Askep SNH
Askep SNH
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep medis stroke non hemoragik?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan stroke non hemoragik?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui konsep medis stroke non hemoragik
2. Mengetahui konsep asuhan keperawatan stroke non hemoragik
BAB II
KONSEP MEDIS
B. Etiologi
1. Trombolik
Penggumpalan darah yang bersikulasi melalui pembuluh darah arteri
merupakan penyebab utama stroke non hemoragik/stroke iskemik.
Trombosisi merupakan penggumpalan darah pada pembuluh darah yang
mengarah menuju ke otak. Kondisi yang terjadi mirip dngan gangguan
arteri (aterosklerosis) pada arteri jantung. Ketika lemak terutama
kolesterol, sel-sel arteri yang rusak, kalsium serta materi lain bersatu dan
membentuk plak, maka plak tersebut akan menempel di bagian dalam
dinding arteri terutama di bagian percabangan arteri. Pada saat yang
bersamaan, sel-sel yang menyusun arteri memproduksi zat kimia tertentu
yang menyebabkan plak tersebut menebal dan akhirnya liang arteri
menyempit. Penyempian liang arteri menyebabkan aliran darah yang
akan melalui liang tersebut terhambat. Lokasi penyumbatan tersebut
dapat terjadi pada pembuluh darah besar (arteri karotis), pembuluh darah
sedang (arteri serebris) atau pembuluh darah kecil. Jika penyumbatan
terjadi pada pembuluh darah kecil, maka dampak yang ditimbulkan tidak
parah. Dalam istilah medis disebut infraction lacunar (Lanny Lingga,
2013).
Melambatnya aliran darah yang melalui arteri atau bahkan terhentinya
pasokan darah ke otak bukan persoalan sepele. Otak sangat
membutuhkan suplai darah untuk memelihara agar sel otak tetap hidup.
Darah membawa oksigen dan nutrisi penting yang diperlukan untuk
kehidupan sel otak. Tanpa pasokan oksigen dan nutrisi yang memadai,
lama-kelamaan sel otak akan mati (Lanny Lingga, 2013).
Trombosis pada pembuluh darah besar erat kaitannya dengan
aterosklerosis, sedangkan thrombosis pada pembuluh darah kecil
biasanya dialami oleh penderita hipertensi. Kadar kolesterol LDL yang
tinggi menjadi pemicu aterosklerosis yang selanjutnya mendorong
thrombosis di pembuluh darah besar. Hiperkolesterolemia terjadi pada
sebagian besar penderita stroke iskemik, meskipun serangan stroke jenis
ini dialami oleh penderita hiperkoleterolemia. Namun, perlu menjadi
catatan penting bahwa tinggi kadar LDL teroksidasi merupakn factor
penting yang mengawali aterosklerosis yang berimbas pada thrombosis
di pembuluh darah besar (Lanny Lingga, 2013).
Stroke iskemik trombolitik banyak dialami oleh para manula terutama
yang memiliki riwayat hipertensi. Biasanya serangan stroke terjadi pada
pagi atau siang hari (Lanny Lingga, 2013).
2. Emboli
Merupakan jenis stroke iskemik dimana penggumpalan darah bukan
terjadi pada pembuluh darah otak melainkan pada pembuluh darah yang
lainnya. Kebanyakan insiden terjadi karena trombosit pada pembuluh
darah jantung. Menurunnya pasokan darah dari jantung yang kaya
oksigen dan nutrisi ke otak adalah faktor utama yang menjadi
penyebabnya.
Stroke iskemik embolitik sering dipicu oleh penurunan tekanan darah
yang berlangsung secara drastis. Berbeda dengan serangan stroke
iskemik trombolitik yang terjadi pada pagi hari, stroke iskemik embolitik
dapat terjadi kapan saja, pagi siang atau malam hari. Pada umumnya
insiden dari stroke ini terjadi tanpa di dahului oleh tanda-tanda yang
dirasakan sebelumnya. Serangan stroke iskemik embolitik umumnya
terjadi begitu saja seolah sebagai kejutan bagi pasien dan orang-orang
yang ada di sekitarnya (Lanny Lingga, 2013).
C. Faktor Resiko
Menurut (Muttaqin, 2008) (dikutip dari Dyah Ayu, 2017)
1. Hipertensi.
Merupakan faktor risiko utama, hipertensi dapat disebabkan
arterosklerosis pembuluh darah serebral, sehingga pembuluh darah
tersebut mengalami penebalan dan degenerasi yang kemudian pecah atau
menimbulkan perdarahan.
2. Penyakit kardiovaskuler.
Pada fibrilasi atrium menyebabkan penuruna CO, sehingga perfusi darah
ke otak menurun, maka otak akan kekurangan oksigen yang akhirnya
terjadi stroke.
3. Diabetes mellitus.
Pada penyakit Diabetes mellitus mengalami penyakit vaskuler, sehingga
terjadi mikrovaskularisasi dan terjadi aterosklerosis, terjasi
arterosklerosis dapat menyebabkan emboli yang kemudian menyumbat
dan terjadi iskemia, iskemia menyebabkan perfusi otak menurun dan
pada akhirnya terjadi stroke.
4. Merokok.
Pada perokok akan terjadi plak pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga memungkinkan penumpukan arterosklerosis dan kemudian
berakibat pada stroke.
5. Alkohol.
Pada alkohol dapat menyebabkan hipertensi, penurunan aliran darah ke
otak dan kardia aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah sehingga
terjadi emboli serebral.
6. Peningkatan kolesterol.
Peningkatan kolesterol tubuh dapat menyebabkan arterosklerosis dan
terbentuknya emboli lemak sehingga aliran darah lambat masuk ke otak,
maka perfusi otak menurun.
7. Obesitas.
Pada obesitas kadar kolestrol tinggi, selain itu dapat mengalami
hipertensi terjadi gangguan pada pembuluh darah, keadaan ini
berkontribusi pada stroke.
D. Klasifikasi
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi
klinik dan proses patologik (kausal) (https://www.academia.edu/18542086):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di
otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic
Neurological Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih
lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation)
Gejala neurologik makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
2. Berdasarkan kausal
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada
pembuluh darah di otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh
darah yang besar dan pembuluh darah yang kecil. Pada pembuluh
darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang diikuti oleh
terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik
terjadi karena aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang.
Ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau
lapisan lemak yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh
darah yang mengakibatkan darah tidak bisa mengaliri oksigen dan
nutrisi ke otak.
E. Patofisiologi
Stroke non hemoragic erat kaitannya dengan arterosklerosis, mula-
mula terbentuk daerah berlemak yang berwarna kuning pada permukaan
intima arteri. Seiring waktu, terbentuk plak fibrosis (ateroma) di lokasi yang
terbatas, seperti di tempat percabangan arteri dan bifurkasio arteri
ekstraserebral yang berlawanan. Trombosit selanjutnya melekat pada
permukaan plak (agregasi) bersamaan dengan fibrin, pelekatan trombosit
secara perlahan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk trombus. Pada
kasus tersebut, lumen pembuluh darah menjadi sempit.
Pada emboli, sebagian trombus atau material lain seperti tumor,
lemak, atau bakteri akan terlepas dan terbawa darah hingga terperangkap
dalam pembuluh darah distal. Emboli septik dapat menyebabkan
pembentukan aneurisma serebral mikotik, yang selanjutnya diikuti oleh
rupture pembuluh darah dan perdarahan.
Penyempitan atau oklusi pembuluh arteri serebral mengakibatkan
berkurangnya aliran darah serebral ke daerah yang biasanya disuplai oleh
pembuluh darah. Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat oleh
thrombus atau emboli, maka terjadi kekurangan suplai oksigen ke jaringan
otak sehungga terjadi ketidakefektifan perfusi jaringan serebral dan sel-sel
neuron tidak mampu menyimpan glikogen.
Tanpa pasokan darah yang memadai, sel-sel otak kehilangan
kemampuan untuk menghasilkan energi-terutama adenosin trifosfat (ATP)
dan mengalami asidosis metabolik. Apabila terjadi kekurangan energi ini,
pompa natrium-kalium sel berhenti berfungsi sehingga neuron membengkak,
hal ini akan menimbulkan peningkatan intrakranial dan akan menimbulkan
nyeri. Salah satu cara sel otak berespon terhadap kekurangan energy ini
adalah dengan meningkatkan kalsium intrasel. Hal ini juga mendorong proses
eksitotoksisitas, yaitu sel-sel otak melepaskan neuro transmitter eksitatorik
glutamat yang berlebihan. Glutamat yang dibebaskan ini merangsang
aktivitas kimiawi dan listrik di sel otak lain dengan melekat ke suatu molekul
di neuron lain yaitu reseptor N-metil-Daspartat (NMDA).
Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim nitratoksida sintase
(NOS), yang menyebabkan terbentuknya molekul gas nitrat oksida (NO).
Pembentukan NO dapat terjadi secara cepat dalam jumlah besar sehingga
terjadi kerusakan dan kematian neuron. Akhirnya jaringan otak yang
mengalami infark dan respon inflamasi akan terpicu.
Ketidakefektifan perfusi jaringan yang disebabkan oleh trombus dan
emboli akan menyebabkan iskemia pada jaringan yang tidak dialiri oleh
darah, jika hal ini berlanjut terus-menerus maka jaringan tesebut akan
mengalami infark. Dan kemudian akan mengganggu sistem persyarafan yang
ada di tubuh seperti : penurunan kontrol volunter yang akan menyebabkan
hemiplagia atau hemiparese sehingga tubuh akan mengalami hambatan
mobilitas, defisit perawatan diri karena tidak bisa menggerakkan tubuh untuk
merawat diri sendiri, pasien tidak mampu untuk makan sehingga nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh. Defisit neurologis juga akan menyebabkan
gangguan pencernaan sehingga mengalami disfungsi kandung kemih dan
saluran pencernaan lalu akan mengalami gangguan eliminasi. Karena ada
penurunan control volunter maka kemampuan batuk juga akan berkurang dan
mengakibatkan penumpukan secret sehingga pasien akan mengalami
gangguan jalan nafas dan pasien kemungkinan tidak mampu menggerakkan
otot-otot untuk bicara sehingga pasien mengalami gangguan komunikasi
verbal berupa disfungsi bahasa dan komunikasi (Price, 2006; Harsono, 2007;
Chang, 2010; Ariani, 2012) (dikutip dari Annisa, 2015).
F. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebri yang erkena,
fungsi otak yang dikendalikan atau diperantarai oleh keparahan kerusakan
dan ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula pada derajat
sirkulasi kolateral. (Price, 2006; Chang, 2009) (dikutip dari Annisa, 2015).
Pada stroke non hemoragik gejala utamanya adalah timbulnya deficit
neurologis secara mendadak atau subakut, didahului gejala prodomal terjadi
pada waktu istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tidak menurun,
kecuali bila embolus cukup besar (Wijaya, 2013) (dikutip dari Makfud
Boham, 2011).
1. Stroke hemisfer kiri: gejala di sisi tubuh sebelah kanan
2. Stroke hemisfer kanan : gejala di sisi tubuh sebelah kiri
3. Stroke yang menyebabkan kerusakan saraf kranial : tanda disfungsi saraf
kranial disisi yang sama dengan terjadinya hemoragi
4. Gejala biasanya diklasifikasikan menurut arteri yang diserang :
a. Arteri serebral tengah : afasia, disfasia, potongan bidang visual dan
hemiparesis disisi yang diserang (lebih parah diwajah dan lengan
daripada di kaki)
b. Arteri karotid : lemah, paralisis, mati rasa, perubahan sensorik, dan
gangguan visual disisi yang diserang ; perubahan tingkat kesadaran ;
bunyi abnormal ; sakit kepala; afasia dan ptosis.
c. Arteri vertebrobasilar : lemah disisi yang diserang, mati rasa
disekitar bibir dan mulut, potongan bidang visual, diplopia,
koordinasi buruk, disfagia, bicara mencerca, pusing, amnesia dan
ataksia.
d. Arteri serebral anterior : konfusi, lemah dan mati rasa (terutama
dikaki) disisi yang diserang, inkontinensi, hilang koordinasi,
gangguan fungsi motorik dan sensorik, dan perubahan kepribadian.
e. Arteri serebral posterior : potongan bidang visual, gangguan
sensorik, disleksia, koma, dan kebutaan kortikal.
5. Gejala juga diklasifikasikan sebagai premonitorik, tergeneralisasi, atau
fokal
6. Premonitorik (jarang) :mengantuk, pusing, sakit kepala, dan konfusi
mental.
7. Tergeneralisasi : sakit kepala, muntah, gangguan mental, sawan, koma,
rigiditas nukal, demam, dan disorientasi.
8. Fokal (misalnya perubahan sensorik dan refleks): merefleksikan tempat
hemoragi atau inarksi dan bisa memburuk.
Tanda dan gejala lain dari stroke adalah (Baughman, C
Diane.dkk,2000) (dikutip dari Dyah Ayu, 2017).
1. Kehilangan motorik.
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada
salah satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan
disfagia.
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau
kehilangan penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan
visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif, parestesia (terjadi pada sisi yang
berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih, meliputi : inkontinensia urinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik
dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasi
yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Junaidi, 2013) (dikutip dari Dyah Ayu, 2017).
1. Angiografi serebral
Angiografi serebral adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan
terhadap pembuluh darah. Membantu menentukan penyebab stroke
secara spesifik seperti perdarah, obstruksi arteri, oklusi atau ruptur.
2. Elektro encefalography
Elektro encefalography adalah alat yang digunakan untuk merekam
aktifitas elektrik di sepanjang kulit kepala dan mengukur fluktuasi
tegangan yang dihasilkan oleh arus ion di dalam neuron otak.
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak atau mungkin
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
3. Sinar X tengkorak
Sinar X tengkorak adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan
kelainan pada dasar tengkorak dan cungkup tulang cranial.
Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari masa yang luas, klasifikasi karotis interna terdapat pada
trobus serebral. Klasifikasi parsial dinding, aneurisma pada perdarahan
sub arachnoid.
4. CT-Scan
CT-Scan adalah suatu prosedur yang digunakan untuk mendapatkan
berbagai sudut kecil dari tulang tengkorak ke otak. Memperlihatkan
adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark.
5. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI (Magnetic Resonance Imaging) adalah prosedur untuk memeriksa
dan mendeteksi kelainan organ di dalam tubuh dengan menggunakan
medan magnet dan gelombang frekuensi radio tanpa radiasi sinar X atau
bahan radioaktif. Menunjukkan adanya tekanan abnormal dan biasanya
ada trombosisi, emboli, tekanan meningkat dan cairan mengandung darah
menunjukkan hemoragi subarachnoid atau perdarahan intrakranial.
H. Penatalaksanaan
Menurut (Wijaya, 2013) (dikutip dari Dyah Ayu, 2017).
1. Penatalaksaa secara non farmakologi
a. Rehabilitasi
b. Mobilisasi
c. ROM (Range Of Motion)
2. Penatalaksaan secara farmakologi
a. Trombolitik (streptokinase)
b. Anti platelet atau anti trombolik (asetosol, ticlopidin, cilostazol,
dipiridamol)
c. Antikoagulan (heparin)
d. Hemorrhagea (pentoxyfilin)
e. Antagonis serotonin (noftidrofuryl)
f. Antagonis calsium (nomodipin, piracetam)
3. Penatalaksaan secara khusus atau komplikasi
a. Atasi kejang (antikonvulsan)
b. Atasi tekanan intrakranial yang meningkat manitol, gliseron,
furosemid, intubasi, steroid dll
c. Atasi dekompresi (kraniotomi)
d. Untuk penatalaksaan faktor resiko
e. Atasi hipertensi, hiperglikemia, hiperurisemia
4. Terapi
Ket
1 : Deviasi berat dari kisaran normal.
2 : Deviasi yang cukup besar dari kisaran
normal
3 : Deviasi sedang dari kisaran normal.
4 : Deviasi ringan dari kisaran normal.
5 : Tidak ada deviasi dari kisaran normal.
3 Hambatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... Peningkatan Komunikasi : Kurang Bicara
komunikasi verbal diharapkan masalah komunikasi verbal teratasi 1. Monitor kecepatan bicara, tekanan, kuantitas, volume dan diksi
penurunan sirkulasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor proses kognitif, anatomis dan fisiologi terkakit dengan
darah di otak Komunikasi kemampuan berbicara
Indikator A T 3. Sediakan metode alternative untuk berkkomunikasi dengan
1. Menggunakan bahasa tertulis berbicara (misalnya menulis di meja, menggunaka kartu, papan
2. Menggunakan bahasa lisan komunikasi dengan gambar dan huruf, tanda dengan tangan atau
3. Menggunakan foto dan gambar postur)
4. Menggunakan isyarat 4. Sesuaikan gaya komunikasi untuk memenuhi kebutuhan klien
5. Menggunakan bahasa non verbal (misalnya berdiri di depan pasien saat berbicara, mendengarkan
6. Mengenali pesan yang diterima dengan penuh perhatian, menyampaikan suatu idea tau pemekiran
7. Interpretasi akurat terhadap pesan pada satu waktu, bicara pelan untuk menghindari berteriak,
yang diterima gunakan komunikasi tertulis, atau bantuan keluarga dalam
Ket: memahami bahasa pasien)
1 : Sangat terganggu 5. Ulangi apa yang disampaikan pasien untuk menjamin akurasi
2 : Banyak terganggu 6. Kolaborasi bersama keluarga dan ahli/terapis bahasa patologis
3 : Cukup terganggu untuk mengembangkan rencana agar bisa berkomunikasi secara
4 : Sedikit terganggu efektif
5 : Tidak terganggu 7. Gunakan penerjemah jika diperlukan
Indikator A T
1. Mengenali kapan nyeri terjadi
2. Menggambarkan faktor penebab
3. Menggunakan tindakan pengurangan
nyeri tanpa analgesik
4. Menggunakan analgesik yang
direkomendasikan
5. Melaporkan perubahan terhadap
gejalah nyeri pada profesional
kesehatan
6. Melaporkan gejalah yang tidak
terkontrol pada profesional
kesehatan
7. Melaprkan nyeri yang terkontrol
Ket
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3: Kadang-kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : secara konsisten menunjukkan
6 Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... Bantuan Perawatan Diri
diri b.d kelemahan diharapkan klien dapat melakukan perawatan diri 1. Pertimbangkan budaya pasien ketika meningkatkan aktivitas
fisik, status secara mandiri kriteria hasil : perawatan diri
neurologi 1. Klien mampu melakukan perawatan diri 2. Pertimbangkan usia pasien ketika meningkatkan aktivitas
kebersihan secara mandiri perawatan diri
2. Klien mampu melakukan perawatan diri mandi 3. Monitor kemampuan perawatan diri secara mandiri
secara mandiri 4. Monitor kebutuhan pasien terkait dengan alat-alat kebersihan diri,
3. Klien mampu melakukan perawatan diri alat bantu untuk berpakaian, berdandan, elliminasi dan makan
berpakaian secara mandiri 5. Berikan lingkungan yang terapeutik dengan memastikan
4. Klien mampu melakukan perawatan diri (lingkungan) yang hangat, santai,, tertutup dan (berdasarkan)
eliminasi secara mandiri pengalaman individu
5. Klien mampu melakukan perawatan diri makan 6. Berikan peralatan kebersihan pribadi (misalnya deodorant, sikat
secara mandiri gigi dan sabun mandi
7. Berikan bantua sampai pasien mampu melakukan perawatan diri
mandiri
8. Bangupasien menerima kebutuhan (pasien) terkait dengan kondisi
ketergantungannya
9. Dorong pasien untuk melakukan aktivitas normal sehari-hari
sampai batas kemampuannya
10. Dorong kemandirian pasien, tapi bantu ketika pasien tak mampu
melakukannya
11. Ajarkan orangtua/keluarga untuk mendukung kemandirian dengan
membantu hanya ketika pasien tak mampu melakukan perawatan
diri
12. Ciptakan rutinitas aktivitas perawatan diri
7 Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... Manajemen lingkungan : keselamatan :
diharapkan tidak terjadi cidera dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kebutuhan keamana pasien berdasarkan fungsi fisik dan
Kejadian jatuh kognitif serta riwayat perilaku dimasa lalu.
Indikator Awal Target 2. Identifikasi hal-hal yang membahayakan di lingkungan (misalnya,
bahaya fisik, biologis, dan kimiawi).
1. Jatuh saat berdiri 3. Singkirkan bahan bahaya dari lingkungan jika diperlukan.
2. Jatuh saat berjalan 4. Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahan berbahaya dan
3. Jatuh saat duduk berisiko.
4. Jatuh dari tempat tidur 5. Sediakan alat untuk beradaptasi (misalnya, kursi untuk pijakan dan
5. Jatuh saat dipindahkan pegangan tangan).
6. Jatuh saat naik tangga 6. Gunakan peralatan perlindungan (misalnya, pengekangan, pengangan
7. Terjun saat turun tangga pada sisi, kunci pintu, pagar dan gerbang) untuk membatasi
8. Jatuh saat kekamar mandi mobilisasi fisik atau akses pada situasi yang membahayakan.
9. Jatuh saat membungkuk 7. Inisiasi dan lakukan program skrining terhadap bahan yang
membahayan lingkungan (misalnya, logam berat dan radon).
Ket 8. Edukasi individu dan kelompok yang berisiko tinggi terhadap bahan
1 : 10 dan lebih berbahaya yang ada dilingkungan.
2 : 7-9 Pencegahan jatuh :
3 : 4-6 9. Identifikasi perilaku dan faktor yang mempengaruhi risiko jatuh.
4 : 1-3 10. Kaji ulang riwayat jatuh bersama pasien dan keluarga.
5 : Tidak ada 11. Identifikasi karakteristik dari lingkungan yang mungkin
meningkatkan potensi jatuh (misalnya, lantai licin dan tangga
Keparahan Cedera Fisik terbuka).
Indikator Awal Target 12. Kunci kursi roda, tempat tidur atau brangkar selama melakukan
pemindahan pasien.
1. Lecet pada kulit 13. Instruksikan pasien untuk memanggil bantuan terkait pergerakan
2. Memar dengan tepat.
3. Luka gores 14. Ajarkan pasien bagaimana jika jatuh, untuk meminimalkan cedera.
4. Luka bakar 15. Gunakan teknik yang tepat untuk memindahkan pasien dari dan
5. Ekstermitas keseleo kekursi roda, tempat tidur toiley dan lainnya.
6. Keseleo tulang punggung 16. Tempatkan busa ditempat duduk pasien untuk mencegah pasien
7. Fraktur ekstermitas terjatuh, dengan tepat.
8. Fraktur pelvis 17. Sediakan pasien yang memiliki ketergantungan suatu alat untuk
9. Fraktur panggul meminta pertolongan (misalnya, penyediaan bel atau lampu panggil)
10. Fraktur tulang punggung saat caragiver tidak ada.
11. Fraktur tulang tengkorak 18. Gunakan alaram tempat tidur untuk memperingati orang yang
12. Fraktur muka merawat bahwa individu keluar dari tempat tidur, dengan tepat.
13. Cedera gigi 19. Sediakan lantai yang tidak licin dan anti selip.
14. Cedera kepala terbuka 20. Orientasi pasien pada lingkungan fisik.
15. Cedera kepala tertutup 21. Ajarkan anggota keluarga mengenai faktor resiko yang berkontribusi
16. Gangguan mobilisasi terhadap adanya kejadian jatuh dan bagaimana keluarga dapat
17. Kerusakan kognisi menurunkan risiko ini.
18. Penurunan tingkat 22. Berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain untuk
kesadaran meminimalkan efek samping dari pengobatan yang berkontribusi
19. Trauma liver pada kejadian jatuh.
20. Limfa pecah
21. Perdarahan
22. Trauma perut
Ket
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
8 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... Manajemen Nutrisi :
nutrisi kurang dari diharapkan tidak terjadi kekurangan nutrisi kriteria 1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk
kebutuhan tubuh hasil : memenuhi kebutuhan gizi
2. Identifikasi adanya alergi atau intoleransi makanan yang dimiliki
Satatus Nutrisi : Asupan Nutrisi pasien.
3. Instruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi ( yaitu : membahas
Indikator Awal Target pedoman diet dan piramida makanan ).
1. Asupan kalori 4. Tentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi yang dibutuhkan untuk
2. Asupan protein memenuhi persyaratan gizi.
3. Asupan lemak 5. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap
4. Asupan karbohidrat pilihan makanan yang lebih sehat, jika diperlukan.
5. Asupan serat 6. Atur diet yang diperlukan ( yaitu : menyediakan makanan protein
6. Asupan vitamin tinggi ; menyarankan menggunakan bumbu dan rempah-rempah
7. Asupan mineral sebagai alternative untuk garam, menyediakan pengganti gula;
8. Asupan zar besi menambah atau mengurangi kalori, menambah atau mengurangi
9. Asupan kalsium vitamin, mineral atau suplemen.
10. Asupan natrium 7. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengonsumsi makan
( misalnya bersih, berventilasi, santai dan bebas dari bau yang
Ket menyengat )
1 : Tidak adekuat 8. Anjurkan keluarga membawa makanan favorit pasien sementara
2 : Sedikit adekuat pasien berada di Rumah Sakit atau fasilitas perawatan, yang sesuai
3 : Cukup adekuat 9. Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan makanan tertentu
4 : Sebagian besar adekuat berdasarkan perkembangan atau usia ( misalnya peningkatan
5 : Sepenuhnya adekuat asupan serat untuk mencegah konstipasi pada orang dewasa yang
lebih tua).
Status menelan 10. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi
Monitor Nutrisi :
Indikator A T 1. Timbang berat badan pasien
1. Pempertahankan makan dimulut 2. Identifikasi perubahan berat badan terakhir
2. Menangani sekresi mulut 3. Monitor adanya mual dan muntah
3. Produksi ludah 4. Monitor diet dan asupan kalori
4. Kemampuan mengunyah 5. Identifikasi perubahan napsu makan dan aktifitas akhir-akhir ini.
5. Pengantaran secara bolus ke 6. Lakukan evaluasi kemampuan menelan ( misalnya fungsi motorik
hiphoparing daiatur waktunya wajah, mulut, otot-otot lidah; reflek menelan dan reflek gag )
dengan refleks menelan 7. Identifikasi adanya ketidaknormalan dalam rongga mulut (
6. Kemampuan untuk membersihkan misalnya inflamasi, kenyal, ompong, atau gusi berdarah; bibir
rongga mulut kering, pecah-pecah, bengkak, lidah kasar, papilla hiperemi dan
7. Pembentukan bolus sesuai dengan hipertrofi ).
waktunya Terapi Nutrisi
8. Jumlah menelan sesuai dengan 1. Lengkapi pengkajian nutrisi, sesuai kebutuhan.
ukuran atau tekstur bolus 2. Monitor intake makaan atau cairan dan hitung masukan kalori
9. Durasi makanan dengan respek pada perhari, sesuai kebutuhan.
jumlah yang dikomsumsi 3. Pilih suplemen nutrisi sesuai kebutuhan.
10. Refleks menelan sesuai dengan 4. Dorong pasien untuk memilih makanan setengah lunak, jika pasien
waktunya mengalami kesulitan menelan karena menurunnya jumlah saliva.
11. Mempertahankan posisi kepala dan 5. Motivasi pasien untuk mengkomsumsi makanan yang tinggi
batang tubuh netral kalsium, sesuai kebutuhan.
12. Penerimaan makanan 6. Motivasi pasien untuk mengkomsumsi makanan dan minuman
13. Mempelajari temuan (akan) menelan yang tinggi kalium sesuai kebutuhan.
7. Pastikan bahwa dalam diet mengandung makanan yang tinggi serat
Ket : untuk mencegah konstipasi.
1 : Sangat terganggu 8. Bantu pasien untuk memilih makanan yang lunak, lembut, dan
2 : Banyak terganggu tidak mengandung asam sesuai kebutuhan.
3 : Cukup terganggu 9. Berikan cairan hiperalimentasi sesuai kebutuhan.
4 : sedikit terganggu 10. Berikan nutrisi yang di butuhkan sesuai batas diet yang di
5 : tidak terganggu anjurkan.
11. Ajarkan pasien mengenai diet yang di anjurkan.
12. Berikan pasien dan keluarga contoh tertulis mengenai diet yang di
anjurkan
9 Risiko gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x... Perawatan Tirah Baring :
integritas kulit diharapkan tidak terjadi kerusakan intregritas kulit 1. Tempatkan matras atau kasur terapeutik dengan cara yang tepat
dengan kriteria hasil : 2. Posisikan sesuai body alignment yang tepat
3. Hindari menggunakan kain linen kasur yang teksturnya kasar
Integritas Jaringan kulit & Membran Mukosa 4. Jaga kain linen kasur tetap bersih, kering dan bebas kerutan
Indikator Awal Target 5. Balikkan pasien sesuai dengan kondisi kulit
6. Balikkan pasien yang tidak dapat mobilisasi paling tidak setiap 2
1. Suhu kulit jam, sesuai dengan jadwal yang spesifik
2. Sensasi 7. Monitor kondisi kulit pasien
3. Elastisitas 8. Ajarkan latihan ditempat tidur, dengan cara yang tepat
4. Hidrasi
5. Keringat 9. Berikan stoking anti emboli
6. Tekstur 10. Monitor komplikasi dari tirah baring ( misalnya kehilangan tonus
7. Ketebalan otot, nyeri punggung, konstipasi, peningkatan stress, perubahan
8. Perfusi jaringan siklus tidur, infeksi saluran kemih, kesulitan dalam berkemih,
9. Pertumbuhan rambut pneumonia)
pada kulit Pengecekan Kulit :
10. Integritas kulit 1. Periksa kulit dan selaput lendir terkait dengan adanya kemerahan,
kehangatan ekstrim, edema atau drainase
Ket : 2. Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi, tekstur, edema, dan
1 : Sangat terganggu ulserasi pada ekstremitas
2 : Banyak terganggu 3. Monitor warna dan suhu kulit
3 : Cukup terganggu 4. Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
4 : sedikit terganggu 5. Monitor kulit untuk adanya kekeringan yang berlebihan dan
5 : tidak terganggu kelembaban
6. Monitor sumber tekanan dan gesekan
Indikator Awal Target 7. Monitor infeksi, terutama dari daerah edema
1. Pigmentasi abnormal 8. Periksa pakaian yang terlalu ketat
2. Lesi pada kulit 9. Dokumentasikan perubahan membrane mukosa
3. Lesi mukosa membran 10. Lakukan langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut
4. Jaringan parut (misalnya melapisi kasur, menjadwalkan reposisi)
5. Kanker kulit 11. Ajarkan anggota keluarga mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
6. Pengelupasan kulit dengan tepat.
7. Penebalan kulit
8. Eritema
9. Wajah pucat
10. Nekrosis
11. Pengerasan kulit
12. Abrasi kornea
Ket
1 : Berat
2 : Cukup berat
3 : Sedang
4 : Ringan
5 : Tidak ada
D. Implementasi
Implementasi yang dilakukan berorientasi pada intervensi yang telah
disusun dan disesuaikan dengan kondisi klien dan kebijakan RS.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, yang
bertujuan untuk menilai apakah tujuan yang diharapkan dalam intervensi
telah tercapai dengan baik atau tidak dan perlu tidaknya menyusun kembali
intervensi.
Evaluasi yang diharapkan pada kasus stroke non hemoragik :
1. Tidak ada ganguan pada perfusi jaringan serebral
2. Tidak ada hambatan mobilitas fisik, klien mampu melakukan aktivitas
secara mandiri
3. Klien dapat berkomunikasi dengan baik
4. Tidak ada masalah pada eliminasi urin klien
5. Nyeri hilang/berkurang hingga skala yang bisa ditoleransi
6. Klien dapat melakukan perawatan diri secara mandiri
7. Klien tidak mengalami cidera
8. Klien tidak mengalami kekurangan nutrisi dan tidak terjadi penurunan
BB yang berarti
9. Klien tidak mengalami masalah pada kulit
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke Non Hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena adanya
hambatan atau sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu sehingga daerah
otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak mendapat pasokan
energy dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan sel-sel otak di daerah
tersebut mati dan tidak berfungsi lagi. SNH ini dapat disebabkan adanya
thrombosis dan emboli yang menghambat aliran darah ke otak.
Pada SNH diagnosa yang dapat muncul antara lain:
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral b.d iskemik jaringan serebral
2. Hambatan mobilitas fisik b.d hemiparese/hemiplagia
3. Hambatan komunikasi verbal penurunan sirkulasi darah di otak, status
neurologi
4. Gangguan eliminasi urin b.d defisit neurologi
5. Nyeri akut b.d peningkatan TIK, faktor hipertensi
6. Defisit perawatan diri b.d kelemahan fisik, status neurologi
7. Risiko cedera
8. Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
9. Risiko gangguan integritas kulit
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
2. Jurnal
Boham, Makfud dkk. 2011. Askep Stroke Non Hemoragic. Fakultas Keperawatan
Universitas Katolik De La Salle Manado
Dahmudi, Dedi dkk. 2012. Efektifitas Metode Nihss Dan Ess dalam Membuat
Diagnosa Keperawatan Aktual Pada Pasien Stroke Berat Fase Akut.
Jurnal Keperawatan Indonesia
Putra, Syamsul. 2010. Laporan Studi Kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. I
Dengan Stroke Non Hemoragik Di Irna Non Bedah Neurologi Rsup. Dr.
M. Djamil Padang. Stikes Mercubaktijaya Padang
Septiandini, Dyah Ayu. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Yang Mengalami
Stroke Non Hemoragik Dengan Hambatan Mobilitas Fisik Di Ruang Icu
Rsud Salatiga. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kusuma Husada Surakarta
Wakhidah, Anisa Nur. 2015. Asuhan Keperawatan Pada Tn. W Dengan
Gangguan Sistem Persarafan: Stroke Non Hemoragic Di Ruang Gladiol
Atas Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
3. Blogspot
https://www.academia.edu/18542086/ASKEP_STROKE_NON_HEMORAGIK diakses
tanggal 10 Desember 2019.