Anda di halaman 1dari 34

Case Report Session (CRS)

Desember 2019

GLAUKOMA FAKOLITIK OS
KATARAK SENILIS IMATUR OD

Oleh:
Fitrah Afdhal – G1A218033
Khoirunnisa Sarabayan Pazka – G1A218036

Pembimbing:
dr. Djarizal, Sp.M, M.Ph

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA RSUD RADEN MATTAHER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
TAHUN 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

CASE REPORT SESSION (CRS)

GLAUKOMA FAKOLITIK OS
KATARAK SENILIS MATUR OD

OLEH :
Fitrah Afdhal – G1A218033
Khoirunnisa Sarabayan Pazka – G1A218036

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan


Pada, Desember 2019

Pembimbing

dr. Djarizal, Sp.M, M.Ph

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Case Report Session (CRS) yang berjudul “GLAUKOMA FAKOLITIK OS
KATARAK SENILIS IMATUR OD” untuk memenuhi tugas Kepaniteraan
Klinik Ilmu Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Jambi di RSUD Raden
Mattaher.
Dalam kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih kepada dr.
Djarizal Sp.M, M.Ph selaku konsulen ilmu mata yang telah membimbing dalam
mengerjakan Case Report Session (CRS) ini sehingga dapat diselesaikan tepat
waktu.
Dengan laporan kasus ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi
penulis dan orang banyak yang membacanya terutama mengenai masalah Katarak.
Saya menyadari bahwa Case Report Session (CRS) ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu saya harapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
yang akan datang.

Jambi, Desember 2019

Penulis

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma merupakan penyebab kedua kebutaan di dunia, hampir 60 juta
orang terkena glaukoma. Di Amerika, penyakit ini merupakan penyebab utama
kebutaan yang dapat dicegah. Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di
Indonesia dan di dunia setelah katarak. Diperkirakan pada tahun 2020 sebanyak
79,6 juta orang akan menderita glaukoma. Glaukoma akibat kelainan lensa
merupakan penyebab terbesar dari glaukoma sekunder dengan persentase 25%
dari total kasus yang ada.1,2
Glaukoma terdiri dari dua tipe utama yaitu glaukoma sudut terbuka dan
sudut tertutup. Berdasarkan etiologinya, glaukoma dibagi menjadi glaukoma
primer dan glaukoma sekunder. Glaukoma primer merupakan glaukoma yang
tidak berhubungan dengan penyakit atau keadaan okular yang menyebabkan
peningkatan tahanan aliran cairan akuos atau penutupan sudut. Jika ada penyakit
atau keadaan yang mendasari yang dapat menyebabkan peningkatan TIO maka
glaukoma diklasifikasikan glaukoma sekunder.4,7
Salah satu penyebab glaukoma sekunder adalah katarak matur atau
hipermatur. Kondisi ini dikenal dengan istilah glaukoma fakolitik. Glaukoma
fakolitik merupakan suatu bentuk glaukoma sudut terbuka sekunder yang
berkaitan dengan katarak matur atau hipermatur dimana terjadi kebocoran dari
material lensa ke dalam bilik mata depan sehingga protein-protein lensa yang
mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan trabekular menjadi edematosa dan
tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak
tekanan intraokular.4-7
Glaukoma fakolitik pertama kali dikenali oleh Flocks et al pada tahun
1955. Frekuensi terjadinya glaukoma fakolitik jarang ditemukan di negara-negara
maju, hal ini karena banyaknya pusat pelayanan kesehatan mata dan adanya
kesadaran dari penderita terhadap penyakit ini. Glaukoma fakolitik lebih sering
terjadi di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, dimana penanganan

4
katarak sering terlambat sampai pada stadium hipermatur yang belum ditangani.
Pada sebuah studi di India dilaporkan 115 kasus glaukoma fakolitik dari 27.073
penderita dengan katarak.7
Penatalaksanaan Glaukoma fakolitik sama dengan penatalaksanaan
glaukoma sekunder lainnya dengan menangani kasus penyebabnya. Pada keadaan
fakolitik maka harus segera dilakukan ekstraksi katarak. Bedah kombinasi
trabekulektomi dan ekstraksi katarak dengan disertai atau tanpa dilakukan
penanaman IOL juga menjadi prosedur alternatif untuk glaukoma sekunder.7
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat
juga akibat kelainan kongenital, atau penyulit penyakit mata lokal menahun.
Bermacam-macam penyakit mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma,
ablasi, uveitis, retinitis pigmentosa bahkan toksik khusus (kimia dan fisik).
Kelainan sistemik atau metabolik yang dapat menimbulkan katarak adalah
diabetes melitus, galaktosemi, dan distrofi miotonik. Katarak dapat ditemukan
dalam keadaan tanpa adanya kelainan mata atau sistemik (katarak senil, juvenil,
herediter) atau kelainan kongenital mata.9
Katarak senilis masih menjadi penyebab kebutaan utama diseluruh dunia.
Seperti tercantum dalam Vision 2020 tahun 2006, 47% penyebab kebutaan di
dunia adalah katarak, dimana angka rata-rata oeprasi katarak di Indonesia adalah
468 per juta penduduk per tahun.10

5
BAB II
LAPORAN KASUS
Anamnesis
Identifikasi Nama : Ny. S
Umur : 77 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Pekerjaan : Penjual Sayur
Alamat : Talang Bakung
Tanggal berobat : 26 Desember 2019
Keluhan utama Penglihatan kabur sertmata kiri terasa nyeri sejak ± 2 bulan
Anamnesa Khusus ± 8 tahun yang lalu pasien mengeluh ketajaman
penglihatan mata kirinya berkurang. Awalnya pasien
mengaku penglihatan mata kirinya kabur seperti berkabut,
perlahan-lahan, semakin lama dirasakan semakin buram.
Penglihatan kabur dirasakan baik pada malam hari maupun
siang hari, dirasakan terus menerus sepanjang hari, saat
melihat dekat maupun jauh. Silau jika melihat cahaya
terang (+), mata merah (-), nyeri (-), mata berair(-), rasa
mengganjal (-), gatal (-), melihat ganda (-) sehingga pasien
tidak melakukan pengobatan apapun.
± 3 tahun yang lalu, penglihatan mata kiri semakin buram
dan lama kelamaan tidak bisa melihat sama sekali
termasuk kilatan cahaya, nyeri (-) mata merah (-) rasa
mengganjal (-). Penurunan penglihatan juga mulai
dirasakan pada mata kanan, namun tidak ada keluhan nyeri
maupun mata merah sehingga pasien hanya memakai
kacamata untuk membaca.
± 2 bulan yang lalu, pasien mengeluh mata kiri nyeri (+),

6
dan merah (+) terus menerus. Awalnya pasien mengira
keluhan tersebut dikarenakan terkena lumpur sehingga
pasien mencuci mata nya dan memberikan obat tetes mata
namun tidak ada perubahan. Keluhan juga diikuti nyeri
sampai ke belakang kepala dan merasa sakit-sakit pada
badannya.
Riwayat penyakit a. Riwayat penyakit Hipertensi (-)
dahulu b. Riwayat penyakit DM (-)
c. Riwayat penggunaan kacamata (+)
d. Trauma pada mata (-)
e. Riwayat penyakit mata lain (-)
f. Riwayat konsumsi obat-obatan dalam jangka waktu
lama (-)
g. Alergi (-)
Anamnesa keluarga Saudara pasien juga mengalami penurunan penglihatan.
Riwayat gizi IMT = BB/(TB)2= 35/1,452 = 17,14= gizi kurang
Keadaan sosial Menengah
ekonomi

Penyakit sistemik
 Tractus respiratorius Tidak ada keluhan
 Tractus digestivus Tidak ada keluhan
 Kardiovaskuler Tidak ada keluhan

 Endokrin Tidak ada keluhan

 Neurologi Tidak ada keluhan

 Kulit Tidak ada keluhan


Tidak ada keluhan
 THT
Tidak ada keluhan
 Gigi dan mulut
Tidak ada keluhan
 Lain-lain

7
Pemeriksaan visus dan refraksi
OD OS
Visus : 6/30 PH (-) Visus : 0

II. Muscle Balance


Kedudukan bola mata
Orthoforia Orthoforia

Pergerakan bola mata

- Duksi Baik Baik


- Versi Baik Baik

Pemeriksaan Eksternal
OD OS

Palpebra superior Palpebra superior


benjolan(-), bengkak(-), hiperemis(-) benjolan(-), bengkak(-) hiperemis(-)
Palpebra Inferior Palpebra Inferior
benjolan(-), bengkak(-), hiperemis(-) benjolan(-), bengkak(-), hiperemis(-)
Cilia Cilia
Tampak normal Tampak normal
Ap. Lacrimalis Ap. Lacrimalis
Hiperlakrimasi (-) Hiperlakrimalis (+)

8
Conjugtiva tarsus superior Conjugtiva tarsus superior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-), hiperemis
hiperemis (-) (+)
Conjungtiva tarsus inferior Conjungtiva tarsus inferior
Papil(-), folikel(-), litiasis (-), Papil(-), folikel(-), litiasis (-), hiperemis
hiperemis (-) (+)
Conjungtiva Bulbi Conjungtiva Bulbi
Injeksi Siliar (-) Injeksi Siliar (-)
Injeksi Konjunctiva (-) Injeksi Konjunctiva (-)
Pembengkakan (-) Pembengkakan (-)
Kornea: Jernih Kornea: Jernih
Ulkus (-) Ulkus (-)
Makula (-) Makula (-)
Pupil Pupil
Bulat, regular Bulat, regular
Refleks Cahaya : Refleks Cahaya :
- Direct (+) - Direct (-)
- Indirect (+) - Indirect (-)
Diameter : 3 mm Diameter : 5 mm
Iris Iris
Coklat, prolaps (-) Coklat, prolaps (-)
Lensa : Keruh sebagian Lensa : Keruh menyeluruh

Pemeriksaan Slit Lamp


Silia Silia
Normal Normal
Conjungtiva tarsus Conjungtiva tarsus
Papil (-), folikel (-), hiperemis (-) Papil (-), folikel (-), hiperemis (+)

Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-), Conjungtiva bulbi : Injeksi siliar (-),
injeksi konjungtiva (-), hiperemis (-) injeksi konjungtiva (-), hiperemis (+)
Kornea : Jernih Kornea : Jernih
COA : dangkal COA: dangkal
Iris : Kripta iris normal, iris terdorong Iris : Kripta iris normal

9
Lensa : Keruh sebagian Lensa : keruh menyeluruh
Tekanan Intra Okuler
Palpasi : Nyeri tekan (-) Palpasi : Nyeri tekan (-), lebih padat
Tonometer Schiotz : tidak dilakukan Tonometer Schiotz : tidak dilakukan
Tonometer noncontact : 20 mmHG Tonometer noncontact: Tidak dapat dinilai
Visual Field
Konfrontasi : Tidak sama dengan Konfrontasi : Tidak dilakukan
pemeriksa
Shadow test
Konfrontasi : Positif Konfrontasi : negatif

Pemeriksaan Umum
Tinggi badan 145 cm
Berat badan 35 Kg
Tekanan darah 110/80 mmHg
Nadi 78 kali/menit
Suhu 36,50C
Pernapasan 20 kali/menit

Diagnosis : Katarak Senilis Imatur OD,


Glaukoma fakolitik OS
Diffrential Diagnosa :
- Glaukoma fakomorfik
- Glaukoma fakotoksik
Anjuran pemeriksaan : Gonioskopi
Pengobatan :
- Timolol 0,5% ED 2 x 1 tts OS
- Asam Mefenamat PO 3 x 500 mg
- Methylprednisolon PO 2 x 4 mg

10
Prognosis :
Q OD Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad malam
O OS Quo ad vitam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad malam
Quo ad sanationam : dubia ad malam

11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi dan Fisiologi Mata

Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk,


memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan
gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.
Mata memiliki struktur sebagai berikut :
 Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang
bewarna putih dan relatif kuat.
 Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata
dan bagian sclera.
 Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan
pembungkus dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu
memfokuskan cahaya.
 Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.

12
 Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang
kornea dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang
masuk ke mata dengan cara merubah ukuran pupil.
 Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos
dan vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.
 Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang
bola mata, berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus
ke otak.
 Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan
visual ke otak.
 Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa
dan kornea (mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan
sumber makanan bagi lensa dan kornea, dihasilkan oleh processus
ciliaris.
 Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di
depan retina (mengisi segmen posterior mata).

3.1.1 Anatomi Lensa


Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah
(avaskular), tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang
memiliki fungsi untuk mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan
memberikan akomodasi.. Ke depan berhubungan dengan cairan bilik mata, ke
belakang berhubungan dengan badan kaca. Digantung oleh Zunula zinii
(Ligamentum suspensorium lentis), yang menghubungkannya dengan korpus
siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Lensa
diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran yang sempermiabel,
yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.11-13
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar
subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan
kurang elastik. Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini

13
ujung ke ujung berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak
di anterior dan terbalik di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang
dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus
siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.11-13
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara
jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam
jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada
dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk
teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, atau saraf di
lensa. Karena lensa bersifat avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi
lensa didapatkan dari aqueous humor. Metabolisme lensa bersifat anaerob akibat
rendahnya kadar oksigen terlarut di dalam aqueous humor

3.1.2 Fisiologi Lensa


Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan
serat zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus

14
siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi.11-13
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks.
Proses sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus
berlangsung perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah
cepat, dimana nukleus menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua
lensa lebih besar, lebih gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak
seperti “ gray reflek “ atau “senil reflek”, yang sering disangka katarak. Karna
proses sklerosis ini lensa menjadi kurang elastis dan daya akomodasinya
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana pada orang Indonesia dimulai
pada usia 40 tahun.11-13

3.2 Glaukoma
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti hijau
kebirauan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita
glaukoma. Glaukoma merupakan kumpulan dari suatu penyakit yang mempunyai
karakteristik umum berupa optik neuropati disertai dengan penurunan lapang
pandang. Meskipun faktor resiko utamanya adalah peningkatan tekanan intra
okuli, ada atau tidaknya peningkatan tekanan intra okuli ini tidak mempengaruhi
definisi penyakit.1

15
Glaukoma secara umum dibedakan menjadi glaukoma sudut terbuka dan
glaukoma sudut tertutup. Glaukoma primer sudut terbuka adalah penyakit optik
neuropati bersifat kronik dan progresif yang ditandai dengan atrofi dan
penggaungan papil saraf optik.14

3.2.1 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi :
A. Glaukoma primer : glaukoma dengan etiologi tidak pasti, dimana tidak
didapatkan kelainan yang merupakan penyebab glaukoma.
1. Glaukoma sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka primer dan glaukoma
tekanan normal.
2. Glaukoma sudut tertutup
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstraokular
C. Glaukoma sekunder : glaukoma yang etiologinya diketahui yang terjadi
sabagai salah satu manifestasi penyakit mata lain.
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sindrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik/fakolitik)
4. Akibat kelainan traktus uvea
5. Sindrom iridokorneo endotel (ICE)
6. Trauma
7. Pasca operasi
8. Glaukona neovaskular
9. Peningkatam tekanan vena episklera

16
10. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut : Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol yaitu
mata yang keras, tidak dapat melihat, dan sering nyeri.

Klasifikasi glaukoma berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular:


A. Glaukoma sudut terbuka : penyebabnya secara umum adalah sebagai suatu
ketidaknormalan pada matriks ekstraseluler trabekular Meshwork dan pada
sel trabekular daerah jukstakanalikuler, meskipun juga ada di tempat lain.
1. Membran pratrabekular
2. Kelainan trabekular
3. Kelaian pascatrabekular
B. Glaukoma sudut tertutup
1. Sumbatan pupil
2. Pergeseran lensa ke anterior
3. Pendesakan sudut
4. Sinekia anterior perifer.

3.3 Glaukoma Fakolitik


Glaukoma fakolitik merupakan glaukoma inflamatorik yang disebabkan
oleh kebocoran protein lensa melalui kapsul lensa katarak matur atau hipermatur.
Glaukoma fakolitik merupakan suatu bentuk glaukoma sudut terbuka sekunder
yang berkaitan dengan katarak matur atau hipermatur dimana terjadi kebocoran
dari material lensa ke dalam bilik mata depan sehingga protein-protein lensa yang
mencair masuk ke bilik mata depan. Jalinan trabekular menjadi edematosa dan
tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak
tekanan intraokular.7

3.2.1 Etiologi
a. Katarak matur (seluruhnya opak)
b. Katarak hipermatur (korteks cair/morgagnian dan nukleus yang mengambang
bebas)

17
c. Likuefeksi fokal katarak imatur (jarang)
d. Dislokasi lensa yang katarak di vitreus.

3.2.3 Patogenesis
Berbeda dengan beberapa bentuk glaukoma yang diinduksi lensa
(misalnya: glaukoma partikel lensa, glaukoma fakoanafilaktik), glaukoma
fakolitik terjadi pada lensa katarak dengan kapsul lensa utuh. Bukti yang tersedia
mengimplikasikan obstruksi trabekular langsung oleh protein lensa, terbebas dari
cacat mikroskopis dalam kapsul lensa yang utuh secara klinis.
Apabila usia semakin meningkat, komposisi protein dalam lensa berubah,
terjadi peningkatan konsentrasi protein high molecular weight. Katarak
hipermatur merupakan stadium lanjut dari katarak senilis. Pada katarak matur atau
hipermatur, terjadi pencairan korteks lensa dan pengerutan kapsul lensa, dan bilik
mata depan menjadi dalam. Pada keadaan ini dapat terjadi kebocoran material
korteks ke luar kapsul melalui lubang mikroskopik pada kapsul lensa. Kebocoran
ini sering disertai pada awalnya dengan rasa nyeri dan inflamasi segmen anterior.
Jaringan trabekulum akan tersumbat oleh sel-sel makrofag dan protein lensa.
Protein berat molekul tinggi tidak dijumpai pada bayi dan anak-anak, yang
kemungkinan dapat menjelaskan tidak adanya glaukoma fakolitik pada pasien
muda dengan katarak.
Protein mencetuskan glaukoma sekunder karena protein lensa ini, makrofag
fagosit, dan debris inflamatorik lainnya yang menyumbat anyaman trabekular
sehingga terjadi penurunan drainase humor akuos yang menyebabkan peningkatan
TIO. Peningkatan TIO ini mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan
pandang selama berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Karena terjadinya
peningkatan TIO, tekanan akan menekan serat saraf dari nervus optikus yang
berfungsi mengahantarkan gambaran ke otak. Selain itu, peningkatan tekanan ini
akan mengurangi suplai darah ke nervus optikus yang berarti suplai oksigen dan
nutrisi juga berkurang. Bila hal tersebut berlangsung lama, maka akan
menyebabkan kerusakan nervus optikus yang ireversibel dan kebutaan. Obat

18
untuk mengkontrol tekanan intraokular (TIO) harus digunakan dan ekstraksi
katarak harus dilakukan.1,2

3.2.4 Manifestasi Klinis


Gambaran klinis glaukoma fakolitik biasanya terjadi pada orang tua
dengan riwayat penglihatan kabur secara perlahan selama beberapa bulan atau
tahun sebelum timbulnya onset akut nyeri yang tiba-tiba, hiperemia konjungtiva,
dan penurunan visus lebih lanjut. Persepsi cahaya menjadi tidak akurat karena
kepadatan katarak. Rasa sakit mengenai sekitar mata dan bisa pada daerah
belakang kepala. Akibat rasa sakit yang berat terdapat gejala gastrointestinal
berupa mual dan muntah, kadang dapat mengaburkan gejala glaukoma akut.

3.2.5 Diagnosis
Pemeriksaan klinis pada glaukoma adalah sebagai berikut :
 Gonioskopi
Suatu metode pemeriksaan untuk mengetahui sudut drainase mata. Tes ini
penting untuk menentukan apakah sudut terbuka, tertutup, atau sempit dan
menyingkirkan penyebab lain yang menyebabkan peningkatan tekanan
intraokular. Pada glaukoma fakolitik, hasilnya normal di mana sudut bilik mata
depan terbuka.
 Tonometri
Tonometri adalah alat untuk mengukur TIO. Tonometri yang sering
digunakan adalah tonometri Goldman yang digunakan bersamaan slitlamp.
Tonometri jenis ini mengukur daya yang dibutuhkan untuk meratakan satu daerah
di kornea. Oleh itu, ketebalan kornea mempengaruhi akurasi pengukuran. TIO
diukur karena hampir pada semua kasus glaukoma, akan terjadi peningkatan TIO.
TIO yang normal adalah dari 10 – 21 mmHg. Nilai dianggap abnormal apabila 22-
25 mmHg dan dianggap patologik di atas 25 mmHg. Pemeriksaan pada glaukoma
fakolitik menunjukkan peningkatan TIO yang bermakna.

19
Gambar 5. Goldman tonometri dan cara pembacaannya

 Pemeriksaan slit lamp


Pemeriksaan pada glaukoma fakolitik menunjukkan edema kornea
mikrositik dan sel yang prominen dan reaksi flare tanpa keratic precipitates, (KP).
Kurangnya KP membantu membedakan glaukoma fakolitik dari glaukoma
fakoantigenik.

Gambar 6. Glaukoma fakolitik. Tampilan yang khas dari glaukoma fakolitik


yaitu hiperemia konjungtiva, edema kornea mikrositik, katarak matur, dan reaksi
ruang anterior yang prominen, yang ditunjukkan pada gambar di atas. Perhatikan
deposit protein lensa pada endotelium dan melapisi sudut, menciptakan suatu
pseudohipopion.

20
Debris seluler dapat terlihat melapisi di sudut ruang anterior, dan
pesudohipopion dijumpai. Partikel putih besar (kumpulan protein lensa) juga
dapat terlihat di ruang anterior. Katarak matur atau hipermatur (morgagnian) juga
dijumpai, sering dengan wrinkling kapsul anterior lensa yang menunjukkan
hilangnya volume dan pelepasan material lensa.

Gambar 7. Karakteristik tampilan katarak hipermatur dengan wrinkling kapsul


anterior lensa, yang diakibatkan oleh hilangnya volume kortikal. Sinekia posterior
ekstensif dijumpai, yang mengkonfirmasi adanya inflamasi sebelumnya.

Pada keadaan yang jarang, glaukoma fakolitik memiliki onset subakut,


dengan kebocoran protein intermiten yang menyebabkan episode glaukoma
berulang, hiperemia, dan inflamasi. Tampilan ini lebih mungkin dijumpai jika
katarak telah berdislokasi ke vitreus.1

3.2.6 Penatalaksanaan
Oleh karena glaukoma bersifat ireversibel maka tujuan utama dari
penatalaksanaan glaukoma adalah pencegahan fungsi visual dari rusak dan
melambatkan progresifitas kerusakan fungsi visual. Penatalaksanaan glaukoma
sekunder mirip dengan penatalaksanaan glaukoma primer. Pengobatan terhadap
glaukoma adalah dengan cara medikamentosa dan operasi
Terapi Medikamentosa
Tujuan farmakoterapi medikamentosa adalah untuk menurunkan
morbiditas dan untuk mencegah komplikasi. Ada dua mekanisme utama untuk
menurunkan tekanan mata: 1) Penurunan jumlah humor akuos yang masuk ke

21
mata, yaitu mengurangi produksi air, dan 2) meningkatkan jumlah pengeluaran air
mata dengan meningkatkan outflow.

1. Supresi pembentukan humor akuos:


Beta adrenergic antagonis
Antagonis beta adrenergic ini bekerja dengan mengurangi produksi humor
akuos. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat 0,25% dan 0,5%.
Betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lain – lain. Kontraindikasi utama penggunaan
obat – obat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas kronik, terutama asma, dan
defek hantaran jantung. Betaxolol dengan selektivitas relative tinggi terhadap
receptor β1 lebih jarang menimbulkan efek samping respiratorik, tetapi obat ini
juga kurang efektif dalam menurunkan TIO. Depresi, kebingungan, fatigue dapat
timbul pada pemakaian obat penyekat beta topical. Frekuensi timbulnya efek
sistemik dan tersedianya obat – obat lain telah menurunkan popularitas obat
penyekat adrenergic beta.
Carbonic anhydrase inhibitor
Carbonic anhydrase adalah enzim yang dapat ditemukan di berbagai
jaringan tubuh termasuk mata. Katalisa suatu reaksi reversibel dimana karbon
dioksida menjadi terhidrasi dan carbonic acid menjadi dehidrasi. Dengan
memperlambat ion bikarbonat dengan menurunkan sodium dan transport cairan,
hal ini dapat menghambat carbonic anhydrase pada proses siliaris di mata.
Efeknya adalah menurunnya sekresi humor akuos dan menurunkan TIO.15
Obat ini menurunkan tekanan intraokular dengan mengurangi
pembentukan humor akuos. Meskipun sedikit kurang efektif daripada beta-
blocker, agen ini biasanya ditoleransi dengan baik. Jika digunakan sebagai
monoterapi, obat ini memerlukan dosis tiga kali sehari, tapi dua kali sehari dosis
biasanya efektif ketika digunakan sebagai pengobatan tambahan. Ini adalah obat
sulfa jadi pasien yang alergi terhadap sulfonamides tidak boleh menggunakan.
Efek samping serious jarang terjadi, tetapi batu ginjal, dekompensasi kornea,
hypotony, dan detasemen choroidal telah dilaporkan pada pasien dengan
menggunakan inhibitor karbonat anhydrase topikal.

22
Acetazolamide
Dapat menghambat enzim carbonic anhydrase menurunkan jumlah
formasi pembentukan humor akuos yang dapat menurunkan TIO. Dosis pada
dewasa adalah 250 – 500 mg iv / im yang diulang setiap 2 – 4 jam sampai
maksimal 1 gram / hari. Dosis pada anak adalah 8 – 30 mg / kgBB / hari iv / im
dan terbagi dalam 3 dosis yang diberikan setiap 8 jam.15
Efek samping dari penggunaan obat ini adaah munculnya reaksi
hipersensitivitas, gangguan hari, gangguan ginjal yang berat, insufisiensi
adrenokortikalm dan obstruksi paru.

2. Fasilitasi aliran keluar humor akuos


Prostaglandin analog
Prostaglandin analog merupakan obat-obat lini pertama atau tambahan
yang efektif. Semua prostaglandin analog dapat menimbulkan hiperemia
konjungtiva, hiperpigmentasi kulit preorbita, pertumbuhan bulu mata, dan
penggelapan iris yang permanen.2
Prostaglandin analog ini seperti obat tekanan intraokuler lebih rendah
dengan meningkatkan aliran air uveoscleral humor. Obat ini sangat efektif dalam
mengurangi tekanan mata dan memiliki keunggulan hanya membutuhkan
penggunaan sekali dalam sehari. Analog prostaglandin lebih rendah TIO hingga
50% dan 6-8 mm Hg rata-rata. Analog prostaglandin ini tampaknya lebih efektif
dalam mata dengan iris berwarna gelap.
Penggunaan prostaglandin analog telah dilaporkan berhubungan dengan
eksaserbasi uveitis dan edema makula cystoid. Diperhatikan beberapa
kemampuan agen ini menyebabkan perubahan warna iris permanen. Biru atau
hijau iris warna dapat menjadi kecoklatan. Para agen juga harus dihindari pada
wanita hamil karena potensi prostaglandin untuk menginduksi persalinan.15

23
Obat parasimpatomimetik
Obat ini meningkatkan aliran keluar humor akuos dengan bekerja pada
trabekular meshwork melalui kontraksi otot siliaris. Pilocarpine jarang digunakan
sejak ditemukannya analog prostaglandin, tapi dapat bermanfaat pada sejumlah
pasien. Obat-obat parasimpatomimetik menimbulkan miosis disertai penglihatan
suram, terutama pada pasien katarak, dan spasme akomodatif yang mungkin
menganggu pada pasien usia muda. Ablasio retina merupakan tindakan yang
jarang tapi serius.
Epinephrine
Dapat meningkatkan aliran keluar aqueous humor dan sedikit banyak
disertai penurunan pembentukan aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping
ocular eksternal termasuk reflex vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom,
konjungtivitis folikularm dan reaksi alergi.2

3. Penurunan volume vitreus


Obat-obat hiperosmotik
Mengubah darah menjadi hipertonik sehingga air tertarik keluar dari
vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu juga terjadi penurunan
produksi humor akuos. Penurunan volume vitreus bermanfaat dalam pengobatan
glaukoma sudut tertutup akut dan glaucoma maligna yang menyebabkan
pergeseran lensa kristalina ke anterior (disebabkan oleh perubahan volume vitreus
atau koroid) dan menimbulkan peutupan sudut.2
Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin
dicampur dengan jus lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tapi harus
hati- hati bila digunakan pada pengidap diabetes. Pilihan lain adalah isosorbide
oral dan urea intravena atau manitol intravena.

Tindakan Operasi
Pengobatan pada glaukoma fakolitik pada prinsipnya adalah menurunkan
tekanan intraokuler dengan cepat, dengan menggunakan agen penurun TIO baik
sediaan sistemik maupun topikal. Steroid topikal selain untuk mengurangi proses

24
inflamasi, dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan dapat menurunkan
tekanan intraokuler. Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan obat-obat
siklopegik. Terapi kausatif pada glaukoma fakolitik adalah menurunkan TIO
dengan cara menghilangkan penyebabnya yaitu katarak.1,2
Katarak dapat dihilangkan dengan tindakan bedah berupa extracapsular
cataract extraction (ECCE) serta dilakukan pemasangan lensa tanam untuk
mendapatkan visus yang lebih baik. Bila glaukoma fakolitik terjadi akibat
dislokasi lensa ke dalam rongga vitreous, maka tindakan bedah yang dilakukan
adalah pars plana vitrectomy dengan pemindahan lensa dari dalam rongga
vitreous.

3.2.7 Komplikasi
Pasien dapat kehilangan penglihatannya karena kerusakan nervus optikus
sebagai akibat dari tekanan intraokuli yang terlalu tinggi, bila tidak diobati dan/
atau terjadi edema kornea yang persisten. Komplikasi operasi, seperti perdarahan
suprakoroid, ruptur kapsular dengan hilangnya material lensa ke dalam segmen
posterior, luka di kornea, dan terjadi prolapsus vitreus.

3.2.8 Prognosis
Prognosis glaukoma fakolitik baik, dimana kebanyakan pasien dilaporkan
mengalami kemajuan visus setelah ekstraksi katarak dan implantasi lensa
intraokuler, namun demikian pengobatan yang terlambat dapat menyebabkan
visus tidak mengalami kemajuan. Sebagian besar pasien dengan glaukoma
fakolitik memiliki ketajaman visual yang baik pasca operasi dengan glaukoma
remisi total.
Jika tidak diterapi, pasien dengan glaukoma akan menderita kebutaan.
Gangguan penglihatan yang sudah terjadi tidak dapat dihilangkan. Oleh karena
itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah berusaha mempertahankan tekanan
intraokuler dalam batas normal, baik dengan penggunaan obat-obatan ataupun
tindakan pembedahan yang merupakan jalan terakhir untuk mempertahankan
bagian nervus optikus yang masih intak.1,2,12

25
3.3 Katarak Senilis
3.3.1 Definisi dan Epidemiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses
degeneratif dan umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun,
lebih dair 90% individu mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua
mata dengan salah satu mata terkena lebih dulu.12
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis
antara lain:
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok

3.3.2 Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin α
dan β adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein
berguna untuk menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein
agar tetap inaktif sehingga lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat
lagi mensintesis kristalin untuk menggantikan kristalin yang rusak, sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan lensa.12,13
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa pada katarak senilis yaitu:
 Katarak senilis kortikal
Terjadi proses dimana jumlah protein total berkurang, diikuti dengan
penurunan asam amino dan kalium, yang mengakibatkan kadar natrium
meningkat. Hal ini menyebabkan lensa memasuki keadaan hidrasi yang
diikuti oleh koagulasi protein.

26
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
- Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat terdeteksi dengan adanya
area yang jernih diantaranya. Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah
sentral (kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform).3,8
- Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3,8
- Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian lensa.
Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh pada derajat
maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan kalsifikasi lensa.3,8
- Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks lensa sudah mencair.
Cairan keluar dari kapsul dan menyebabkan lensa menjadi mengerut.3,8

27
Perbedaan stadium katarak
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
(air masuk) (air keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test - + - Pseudops
Penyulit - Glaukoma - Uveitis +
Glaukoma

 Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa
menjadi keras dan kehilangan daya akomodasi. Maturasi pada katarak
senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa kehilangan
daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa
mata. Maturasi dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi
akibat adanya deposit pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna
coklat (katarak brunesens) atau hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen
dan jarang berwarna merah (katarak rubra).7,8

28
3.2.3 Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi
secara progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan
bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak yang diderita pasien.
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp

3.2.4 Diagnosis
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap. Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk
evaluasi opasitas lensa tetapi dapat juga struktur okuler lain, misalnya
konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan kornea harus diperiksa
dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum dan sesudah
pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow
test dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu,
pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas
bagian belakang harus dinilai.5

29
3.2.5 Diagnosis Banding
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan
dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma,
retinopathy of prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus
(PHPV).8

3.2.6 Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa.
Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu
intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
(ECCE).5
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan
depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang
metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa subluksatio dan
dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan
tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan
atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih
mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.9

30
1. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa
lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini
dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel,
implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder
lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata
dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah
penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan
kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder.3,5,7

3. Phacoemulsification

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan memindahkan


kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm)

31
di kornea. Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak,
selanjutnya mesin PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur
sampai bersih. Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat
kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak
kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.

4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)


Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm.
Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan
luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat
dilakukan pada stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini
juga telah dilakukan pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan
dengan operasi trabekulektomi.7

3.2.4 Prognosis
Tindakan pembedahan secara defenitif pada katarak senilis dapat
memperbaiki ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan
prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan
tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan
kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi tingkat
pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital
unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
proresif lambat.16

32
Daftar Pustaka

1. American Academy of Opthalmology. Glaucoma, Basic and Clinical Sciences


Course, Section 10, 2011 – 2012.p3-5,33-42,108-110
2. Salmon JP. 2012. Glaukoma. In: Eva PR, Whitcher JP. 2012. Vaughan &
Asbury Oftalmologi Umum. EGC: Jakarta. p.212-228. 1. Liesegang JT, Skuta
L.Gregory, Cantor B.Louis. American Academy of Ophthalmology. Glaucoma.
2005-2006:3,114
3. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. New Delhi. 2007.p 214-225
4. Pavan-Langston Deborah, Brauner C.Stacey, Grosskreutz L.Cynthia.
Glaucoma. In Manual of Ocular Diagnosis and Therapy. Philadelphia. 2008.
p259-278Foster
5. Lestari YD, Risriwani D, Sumantri I, in: Sihotang AD et all. Full papers 2. the
11th congress and 32nd annual meeting. IOA. Medan. 2006; p.494-99.

33
6. Rhee DJ, Pyfer MF. The wills eye manual. Office and emergency room
diagnosis and treatment of eye disease. Ed-3. Philadelfia.Lippincot williams &
wilkins.1999;p246-8
7. A Braganza, R Thomas, T George, A Mermoud, Management of phacolytic
glaucoma : Experience of 135 cases, Indian Journal of Ophthalmology,
vol.46.1998
8. Shields” text book of glaucoma, Lippincott willias and wilkis, Edition V 2003:
403-06, 662-4, 526
9. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata. Edisi kelima. Jakarta: FKUI. 2015.
10. Suhardjo, Hartono. Ilmu Kesehatan Mata. Jogjakarta: Universitas Gajah
Mada. 2007.
11. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A,
editors. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.
12. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika, 2000.
13. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed.
Philadelphia : W.B. Saunders Company ; 2006.
14. Mahdi Hariyah M dan Effendi Ma’sum, 2010. Pedoman Diagnosis dan
Terapi: Glaukoma Sudut Terbuka Primer. Malang: Universitas
Brawijaya/RSSA
15. Sharma Rashmi. 2007. β-Blockers as Glaucoma Therapy. Jammu (J&K)
India Vol. 9 No. 1, January-March 2007 pg 42-45
16. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7th
ed. China: Elsevier : 2011. (e-book)

34

Anda mungkin juga menyukai