ini, dapat
dimainkan di dalam kelas. Diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan
kecintaan anak-anak sebagai generasi penerus akan arti pentingnya pelestarian
lingkungan. Perseroan tetap terus melaksanakan program-program tanggung
jawab sosialnya secara bertahap dan berkesinambungan dengan melibatkan para
pemangku kepentingan. Pengeluaran perseroan dalam program sosial pada tahun
2008 sejumlah Rp. 1,5 milyar yang dialokasikan untuk program-program dan
bantuan sosial untuk masyarakat di sekitar pabrik-pabrik milik Perseroan.
Program-program CSR AQUA berada dalam suatu payung besar yang
dinamakan AQUA LESTARI. Di dalam AQUA LESTARI ini, terdapat empat
program utama yaitu: (1) konservasi dan pendidikan lingkungan; (2) pertanian
organik dan manajemen sumber daya air berkelanjutan; (3) pemantauan dan
pengurangan emisi karbon, serta (4) akses air bersih dan penyehatan lingkungan
yang biasa disebut sebagai WASH. Selain melakukan program CSR disekitar
lingkungan pabrik, PT Aqua juga turut melakukan program CSR di sebagian besar
wilayah Indonesia. Berikut diantaranya beberapa kutipan berita program-program
CSR yang dilakukan di beberapa wilayah Indonesia.
AQUA memiliki program CSR yang disebut WASH (water access,
sanitation, hygiene program) yang bertujuan untuk meningkatkan lingkungan bagi
masyarakat pra-sejahtera. Melalui program WASH, AQUA berkontribusi secara
aktif dan berkelanjutan untuk memberikan solusi atas berbagai permasalahan yang
berkaitan dengan penyediaan air bersih di Indonesia. Salah satu program WASH
adalah program satu untuk sepuluh. Program satu untuk sepuluh sejalan dan
mendukung program millenium development goals (MDGs) yang dicanangkan oleh
PBB guna memerangi kemiskinan dan kelaparan di berbagai belahan dunia
dengan target di tahun 2015.
Kemudian program Pembangunan Desa Sosio-Eko-Bisnis yang berkaitan
dengan program pemerintah Go Organic 2010, Danone Aqua memfasilitasi
pengembangan masyarakat menuju desa sosio eko bisnis di Desa Karanglo,
Kecamatan Polonharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. corporate social
responsibilty dari Danone Aqua ini dihadiri Menteri Pertanian Suswono sekaligus
memberikan pengarahan kepada petani di Laboratorium Pertanian Desa di Desa
Karanglo, Klaten pada Rabu, 17 Februari 2010. Kegiatan yang melibatkan
gabungan kelompok tani (Gapoktan) Tani Mulyo Desa Karanglo merupakan
pendekatan sosial dan lingkungan komunitas yang inovatif serta multipihak dengan
tujuan pelestarian lingkungan, terutama sumber daya air dan pemberdayaan
masyarakat.

335
Iwan Setiajie Anugrah

Sesuai dengan komitmen ganda perusahaan terhadap kegiatan usaha dan


sosial, dapat mendukung program pemerintah Go Organic 2010. Selama ini telah
berupaya meningkatkan produktivitas pertanian masyarakat dan ekonomi produktif
lainnya yang berbasis ramah lingkungan melalui program Aqua Lestari.
Keberhasilan berbagai program dari Hulu ke Hilir, termasuk peresmian
laboratorium pertanian desa di Desa Karanglo, Kecamatan Polonharjo, merupakan
suatu bentuk kelanjutan dari program CSR Danone Aqua yang didukung oleh
pemda, LSM, gapoktan, dan masyarakat setempat. Perusahaan membantu
melakukan reboisasi taman nasional, penanaman bibit pohon, menyediakan akses
air bersih, pemetaan penggunaan lahan, dan air irigasi sampai dengan melakukan
pelatihan manajemen pertanian dengan tujuan untuk memajukan serta
memberikan manfaat.
Dalam kaitan itu, menurut Menteri Pertanian Suswono, proyek kerja sama
ini menjadi salah satu proyek percontohan dari sistem pertanian anorganik menjadi
sistem pertanian organik. Program ini akan dikembangkan di seluruh Indonesia
untuk mengolah tanah yang rusak akibat sistem pertanian anorganik yang
menggunakan pupuk kimia.
Danone memiliki komitmen ganda, yaitu keberhasilan bisnis dan
perkembangan sosial. Selain program tersebut juga ada beberapa program CSR
yang dijalankan Aqua, antara lain program pengelolaan daerah aliran sungai
(DAS). Saat ini ada sekitar delapan DAS yang masuk ke program CSR Aqua.
Program ini dibagi ke dalam dua bagian, yakni hulu dan hilir. Di hulu, dilakukan
dengan melakukan perlindungan hutan dan merehabilitasi lahan kritis. Pertanian di
sekitar aliran sungai pun dibuat agar lebih ramah lingkungan yang arahnya menuju
pertanian organik. Selain itu. Aqua juga melakukan pengolahan sampah.
Aqua pun ikut serta dalam program penanaman pohon. Tahun ini,
menargetkan dapat menanam 400 ribu pohon, termasuk mangrove. Untuk bagian
hilir, disesuaikan dengan daerah di sekitar DAS. Untuk masyarakat laut misalnya,
dengan membuat program untuk melindungi daerah laut. Kegiatan CSR Aqua
lainnya adalah program air bersih yang berjalan sejak 2007. Program ini bertujuan
untuk menciptakan pemberdayaan masyarakat dan perlindungan lingkungan.
Program ini dijalankan di 16 lokasi di seluruh Indonesia. Sekitar 21 proyek yang
sudah selesai dan 10 lainnya masih berjalan. Aqua telah mengeluarkan anggaran
untuk CSR hingga mencapai angka 12 Milyar rupiah per tahun.

Kasus 3. Implementasi Program CSR di Kabupaten Kebumen


Kegiatan CSR Desa Seboro, Kecamatan Sadang dimulai dengan
pelaksanaan tanam perdana bibit lengkeng itoh, sekaligus sebagai tindak lanjut
dari rencana pengembangan sentra pemberdayaan tani dalam bentuk
pengembangan kawasan agrowisata di wilayah tersebut bersama Yayasan Obor
Tani. Pengembangan agrowisata merupakan salah satu alternatif yang diharapkan
mampu mendorong baik potensi ekonomi daerah maupun upaya pelestarian
potensi sumber daya alam. Apalagi mengingat pemanfaatan potensi sumber daya
alam sering kali tidak dilakukan secara optimal dan cenderung eksploitatif.

336
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

Kecenderungan ini perlu segera dibenahi dan salah satunya melalui


pengembangan industri pariwisata dengan menata kembali berbagai potensi dan
kekayaan alam serta keanekaragaman hayati berbasis pada pengembangan
kawasan pertanian dan perkebunan secara terpadu.
Dengan dukungan Yayasan Obor Tani, masyarakat Kebumen berharap
akan tercipta Desa Seboro sebagai desa agrowisata. Untuk itu diperlukan
perencanaan dan pengembangan dan pengelolaan dan juga pengawasan yang
tepat. Pengembangan Agrowisata memerlukan kreatifitas dan inovasi, kerja sama
dan koordinasi serta promosi dan pemasaran yang baik, termasuk didalamnya
keterlibatan unsur masyarakat. Dengan program Pengembangan Sentra
Pemberdayaan Tani dalam bentuk pengembangan kawasan agrowisata, akan
membangkitkan ekonomi rakyat. Direncanakan akan mengembangkan sejumlah
35 desa di Provinsi Jawa Tengah yang diproyeksikan sebagai desa-desa
agrowisata. Pada tahun 2011 baru di 5 desa, salah satunya di Desa Seboro,
Kecamatan Sadang. Terkait permasalahan pasokan air di wilayah Desa Seboro,
saat ini telah dibangun sejumlah 7 buah embung di wilayah tersebut. Diharapkan
dalam kurun waktu 3 tahun, masyarakat di sekitarnya sudah bisa memetik
hasilnya.

Kasus 4. Implementasi Program CSR di Kota dan Kabupaten Semarang


Gerdu Kempling merupakan suatu program yang dicanangkan Pemkot
Semarang pada Maret 2010. Hasil pendataan Bappeda pada 2009 menunjukkan
tingkat kemiskinan di Kota Semarang mencapai 26,41 persen dan secara
konsisten akan menurunkan angka kemiskinan hingga 10 persen pada 2015.
Program gerdu kempling sendiri, memprioritaskan penanganan kemiskinan di
setiap kelurahan yang masih terdapat warga di bawah garis kemiskinan. Pada
tahun 2011, 32 kelurahan akan dijadikan pilot project serta 48 kelurahan lainnya
pada 2012 dan 2013, kemudian 32 kelurahan pada tahun 2014 serta 17 kelurahan
pada tahun 2015. Beberapa kelurahan yang masuk dalam program Gerdu
Kempling 2011, di antaranya Kelurahan Bulu Lor dan Tanjung Mas (Semarang
Utara), Kelurahan Gebangsari dan Terboyo Kulon (Kecamatan Genuk), Kelurahan
Mangkang Kulon dan Mangunharjo (Kecamatan Tugu).
Pembiayaan untuk program pengentasan kemiskinan diperoleh melalui
program corporate social responsibility (CSR) baik dari dinas ataupun dari
perusahaan swasta seperti perbankan. Bantuan pengentasan kemiskinan yang
diberikan pada masyarakat di Kelurahan Pleburan diperoleh dari program CSR
Bank Danamon dan STIE BPD Jateng disamping bantuan dari 11 dinas dan kantor
di lingkungan Pemkot Semarang. Sasaran program gerdu kempling ini sesuai
dengan sasaran dana CSR yang disalurkan Yayasan Danamon Peduli. Bank
Danamon juga memberikan bantuan untuk kebutuhan pengolahan sampah yang
ada di kelurahan tersebut sebesar Rp 150 juta, antara lain berupa mesin pencacah
sampah, kendaraan roda tiga, tong sampah, mesin fogging, alat bantu produksi
kerajinan daur ulang serta berbagai pelatihan perubahan minset bagi warga
setempat.

337
Iwan Setiajie Anugrah

Di wilayah Kabupaten Semarang, Yayasan Obor Tani juga telah merintis


sentra pemberdayaan tani (SPT) kelengkeng di Desa Genting, Kecamatan Jambu,
Kabupaten Semarang, di lahan sekitar 20 hektar. Rintisan kegiatan meliputi
pembangunan embung buatan berkapasitas 8.000 meter kubik serta menyediakan
bibit dan biaya perawatan. Sekitar 100 warga pemilik lahan dilibatkan dalam
proses penumbuhan sentra buah tersebut. Pengelolaan sentra buah ini akan
diserahkan sepenuhnya kepada pemilik lahan pada tahun ketiga setelah sentra itu
menghasilkan.

Kasus 5. Implementasi Program CSR dari PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC)
Program corporate social responsibility (CSR) dari PT Sarana Patra Hulu
Cepu (SPHC), telah diserahkan kepada pelaku UMKM dan koperasi di Kabupaten
Blora. PT Sarana Patra Hulu Cepu (SPHC), merupakan salah satu BUMD
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang obyek pekerjaannya menangani
pengelolaan aset hasil penambangan minyak di wilayah Blok Cepu Blora yang
dikerjakan oleh Exxon Mobile, sehingga PT SPHC ikut berpartisipasi aktif dalam
membangun, memajukan, dan mengembangkan perekonomian masyarakat Blora
dan Jawa Tengah.
Para pemangku kepentingan dan stakeholders lainnya mengharapkan
bahwa penerapan program CSR yang responsif dan peduli terhadap kepentingan
masyarakat perlu terus digalakkan, sekaligus menjadi motivasi kalangan dunia
usaha, termasuk BUMN dan BUMD seperti PT SPHC dan Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah agar senantiasa proaktif membangun ekonomi kerakyatan dan
membantu kepentingan masyarakat. Program CSR sangat membantu, namun
mengaplikasikan program CSR ini juga harus tepat, benar-benar menyentuh dan
membantu masyarakat agar terangkat perekonomian dan kesejahteraannya.
Bantuan CSR harus bisa mendorong aktivitas ekonomi masyarakat,
sehingga program CSR ini diserahkan melalui koperasi atau kelompok usaha
masyarakat maupun UMKM, mengingat bahwa dua sektor ini menjadi tumpuan
utama perekonomian Jawa Tengah, untuk mempercepat implementasi Misi ke-2
Pembangunan Jawa Tengah 2008-2013, yaitu “pemberdayaan ekonomi
kerakyatan dengan intensifikasi pertanian dalam arti luas, serta UMKM dan industri
padat karya”, sekaligus menjadi fokus pembangunan di Jawa Tengah, dalam
kerangka semangat gerakan Bali nDeso mBangun Deso. Kedua sektor ini
merupakan kekuatan utama ekonomi di Jawa Tengah dan menjadi mata
pencaharian bagi mayoritas masyarakat Jawa Tengah yang terbukti mampu
bertahan pada saat krisis ekonomi global, serta banyak menyerap tenaga kerja.
Bantuan corporate social responsibility (CSR) dari PT SPHC, berupa
peralatan komputer, perlengkapan pertanian, ATK maupun bantuan modal senilai
total Rp 88.500.000,- kepada 4 koperasi, 2 kelompok tani dan 2 unit UMKM serta
dari Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah senilai Rp 125.000.000,- untuk PKBL,
Desa Model PHBM dan SMK Kehutanan.

338
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

Kasus 6. Implementasi Program CSR dari PT Pagilaran di Kabupaten Batang


Kabupaten Batang memiliki potensi pengembangan tanaman teh,
khususnya teh rakyat. Penyerahan sertifikat teh lestari kepada koperasi serba
usaha (KSU) Mekar Jaya Kabupaten Batang dan pelepasan (launching) produk teh
rakyat bersertifikasi Lestari, di Desa Sidoharjo, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang yang dilakukan oleh perusahaan PT Pagilaran sebagai pengelola
perkebunan teh rakyat, telah mampu menghasilkan produk teh rakyat Lestari, dan
mampu mengelola kawasan perkebunan teh menjadi lokasi agrowisata potensial di
Kabupaten Batang. Berkat kerja sama dengan Dewan Teh Indonesia, maka
koperasi serba usaha (KSU) “Mekar Jaya” telah berhasil memperoleh sertifikat Teh
Lestari. Prestasi ini tentu perlu dikembangkan, sehingga petani teh di Kabupaten
Pekalongan maupun Banjarnegara yang menjadi binaan PT Pagilaran juga mampu
memperoleh Sertifikat yang sama.
Sebagai mitra kerja usaha, para pengusaha teh selalu mengalokasikan
program corporate social responsibility (CSR) kepada para petani teh di Kabupaten
Banjarnegara, Batang dan Pekalongan dengan memberikan bantuan saprodi
berupa pupuk atau pendampingan usaha sehingga hasil produksinya dapat lebih
optimal. Sebagai keberlanjutan dari program kepedulian ini, maka partisipasi
semua pihak sangat diperlukan, terutama untuk dapat mempelopori kegiatan
dalam mengkonsumsi teh “Kepodang”, sebagai merk dagang produk teh lestari.
Dengan gerakan gemar minum teh yang bersertifikat Lestari oleh masyarakat Jawa
Tengah, sehingga mendorong teh hasil Produksi PT Pagilaran dan KSU “Mekar
Jaya” mampu meningkatkan kesejahteraan para petani.

Kasus 7. Implementasi (Komitmen Awal) Program CSR dari PT PLN Persero


Corporate social responsibilitiy (CSR) saat ini telah menjadi kesadaran
setiap perusahaan di Indonesia. CSR dapat diartikan sebagai tanggung jawab
sosial perusahaan, merupakan suatu komitmen yang berkelanjutan dari suatu
perusahaan untuk berperilaku etis dan berkontribusi secara positif kepada
karyawannya, komunitas dan lingkungan sekitarnya, serta masyarakat luas. Masih
tingginya kemiskinan di Indonesia terutama di perdesaan, dimana mayoritas
penduduk miskin tersebut adalah para petani, maka pihak Kementerian BUMN,
dalam prespektif alternatif badan-badan usaha milik negara (BUMN) untuk
merencanakan pemberian CSR di bidang pertanian. Sehingga CSR dapat
dipergunakan untuk mempertipis gap kemiskinan dan kesenjangan sosial di dalam
masyarakat.
Salah satu upaya tersebut, direncanakan melalui model kebun plantera
yang merupakan agrowisata yang membudidayakan buah-buahan tropis unggul
dengan bibit dan teknologi internasional terkini. Antara lain lengkeng itoh, durian
monthong, srikaya grand anona, jambu air citra, buah naga red dragon, kelapa
pandan wangi, dan lain sebagainya. Semua buah tropis unggul dari seluruh dunia
ditanam di Plantera, kemudian buah-buahan yang sudah terbukti sukses
dibudidayakan, disebarluaskan ke petani dengan model Sentra Pemberdayaan
Tani.

339
Iwan Setiajie Anugrah

Meneg BUMN memberikan komitmen bahwa pada tahun 2009 melalui


Yayasan Obor Tani, PT Pertamina akan melaksanakan program CSR dengan
model Sentra Pemberdayaan Tani di 4 desa di Jawa Tengah dengan nilai masing-
masing Rp 1 milyar tiap desa di 4 kabupaten, yaitu: Kabupaten Semarang,
Kabupaten Boyolali, Kabupaten Wonosobo, dan Kabupaten Rembang. Di tahun
2009 Yayasan Obor Tani, membangun Sentra Pemberdayaan Tani di 5 desa di
Jawa Tengah. Satu desa lagi adalah Desa Seboro, Kecamatan Sadang,
Kabupaten Kebumen yang dibiayai penuh oleh para donatur yang dikoordinir oleh
Wakil Gubernur Jateng.

Kasus 8. Rencana Pengembangan Program CSR di Kabupaten Temanggung


Untuk persiapan program-program CSR lainnya, Yayasan Obor Tani
Semarang berencana melakukan kerja sama dengan Pemerintah Kabupaten
Temanggung dibidang pengembangan pertanian. Untuk keperluan itu tim Obor
Tani melakukan studi lapangan meninjau embung Desa Kledung Kecamatan
Kledung dan embung Desa Nglarangan Kecamatan Tretep. Lahan pertanian di
dua lokasi embung baik di Kledung maupun di Tretep cukup potensial untuk
dikembangkan. Di Kledung komoditas yang cocok dikembangkan yaitu tanaman
buah-buahan seperti kesemek dan alpokat. Sedang di Tretep berupa sayur-
sayuran seperti kubis, sawi, cabe dan tanaman sayuran lainnya. Selain tanahnya
subur di dua lokasi tersebut saat ini sudah tersedia embung untuk menampung air
hujan yang memadai. Dengan demikian untuk keperluan penyiraman tanaman bisa
tercukupi, sehingga tanaman akan berkembang dengan baik.

Kasus 9. Implementasi Program CSR di Kabupaten Semarang


Melalui Yayasan Obor Tani dikembangkan sentra pemberdayaan tani
(SPT) di Desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Di desa
tersebut dikembangkan kebun buah dengan komoditas lengkeng itoh seluas 20,8
hektar, waduk mini tadah hujan dengan kapasitas 8.000 meter kubik untuk
menyirami kebun buah petani peserta program, dengan total 4.000 pohon
lengkeng itoh. Petani peserta juga mendapat bantuan sarana produksi pertanian
berupa pupuk, pestisida selama 3 tahun. Sentra pemberdayaan tani diikuti 126
kepala keluarga (KK) petani, masing-masing KK menyerahkan lahan kosong
2
seluas 500 – 2.000 m , untuk ditanami 20-40 pohon lengkeng Itoh. Dua kader Obor
tani selama 3 tahun tinggal di desa mendidik petani untuk berbudidaya mengelola
lengkeng petani hingga menjadi kebun buah. Setelah menjadi kebun buah lahan
tersebut diserahkan kembali kepada petani, sehingga diharapkan setiap KK petani
bisa mempunyai penghasilan minimal Rp 12 juta/th atau Rp 1 jt/bulan dari 40
2
pohon lengkeng di atas tanah seluas 2.000 m .

Kasus 10. Implementasi Program CSR dari PT Djarum Kudus


Dalam kaitan keikutsertaan untuk mensukseskan gerakan Bali Ndeso
Mbangun Deso yang dicanangkan Gubernur Jawa Tengah, dalam pertemuan yang

340
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

dipusatkan di Desa Sumber Agung, PT Djarum Kudus menyerahkan bantuan bibit


durian dan pete sebanyak 2.500 pohon kepada masyarakat Desa Sambiharjo,
Kecamatan Paranggupito. Kegiatan ini sebagai bentuk corporate social
responsibility (CSR) PT Djarum Kudus kepada masyarakat.

KONSEP SINERGISITAS CSR DENGAN PROGRAM PEMBANGUNAN


PERTANIAN : Suatu Analisis Informasi bagi Bahan Pemikiran Bersama

Dari beberapa ilustrasi tentang implementasi kegiatan CSR di Provinsi


Jawa Tengah dengan berbagai sumber pendanaan dan kegiatan CSR, dapat
digambarkan bahwa kegiatan CSR yang paling utama adalah bagaimana
konstribusi sosial tersebut dilaksanakan kepada masyarakat disekitar lokasi
kegiatan. Namun demikian untuk kegiatan industri ataupun perusahaan lain yang
berada dalam satu kawasan industri, pengelolaan CSR dapat dilakukan melalui
kebijakan pemerintah daerah setempat dalam kaitan pendistribusian program
tersebut, khususnya bagi program-program yang tidak terkait dengan kegiatan
pertanian.
Untuk kegiatan pertanian, dari berbagai implementasi yang dilakukan oleh
masyarakat industri, BUMN atau perseroan, nampaknya dilakukan dengan
menggunakan fasilitator kegiatan (misalnya Yayasan Obor Tani) yang kemudian
menyalurkan kegiatan CSR kepada masyarakat (petani) yang sudah terseleksi
sebelumnya, serta melalui kerja sama pelaksanaan dengan pemerintah daerah
setempat. Namun demikian ada kecenderungan pemilihan lokasi untuk
menempatkan program CSR dalam kaitan dengan pemberdayaan masyarakat
perdesaan khususnya para petani, belum berdasarkan program-program unggulan
daerah disektor pertanian, dimana lokasi tersebut memang tidak/belum mendapat
pembiayaan pendanaan dari APBD maupun APBN.
Dari beberapa kegiatan yang dilaksanakan menunjukkan indikasi bahwa
program-program CSR yang diimplementasikan, sebagian berada pada lokasi-
lokasi dimana terdapat juga program-program pertanian yang berasal dari sumber
pendanaan APBD dan APBN, sehingga terkesan menumpuk pada suatu lokasi,
sementara di lokasi lain mungkin sangat membutuhkan. Kesan tidak merata juga
terlihat dalam menempatkan kegiatan CSR dari berbagai sumber yang berbeda
pada satu lokasi kegiatan dimana CSR tersebut dilakukan.
Pada Gambar 2 diperlihatkan bagaimana pola pelaksanaan dan
implementasi kegiatan program CSR dilakukan, khususnya kepada masyarakat
yang berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah. Untuk pelaksanaan program CSR
diluar kegiatan pertanian, nampaknya berbagai sumber pendanaan dapat
melakukan langsung kepada masyarakat (terutama fokus bagi masyarakat di
sekitar lokasi kegiatan). Namun demikian peran pemerintah daerah tetap
melakukan kontrol terhadap pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh pihak
perusahaan, BUMN/Persero juga BUMD dan instansi lain yang terkait di
wilayahnya, termasuk pelaksanaan kegiatan tersebut di masyarakatnya. Sekalipun
demikian, tidak menutup kemungkinan terdapat beberapa program yang luput

341
Iwan Setiajie Anugrah

diketahui oleh pemerintah daerah, pada saat CSR tersebut diberikan langsung
kepada masyarakat oleh para pelaksana dari masing-masing unit sumber tadi.

PEMERINTAH DAERAH

Perusahaan Swasta

Lembaga
Program CSR Perantara
Sektor Pertanian (Obor Tani)

BUMN/Perseroan

Program CSR Non Masyarakat


Pertanian

BUMD/Institusi Lain

Gambar 2. Alur Pelaksanaan dan Implementasi Program CSR di Provinsi Jawa Tengah

Persoalan yang paling mendasar saat ini, adalah bahwa masing-masing


perusahaan baik secara sendiri maupun dalam groupnya yang melakukan CSR
atau bentuk kepedulian lain terhadap lingkungannya, dilakukan secara sendiri-
sendiri sesuai dengan keputusan perusahaan yang melakukannya. Sehingga
dengan demikian nampaknya belum ada pengaturan tentang distribusi lokasi
kegiatan CSR yang dilakukan oleh para pengusaha atau pun industri dan
perusahaan lain dalam implementasinya. Namun dilihat dari rentetan contoh kecil
data yang menggambarkan aktifitas sosial lingkungan perusahaan di atas, dapat
kita lihat perkembangan yang menggembirakan dari penerapan CSR di Indonesia
baik dari segi kuantitas maupun kualitas program, sekalipun masih banyak
perusahaan tidak mau menjalankan program-program CSR karena melihat hal
tersebut hanya sebagai pengeluaran biaya (cost center).
Bagi perusahaan, CSR memang tidak memberikan hasil keuntungan
dalam jangka pendek, justru CSR dapat dianggap sebagai pemborosan anggaran
perusahaan. Ditambah dengan ditemukannya berbagai kelemahan dari skema
CSR yang selama ini diimplementasikan oleh banyak perusahaan. Banyak
kalangan berpendapat, terdapat kelemahan yang sangat mendasar dari konsep

342
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

tersebut. Pertama, ketidakjelasan perusahaan mana dan seperti apa yang wajib
melakukan CSR. Apakah semua perusahaan mempunyai kewajiban yang sama
untuk melaksanakan CSR? Jika, CSR dijadikan kewajiban setiap perusahaan,
maka nilai dasar CSR yang bersifat sukarela akan hilang. Pada akhirnya, hal ini
berpulang pada komitmen dan kesadaran perusahaan masing-masing, karena
dasar dari pelaksanaan CSR ini secara teoritis lebih bersifat sukarela.
Kepatuhan terhadap hukum adalah kewajiban ‘standar’ yang harus
dipenuhi. Namun melakukan sesuatu yang beyond the law adalah lebih baik lagi.
Saat ini salah satu kriteria penilaian masyarakat dan stakeholder (termasuk
shareholder) terhadap suatu perusahaan, adalah bagaimana komitmen
perusahaan tersebut pada masyarakat dan lingkungan. Ada kecenderungan
bahwa yang mendapat kepercayaan dan yang memiliki reputasi baik adalah
perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam peningkatan kualitas hidup
masyarakat dan lingkungan.
Kedua, selain itu, kegiatan seperti apakah yang dapat dinamakan sebagai
CSR? Bagaimana kita bisa menilai bahwa suatu perusahaan telah melakukan
CSR? Jika menilik pada konsep asalnya, maka sebenarnya perusahaan yang telah
memperhatikan kepentingan dan mengusahakan kesejahteraan tenaga kerja dan
keluarganya, melalui pemberian upah dan tunjangan-tunjangan kesehatan dan
lain-lain serta yang telah menjaga serta melestarikan lingkungan hidup dalam
kegiatan-kegiatan operasional perusahaan, sebenarnya telah melakukan CSR.
Begitu juga dengan perusahaan-perusahaan yang memperhatikan dan
mengutamakan kepentingan konsumen, dengan memberikan produk yang terbaik
dan aman telah juga melakukan CSR. Hal-hal tersebut di atas sebenarnya dapat
dikategorikan sebagai pelaksanaan CSR dalam arti sempit, atau dalam arti
pelaksanaan CSR secara ‘minimum’, mengingat kegiatan-kegiatan tersebut adalah
berhubungan langsung dengan pelaksanaan bisnisnya, meski merupakan
pelaksanaan CSR secara ‘minimum’.
Ketiga, aspek lain yang patut diperhatikan adalah aspek keberlanjutan
atau ‘sustainability’ dari setiap kegiatan CSR. Sebagai contoh, banyak perusahaan
yang melakukan kegiatan-kegiatan ‘charity’, seperti sumbangan sembako atau
bantuan lainnya kepada masyarakat yang terkena musibah banjir, dan
mengklaimnya sebagai salah satu bentuk CSR Perusahaan. Padahal dalam
konsep CSR sangat erat kaitannya dengan aspek CSR, seperti definisi CSR dalam
pasal 1 (3) UU PT. Sehingga, kegiatan-kegiatan CSR Perusahaan haruslah dibuat
dalam rencana jangka panjang dan yang memiliki efek jangka panjang bagi
masyarakat atau lingkungan.
Kelemahan lain dengan praktek CSR yang selama ini terjadi, belum
mengedepankan pembangunan yang lebih terintegrasi. Sebagai contoh, ketika
sebuah perusahaan menitikberatkan pada program yang bersifat ekonomi seperti
pemberian modal kepada UKM, perusahaan tersebut belum memperhatikan
aspek-aspek lain seperti lingkungan dan kapasitas masyarakat tersebut. Secara
finansial masyarakat terbantu dengan bantuan modal yang diberikan, namun disisi
lain ada dampak yang harus diwaspadai yaitu apakah masyarakat mempunyai
kapasitas untuk mengelola uang yang telah didapat. Setelah itu apakah jika terjadi

343
Iwan Setiajie Anugrah

peningkatan usaha, disamping perlu diperhatikan juga lingkungan tempat usaha


masyarakat apakah mengalami pencemaran atau tidak. Sebenarnya, UKM sendiri
(baik yang menerima skema bantuan CSR dari perusahaan atau tidak) tanpa
adanya unsur kesengajaan, sudah melakukan praktek yang mirip dengan
penerapan konsep CSR (memiliki unsur 3P yaitu people, profit, dan planet) dalam
menjalankan usaha bisnisnya.
Ketidaksinkronan dalam kegiatan CSR di beberapa wilayah provinsi juga
pada dasarnya lebih disebabkan dalam keterkaitan sistem perencanaan
pembangunan daerah, serta pola pembangunan yang dilaksanakan. Sehingga
terkadang kegiatan CSR berada di lingkar luar pembangunan yang diprogramkan
oleh pemerintahan daerah setempat. Dengan demikian dampak adanya CSR juga
secara langsung dan tidak langsung tidak memberikan perubahan kepada
masyarakat, baik yang berada disekitar perusahaan maupun masyarakat lain
dalam lingkup yang lebih luas.

Perusahaan/ BUMN / BUMD/


Industri Perseroan Instansi Lain

CSR

BAPPEDA :
PEMERINTAH DAERAH : BPMD :
- Perencanaan Pembangunan
- Gubernur - Data Sumber CSR
- Program Daerah
- Bupati/Wali Kota - Jumlah Dana CSR
- Program Dinas/instansi
- Sekretaris daerah - Jenis Kegiatan
- Lokasi kegiatan program
- Koordinator
- Sumber Pendanaan
- Lembaga terkait
- Lembaga terkait

Program Dinas1 Program Dinas2 Program Dinas3 Program Dinas4 Program Dinas5 Program Dinas6

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Gambar 3. Sinergisitas Perencanaan Program CSR dengan Perencanaan Program
Pembangunan Daerah dalam Kaitan Pemberdayaan Masyarakat dengan
Sistem Perencanaan Terpadu

344
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

Upaya yang paling memungkinkan dilakukan agar dampak adanya


program CSR di beberapa daerah, adalah dengan memasukkan program CSR
dalam lingkup perencanaan program pembangunan daerah, dalam kaitan dengan
sumber pendanaan pembangunan daerah dalam satu sistem perencanaan daerah
yang sinergis. Program CSR juga memungkinkan dapat digunakan sebagai
sumber pendanaan pembangunan daerah ataupun sektoral di daerah, disamping
sumber pendanaan yang selama ini digunakan dari APBD, APBN, DAU, DAK serta
program pembiayaan lain di suatu daerah.
Dengan pola penganggaran dan sistem pembiayaan yang dikendalikan
atau diatur oleh pemerintahan daerah, melalui keputusan bupati dan gubernur
dalam peraturan pemerintah daerah terkait, maka setidaknya memungkinkan
bahwa program-program kegiatan pembangunan daerah, seperti yang
direncanakan pada sektor pertanian, termasuk dalam kaitan dengan
pemberdayaan sektor pertanian dan perdesaan, dapat dilakukan dengan
mensinergiskannya melalui kegiatan CSR yang ada di daerahnya. Sehingga
pemberdayaan pada kegiatan pertanian yang selama ini tidak mendapatkan
sumber pembiayaan baik dari APBD maupun APBN, setidaknya mendapatkan
prioritas pendanaan dengan adanya program CSR ini. Dengan demikian maka
secara bersama-sama pembangunan pertanian dan perdesaan pada setiap
wilayah pembangunan dengan pembangunan sektor lainnya juga secara bersama-
sama dapat dilaksanakan dengan merata disetiap daerah pembangunan
Dari gambar 2 dan 3 diatas, mengajak kita semua untuk secara bersama-
sama menelaah bahwa manajemen pengaturan dalam implementasi program
CSR, pada dasarnya merupakan regulasi dari otonomi pemerintahan daerah,
selain ijin pembangunan perusahaan yang juga dapat dikeluarkan oleh pemda
setempat, manakala pemerintah daerah juga berkepentingan dengan upaya
pemerataan pembangunan masyarakat di wilayahnya. Dilihat dari potensi finansial,
CSR melalui peraturan daerah dapat dijadikan sebagai suatu sumber pendanaan
beberapa program pembangunan yang terkait dengan program CSR itu sendiri.
Kemudian dilihat dari edukasi, juga secara tidak langsung dapat dimanfaatkan bagi
pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan pengetahuan, pendidikan, serta
memberikan wawasan enterpreneurship bagi masyarakat di daerahnya, sehingga
menjadi modal manusia dan sekaligus merupakan modal sosial dimasa yang akan
datang, bila hal ini diatur dengan baik dan terstruktur dalam perencanaan program
pembangunan oleh pemerintah daerah, dan tentunya dalam bingkai peraturan
nasional yang menjadi payung hukum secara nasional.
Upaya pemerintah daerah dalam hal ini ditingkat provinsi, harus
senantiasa memantau atau mendapatkan laporan verifikasi tentang seluruh
kegiatan CSR yang dilaksanakan di wilayahnya, termasuk di dalamnya rencana
dan program kegiatan CSR yang akan dilakukan berbagai perusahaan, BUMN
serta pelaku lainnya. Lokasi dan masyarakat yang akan dilakukan CSR serta
sistem dan keterkaitan program dengan kegiatan masyarakat lainnya dalam jangka
panjang, termasuk di dalamnya tentang besarnya anggaran yang akan mendukung
kegiatan CSR itu sendiri menjadi bagian data penting yang harus dikoordinasikan
oleh pemerintah daerah setempat. Dengan upaya tersebut kiranya pemerintah

345
Iwan Setiajie Anugrah

daerah juga bisa menjadi fasilitator untuk mengarahkan kegiatan CSR yang sesuai
dengan tujuan awal CSR yang sudah direncanakan oleh masing-masing sumber.
Paling tidak selain bisa berdampak pada pemberdayaan masyarakat juga
sekaligus perusahaan mendapat manfaat dari kegiatan CSR yang dilakukannya,
terutama terhadap proses kegiatan penyediaan bahan baku, termasuk juga
dampak pembangunan ekonomi masyarakat bagi pemerintah daerah setempat.
Dengan regulasi dan pengaturan dari pemerintahan daerah terhadap
pelaksanaan CSR yang terkoordinir dalam program Bappeda (provinsi), maka baik
secara langsung maupun tidak langsung dapat disesuaikan dengan program-
program pembangunan yang ada dan diusulkan oleh masing-masing dinas instansi
dari berbagai kabupaten/kota, pada setiap perencanaan penyusunan program
kegiatan yang secara rutin dilakukan pada setiap tahun anggaran. Bappeda
Provinsi, dalam kaitan dengan berbagai hasil Musrembang/Musrembangda serta
berbagai usulan program dari dinas instansi berbagai kabupaten/kota, menjadi
lembaga yang sangat berkompeten dalam teknis kebijakan pembangunan daerah,
yang dikuatkan dengan legalitas formal dari gubernur sebagai kepala daerah di
tingkat provinsi untuk mendukung pengaturan/regulasi kesesuaian program daerah
dengan kegiatan CSR, ataupun kegiatan pembangunan daerah yang dilakukan
dengan sumber pendanaan APBN, APBD, Dana Hibah NGO, Program Kemitraan
serta kegiatan program pembangunan lainnya di masing-masing daerah.
Melalui gambar 4, secara spesifik ditunjukkan bagaimana sinergisitas
berbagai program pembangunan pertanian yang diusulkan oleh setiap
kabupaten/kota, melalui dinas pertanian dengan keberadaan CSR yang
sebelumnya sudah diinventarisi oleh Pemda/Bappeda, sehingga dalam model
pembangunan yang dilaksanakan dengan pola pemberdayaan masyarakat
dibeberapa daerah, senantiasa mengacu pada perencanaan program
pembangunan yang diusulkan oleh setiap kabupaten/kota ke provinsi terutama dari
hasil Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrembang) sebagai upaya
mensinkronisasikan seluruh perencanaan program pembangunan daerah pada
SKPD di lingkup provinsi.
Inventarisasi CSR, harus dilakukan oleh suatu lembaga yang terkait
dengan perencanaan serta program pembangunan, seperti Bappeda, BKPMD
maupun dinas instansi terkait dengan sektoral, yang dikuatkan oleh pemimpin
daerah sebagai penjamin kegiatan pembangunan di masing-masing daerah.
Perhatian pemerintah daerah terhadap CSR juga senantiasa tidak hanya pada
jumlah alokasi pendanaan, alokasi-alokasi kegiatan, dan daftar peserta CSR saja,
melainkan juga dalam memadukan kegiatan CSR dengan program-program
pembangunan daerah melalui dinas instansi terkait di dalamnya. Dalam hal ini,
maka peran aktif Bappeda baik yang ada di tingkat provinsi maupun yang ada di
masing-masing kabupaten/kota dalam pendataan kegiatan CSR di masing-masing
daerahnya, dilakukan sejalan dengan verifikasi usulan perencanaan program
pembangunan yang disampaikan oleh masing-masing dinas instansi terkait
disetiap kabupaten/kota, maupun berdasarkan pada hasil Musrembang
sebelumnya yang dilakukan pada setiap menjelang penyusunan rencana kegiatan
dan program pembangunan di tingkat provinsi.

346
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

Dinas Pertanian Provinsi dan


usulan Program dari Dinas
Pertanian Kabupaten/Kota

CSR
diinventarisir
oleh Pemda Program
Provinsi, melalui Pemberdayaan
Bappeda dan Masyarakat
BPMD Provinsi

MASYARAKAT
PERDESAAN/PETANI

Gambar 4. Sinergisitas Program Pemberdayaan Masyarakat Perdesaan/Petani yang


Direncanakan Oleh Pemda dengan Kegiatan CSR di Suatu Wilayah Provinsi

Seperti halnya dalam perencanaan program pembangunan serta


pemberdayaan pertanian dan perdesaan, prosedur baku yang dilakukan adalah
berdasarkan usulan kebutuhan yang sudah direkapitulasi dinas instansi terkait
berdasarkan kebutuhan dasar yang selama ini diusulkan oleh masyarakat/
kelompok masyarakat dan dilakukan secara partisipatif, kemudian secara
bertingkat juga disampaikan kepada dinas instansi yang sama di tingkat provinsi
sebelum akhirnya disampaikan kepada Bappeda, untuk secara bersama-sama
diusulkan menjadi program pembangunan daerah (provinsi/kabupaten/kota)
kepada Gubernur serta disahkan melalui Dewan Perwakilan Daerah (provinsi/
kabupaten/kota). Proses tersebut senantiasa dalam mekanisme sistem pengajuan
anggaran serta program-program yang diusulkan berdasar pada usulan kebutuhan
masyarakat petani serta masyarakat perdesaan sebelumnya, melalui redistribusi
perencanaan program kepada masing-masing unit kerja (SKPD) dinas terkait di
masing-masing pemerintah daerahnya hingga di tingkat provinsi.
Sejalan dengan proses penyusunan perencanaan program pembangunan
daerah, proses identifikasi dan rekapitulasi yang terkait dengan rencana kegiatan

347
Iwan Setiajie Anugrah

CSR yang akan dilakukan oleh berbagai perusahaan, BUMN, BUMD, perseroan
dan sumber kegiatan lainnya yang berkedudukan di wilayah administratif suatu
wilayah sudah lebih awal dilakukan, termasuk perkiraan dana anggaran yang akan
disalurkan, baik melalui perencanaan di Bappeda, BPMD ataupun Tim Konsorsium
(misalnya, Yayasan Obor Tani) yang sudah ditunjuk sebagai mediator institusi
CSR tersebut dengan pemerintahan daerah. Sehingga pada saat alokasi prioritas
kegiatan pembangunan, baik dalam bentuk pemberdayaan ataupun implementasi
dari suatu program pembangunan pada suatu daerah, bisa terpetakan dalam suatu
strategi dan mekanisme distribusi sektor pembangunan pada setiap wilayah dan
agro ekosistem, termasuk di dalamnya kegiatan pembangunan pertanian dan
perdesaan yang sebagian besar menjadi penciri utama kegiatan ekonomi bagi
sebagian besar masyarakat di berbagai wilayah di tanah air.

PENUTUP

Program pembangunan pertanian, pada dasarnya juga merupakan bagian


dari program pembangunan daerah secara keseluruhan. Usulan program
pembangunan daerah yang terdiri dari berbagai aspek pembangunan saat ini dan
dimasa yang akan datang, cenderung mengarah pada upaya pemberdayaan
masyarakat, melalui berbagai program terkait di dalamnya. Badan Litbang
Pertanian dengan ”agro inovasi-nya” telah sejak awal melaksanakan berbagai
program pembangunan pertanian dan perdesaan melalui pola pemberdayaan
masyarakat/petani, serta dengan selalu mengedepankan dukungan kesesuaian
pada spesifik lokasi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Berbagai program
pemberdayaan masyarakat/petani dalam pembangunan pertanian dan perdesaan
yang dijalankan oleh Badan Litbang Pertanian telah membawa perubahan pola
pikir maupun perilaku dari beberapa kelompok tani kearah peningkatan sistem
usaha tani yang selama ini telah dijalankan, sehingga menjadi dasar kemampuan
bagi perubahan menuju tingkat kesejahteraan keluarga petani pada tujuan akhir.
Dalam pelaksanaaan program pembangunan daerah, melalui upaya
pemberdayaan juga telah dilaksanakan melalui partisipasi yang dilakukan oleh
beberapa perusahaan yang berada di wilayah administratif provinsi maupun yang
berkedudukan di daerah kabupaten/kota, yaitu dengan adanya program CSR dari
berbagai perusahaan tersebut. Program tersebut sangat bermanfaat dalam
kegiatan pembangunan di daerah dalam kaitan dengan pemberdayaan
masyarakat, terutama jika CSR ini diatur melalui mekanisme pembangunan serta
kaitan dengan otonomi daerah. Dengan otonomi daerah, maka CSR dapat secara
bersama-sama dijadikan sebagai sumber pendanaan pembangunan yang diatur
pengelolaannya melalui regulasi pimpinan daerah, terutama pada lokasi-lokasi
pembangunan yang tidak mendapatkan anggaran khusus dari APBD, APBN
maupun sumber pendanaan yang sangat terbatas. Sehingga tidak menutup
kemungkinan pola CSR juga dapat diarahkan untuk mendukung program-program
kegiatan pemberdayaan masyarakat petani di pedesaaan, melalui kebijakan
Pemerintah Daerah serta kebijakan pembangunan dari masing-masing SKPD yang
diusulkan pada setiap tahun anggaran melalui kegiatan Musrembang.

348
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

Diperlukan suatu kebijakan yang komprehenship dari pemerintahan


daerah termasuk regulasi dari DPRD untuk pengaturan pelaksanaan CSR dalam
kaitan pembangunan di masing-masing daerah dimana CSR tersebut
dilaksanakan, sehingga keberadaan program tersebut juga dapat diarahkan dalam
kaitan dengan upaya pemerintah daerah dalam mendorong pemberdayaan
pembangunan pertanian dan perdesaan yang di programkan di wilayahnya
masing-masing. Sekaligus juga memberikan manfaat bagi kegiatan perusahaan
yang terkait dengan kegiatan CSR yang dilakukannya. Kebijakan yang dapat
dilakukan segera oleh Bappeda di tingkat provinsi atau kabupaten/kota, adalah
dengan menginventarisasi kegiatan serta program CSR dari seluruh perusahaan
yang melakukannya, kemudian menjastifikasi kegiatan CSR tersebut dalam
program pembangunan daerah yang setiap tahun diusulkan, baik oleh masing-
masing daerah ataupun melalui program-program SKPD dan sekaligus dikuatkan
dengan Surat Keputusan Gubernur, Bupati/Walikota sebagai pelaksanaan otonomi
daerah dalam pengaturannya.
Sinkronisasi program pembanguan serta pemerataan prioritas
pembangunan di berbagai lokasi daerah pembangunan yang ada di masing-
masing dengan pendistribusian program CSR, dapat dilakukan oleh Bappeda pada
saat penyusunan alokasi program pembangunan dengan alokasi anggaran dari
berbagai sumber pendanaan yang ada di masing-masing daerah. Sehingga
”mapping” antara program pembangunan dengan sumber pembiayaan
pembangunan diharapkan dapat menghasilkan pemerataan pembangunan
disegala bidang, dan keterjangkauan berbagai lokasi pada suatu wilayah
administratif tertentu. Dengan demikian tidak lagi ada kesenjangan pembangunan,
jika perencanaan alokasi anggaran dengan sinkronisasi program pembangunan
benar-benar dlakukan dalam satu kepentingan yang ditujukan bagi pembangunan
masyarakat, khususnya dalam kaitan pemberdayaan masyarakat petani di
perdesaaan.
Peran serta dan dukungan semua pihak untuk mendudukan program CSR
dalam rangkaian program pembangunan daerah dan nasional sekalipun kiranya
sangat diperlukan, manakala CSR di perlakukan sebagai suatu penetrasi dan
regulasi keterbatasan anggaran pembangunan di beberapa daerah, terutama bagi
program yang diarahkan kepada pemberdayaan masyarakat petani di perdesaan.
Tentunya dengan komitmen terhadap pembangunan daerah dan masyarakatnya
lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi dan golongan, sehingga dengan
upaya tersebut maka pengaturan kebijakan program pembangunan untuk
kesejahteraan masyarakat di daerahnya akan lebih dikedepankan daripada
perbedaan visi dan ”warna baju” yang selama ini senantiasa menghambat program
serta proses pelaksanaan pembangunan itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Asy’ari. 2009. Implementasi Coorporate Social Responsibility (CSR) Sebagai Modal Sosial
Pada PT Newmont. Tesis Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana
Universitas Diponegoro Semarang 2009

349
Iwan Setiajie Anugrah

Maulana, M.R. 2009. Peranan Corporate Social Responsibility (CSR) PT. Rekayasa Industri
dalam Rangka Pengembangan Masyarakat. Judul Makalah Kolokium (Seminar
Rencana Penelitian) Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat-IPB pada 21 April 2009. http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/tag/csr/
Pambudi. 2005. CSR; Sebuah Keharusan. Bagian tulisan pada buku Investasi Sosial, Pusat
Penyuluhan Sosial (Puspensos) Departemen Sosial Republik Indonesia. Penerbit
La Tofi Enterprise. Jakarta.
Purnama. 2005. Tanggung Jawab Sosial Dunia Usaha. Bagian Tulisan pada buku Investasi
Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) Departemen Sosial Republik
Indonesia. Penerbit La Tofi Enterprise. Jakarta.
Siregar. 2007. Analisis Sosiologis terhadap Implementasi Corporate Social Responsibility
Pada Masyarakat Indonesia . Jurnal Sosioteknologi Edisi 12 Tahun 6, Desember
2007
Suharto. 2005. Pembangunan Sosial Sebagai Investasi Sosial. Bagian tulisan pada buku
Investasi Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) Departemen Sosial
Republik Indonesia. Penerbit La Tofi Enterprise. Jakarta.
Suparlan. 2005. Pembangunan Komuniti dan Tanggung Jawab Korporasi. Bagian tulisan
pada buku Investasi Sosial, Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) Departemen
Sosial Republik Indonesia. Penerbit La Tofi Enterprise. Jakarta.
Tanudjaja, 2006. Perkembangan Corporate Social Responsibility di Indonesia. Jurnal
NIRMANA, VOL. 8, NO. 2, Juli 2006
Tim Universitas Katolik Parahyangan. 2010. Coorporate Social Responsiblity : Konsep,
Regulasi dan Implementasi. Bandung
http://ulzikidzie.blogspot.com/2011/03/program-program-csr-aqua.html : PROGRAM-
PROGRAM CSR AQUA
http://obortani.com/read/2010/06/30/para-sponsor-desa-corporate-social-responsibility-
csr.html : PT. PERTAMINA DENGAN CSR MEMBANGUN JAWA TENGAH
http://obortani.com/read/2011/06/15/obor-tani-jajagi-kerja sama-pertanian-corporate-social-
responsibility-csr.html : OBOR TANI KERJA SAMA DENGAN PEMKAB
TEMANGGUNG KEMBANGKAN KAWASAN KLEDUNG
http://www.fair-biz.org/berita.php?id=52&lang=1: BPM dorong perusahaan melakukan CSR,
Sumber: Bisnis Indonesia, 16-11-2007
http://obortani.com/read/2011/04/26/409-corporate-social-responsibility-csr.html : CSR
BANK JATENG, WAGUB RUSTRININGSIH TANAM PERDANA, DI SENTRA
PEMBERDAYAAN TANI DESA SEBORO
http://www.wonogirikab.go.id/home.php?mode=content&submode=detail&id=1464
http://www.cilacapkab.go.id/v2/?pilih=news&mod=yes&aksi=lihat&id=970 : DUNIA USAHA
AGAR PEDULI DENGAN KESEHATAN MASYARAKAT, Rabu, 12 Mei 2010
15:27:28 - oleh : Humas Cilacap
http://www.luph1989.co.cc/2010/05/csr-di-perusahaan-besar-di-indonesia.html : CSR DI
PERUSAHAAN BESAR DI INDONESIA, Jumat, 14 Mei 2010
http://www.borneonews.co.id/news/kotawaringin-barat/12-kobar/10420-dprd-dorong-
pembentukan-perda-csr.html : DPRD DORONG PEMBENTUKAN PERDA CSR

350
Pemberdayaan Masyarakat (Petani) Perdesaan dalam Perspektif
Corporate Social Responsibilty (CSR)

http://www.promojateng-pemprovjateng.com/detailnews.php?id=11777 : Jateng
Kembangkan Pembangunan Sentra Pemberdayaan Tani
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=17317 : KABUPATEN BATANG MILIKI
POTENSI PENGEMBANGAN TANAMAN TEH RAKYAT
http://www.flickr.com/photos/obortani/3723482660: Meneg BUMN Sofyan Djalil Salurkan
CSR Pertamina dan PLN untuk Sentra Pemberdayaan Petani
http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/355077/: Pertamina Kembangkan
SPT
http://lekadnews.blogspot.com/2011/03/perusahaan-anda-membutuhkan-csr-yang.html :
Skenario CSR
http://www.jatengprov.go.id/?document_srl=10908 : WAKIL GUBERNUR JATENG
RESMIKAN PEMBANGUNAN SENTRA PEMBERDAYAAN PETANI DI BOYOLALI
http://www.dikti.org/?q=node/505 : Submitted by mahmudisiwi on Sun, 03/29/2009 - 13:05:
DISKUSI TERBUKA: LET’S CSR ON CAMPUS “CORPORATE SOCIAL
RESPONSIBILITY (CSR) SEBAGAI STRATEGI PERUSAHAAN MENGHADAPI
KRISIS GLOBAL”
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/tag/csr/: Makalah Kolokium. Lussi Susanti.
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. IPB, Bogor
http://kolokiumkpmipb.wordpress.com/tag/csr /: Makalah Kolokium. M. Reza Maulana.
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. IPB, Bogor
www. aniunpad.files.wordpress.com. mengenai Latar Belakang Terjadinya CSR diakses
pada tanggal 16 Februari 2010 pukul 16.48 WIB.
http://mahmudisiwi.net/definisi-community-development/ pada 2 Mei 2010 : Artikel: Definisi
Community Development
www.pkbl.bumn.go.id . Edi Suharto PhD. Pekerjaan Sosial, CSR dan ComDev.

351

Anda mungkin juga menyukai