Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam kehidupan sehari-hari kita pasti sering mendengar istilah
urine. Bukan hanya mendengar namun kita selalu menemui dan melakukan
pembuangan urine atau metabolisme tubuh melalui urine yang biasa kita
sebut buang air kecil (BAK). Buang air kecil merupakan suatu hal yang
normal namun kenormalan tersebut dapat menjadi tidak normal apabila
urine yang kita keluarkan tidak seperti biasanya. Mengalami perubahan
warna atau merasakan nyeri saat melakukan proses buang air kecil. Jika hal
itu terjadi maka yang perlu kita lakukan adalah dengan cara melakukan
pemeriksaan. Pemeriksaan urine dilakukan dengan menggunakan bahan
atau spesimen urine. Pemeriksaan urine merupakan salah satu contoh
pemeriksaan pemeriksaan laboratorium.
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
tindakan dan pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample
dari penderita dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), atau
sample dari hasil biopsy. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat
penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta
menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Terdapat 3 faktor utama
yang dapat mengakibatkan kesalahan hasil laboratorium yaitu:

1. Faktor Pra-instrumentasi: sebelum dilakukan pemeriksaan.


2. Faktor Instrumentasi: saat pemeriksaan (analisa) sample.
3. Faktor Pasca-instrumentasi: saat penulisan hasil pemeriksaan.

Pada tahap pra-instrumentasi sangat penting diperlukan kerjasama


antara petugas, pasien dan dokter. Karena tanpa kerja sama yang baik akan
mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium. Yang
termasuk dalam tahapan pra instrumentasi meliputi:

1
1) Pemahaman instruksi dan pengisian formulir laboratorium.
2) Persiapan penderita.
3) Persiapan alat yang akan dipakai.
4) Cara pengambilan sample.
5) Penanganan awal sampel (termasuk pengawetan) & transportasi.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1. Bagaimanakah persiapan pasien untuk pemeriksaan penunjang?


1.2.2. Bagaimanakah prosedur persiapan pemeriksaan penunjang?

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan Umum


Tujuan umum penyusunan makalah ini adalah agar
mahasiswa khususnya mahasiswa S1 Keperawatan mampu
memahami dan menerapkan proses persiapan untuk pemeriksaan
penunjang.
1.3.2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penyususunan makalah ini adalah agar
mahasiswa lebih mengetahui dan memahami:
1.3.2.1. Persiapan pasien untuk pemeriksaan penunjang
1.3.2.2. Prosedur persiapan pemeriksaan penunjang

1.4. Manfaat

1.4.1. Menambah wawasan mahasiswa tentang dasar-dasar keperawatan.


1.4.2. Mampu mempersiapkan pasien yang akan melakukan pemeriksaan
penunjang.
1.4.3. Mampu menerapkan prosedur pemeriksaan penunjang.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Persiapan Pasien untuk Pemeriksaan Penunjang


1) Puasa
Dua jam setelah makan sebanyak kira-kira 800 kalori akan
mengakibatkan peningkatan volume plasma, sebaliknya setelah
berolahraga volume plasma akan berkurang. Perubahan volume plasma
akan mengakibatkan perubahan susunan kandungan bahan dalam
plasma dan jumlah sel darah.
2) Obat
Penggunaan obat dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan
hematologi misalnya: asam folat, Fe, vitamin B12 dll. Pada pemberian
kortikosteroid akan menurunkan jumlah eosinofil, sedang adrenalin
akan meningkatkan jumlah leukosit dan trombosit. Pemberian transfusi
darah akan mempengaruhi komposisi darah sehingga menyulitkan
pembacaan morfologi sediaan apus darah tepi maupun penilaian
hemostasis. Antikoagulan oral atau heparin mempengaruhi hasil
pemeriksaan hemostasis.
3) Waktu Pengambilan
Umumnya bahan pemeriksaan laboratorium diambil pada pagi
hari terutama pada pasien rawat inap. Kadar beberapa zat terlarut dalam
urin akan menjadi lebih pekat pada pagi hari sehingga lebih mudah
diperiksa bila kadarnya rendah. Kecuali ada instruksi dan indikasi
khusus atas perintah dokter. Selain itu juga ada pemeriksaan yang tidak
melihat waktu berhubung dengan tingkat kegawatan pasien dan
memerlukan penanganan segera disebut pemeriksaan sito. Beberapa
parameter hematologi seperti jumlah eosinofil dan kadar besi serum
menunjukkan variasi diurnal, hasil yang dapat dipengaruhi oleh waktu
pengambilan. Kadar besi serum lebih tinggi pada pagi hari dan lebih
rendah pada sore hari dengan selisih 40-100 µg/dl. Jumlah eosinofil

3
akan lebih tinggi antara jam 10 pagi sampai malam hari dan lebih rendah
dari tengah malam sampai pagi.
4) Posisi pengambilan
Posisi berbaring kemudian berdiri mengurangi volume plasma
10 % demikian pula sebaliknya. Hal lain yang penting pada persiapan
penderita adalah menenangkan dan memberitahu apa yang akan
dikerjakan sebagai sopan santun atau etika sehingga membuat penderita
atau keluarganya tidak merasa asing atau menjadi obyek.

2.2. Prosedur Persiapan Pemeriksaan Penunjang


1. Electrocardiogram (EKG)
A. Tujuan
Tujuan dari pemeriksaan EKG yaitu untuk menilai kerja
jantung, apakah normal atau tidak normal. Beberapa hal yang dapat
ditunjukkan oleh pemeriksaan EKG adalah:
1) Laju (kecepatan) denyut jantung.
2) Ritme denyut jantung.
3) Kekuatan dan sinyal listrik saat melewati masing – masing
bagian jantung.
B. Fungsi
1) Memeriksa aktivitas elektrik jantung.
2) Menemukan penyebab nyeri dada, yang dapat disebabkan
serangan jantung, inflamasi kantung sekitar jantung
(perikarditis), atau angina.
3) Menemukan penyebab gejala penyakit gejala penyakit jantung,
seperti sesak napas, pusing, pingsan, atau detak jantung lebih
cepat atau tidak beraturan (palpitasi).
4) Mengetahui apakah dinding ruang-ruang jantung terlalu tebal.
5) Memeriksa apakah suatu alat mekanis yang dicangkok dalam
jantung, misalnya pacemaker, bekerja dengan baik untuk
mengendalikan denyut jantung.

4
6) Memeriksa kesehatan jantung pada penderita penyakit atau
kondisi tertentu, seperti hipertensi, kolesterol tinggi, diabetes.
C. Indikasi
(1) Pasien dengan kelainan irama jantung.
(2) Pasien dengan kelainan miokard seperti infark.
(3) Pasien dengan pengaruh obat – obat jantung terutama digitalis.
(4) Pasien dengan pembesaran jantung.
(5) Pasien perikarditis.
(6) Pasien dengan kelainan penyakit inflamasi pada jantung.
(7) Pasien diruang ICU
(8) Pasien dengan gangguan elektrolit.
D. Persiapan
a. Persiapan Alat
Alat-alat yang harus disiapkan untuk pemeriksaan EKG
antara lain:
1) Mesin EKG.
2) Kabel untuk sumber listrik.
3) Kabel untuk bumi (ground).
4) Kabel elektroda ekstremitas dan dada.
5) Jelly.
6) Kertas tissue.
7) Kapas Alkohol.
8) Kertas EKG.
9) Spidol.
b. Persiapan Pasien
(1) Pasien diberitahu tentang tujuan perekaman EKG.
(2) Pakaian pasien dibuka dan dibaringkan terlentang dalam
keadaan tenang selama perekaman.
(3) Cara menempatkan elektrode sebelum pemasangan
elektrode, bersihkan kulit pasien disekitar pemasangan
manset, beri jelly kemudian hubungkan kabel elektrode
dengan pasien.

5
(4) Elektrode ekstremitas atas dipasang pada pergelangan
tangan kanan dan kiri searah dengan telapak tangan.
(5) Pada ekstremitas bawah pada pergelangan kaki kanan dan
kiri sebelah dalam.
(6) Posisi pada pergelangan bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai kebahu kiri dan kanan dan pangkal
paha kiri dan kanan.
(7) Kemudian kabel-kabel dihubungkan:
1. Merah (RA/R) lengan kanan.
2. Kuning (LA/L) lengan kiri.
3. Hijau (LF/F) tungkai kiri.
4. Hitam (RF/N) tungkai kanan (sebagai ground).
5. Hubungkan kabel dengan elektroda:
1) Kabel merah dihubungkan pada elektroda
dipergelangan tangan kanan.
2) Kabel kuning dihubungkan pada elektroda
dipergelangan tangan kiri.
3) Kabel hijau dihubungkan pada elektroda
dipergelangan kaki kiri.
4) Kabel hitam dihubungkan pada elektroda
dipergelangan kaki kanan.
(8) Bersihkan pula permukaan kulit di dada klien yang akan
dipasang elektroda prekordial dengan kapas alkohol dan beri
jelly pada setiap elektroda, pasangkan pada tempat yang
telah dibersihkan.
(9) Hubungkan kabel dengan elektroda:
1) C1: untuk Lead V1 dengan kabel merah di ruang
interkostal IV garis sternal kanan.
2) C2: untuk Lead V2 dengan kabel kuning di Ruang
interkostal IV garis sternal kiri.
3) C3: untuk Lead V3 dengan kabel hijau di Pertengahan
antara V2 dan V4.

6
4) C4: untuk Lead V4 dengan kabel coklat di Ruang
interkostal V garis midklavikula kiri.
5) C5: untuk Lead V5 dengan kabel hitam di Sejajar V4
garis aksila depan.
6) C6: untuk Lead V6 dengan kabel ungu di Sejajar V4
garis mid-aksila kiri. Pada C2 dan C4 merupakan titik-
titik untuk mendengarkan bunyi jantung I dan II.
2. Electroecenphalogram (EEG)
A. Pengertian
Electroencephalogram (EEG) adalah suatu test untuk
mendeteksi kelainan aktivitas elektrik otak.
B. Tujuan
EEG untuk diagnosa penyakit yang berhubungan dengan
kelainan otak dan kejiwaan.
C. Indikasi
1) Mendiagnosa dan mengklasifikasikan epilepsi
2) Mendiagnosa dan lokalisasi tumor otak, infeksi otak, perdarahan
otak, parkinson
3) Mendiagnosa lesi desak ruang lain
4) Mendiagnosa cedera kepala
5) Periode keadaan pingsan atau dementia
6) Narcolepsy
7) Memonitor aktivitas otak saat seseorang sedang menerima
anesthesia umum perawatan
8) Mengetahui kelainan metabolik dan elektrolit
D. Prosedur Kerja
(1) Sebelum melakukan prosedur perekaman EEG sebaiknya
diketahui Standard Minimal.
(2) Perekaman EEG yaitu memakai minimal 16 channel yang
bekerja secara simultan. Setiap area di otak bisa memberikan
pola yang sama atau berbeda pada waktu yang bersamaan, dan
menurut pengalaman diperlukan perekaman pada minimal 8 area

7
di otak secara simultan untuk mendapatkan distribusi pola EEG.
Perekaman dengan 8 channel secara simultan diperkirakan
cukup mencakup permukaan otak untuk menghindari
misinterpretasi.
(3) Memakai minimal 17 elektrode pencatat. Semua elektroda ini
harus mencakup area frontal, central, parietal, oksipital,
temporal, auricular atau mastoid, vorteks dan elektroda ground.
(4) Kedua sistem monopolar (referensial) dan bipolar (diferensial)
harus digunakan secara rutin. Setiap sistem montage mempunyai
keunggulan dan kekurangan, sehingga penggunaan kedua
system sekaligus adalah esensial untuk mendapatkan informasi
yang akurat.
(5) Harus ada prosedur buka tutup mata. Aktifitas alfa dapat
memberi informasi tentang fungsi abnormal otak. Aktifitas
paroksismal dapat pula dicetuskan oleh prosedur ini.
(6) Mesin EEG harus dikalibrasi di awal dan di akhir rekaman.
Perubahan setting alat selama perekaman harus dicatat.
(7) Lama perekaman minimal 15-20 menit pada penderita sadar.
Bila ada prosedur stimulasi fotik, hiperventilasi dan tidur maka
lama perekaman harus ditambah. EEG adalah sample waktu dari
kehidupan seseorang, dan waktu 20 menit adalah waktu yang
sangat singkat untuk menarik suatu kesimpulan dari suatu kerja
atau suatu fungsi otak seseorang. Oleh karena itu semakin lama
perekaman maka semakin besar kemungkinan kita untuk
menemukan abnormalitasnya.
3. Pemeriksaan Rontgen
Rontgen atau dikenal dengan sinar x merupakan pemeriksaan
yang memanfaatkan peran sinar x untuk melakukan skrining dan
mendeteksi kelainan pada berbagai organ diantaranya jantung,
abdomen, ginjal, ureter, kandung kemih, tenggorokan dan rangka.
Persiapan dan pelaksanaan:
1) Lakukan informed consent

8
2) Tidak ada pembatasan makanan / cairan
3) Pada dada pelaksanaan foto dengan posisi PA (Posterior
Anterior) dapat dilakukan dengan posisi berdiri dan PA lateral
dapat juga dilakukan.
4) Anjurkan pasien untuk tarik nafas dan menahan nafas pada
wakru pengambilan foto sinar x.
5) Pada jantung, foto PA dan lateral kiri dapat diindikasikan untuk
mengevaluasi ukuran dan bentuk jantung.
6) Pada abdomen, baju harus dilepaskan dan gunakan baju kain,
pasien tidur terlentang dengan tangan menjauh dari tubuh serta
testis harus dilindungi.
7) Pada tengkorak, penjepit rambut, kacamata dan gigi palsu harus
dilepaskan sebelum pelaksanaan foto.
8) Pada rangka, bila dicurigai terdapat fraktur maka anjurkan puasa
dan immobilisasi pada daerah fraktur.
4. CT Scan
A. Pengertian
CT Scan (Computed Tomography Scanner) merupakan alat
penunjang diagnosa yang mempunyai aplikasi yang universal untuk
pemeriksaan seluruh organ tubuh, seperti susunan saraf pusat, otot
dan tulang, tenggorokan dan rongga perut.
B. Tujuan
Pemeriksaan CT Scan ditujukan untuk memperjelas adanya
dugaan yang kuat suatu kelainan, yaitu: gambaran lesi dari tumor,
hematoma dan abses, dan perubahan vaskuler, misalnya:
malformasi, naik turunnya vaskularisasi dan infark, brain contusion,
brain atrofi, hydrocephalus, inflamasi.
C. Peralatan
1) Meja tempat pasien
2) Gantry scanning yang berisi sumber sinar-X terkolimasi dan
susunan detektor
3) Perangkat elektronik untuk akuisisi data

9
4) Generator sinar-X
5) Komputer, TV-monitor berikut panel kontrol
D. Penggunaan CT Scan
Pasien yang akan diperiksa harus tidur di meja pasien.
Setelah didapatkan posisi yang dikehendaki, kemudian dilakukan
pengambilan data yang diatur dari panel kontrol. Panel kontrol ini
harus terletak di ruang pemeriksaan. Pengambilan data ini bisa
memakan waktu beberapa menit, tergantung dari jenis pemeriksaan
dan tipe pesawat CT-scan yang digunakan. Setelah data terkumpul,
kemudian dilakukan proses rekonstruksi untuk mendapatkan
gambar. Proses rekonstruksi ini merupakan suatu pekerjaan yang
sangat komplek dan hanya dilakukan dengan komputer, sehingga
teknik diagnosa ini dikenal computerized tomography atau
computed tomography. Seperti halnya pada diagnostik sinar-X
konvensional, CT-scan ini juga kurang baik untuk pemeriksaan
bagian/organ tubuh yang bergerak. Sehingga sampai saat ini CT-
scan lebih banyak digunakan untuk pemeriksaan bagian kepala.
Aspek proteksi radiasi untuk setiap pemeriksaan, seorang
bisa menerima dosis radiasi sampai dengan 10 mSv (1 rem) pada
bagian tubuh yang sangat sempit. Karena dapat memberikan dosis
cukup tinggi, maka pesawat CT-scan harus ditempatkan pada ruang
khusus yang berpenahan radiasi cukup. Selama pengambilan data,
operator/radiografer tidak diperkenankan berada di dalam ruang
pemeriksaan. Ruangan perlu diberikan tanda-tanda/lampu ketika
pemeriksaan sedang berlangsung. Desain dinding penahan radiasi
adalah seperti halnya pada pesawat sinar-X konvensional.
5. Pemeriksaan USG
E. Indikasi
1) Dalam bidang obstetri, indikasi yang dianut adalah melakukan
pemeriksaan USG dilakukan begitu diketahui hamil, penapisan
USG pada trimester pertama (kehamilan 10 – 14 minggu),
penapisan USG pada kehamilan trimester kedua (18 – 20

10
minggu), dan pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk
memantau tumbuh kembang janin.
2) Dalam bidang ginekologi onkologi, pemeriksaannya
diindikasikan bila ditemukan kelainan secara fisik atau dicurigai
ada kelainan tetapi pada pemeriksaan fisik tidak jelas adanya
kelainan tersebut.
3) Dalam bidang endokrinologi reproduksi, pemeriksaan USG
diperlukan untuk mencari kausa gangguan hormon, pemantauan
folikel dan terapi infertilitas, dan pemeriksaan pada pasien
dengan gangguan haid.
4) Sedangkan indikasi non obstetrik, bila kelainan yang dicurigai
berasal dari disiplin ilmu lain, misalnya dari bagian pediatri,
rujukan pasien dengan kecurigaan metastasis dari organ
ginekologi dll.
F. Persiapan Pemeriksaan
(1) Pasien yang akan melakukan USG biasanya akan diminta untuk
berbaring telentang. Sonografer kemudian akan mengoleskan
cairan khusus guna mencegah terjadinya gesekan yang keras
antara kulit dan transducer. Cairan tersebut juga berfungsi
memudahkan pengiriman gelombang suara ke dalam tubuh.
(2) Transducer yang biasanya menyerupai mikrofon sebesar sabun
akan digerak-gerakkan di wilayah yang diolesi cairan khusus.
Gerakan ini diperlukan agar gelombang suara yang dikirim
mampu memantul kembali dan memunculkan gambar yang baik.
(3) Jika pasien ingin melakukan USG pada organ dalam tertentu
semisal kandung empedu, maka pasien diminta untuk tidak
makan dan minum selain air putih selama 6-8 jam sebelum
pemeriksaan dilakukan. Hal ini diperlukan agar kantong empedu
tidak mengalami penyusutan ukuran.
(4) Sementara itu, bagi ibu hamil yang berniat memeriksakan
kondisi janinnya, dokter bisa menganjurkan untuk minum air
minimal 4-6 gelas sekitar satu atau dua jam sebelum USG.

11
Tujuannya agar kandung kemih terisi sehingga membantu
meningkatkan kualitas gambar.
6. Pemeriksaan Darah
E. Tempat Pengambilan Darah
(1) Perifer (pembuluh darah tepi)
(2) Vena
(3) Arteri
(4) Orang dewasa di ambil pada ujung jari atau daun telinga bagian
bawah
(5) Bayi dan anak kecil dapat diambil pada ibu jari kaki, tumit, atau
daerah kepala
F. Persiapan Alat
1) Lanset darah atau jarum khusus
2) Kapas alkohol
3) Kapas kering
4) Alat pengukur Hb/ kaca objek/ botol pemeriksaan, tergantung
macam pemeriksaan
5) Bengkok
6) Hand scoon
7) Perlak dan pengalas
G. Prosedur Kerja
1. Mendekatkan alat
2. Memberi tahu klien dan menyampaikan tujuan serta langkah
prosedur
3. Memasang perlak dan pengalas
4. Memasang hand scoon
5. Mempersiapkan bagian yang akan ditusuk, tergantung jenis
pemeriksaan
6. Kulit dihapushamakan dengan kapas alkohol
7. Lakukan penusukan pada daerah yang telah dipilih
8. Bekas tusukan ditekan dengan kapas alkohol
9. Merapikan alat

12
10. Melepaskan hand scoon
7. Pengambilan Sputum
A. Pengertian
Sputum adalah bahan yang keluar dari bronchi atau trakea,
bukan ludah atau lendir yang keluar dari mulut, hidung atau
tenggorokan.
B. Tujuan
Mengetahui basil tahan asam dan mikroorganisme yang ada
dalam tubuh pasien sehingga diagnosa dapat ditentukan.
C. Indikasi
Pasien yang mengalami infeksi atau peradangan saluran
pernafasan (apabila diperlukan).
D. Persiapan Alat
(1) Sputum pot (tempat ludah) yang bertutup
(2) Botol bersih dengan penutup
(3) Hand scoon
(4) Formulir dan etiket
(5) Perlak pengalas
(6) Bengkok dan tissue
E. Prosedur Tindakan
1) Menyiapkan alat
2) Memberitahu pasien
3) Mencuci tangan
4) Mengatur posisi duduk
5) Memasang perlak pengalas dibawah dagu dan menyiapkan
bengkok
6) Memakai hand scoon
7) Meminta pasien membatukkan dahaknya ke dalam tempat yang
sudah disiapkan (sputum pot)
8) Mengambil 5 cc bahan, lalu masukkan ke dalam botol
9) Membersihkan mulut pasien
10) Merapikan pasien dan alat

13
11) Melepas hand scoon
12) Mencuci tangan
8. Pemeriksaan Urine
A. Tujuan
1) Menafsirkan proses-proses metabolisme
2) Mengetahui kadar gula pada tiap-tiap waktu makan (pada pasien
DM)
B. Jenis Pemeriksaan
(1) Urin Sewaktu, yaitu urin yang dikeluarkan sewaktu-waktu
bilamana diperlukan pemeriksaan.
(2) Urin Pagi, yaitu urin yang dikeluarkan sewaktu pasien bangun
tidur.
(3) Urin Pasca Prandial, yaitu urin yang dikeluarkan setelah pasien
makan (1,5 – 3 jam sesudah makan).
(4) Urin 24 jam, yaitu urin yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam.
C. Persiapan Alat
1) Formulir khusus untuk pemeriksaan urin
2) Wadahi urin dengan tutupnya
3) Hand scoon
4) Kertas etiket
5) Bengkok
6) Buku ekspedisi untuk pemeriksaan laboratorium
9. Pemeriksaan Faeces
A. Pengertian
Menyiapkan faeses untuk pemeriksaan laboratorium dengan
cara pengambilan yang tertentu.
B. Tujuan
Untuk menegakan diagnosa dengan cara mendeteksi adanya
kuman Salmonella, Shigella, Scherichia Coli, Staphylococcus.
C. Pemeriksaan Faeces untuk Pasien Dewasa

14
Untuk pemeriksaan lengkap meliputi warna, bau,
konsistensi, lendir, darah, dan telur cacing. Tinja yang diambil
adalah tinja segar.
D. Persiapan Alat
(1) Hand scoon bersih
(2) Vasseline
(3) Botol bersih dengan tutup
(4) Lidi dengan kapas lembab dalam tempatnya
(5) Bengkok
(6) Perlak pengalas
(7) Tissue
(8) Tempat bahan pemeriksaan
(9) Sampiran
E. Prosedur Tindakan
1) Mendekatkan alat
2) Memberi tahu pasien
3) Mencuci tangan
4) Memasang perlak pengalas dan sampiran
5) Melepas pakaian bawah pasien
6) Mengatur posisi dorsal recumbent
7) Memakai Hand scoon
8) Telunjuk diberi vaselin lalu dimasukkan kedalam anus dengan
arah ke atas kemudian diputar ke kiri dan ke kanan sampai teraba
tinja
9) Setelah dapat, dikeluarkan perlahan-lahan lalu dimasukkan
kedalam tempatnya
10) Anus dibersihkan dengan kapas lembab dan keringkan dengan
tissue
11) Melepas hand scoon
12) Merapikan pasien
13) Mencuci tangan.

15
BAB III

PENUTUP

3.1. Simpulan
Pemeriksaan laboratorium adalah suatu tindakan dan prosedur
tindakan dan pemeriksaan khusus dengan mengambil bahan atau sample
dari penderita dapat berupa urine (air kencing), darah, sputum (dahak), atau
sample dari hasil biopsy. Hasil suatu pemeriksaan laboratorium sangat
penting dalam membantu diagnosa, memantau perjalanan penyakit serta
menentukan prognosa. Karena itu perlu diketahui faktor yang
mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorium.
Hal yang harus diperhatikan dalam persiapan pasien untuk
pemeriksaan penunjang meliputi puasa, obat, waktu pengambilan specimen
dan posisi pengambilan specimen.

3.2. Saran
Dalam melakukan persiapan untuk pemeriksaan penunjang, perawat
harus benar-benar teliti agar tidak terjadi kesalahan pada saat proses
pemeriksaan sehingga hasil pemeriksaan yang diperoleh tepat dan akurat.

16
DAFTAR PUSTAKA

Ruhyanudin, Faqih. 2006. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Kardiovaskuler. Malang: UMM Pres
Pusat LABKES. 1997. Petunjuk Pemeriksaan Laboratorium Puskesmas. Jakarta:
Dit. Jen Binkesmas.

17

Anda mungkin juga menyukai