PENDAHULUAN
Tumor adalah kumpulan sel abnormal dalam tubuh yang terbentuk oleh sel-
sel yang tumbuh secara terus menerus, tidak berbatas, tidak terkoordinasi dengan
jaringan sekitarnya dan tidak berguna bagi tubuh. Tumor intraabdomen antara lain
tumor hepar, tumor limpa, tumor lambung, tumor kolon, tumor pankreas, dan tumor
ginjal. Tumor abdomen yang paling sering terjadi yaitu tumor kolon. Menurut
American Cancer Society, kanker kolorektal adalah kanker ketiga terbanyak dan
merupakan kanker penyebab kematian kedua terbanyak pada pria dan wanita di
Amerika Serikat. Pada tahun 2016, ada 134.490 kasus baru (70.820 laki-laki dan
63.670 perempuan) yang menderita kanker kolorektal dengan angka kematian
49.190 orang.1,2
Kanker kolon adalah suatu keganasan yang berasal dari jaringan usus besar.
Ca colon awalnya di mulai dari dalam dinding colon dan akan menyebar ke dinding
luar. Kelenjar yang melapisi bagian colon merupakan sel yang paling abnormal.
Awalnya pertumbuhan sel yang tidak terkendali ini akan menghasilkan polip dan
kemudian berubah menjadi adenocarcinoma atau tumor. Perkembangan kanker ini
sangat lambat, sehingga sering diabaikan oleh penderita. Pada stadium dini, sering
sekali tidak ada keluhan dan tidak ada rasa sakit yang berat. Penderita kanker jenis
pengobatannya menjadi lebih sulit. Ca colon diklasifikasikan menjadi 4 stadium
berdasarkan seberapa jauh sel kanker sudah menyebar hingga lapisan colon, otot
dan kelenjar getah bening. Jika sel kanker tersebut belum mencapai KGB maka
akan dilakukan tindakan operasi pengangkatan.2,3
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Epidemiologi
Menurut American Cancer Society, kanker kolorektal (KKR) adalah kanker
ketiga terbanyak dan merupakan kanker penyebab kematia ketiga terbanyak pada
pria dan wanita di Amerika Serikat. 4
Berdasarkan survey GLOBOCAN 2012, insidensi KKR di seluruh dunia
menempati urutan ketiga (1360 dari 100.000 penduduk [8,5%], keseluruhan laki-
laki dan perempuan).
Secara keseluruhan risiko untuk mendapatkan kanker kolorektal adalah 1 dari 20
orang (5%). Risiko penyakit cenderung lebih sedikit pada wanita dibandingkan
pada pria. Banyak factor lain yang dapat meningkatkan risiko individual untuk
terkena kanker kolorektal. Angka kematian kanker kolorektal telah berkurang sejak
20 tahun terakhir. Ini berhubungan dengan meningkatnya deteksi dini dan kemajuan
pada penanganan kanker kolorektal.4,5
8.7% 11.7%
Sekum Sigmoid
1.9% 9.7%
51.5%
2.3.1 Polip
Polip telah diketahui potensial untuk menjadi kanker kolorektal. Evolusi dari
kanker itu sendiri merupakan sebuah proses yang bertahap, dimana proses dimulai
dari hiperplasia sel mukosa, pembentukan adenoma, perkembangan dari displasia
menuju transformasi maligna dan invasif kanker. Aktifasi onkogen, inaktifasi tumor
supresi gen, dan kromosomal deletion memungkinkan perkembangan dari formasi
adenoma, perkembangan dan peningkatan displasia dan invasif karsinoma.
Ada tiga kelompok utama gen yang terlibat dalam regulasi pertumbuhan sel
yaitu proto-onkogen, gen penekan tumor (Tumor Suppresor Gene = TSG), dan gen
gatekeeper. Proto-onkogen menstimulasi dan meregulasi pertumbuhan dan
pembelahan sel. TSG menghambat pertumbuhan sel atau menginduksi apoptosis
(kematian sel yang terprogram). Kelompok gen ini dikenal sebagai anti-onkogen,
karena berfungsi melakukan kontrol negatif pada pertumbuhan sel. Gen p53
merupakan salah satu dari TSG yang menyandi protein dengan berat molekul 53
kDa. Gen p53 juga berfungsi mendeteksi kerusakan DNA, menginduksi reparasi
DNA. Gen gatekeeper berfungsi mempertahankan integritas genomik dengan
mendeteksi kesalahan pada genom dan memperbaikinya. Mutasi pada gen-gen ini
karena berbagai faktor membuka peluang terbentuknya kanker.
Pada keadaan normal, pertumbuhan sel akan terjadi sesuai dengan kebutuhan
melalui siklus sel normal yang dikendalikan secara terpadu oleh fungsi proto-
onkogen, TSG, dan gen gatekeeper secara seimbang. Jika terjadi
ketidakseimbangan fungsi ketiga gen ini, atau salah satu tidak berfungsi dengan
baik karena mutasi, maka keadaan ini akan menyebabkan penyimpangan siklus sel.
Pertumbuhan sel tidak normal pada proses terbentuknya kanker dapat terjadi
melalui tiga mekanisme, yaitu perpendekan waktu siklus sel, sehingga akan
menghasilkan lebih banyak sel dalam satuan waktu, penurunan jumlah kematian sel
akibat gangguan proses apoptosis, dan masuknya kembali populasi sel yang tidak
aktif berproliferasi ke dalam siklus proliferasi. Gabungan mutasi dari ketiga
kelompok gen ini akan menyebabkan kelainan siklus sel akibatnya sel akan
berkembang tanpa kontrol (yang sering terjadi pada manusia adalah mutasi gen
p53). Akhirnya akan terjadi pertumbuhan sel yang tidak diperlukan, tanpa kendali
dan karsinogenesis dimulai.
Displasia dapat dikategorikan menjadi low atau high grade. Enam persen
dari adenomatous polip berupa high grade displasia dan 5% didalamnya berupa
invasif karsinoma pada saat terdiagnosa. Potensi malignansi dari adenoma
berkorelasi dengan besarnya polip, tingkat displasia, dan umur. Polip yang
diameternya lebih besar dari 1 cm, berdisplasia berat dan secara histologi tergolong
sebagai villous adenoma dihubungkan dengan risiko tinggi untuk menjadi kanker
kolorektal. Polip yang berukuran kecil (<1 cm) tidak berhubungan dengan
meningkatnya timbulnya kanker kolorektal. Insiden dari kanker meningkat dari 2,5-
4 kali lipat jika polip lebih besar dari 1 cm, dan 5-7 kali lipat pada pasien yang
mempunyai multipel polip. Waktu yang dibutuhkan untuk menjadi malignansi
tergantung beratnya derajat displasia. Potensi untuk menjadi ganas semakin besar
dengan bertambahnya ukuran. Bila diameternya kurang dari 1 cm risiko keganasan
1%, bila ukurannya antara 1-2 cm risiko keganasan naik menjadi 10%, dan bila
ukurannya lebih dari 2 cm risiko keganasannya 35 – 50%. Juga jenis PA nya, bila
jenisnya tubuler potensi keganasannya 5%, sedangkan jenis villosa 40%, dan
biasanya jenis campuran tubulovillosa yang potensi keganasannya 22%.
Gambar 2.7. Polip Neoplastik
Ulseratif Kolitis
Ulseratif kolitis merupakan faktor risiko yang jelas untuk kanker kolon,
sekitar 1% dari pasien yang memiliki riwayat kronik ulseratif kolitis. Risiko
perkembangan kanker pada pasien ini berbanding terbalik pada usia terkena kolitis
dan berbanding lurus dengan keterlibatan dan keaktifan dari ulseratif kolitis. Risiko
kumulatif adalah 2% pada 10 tahun, 8% pada 20 tahun, dan 18% pada 30 tahun.
Pendekatan yang direkomendasikan untuk seseorang dengan risiko tinggi dari
kanker kolorektal pada ulseratif kolitis dengan mengunakan kolonoskopi untuk
menentukan kebutuhan akan total proktokolektomi pada pasien dengan kolitis yang
durasinya lebih dari 8 tahun. Strategi yang digunakan berdasarkan asumsi bahwa
lesi displasia bisa dideteksi sebelum terbentuknya invasif kanker. Diagnosis dari
displasia mempunyai masalah tersendiri pada pengumpulan sampling spesimen dan
variasi perbedaan pendapat antara para ahli patologi anatomi.
Penyakit Crohn’s
Keseluruhan insiden dari kanker yang muncul pada penyakit crohn’s sekitar
20%. Pasien dengan striktur kolon mempunyai insiden yang tinggi dari
adenokarsinoma pada tempat yang terjadi fibrosis. Adenokarsinoma meningkat
pada tempat strikturoplasty menjadikan sebuah biopsy dari dinding intestinal harus
dilakukan pada saat melakukan strikturoplasty. Telah dilaporkan juga bahwa
squamous sel kanker dan adenokarsinoma meningkat pada fistula kronik pasien
dengan crohn’s disease.15,16
Riwayat Keluarga
Sekitar 15% dari seluruh kanker kolon muncul pada pasien dengan riwayat
kanker kolorektal pada keluarga terdekat. Seseorang dengan keluarga terdekat yang
mempunyai kanker kolorektal mempunyai kemungkinan untuk menderita kanker
kolorektal dua kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seseorang yang tidak
memiliki riwayat kanker kolorektal pada keluarganya.
A. FAP
Gen yang bertanggung jawab untuk FAP yaitu gen APC, yang berlokasi pada
kromosom 5q21. Adanya defek pada APC tumor supresor gen dapat menggiring
kepada kemungkinan pembentukan kanker kolorektal pada umur 40 sampai 50
tahun.2 Pada FAP yang telah berlangsung cukup lama, didapatkan polip yang sangat
banyak untuk dapat dilakukannya kolonoskopi polipektomi yang aman dan
adekuat. Ketika hal ini terjadi, direkomendasikan untuk melakukan prophylactic
subtotal colectomy diikuti dengan endoskopi pada bagian yang tersisa. Idealnya
prophylactic colectomy harus ditunda kecuali terdapat terlalu banyak polip yang
dapat ditangani dengan aman. Prosedur pembedahan elektif harus sedapat mungkin
dihindari ketika memungkinkan. Screening untuk polip harus dimulai pada saat usia
muda. Pasien dengan FAP yang diberi 400 mg celecoxib, dua kali sehari selama
enam bulan mengurangi rata rata jumlah polip sebesar 28%. Tumor lain yang
mungkin muncul pada sindrom FAP adalah karsinoma papillary thyroid, sarcoma,
hepatoblastomas, pancreatic carcinomas, dan medulloblastomas otak. Varian dari
FAP termasuk gardner’s syndrom dan turcot’s syndrom.
B. HNPCC
Pola autosomal dominan dari HNPCC termasuk lynch’s sindrom I dan II.
Generasi multipel yang dipengaruhi dengan kanker kolorektal muncul pada umur
yang muda (±45 tahun), dengan predominan lokasi kanker pada kolon kanan.
Abnormalitas genetik ini terdapat pada mekanisme mismatch repair yang
bertanggung jawab pada defek eksisi dari abnormal repeating sequences dari DNA,
yang dikenal sebagai mikrosatellite (mikrosatellite instability). Retensi dari
squences ini mengakibatkan ekspresi dari phenotype mutator, yang
dikarakteristikkan oleh frekuensi DNA replikasi error (RER+ phenotype), dimana
predisposisi tersebut mengakibatkan seseorang memiliki multitude dari malignansi
primer. Pasien dengan HNPCC mungkin juga memiliki adenoma sebaceous,
carcinoma sebaceous, dan multipel keratocanthoma, Termasuk kanker dari
endometrium, ovarium, kandung kemih, ureter, lambung dan traktus biliaris. Jika
dibandingkan dengan sporadic kanker kolorektal, tumor pada HNPCC seringkali
poorly differentiated, dengan gambaran mucoid dan signet-cell, reaksi yang mirip
crohn’s (nodul lymphoid, germinal centers, yang berlokasi pada perifer inflitrasi
kanker kolorektal), kehadiran infiltrasi lymphocytes diantara tumor.
Karsinogenesis yang terakselerasi muncul pada HNPCC, pada keadaan ini adenoma
kolon yang berukuran kecil dapat menjadi karsinoma dalam 2-3 tahun, bila
dibandingkan dengan proses pada rata-rata kanker kolorektal yang membutuhkan
waktu 8-10 tahun. Ketika kriteria amsterdam digunakan untuk menentukan proporsi
dari kanker kolorektal yang dikarenakan HNPCC, estimasi keakurasiannya sekitar
1-6 %.
2.3.4 Diet
Masyarakat yang diet tinggi lemak, tinggi kalori, daging dan diet rendah
serat berkemungkinan besar untuk menderita kanker kolorektal pada kebanyakan
penelitian, meskipun terdapat juga penelitian yang tidak menunjukkan adanya
hubungan antara serat dan kanker kolorektal. Ada dua hipotesis yang menjelaskan
mekanisme hubungan antara diet dan resiko kanker kolorektal. Teori pertama
adalah pengakumulasian bukti epidemiologi untuk asosiasi antara resistensi insulin
dengan adenoma dan kanker kolorektal. Mekanismenya adalah menkonsumsi diet
yang berenergi tinggi mengakibatkan perkembangan resistensi insulin diikuti
dengan peningkatan level insulin, trigliserida dan asam lemak tak jenuh pada
sirkulasi. Faktor sirkulasi ini mengarah pada sel epitel kolon untuk menstimulus
proliferasi dan juga memperlihatkan interaksi oksigen reaktif. Pemaparan jangka
panjang hal tersebut dapat meningkatkan pembentukan kanker kolorektal.
Hipotesis kedua adalah identifikasi berkelanjutan dari agen yang secara signifikan
menghambat karsinogenesis kolon secara experimental. Dari pengamatan tersebut
dapat disimpulkan mekanismenya, yaitu hilangnya fungsi pertahanan lokal epitel
disebabkan kegagalan diferensiasi dari daerah yang lemah akibat terpapar toksin
yang tak dapat dikenali dan adanya respon inflamasi fokal, karakteristik ini didapat
dari bukti teraktifasinya enzim COX-2 dan stres oksidatif dengan lepasnya mediator
oksigen reaktif. Hasil dari proliferasi fokal dan mutagenesis dapat meningkatkan
resiko terjadinya adenoma dan aberrant crypt foci. Proses ini dapat dihambat
dengan (a) demulsi yang dapat memperbaiki permukaan lumen kolon; (b) agen anti-
inflamasi; atau (c) anti-oksidan. Kedua mekanisme tersebut, misalnya resistensi
insulin yang berperan melalui tubuh dan kegagalan pertahanan fokal epitel yang
berperan secara lokal, dapat menjelaskan hubungan antara diet dan resiko kanker
kolorektal.
2.3.6 Usia
Proporsi dari semua kanker pada orang usia lanjut (≥ 65 thn) pria dan wanita
adalah 61% dan 56%. Frekuensi kanker pada pria berusia lanjut hampir 7 kali (2158
per 100.000 orang per tahun) dan pada wanita berusia lanjut sekitar 4 kali (1192 per
100.000 orang per tahun) bila dibandingkan dengan orang yang berusia lebih muda
(30-64 thn). Peningkatan resiko kanker kolorektal meningkat sesuai dengan
usia.6,16-18
2.4 Etiologi
Sampai saat ini penyebab pasti dari karsinoma kolorektal belum jelas
diketahui. Resiko berkembangnya karsinoma kolorektal meningkat seiring
bertambahnya usia. Lebih dari 90% kasus terjadi pada orang-orang berumur diatas
50 tahun atau lebih tua. Adapun faktor resiko lainnya yang menyebabkan karsinoma
kolorektal ini antara lain:
1. Inflamasi kronis
Inflammatory bowel disease (IBS) yang bersifat kronis merupakan salah
satu faktor etiologi yang signifikan dalam menyebabkan perkembangan
adenokarsinoma kolorektal. Resiko terkena karsinoma kolorektal
meningkat 8 hingga 10 tahun . Selain itu, jumlah kasus karsinoma koloektal
tinggi pada pasien dengan onset yang cepat dan manifestasinya menyebar.
2. Riwayat anggota keluarga yang pernah menderita kanker kolorektal atau
polip kolorektal.
3. Sindrom genetic seperti familial adenomatous polyposis (FAP) atau
hereditary nonpolyposis colorectal cancer syndrome (HNPCC yang disebut
juga Lynch syndrome).
4. Faktor makanan dan gaya hidup
5. Radiasi
Faktor ini jarang menjadi etiologi dalam neoplasia kolorektal, akan tetapi
terapi radiasi pelvis diakui juga bisa menjadi etiologi penyakit ini.
Perdarahan colon ascendens dan flexura coli dextra terjadi melalui arteri
ileocolica dan arteri colica dextra, cabang arteri mesenterica superior. Vena
ileocolica dan vena colica dextra, anak cabang mesenterika superior, mengalirkan
balik darah dari colon ascendens. Pendarahan colon transversum terutama terjadi
melalui arteria colica media, cabang arteria mesenterica superior, tetapi
memperoleh juga darah melalui arteri colica dextra dan arteri colica sinistra.
Penyaluran balik darah dari colon transversum terjadi melalui vena mesenterica
superior.10
Kanker kolon terjadi sebagai akibat dari kerusakan genetik pada lokus yang
mengontrol pertumbuhan sel. Perubahan dari kolonosit normal menjadi jaringan
adenomatosa dan akhirnya karsinoma kolon menimbulkan sejumlah mutasi yang
mempercepat pertumbuhan sel. Terdapat 2 mekanisme yang menimbulkan
instabilitas genom dan berujung pada kanker kolorektal yaitu : instabilitas
kromosom (Cromosomal Insyability atau CIN) dan instabilitas mikrosatelit
(Microsatellite Instability atau MIN). Umumnya asl kenker kolon melalui
mekanisme CIN yang melibatkan penyebaran materi genetik yang tak berimbang
kepada sel anak sehingga timbulnya aneuploidi. Instabilitas mikrosatelit (MIN)
disebabkan oleh hilangnya perbaikan ketidakcocokan atau missmatch repair
(MMR) dan merupakan terbentuknya kanker pada sindrom Lynch. 6,15,22
Awal dari proses terjadinya karsinoma kolon yang melibatkan mutasi somatik
terjadi pada gen Adenomatous Polyposis Coli (APC). Gen APC mengatur kematian
sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yeng selanjutnya
berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada onkogen K-RAS yang biasnya terjadi
pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan gangguan
pertumbuhan sel yang tidak normal.
Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen
supresor tumor p53. Dalam keadaan normal protein dari gen p53 akan menghambat
proliferasi sel yang mengalami kerusakan DNA, mutasi gen p53 menyebabkan sel
dengan kerusakan DNA tetap dapat melakukan replikasi yang menghasilken sel-sel
dengan kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan
sejumlah segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of
heterizygosity), hal ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain
seperti DCC (Deleted in Colon Cancer) yang merupakan transformasi akhir menuju
keganasan.6
2.8 Stadium Kanker
Stadium tumor ditentukan berdasarkan sejauh mana perkembangan tumor
berdasarkan klasifikasi Duke :
Stadium Definisi
A Tumor terbatas pada dinding usus
besar.
B Tumor tumbuh melewati dinding usus
besar, tetapi tidak dijumpai pada KGB
regional.
C Tumor metastasis ke KGB
Tabel 2.1 Stadium karsinoma kolon dan rectum berdasarkan klasifikasi Duke.23
Tabel 2.2 Modifikasi stadium karsinoma kolon dan rectum berdasarkan klasifikasi
Duke.23
a. Stadium 0: stadium kanker insitu; pada stadium ini, sel yang abnormal
masih ditemukan pada garis batas dalam dari kolon (muskularis mukosa)
b. Stadium 1: stadium dukes A; kanker telah menyebar pada garis batas dalam
dari kolon hingga dinding dalam dari kolon dan belum menyebar keluar
kolon.
c. Stadium 2: stadium dukes B; kanker telah menyebar ke lapisan otot dari
kolon hingga lapisan ketiga dan lapisan lemak atau kulit tipis yang
mengelilingi kolon dan rektum. Namun belum mengenai kelenjar limfe.
d. Stadium 3: stadium dukes C; kanker telah menyebar ke kelenjar limfe tapi
belum menyebar ke bagian lain daripada tubuh.
e. Stadium 4: stadium dukes D; kanker telah menyebar ke organ lain dari
tubuh seperti hati dan paru-paru
Manifestasi Klinis
Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan
dengan suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi
belahan bagian kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon
transversum), dan arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri
(sepertiga distal kolon transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian
proksimal rektum). Tanda dan gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak
spesifik. Keluhan utama pasien dengan kanker kolorektal berhubungan dengan
besar dan lokasi dari tumor.
Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi
fecal ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh
besar sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah
makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah
samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah
makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung
empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.
Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi
feses ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen
yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan
frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses dapat
diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar mukus
bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.
Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan
seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada
pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada
hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.6,18,24,25
Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika
ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar
penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan
kanker kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan
penegakan diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total
obstruksi mungkin mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan
perut yang menegang. Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan
terjadi iskemia dan nekrosis kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan
peritonitis dan sepsis. Perforasi juga dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini
dapat disalah artikan sebagai akut divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada
vesika urinaria atau vagina dan dapat menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan
fecaluria. Metastasis ke hepar dapat menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang
sangat disayangkan hal ini biasanya merupakan gejala pertama kali yang muncul
dari kanker kolon.15,18,24
2.9 Diagnosis
Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan
anamnesis,pemeriksaan fisik pemeriksaan abdomen dan rectal, prosedur diagnostik
paling pentng untuk kanker kolon adalah pengujian darah samar, enema barium,
proktosigmoidoskopi,dan kolonoskopi. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap
tiga tahun untuk usia 40 tahun keatas. Sebanyak 60% kasus dari kanker kolorektal
dapat diidentifikasi dengan sigmoideskopi dengan biopsi atau apusan sitologi.
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal, mengidentifikasi
metastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut berperan dalam
pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk memeriksa adanya
kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen dimulai dari
inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa, kontur usus
yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung). Palpasi dilakukan
untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau nyeri tekan pada
abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter, mobilitas atau
melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak. Perkusi normal pada
abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka perubahan suara menjadi
redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus. Pada kanker rektal distal, dapat
dirasakan massa yang rata, keras, oval atau melingkar dengan depresi pada
sentral. Bila meluas, harus ditentukan ukuran dan derajat perlekatan jaringan.
Pada pemeriksaan RT, maka dapat didapatkan darah pada sarung tangan.17,18
Pada pemeriksaan ini dapat dipalpasi dinding lateral, posterior, dan anterior;
serta spina iskiadika, sakrum dan coccygeus dapat diraba dengan mudah. Metastasis
intraperitoneal dapat teraba pada bagian anterior rektum dimana sesuai dengan
posisi anatomis kantong douglas sebagai akibat infiltrasi sel neoplastik. Meskipun
10 cm merupakan batas eksplorasi jari yang mungkin dilakukan, namun telah lama
diketahui bahwa 50% dari kanker kolon dapat dijangkau oleh jari, sehingga Rectal
examination merupakan cara yang baik untuk mendiagnosa kanker kolon yang
tidak dapat begitu saja diabaikan.
Rectal toucher untuk menilai :
Tumor : teraba atau tidak, lokasi, lumen yang dapat ditembus jari,
mudah berdarah atau tidak, batas atas dan jaringan
sekitarnya, jarak dari garis anorektal sampai tumor.6
5. Seluruh pasien karsinoma kolon yang akan menjalani pembedahan elektif, harus
menjalani pemeriksaan pencitraan hepar dan paru pre-operatif dengan CT scan atau MRI,
dan foto thorax.
Rekomendasi tingkat C
1. Apabila fasilitas CT scan atau MRI tidak tersedia, maka ultrasonografi trans-abdominal
dapat digunakan untuk melihat metastasis ke hepar.
2.13 Penatalaksanaan
2.13.1 Tatalaksana Bedah
Rangkuman penatalaksanaan kanker kolon30,31
Stadium Terapi
Stadium 0 ( T1N0M0) Eksisi lokal atau poliptektomi
sederhana.
Reseksi en-bloc segmental untuk lesi
yang tidak memenuhi syarat eksisi
local
Stadium I (T1-2N0M0) Wide surgical resection dengan
anastomosis tanpa kemoterapi adjuvant
Stadium II (T3N0M0, T4a-bN0M0) Wide surgical resection dengan
anastomosis.
Terapi adjuvant setelah pembedahan
pada pasien dengan risiko tinggi
Stadium III (T apapun N1-2M0) Wide surgical resection dengan
anastomosis.
Terapi adjuvant setelah pembedahan
Stadium IV (T apapun, N apapun M1) Reseksi tumor primer pada kasus
kanker kolorektal dengan metastasis
yang dapat direseksi
Kemoterapi sistemik pada kasus
kanker kolorektal dengan metastasi
yang tidak dapat direseksi dan tanpa
gejala
1. Kemoterapi
b). Leucovorin/Ca-folinat
c) Capecitabine
d). Oxaliplatin
e). Irinotecan
Irinotecan adalah bahan semisintetik yang mudah larut dalam air. dan
merupakan derivat alkaloid sitotoksik yang diekstraksikan dari tumbuhan seperti
Camptotheca acuminata. Irinotecan dan metabolit aktifnya yakni SN-38
menghambat aksi enzim Topoisomerase I, yakni suatu enzim yang menghasilkan
pemecahan DNA selama proses replikasi DNA. Efek samping yang dapat timbul
pada pemberian irinotecan yakni diare, gangguan enzim hepar, insomnia, alergi,
anemia, leukopenia, neutropenia, trombositopenia, bradikardia, oedem, hipotensi,
demam, dan fatigue.20,31
A) Bevacizumab
c). Ziv-Aflibercep
3. Regimen terapi
5-Fluorouracil + leucovorin
o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu
o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu,
diberikan sebelum 5-FU
o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu
LV5FU2 (de Gramont regimen)
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV
continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu
Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)
o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1
o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV
continuous infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2
o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion
sebelum 5-fluorouracil
o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu
4. Penyinaran (Radioterapi)
Efek samping atau toksisitas yang bisa terjadi pada pemberian obat
kemoterapi yang mengandung fluorourasil, leucovorin, oxaliplatin dan irinotecan
dapat berupa: anemia, leukopenia, neutropenia, trombositopenia, mual, muntah,
diare, mukositis, alopesia, sindroma kolinergik, neuropati, panas, asthenia,
gangguan jantung, gangguan kulit ataupun reaksi hipersensitivitas. Juga untuk obat-
obatan terapi target, bevacizumab akan memberikan efek samping berupa
peningkatan tekanan darah, proteinuria, gangguan penyembuhan luka, perforasi
traktus digestivus, emboli pembuluh darah, dan perdarahan. Sedang untuk
cetuximab yang paling sering memberikan efek samping gangguan pada kulit, dan
jarang menimbulkan gangguan mual, justru adanya skin rash ini menunjukkan
respons terapi. Dalam praktek sehari-hari, obat kemoterapi sering dipakai dalam
bentuk kombinasi, oleh karena sulit itu menentukan efek samping tersebut dari satu
macam obat.
2.12 Prognosis
Prognosis pada karsinoma kolon dibagi berdasarkan patologi, morfologi,
gejala klinis, dan usia. Pada hasil patologi didapatkan penetrasi yang berlebih
maupun KGB regional yang terkena lebih banyak maka prognosis lebih buruk. Pada
diferensiasi morfologi sel buruk maka prognosis lebih buruk pula. Sedangkan pada
gejala klinis yang ditemukan sedini mungkin dapat mencapai prognosis yang lebih
baik. Karsinoma kolon yang ditemukan pada usia kurang dari 30 tahun dapat
menyebabkan prognosis yang buruk.
KESIMPULAN
Gejala klinis karsinoma usus besar di sebelah kiri berbeda dengan kanan.
Karsinoma kolon kiri menyebabkan stenosis dan obstruksi. Stenosis tinja pada
karsinoma kolon kanan jarang terjadi dan tinja masih berbentuk cair sehingga tidak
ada obstruksi. Gejala pertama biasanya timbul karena komplikasi, yaitu gangguan
usus fisiologi, obstruksi, perdarahan, atau akibat dari penyebaran. Karsinoma kolon
kiri dan rektum menyebabkan perubahan buang air besar. Perdarahan akut jarang
dialami. Nyeri pada kolon kiri lebih nyata daripada usus besar kanan. Rasa sakit
dari usus besar kiri dimulai di bawah umbilikus, sedangkan dari usus besar tepat di
epigastrium.