Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PARASITOLOGI

“HIV/AIDS’’
Untuk Memenuhi Tugas Parasitologi dengan Dosen Pengampu

Disusun Oleh :

1. Ermawati (17010105)
2. Ima Nur Yanti (17010112)
3. Muhammad Farhan Ferdiansyah (17010129)
4. Muhammad Samfiya Kurniawan (17010132)
5. Nadia Ramadanti Wahyudin (17010137)
6. Putri Baekhaqi (17010147)

PROGRAM S1 FARMASI KELAS REGULER KHUSUS A

SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI INDUSTRI DAN FARMASI BOGOR

2019
KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan anugrah dari-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang “Parasitologi HIV/AIDS” ini. Sholawat dan salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita semua jalan yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna
dan menjadi anugrah terbesar bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
Parasitologi dengan judul “HIV/AIDS”. Disamping itu, kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalan ini
berlangsung sehingga dapat terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya dapat
kami perbaiki. Karena kami sadar, makalah yang kami buat ini masih banyak terdapat
kekurangannya.

Bogor, Desember 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................... i


DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................ 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah HIV/AIDS ....................................................................................... 2
2.2 Struktur dan Replikasi HIV .......................................................................... 8
2.3 Tahapan Perubahan HIV/AIDS .................................................................... 12
2.3.1 Seks Sesama Jenis Lebih Beresiko terkena HIV ................................. 12
2.3.2 Pencegahan Penularan ......................................................................... 14
2.4 Penyakit Yang Ditimbulkan Akibat HIV ..................................................... 14
2.4.1 Tuberkulosis ........................................................................................ 14
2.4.2 MAC (Mycobacterium Avium Complex) ........................................... 15
2.4.3 Pneumocystis Pneumonia .................................................................... 15
2.4.4 CMV (Cytomegalovirus) ..................................................................... 15
2.4.5 Infeksi Oportunistik Lainnya ............................................................... 16
2.4.6 Lipodistrofi .......................................................................................... 16
2.4.7 Demensia ............................................................................................. 16
2.4.8 Kanker ................................................................................................. 17
2.4.9 Sindrom Wasting pada AIDS .............................................................. 17
2.4.10 Penyakit Kardiovaskukar (CVD) ...................................................... 17
2.5 Pengobatan HIV ........................................................................................... 18
2.5.1 Bagaimana Cara Mengobati HIV dan AIDS ....................................... 18
2.5.2 Studi Kasus .......................................................................................... 24
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 27
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Selama awal 1980-an, dunia tiba-tiba dihadapkan dengan hal baru yang
menghancurkan epidemi ketika kasus AIDS pertama kali. Epidemi yang awalnya terkait
dengan pria yang berhubungan seks laki-laki, kemudian dengan pengguna narkoba,
orang-orang yang pernah menerima transfusi darah dan akhirnya populasi umum
menyebar dengan cepat di seluruh dunia, mendesak ilmiah dan komunitas medis untuk
bereaksi dengan segera dan selidiki asal dan penyebab penyakit maut ini. Penyebaran
kasus yang tiba-tiba menyebabkan epidemiologis untuk membangun kegiatan
pengawasan, dan dalam beberapa tahun kelompok di risiko tertinggi infeksi dan mode
penularan penyakit telah diidentifikasi fied. Isolasi retrovirus pada tahun 1983, kemudian
dikenal sebagai HIV-1, menyebabkan tiga Ades penelitian intens pada virus itu sendiri,
itu saling mempengaruhi dengan inang dan patogenesisnya, serta tentang pengembangan
pendekatan untuk menguji, merawat dan mencegah infeksi HIV.
Kita melihat ke belakang 30 tahun terakhir penelitian HIV, menyediakan ikhtisar
singkat dari beberapa tonggak utama yang telah dicapai sejak isolasi HIV ‐ 1. Kami juga
membahas beberapa arah penelitian utama saat ini dan tujuan utama untuk masa depan,
dengan empatisis pada alat pencegahan biomedis baru dan lihat ke depan menuju
penyembuhan untuk HIV.

1.2 TUJUAN
1. Untuk mengetahui sejarah HIV/AIDS tersebut.
2. Agar mengerti tentang penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS.
3. Supaya memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 SEJARAH HIV/AIDS


HIV dan AIDS adalah dua kondisi yang berbeda. Meski berbeda, keduanya saling
berhubungan. Pertama, HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah virus yang
dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh secara drastis. Alhasil, infeksi virus ini
memberikan peluang besar untuk berbagai bakteri, virus, dan penyebab infeksi lainnya
menyerang tubuh. HIV adalah kondisi yang bisa menyebabkan penyakit AIDS (Acquired
Immune Deficiency Syndrome). HIV merupakan virus penyakit yang menyerang dan
menghancurkan sel CD4. Cell CD4 adalah sel dari sistem kekebalan tubuh yang melawan
infeksi. Hilangnya sel CD4 ini menyulitkan tubuh untuk melawan infeksi dan kanker
yang disebabkan oleh jenis Human Immunodeficiency Virus tertentu. Tidak seperti virus
lainnya, tubuh tidak bisa menyingkirkan HIV sepenuhnya.
Sedangkan AIDS adalah suatu kondisi ketika stadium penyakit HIV sudah cukup
parah. Biasanya kondisi ini ditandai dengan munculnya penyakit lain seperti kanker dan
berbagai infeksi yang muncul seiring dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Meskipun tidak menunjukkan gejala apapun, namun masih dapat menularkan virus ke
orang lain. Ini karena penyakit Human Immunodeficiency Virus adalah kondisi yang
dapat memakan waktu hingga 2 sampai 15 tahun sampai bisa memunculkan gejala.
HIV/AIDS adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui kontak dengan luka, darah,
air mani, dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi virus tersebut. Sebagai contoh
ketika berhubungan seks tanpa kondom, berisiko tertular virus ini tanpa sadar.
HIV merupakan virus yang tergolong ke dalam keluarga retrovirus subkelompok
lentivirus. Hingga saat ini lentivirus tertua diduga berasal dari 12 juta tahun lalu. Namun
penelitian terbaru yang dilakukan pada Lemur menunjukkan, lentivirus telah ada sejak 60
juta lalu. Ilmuwan dari Czech Academy of Sciences menggunakan data genetik dari
Malayan flying lemur atau biasa disebut kubung sunda.
Dikutip dari Daily Mail, Rabu (10/8/2016), para peneliti melihat tiga sampel data
genetik kuno yang mengungkap bahwa lentivirus kemungkinan telah muncul sejak 60
juta tahun lalu. Lentivirus merupakan virus lambat dengan masa inkubasi lama yang
menjadi penyebab berbagai penyakit pada spesies hewan yang berbeda. Lentivirus berasal
dari sekitar sembilan cabang evolusi, dan dapat menginfeksi berbagai hewan termasuk
primata, kucing, dan kuda.
Virus klasik termasuk lentivirus, berevolusi dengan sangat cepat, karena mereka
mutasinya sangat tinggi. Namun, hasil studi yang dipublikasi dalam jurnal Molecular
Biology and Evolution itu mengungkap, lentivirus yang ditemukan dalam penelitian
merupakan endogen--memasukkan dirinya sendiri ke dalam DNA dan diturunkan dari
generasi ke generasi.
Hal itu membuat virus yang ditemukan memiliki tingkat perubahan rendah dan
memungkinkan para peneliti untuk merekonstruksi kemungkinan penampakan mereka
pada puluhan juta tahun yang lalu. Asal usul pandemi terlacak dari tahun 1920-an di Kota
Kinshasa yang kini menjadi bagian dari Republik Demokratik Kongo. Laporan para ahli
menyebut, perdagangan seks yang merajalela, pertumbuhan populasi yang cepat, dan
jarum tak steril yang digunakan di klinik-klinik diduga menyebarkan virus tersebut.
Sementara itu, rel kereta yang dibangun dengan dukungan Belgia, di mana 1 juta
orang melintasi kota tiap tahunnya membawa virus HIV ke wilayah sekitarnya. Lalu ke
dunia. Tim ilmuwan dari University of Oxford dan University of Leuven, Belgia mencoba
merekonstruksi 'pohon keluarga' HIV dan menemukan asal muasal nenek moyang virus
itu. Dengan membaca tanda mutasi tersebut, tim bisa menyusun kembali pohon keluarga
dan melacak akarnya.
HIV adalah versi mutasi dari virus simpanse, yang dikenal sebagai simian
immunodeficiency virus (SIV) yang mungkin melakukan lompatan spesies, ke manusia,
melalui kontak dengan darah yang terinfeksi. Virus ini menyebar pertama kali pada para
pemburu simpanse mungkin ketika menangani daging hewan itu. Kasus pertama
dilaporkan di Kinshasa, Republik Demokratik Kongo, pada 1930.
Salah satunya mengarah pada HIV-1 subtipe O yang menyebar di Kamerun.
Kemudian, HIV-1 subtipe M yang menginfeksi jutaan orang di seluruh dunia. Pada tahun
1920-an, Kinshasa yang dulu disebut Leopoldville hingga 1966 adalah bagian dari Kongo
yang dikuasai Belgia.
"Kota itu sangat besar dan sangat cepat pertumbuhannya. Catatan medis era kolonial
menunjukkan tingginya insiden sejumlah penyakit seksual," kata Profesor Oliver Pybus.
Kala itu, buruh-buruh pria mengalir ke kota, memicu ketidakseimbangan gender,
dengan perbandingan pria dan wanita 2:1 yang memicu maraknya perdagangan seksual.
Plus faktor praktik pengobatan penyakit dengan suntikan tak steril yang efektif
menyebarkan virus. "Aspek menarik lainnya adalah jaringan transportasi yang membuat
orang-orang berpindah dengan mudah”. Sekitar 1 juta orang menggunakan jaringan rel
Kinshasa pada akhir tahun 1940-an."Dan virus pun menyebar luas, awalnya ke kota
tetangga Brazzaville, lalu meluas ke area provinsi yang perekonomiannya ditopang
penambangan, Katanga. Kondisi 'badai sempurna', hanya berlangsung selama beberapa
dekade di Kinshasa. Namun saat itu berakhir, HIV terlanjur menyebar ke seluruh dunia.
1. Penelitian HIV dimulai pada 1981, ketika secara klinis pengamatan apa yang nantinya
akan diketahui seperti AIDS dilaporkan di Amerika Serikat dan kemudian dengan
cepat di tempat lain di seluruh dunia. Komunitas medis dan ilmiah global awalnya
tidak berdaya melawan penyakit ini dan dengan cepat bergabung untuk memobilisasi
upaya untuk mendapatkan beberapa wawasan.
2. pada tahun 1983, ketika ahli virologi di Institut Pasteur, Paris, Prancis, bekerja sama
dengan dokter Prancis yang merawat pasien dengan AIDS dan individu dengan
limfadenopati umum. Pada 1980-an, banyak ilmuwan penelitian dasar dihubungi
untuk pertama kalinya dengan dokter dan bahkan dengan pasien sendiri, yang
membuka perspektif baru di kedua sisi dan menghubungkan kedua dunia. Selain itu,
banyak dokter yang mendedikasikan untuk perawatan dan perawatan orang yang
terinfeksi HIV merasa terdorong untuk melakukan penelitian untuk pertama kalinya.

Pra-1980

Dipercaya secara luas bahwa HIV berasal dari Kinshasa, di Republik Demokratik
Kongo sekitar 1920 ketika HIV melintasi spesies dari simpanse ke manusia. Sampai
tahun 1980-an, kita tidak tahu berapa banyak orang yang terinfeksi HIV atau AIDS. HIV
tidak diketahui dan penularannya tidak disertai dengan tanda atau gejala yang nyata.

Sementara kasus AIDS sporadis didokumentasikan sebelum tahun 1970, data yang
tersedia menunjukkan bahwa epidemi saat ini dimulai pada pertengahan hingga akhir
1970-an. Pada 1980, HIV mungkin telah menyebar ke lima benua (Amerika Utara,
Amerika Selatan, Eropa, Afrika, dan Australia). Dalam periode ini, antara 100.000 dan
300.000 orang mungkin sudah terinfeksi.

1981

Pada tahun 1981, kasus-kasus infeksi paru-paru langka yang disebut Pneumocystis
carinii pneumonia (PCP) ditemukan pada lima pria gay muda yang sebelumnya sehat di
Los Angeles. Pada saat yang sama, ada laporan dari sekelompok pria di New York dan
California dengan kanker agresif yang luar biasa bernama Kaposi's Sarcoma.

Pada Desember 1981, kasus PCP pertama dilaporkan pada orang yang menyuntikkan
narkoba. Pada akhir tahun, ada 270 kasus defisiensi kekebalan yang dilaporkan di antara
laki-laki gay - 121 di antaranya telah meninggal.

1982

Pada Juni 1982, sekelompok kasus di antara laki-laki gay di California Selatan
menyatakan bahwa penyebab defisiensi imun adalah seksual dan sindrom ini awalnya
disebut defisiensi imun terkait gay (atau GRID).

Pada bulan September, CDC menggunakan istilah 'AIDS' (mengakuisisi sindrom


defisiensi imun) untuk pertama kalinya, menggambarkannya sebagai kasus-kasus AIDS
juga dilaporkan di sejumlah negara Eropa.

1983

Pada Januari 1983, AIDS dilaporkan di antara pasangan wanita dari pria yang
memiliki penyakit yang menunjukkan bahwa penyakit ini dapat ditularkan melalui
hubungan seks heteroseksual.

Pada bulan Mei, dokter di Institut Pasteur di Perancis melaporkan penemuan


retrovirus baru yang disebut Lymphadenopathy-Associated Virus (atau LAV) yang bisa
menjadi penyebab AIDS.

Pada bulan Juni, laporan pertama AIDS pada anak-anak mengisyaratkan bahwa itu
dapat ditularkan melalui kontak biasa tetapi ini kemudian disingkirkan dan disimpulkan
bahwa mereka mungkin secara langsung memperoleh AIDS dari ibu mereka sebelum,
selama atau segera setelah kelahiran.

Pada bulan September, CDC mengidentifikasi semua rute penularan utama dan
mengesampingkan penularan melalui kontak biasa, makanan, air, udara atau permukaan.
CDC juga menerbitkan serangkaian tindakan pencegahan yang direkomendasikan untuk
petugas kesehatan dan profesional kesehatan sekutu untuk mencegah "penularan AIDS".

Pada bulan November, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengadakan pertemuan


pertamanya untuk menilai situasi AIDS global dan memulai pengawasan internasional.
Pada akhir tahun jumlah kasus AIDS di AS telah meningkat menjadi 3.064 - dari jumlah
ini, 1.292 telah meninggal.

1984

Pada April 1984, National Cancer Institute mengumumkan bahwa mereka telah
menemukan penyebab AIDS, retrovirus HTLV-III. Dalam konferensi bersama dengan
Pasteur Institute mereka mengumumkan bahwa LAV dan HTLV-III identik dan
kemungkinan penyebab AIDS. Tes darah dibuat untuk menyaring virus dengan harapan
bahwa vaksin akan dikembangkan dalam dua tahun.

Pada bulan Juli, CDC menyatakan bahwa menghindari penggunaan narkoba suntikan
dan berbagi jarum "juga harus efektif dalam mencegah penularan virus." Pada Oktober,
rumah-rumah mandi dan klub seks swasta di San Francisco ditutup karena aktivitas
seksual berisiko tinggi. New York dan Los Angeles mengikutinya dalam waktu satu
tahun.

Pada akhir 1984, ada 7.699 kasus AIDS dan 3.665 kematian AIDS di AS dengan 762
kasus dilaporkan di Eropa. Di Amsterdam, Belanda, program jarum dan jarum suntik
pertama kali dibuat dengan meningkatnya kekhawatiran tentang HTLV-III / LAV.

1985

Pada Maret 1985, Badan Pengawasan Obat dan Makanan AS (FDA) melisensikan tes
darah komersial pertama, ELISA, untuk mendeteksi antibodi terhadap virus. Bank darah
mulai menyaring pasokan darah AS.

Pada bulan April, Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS (HHS) dan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menjadi tuan rumah Konferensi AIDS Internasional
pertama di Atlanta Georgia.
Ryan White, seorang remaja dari Indiana, AS yang tertular AIDS melalui produk
darah yang terkontaminasi yang digunakan untuk mengobati hemofilia dilarang dari
sekolah.

Pada 2 Oktober, aktor Rock Hudson meninggal karena AIDS - kematian profil tinggi
pertama. Dia meninggalkan $ 250.000 untuk mendirikan American Foundation for AIDS
Research (amfAR). Pada akhir 1985, setiap wilayah di dunia telah melaporkan setidaknya
satu kasus AIDS, dengan total 20.303 kasus.

1986

Pada Mei 1986, Komite Internasional tentang Taksonomi Virus mengatakan bahwa
virus yang menyebabkan AIDS secara resmi akan disebut HIV (human
immunodeficiency virus) daripada HTLV-III / LAV.

Pada akhir tahun, 85 negara telah melaporkan 38.401 kasus AIDS kepada Organisasi
Kesehatan Dunia. Menurut wilayah ini; Afrika 2.323, Amerika 31.741, Asia 84, Eropa
3.858, dan Oceania 395

1988

Pada tahun 1988, WHO menyatakan 1 Desember sebagai Hari AIDS Sedunia yang
pertama.

Landasannya diletakkan untuk sistem perawatan HIV dan AIDS nasional di AS yang
kemudian didanai oleh Ryan White CARE Act.

1990

Pada 8 April 1990, Ryan White meninggal karena penyakit terkait AIDS pada usia 18
tahun. Pada Juni, Konferensi AIDS Internasional ke-6 di San Francisco memprotes
kebijakan imigrasi AS yang menghentikan orang dengan HIV memasuki negara itu. LSM
memboikot konferensi. Pada bulan Juli, Amerika Serikat memberlakukan Undang-
Undang Orang Amerika Penyandang Cacat (ADA) yang melarang diskriminasi terhadap
orang-orang cacat termasuk orang yang hidup dengan HIV. Pada Oktober, FDA
menyetujui penggunaan AZT untuk mengobati anak dengan AIDS. Pada akhir 1990,
lebih dari 307.000 kasus AIDS telah dilaporkan secara resmi dengan jumlah aktual
diperkirakan mendekati satu juta. Antara 8-10 juta orang dianggap hidup dengan HIV di
seluruh dunia.

1991

Pada tahun 1991, Visual AIDS Artists Caucus meluncurkan Proyek Pita Merah untuk
menciptakan simbol belas kasih bagi orang yang hidup dengan HIV dan wali mereka. Pita
merah menjadi simbol internasional kesadaran AIDS.

Pada 7 November, pemain bola basket profesional Earvin (Magic) Johnson


mengumumkan bahwa ia mengidap HIV dan pensiun dari olahraga, berencana untuk
mendidik anak muda tentang virus tersebut. Pengumuman ini membantu mulai
menghilangkan stereotip, yang masih banyak dipegang di AS dan di tempat lain, tentang
HIV sebagai penyakit 'gay'.

Beberapa minggu kemudian, Freddie Mercury, vokalis grup rock Queen,


mengumumkan dia menderita AIDS dan meninggal sehari kemudian.

2.2 STRUKTUR DAN REPLIKASI HIV


Human Human Immunodeficiency Virus (HIV) saat ini dikelompokkan menjadi dua
jenis, HIV tipe 1 (HIV-1) dan HIV tipe 2 (HIV-2). Agen utama AIDS sedunia adalah
HIV-1, sementara HIV-2 terbatas pada beberapa wilayah di Afrika Barat dan Tengah.
HIV adalah anggota genus Lentivirus yang berhubungan secara genetik dari keluarga
Retroviridae. Infeksi dengan lentivirus biasanya menunjukkan perjalanan penyakit yang
kronis, dengan latensi klinis yang lama, replikasi virus persisten, dan keterlibatan sistem
saraf pusat.
Apa siklus hidup HIV?
1. Virus bebas beredar dalam aliran darah
2. HIV mengikatkan diri pada sel
3. HIV menembus sel dan mengosongkan isinya dalam sel
4. Kode genetik HIV diubah dari bentuk RNA menjadi bentuk DNA dengan bantuan
oleh enzim reverse transcriptase
5. DNA HIV dipadukan dengan DNA sel dengan bantuan oleh enzim integrase. Dengan
pemaduan ini, sel tersebut menjadi terinfeksi HIV.
6. Waktu sel yang terinfeksi menggandakan diri, DNA HIV diaktifkan, dan membuat
bahan baku untuk virus baru
7. Semua bahan yang dibutuhkan untuk membuat virus baru dikumpulkan
8. Virus yang belum matang mendesak ke luar sel yang terinfeksi dengan proses yang
disebut ‘budding (tonjolan)’
9. Jutaan virus yang belum matang dilepas dari sel yang terinfeksi
10. Virus baru menjadi matang: bahan baku dipotong oleh enzim protease dan dirakit
menjadi virus yang siap bekerja

Amplop HIV : Permukaan luar HIV

HIV Gylcoproteins : Protein 'paku' yang tertanam dalam amplop HIV

Kapsid HIV : Inti HIV yang mengandung HIV RNA

Enzim HIV : Protein yang melakukan langkah-langkah dalam siklus hidup


HIV

HIV RNA : Materi genetik HIV


Sekarang ikuti setiap tahap dalam siklus hidup HIV, karena HIV menyerang sel CD4
dan menggunakan mesin sel untuk berkembang biak.
Grafik info ini menggambarkan siklus replikasi HIV, yang dimulai ketika HIV
menyatu dengan permukaan sel inang. Kapsid yang mengandung genom dan protein virus
kemudian memasuki sel. Cangkang kapsid terurai dan protein HIV yang disebut reverse
transcriptase mentranskripsi RNA virus menjadi DNA. DNA virus diangkut melintasi
nukleus, di mana protein HIV integrase mengintegrasikan DNA HIV ke dalam DNA
inang. Mesin transkripsi normal inang mentranskripsi DNA HIV menjadi beberapa
salinan RNA HIV baru. Beberapa RNA ini menjadi genom virus baru, sementara sel
menggunakan salinan RNA lain untuk membuat protein HIV baru. RNA virus dan protein
HIV yang baru pindah ke permukaan sel, tempat HIV baru yang belum matang terbentuk.
Akhirnya, virus dilepaskan dari sel, dan protein HIV yang disebut protease membelah
poliprotein yang baru disintesis untuk membuat virus menular yang matang.
2.3 TAHAPAN PERUBAHAN HIV/AIDS
 Fase 1
Umur infeksi 1-6 bulan (sejak terinfeksi HIV) individu sudah terpapar dan
terinfeksi. Tetapi ciri-ciri terinfeksi belum terlihat meskipun telah melakukan tes
darah. Pada fase ini antibody terhadap HIV belum terbentuk. Mengalami gejala ringan
seperti flu.
 Fase 2
Umur infeksi 2-10 tahun setelah terinfeksi HIV. Individu sudah positif HIV dan
belum menampakkan gejala sakit. Sudah dapat menularkan pada orang lain.
Mengalami gejala ringan seperti flu.
 Fase 3
Mulai muncul gejala-gejala awal penyakit. Belum disebut sebagai gejala AIDS.
Gejala yang berkaitan antara lain keringat yang berlebihan pada waktu malam, diare
terus menerus, pembengkakan kelenjar getah bening, flu yang tidak sembuh-sembuh,
nafsu makan berkurang dan badan menjadi lemah, serta berat badan terus berkurang.
Sistem kekebalan tubuh mulai berkurang.
 Fase 4
Sudah masuk pada fase AIDS dan timbul penyakit tertentu yang disebut dengan
infeksi oportunistik.
Gejala pertama dari Human Immunodeficiency Virus mirip dengan infeksi virus
lainnya, yaitu:
1. Demam
2. Sakit kepala
3. Kelelahan
4. Nyeri otot
5. Kehilangan berat badan secara perlahan
6. Kebingungan, perubahan kepribadian, atau penurunan kemampuan mental

2.3.1 Seks sesama jenis lebih beresiko terkena HIV


Ada beberapa alasan yang menyebabkan tingginya risiko HIV pada hubungan
seks gay. Alasan-alasan tersebut sangat beragam, mulai dari faktor-faktor biologis,
gaya hidup, dan sosial. Itulah mengapa pencegahan terhadap kasus HIV pada
pasangan gay masih sulit untuk digalakkan.
1. Seks anal
Seks anal menjadi pilihan yang umum bagi pasangan gay, meskipun banyak
juga pasangan beda jenis yang mempraktikkan seks anal. Sebuah penelitian
yang dimuat dalam International Journal of Epidemiology mengungkapkan
bahwa tingkat risiko penularan HIV lewat seks anal lebih besar 18% dari
penetrasi vagina. Pasalnya, jaringan dan lubrikan alamiah pada anus dan vagina
sangat berbeda. Vagina memiliki banyak lapisan yang bisa menahan infeksi
virus, sementara anus hanya memiliki satu lapisan tipis saja. Selain itu, anus
juga tidak memproduksi lubrikan alami seperti vagina sehingga kemungkinan
terjadinya luka atau lecet ketika penetrasi anal dilakukan pun lebih tinggi. Luka
inilah yang bisa menyebarkan infeksi HIV.
Infeksi HIV juga bisa terjadi jika ada kontak dengan cairan rektal pada anus.
Cairan rektal sangat kaya akan sel imun, sehingga virus HIV mudah melakukan
replikasi atau penggandaan diri. Cairan rektal pun menjadi sarang bagi HIV.
Maka, jika pasangan yang melakukan penetrasi telah positif mengidap HIV,
virus ini akan dengan cepat berpindah pada pasangannya lewat cairan rektal
pada anus. Tak seperti vagina, anus tidak memiliki sistem pembersih alami
sehingga pencegahan infeksi virus lebih sulit dilakukan oleh tubuh.
2. Tanpa alat kontrasepsi
Biasanya kaum penyuka sesama jenis, transgender, dan biseksual (LGBT)
berada dalam sebuah lingkaran pergaulan dan komunitas yang lebih sempit dari
heteroseksual. Ini dikarenakan kaum LGBT belum diterima secara utuh oleh
masyarakat, jadi jumlahnya pun lebih sedikit dari heteroseksual. Para anggota
berbagai komunitas LGBT, terutama pada daerah tertentu, memiliki jaringan
dan hubungan yang sangat erat. Akibatnya, jika seorang gay berganti-ganti
pasangan seksual, biasanya dia pun akan memilih pasangan yang berasal dari
komunitas yang sama. Inilah yang menyebabkan penularan HIV jadi lebih
marak ditemukan pada kasus penyuka sesama jenis alias gay.
Di samping itu, masih banyak pasangan gay yang melakukan hubungan seks
tanpa alat pengaman, misalnya kondom. Seperti telah dijelaskan sebelumnya,
seks anal lebih berisiko menularkan HIV. Tentu hal ini akan jadi semakin
berbahaya jika seks anal dilakukan tanpa kondom. Penularan HIV akibat
perilaku seks bebas ini sebenarnya sangat bisa dicegah dengan mempraktikkan
seks yang aman dan tidak berganti-ganti pasangan.
3. Tidak memeriksakan diri
Karena stigma sosial yang mengecam kaum LGBT dan kasus HIV sebagai
penyakit kaum gay, banyak yang merasa takut untuk memeriksakan diri ke
fasilitas kesehatan. Padahal, beberapa hari atau minggu setelah terinfeksi HIV,
pasien akan masuk tahap infeksi akut di mana virus ini dengan mudah
menyebar. Sementara pada tahap infeksi akut ini biasanya gejala-gejala yang
dialami di salah pahami sebagai gejala flu biasa. Dengan perawatan intensif
yang diberikan tenaga kesehatan, infeksi virus ini bisa ditekan. Maka, menunda
pengobatan dan perawatan akan semakin membuat kaum gay berisiko HIV.

2.3.2 Pencegahan Penularan


 Secara umum
Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV (A, B, C, D, E) yaitu :

A : Abstinence – memilih untuk tidak melakukan hubungan seks


beresiko tinggi, terutama seks pranikah
B : Be faithful – saling setia
C : Condom – menggunakan kondom secara konsisten dan benar
D : Drugs – Tolak penggunaan Napza
E : Equipment – Jangan pakai jarum suntik bersama

 Untuk Pengguna Napza


Mulai berhenti menggunakan Napza, sebelum terinfeksi HIV Atau tidak
menggunakan jarum suntik yang sama (sehabis pakai) dan tidak steril.
 Untuk Remaja
Tidak melakukan hubungan seks sebelum menikah. Menghindari penggunaan
obat- obatan terlarang dan jarum suntik, tato, dan tindik.

2.4 PENYAKIT YANG DITIMBULKAN AKIBAT HIV


2.4.1 Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Penyakit ini dapat menyerang seluruh tubuh, tetapi paling sering
menyerang paru. Pada orang sehat, kuman TB dapat saja berada di dalam tubuh
namun tidak menyebabkan penyakit. Namun, berbeda pada penderita HIV, terutama
HIV/AIDS yang memiliki sistem kekebalan tubuh rendah.
Pada penderita HIV yang memiliki kuman TB, mereka berisiko sepuluh kali
untuk terkena penyakit TB, terutama pada penderita HIV/AIDS yang memiliki sel
kekebalan tubuh CD4 di bawah 200. Terlebih lagi, terlepas dari jumlah sel CD4,
jika penderita HIV terinfeksi TB berarti sudah pada tahap HIV/AIDS. Di dunia, TB
merupakan penyebab utama kematian penderita HIV.
2.4.2 MAC (MycobacteriumAviumComplex)
MAC adalah kuman bakteri yang berhubungan dengan TB. Kuman MAC sering
berada pada makanan, air dan tanah. Hampir semua orang memiliki kuman MAC
pada tubuh mereka. Namun, jika sistem kekebalan tubuh Anda kuat, MAC tidak
akan memberikan masalah.
MAC biasanya menyebabkan penyakit infeksi serius ketika HIV/AIDS sudah
mencapai angka CD4 di bawah 50. Infeksi dapat menjadi serius seperti infeksi darah
atau sepsis, hepatitis, dan pneumonia.
2.4.3 Pneumocystis Pneumonia
Pneumocystis Pneumonia (PCP) adalah infeksi serius yang menyebabkan
peradangan dan akumulasi cairan di paru-paru. Penyebab PCP adalah infeksi jamur
Pneumocystisjiroveci yang tersebar melalui udara. Jamur ini sangat umum dan
biasanya orang akan berhasil melawan infeksi ini pada usia 3 atau 4 tahun. Sistem
kekebalan tubuh yang baik dapat mengendalikan infeksi ini.
Sebaliknya pada penderita HIV/AIDS, infeksi ini dapat membuat penyakit
serius. Hampir 75% penderita HIV terinfeksi PCP. Penderita HIV/AIDS dengan
jumlah CD4 di bawah 200 lebih sering terinfeksi PCP.
2.4.4 CMV (Cytomegalovirus)
CMV adalah virus yang umum dan berhubungan dengan virus herpes yang
memberikan penyakit herpes oral (pada mulut). Pada orang dengan sistem
kekebalan tubuh yang baik, tidak masalah dengan virus ini. Hampir 8 dari 10 orang
memiliki virus ini pada tubuh mereka saat berusia 40 tahun.
Pada penderita HIV/AIDS, CMV dapat menyebabkan infeksi serius terutama
jika jumlah CD4 di bawah 100. Penderita dapat terinfeksi CMV melalui mata,
hidung, atau mulut setelah kontak dengan air liur, sperma, cairan vagina, darah,
urine, dan air susu ibu penderita. Penderita dapat mengalami infeksi mata serius
yang disebut retinitis dan berujung pada kebutaan.
2.4.5 Infeksi Oportunistik Lainnya
Infeksi oportunistik adalah infeksi serius yang terjadi pada sistem kekebalan
tubuh yang lemah, seperti pada penderita HIV. Sebaliknya, infeksi ini tidak
menimbulkan masalah pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang sehat.
Biasanya infeksi oportunistik baru menyerang penderita HIV ketika sudah menjadi
HIV/AIDS atau sel CD4 di bawah 200.
Hampir semua penyakit infeksi dapat menjadi infeksi oportunistik,
seperti candidiasis, Cryptococcusneoformans, Herpes simplex, Toxoplasmosis, dan
lainnya. Pada wanita, lebih sering terjadi infeksi bakteri pneumonia dan herpes dan
dapat menimbulkan kanker pada sistem reproduksi.
2.4.6 Lipodistrofi
Lipodistrofi atau redistribusi lemak adalah masalah pada tubuh dalam membuat,
menggunakan dan menyimpan lemak. Hampir sepertiga hingga setengah penderita
HIV mengalami lipodistrofi. Angka kejadian makin meningkat akibat penggunaan
obat HIV, yaitu ART (antiretroviraltherapy). Lipodistrofi pada penderita HIV lebih
mungkin terjadi pada penderita HIV yang parah dan sudah lama.
Pada pria, lebih sering terjadi kehilangan lemak (lipoartrofi) terutama pada
tangan dan kaki, wajah, dan bokong. Pada wanita, lebih sering terjadi penumpukan
lemak (lipohipertofi) khususnya pada perut, dada, serta belakang leher dan bahu.
Penderita juga dapat mengalami pertumbuhan lemak (tumor jinak) seperti lipoma.
2.4.7 Demensia
Penyakit HIV juga sering berhubungan dengan penurunan fungsi mental dan
keahlian motorik, terutama jika virus sudah menyerang sistem saraf. Akibatnya,
terjadi kerusakan otak dan menyebabkan HIV-associated neurocognitive disorders
(HAND). Terdapat tiga kelas dari HAND, yakni:
Asymptomatic neurocognitive impairment, ketika pada pemeriksaan terlihat
adanya penurunan kemampuan mental namun tidak memengaruhi kehidupan sehari-
hari.
Mild neurocognitive disorder, ketika sudah memengaruhi kemampuan seseorang
untuk melakukan pekerjaan sehari-hari.
HIV-associated dementia, ketika sudah sangat membatasi kemampuan
seseorang untuk hidup secara normal. Pada tahap akhir, penderita dapat
mengalami kejang, psikosis, dan kehilangan kemampuan untuk mengendalikan
kemampuan buang air kecil dan besar.
2.4.8 Kanker
Penderita HIV/AIDS juga rentan menjadi kanker, terutama kanker Non-Hodgkin
slymphoma (NHL) dan Kaposi’s sarkoma (KS). NHL adalah kanker sel darah putih
limfosit yang dimulai pada sistem kelenjar getah bening. Sehingga sel kanker
mudah menyebar ke organ lain seperti hati, tulang, otak, perut, dan lainnya. Pasien
HIV yang memiliki jumlah CD4 tinggi dan belum menjadi AIDS juga dapat
menderita kanker NHL.
KS adalah kanker dengan pembuluh darah kecil baru tumbuh di bawah kulit dan
dalam membran mulut, hidung, mata dan anus. Kanker ini dapat menyebar hingga
ke paru-paru, hati, perut, usus, dan kelenjar getah bening. Pria memiliki risiko
delapan kali lebih besar untuk terkena kanker KS.
2.4.9 Sindrom Wasting pada AIDS
Sindrom wasting pada AIDS bukanlah suatu penyakit khusus. Sindrom wasting
terjadi pada penderita yang kehilangan bobot tubuhnya sebanyak 10%, terutama
massa otot. Penderita juga mengalami diare minimal selama 1 bulan, kelemahan
yang ekstrem, serta demam yang tidak berhubungan dengan infeksi.
Sindrom ini membuat penderita lebih mudah terkena infeksi oportunistik,
demensia, dan bahkan kematian.
2.4.10 Penyakit kardiovaskular (CVD)
Penyakit Kardiovaskular adalah penyebab utama kematian di AS dan di seluruh
dunia dan individu dengan infeksi human immunodeficiency virus (HIV) -1 berada
pada peningkatan risiko CVD. Usia pasien HIV-1-terinfeksi, mereka lebih mungkin
dibandingkan rekan-rekan yang tidak terinfeksi mereka untuk mengembangkan
penyakit penyerta seperti hipertensi, diabetes, dislipidemia, dan disfungsi
ginjal. Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko CVD pada orang yang
hidup dengan HIV-1, termasuk infeksi HIV-1 itu sendiri serta faktor risiko CVD
konvensional (misalnya, penggunaan tembakau, konsumsi alkohol, penyalah gunaan
zat lain, hiperkolesterolemia, hipertensi, peningkatan glukosa darah, penuaan, jenis
kelamin pria).
Pada orang yang terinfeksi HIV, penggunaan ART yang terus menerus dikaitkan
dengan penurunan risiko kejadian CVD fatal atau nonfatal dibandingkan dengan
terapi antiretroviral episodik (berdasarkan jumlah CD4 +), walaupun penelitian
yang lebih baru menunjukkan hubungan yang kompleks antara terapi antiretroviral.
dan risiko CVD. Dalam kasus protease inhibitor (PIs), penggunaan PI yang lebih tua
telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kejadian terkait CVD karena obat ini
menyebabkan kelainan metabolisme seperti dislipidemia dan resistensi
insulin; Namun, PI yang lebih baru telah menunjukkan peningkatan profil risiko
CVD.
Terdapat banyak komplikasi dari penyakit HIV/AIDS. Lakukan pengobatan
HIV secara teratur dan sesuai saran dokter, agar terhindar dari komplikasinya yang
berbahaya dan mematikan

2.5 PENGOBATAN HIV


2.5.1 Bagaiman cara mengobati HIV dan AIDS?
HIV/AIDS Belum Dapat Disembuhkan
Sampai saat ini belum ada obat-obatan yang dapat menghilangkan HIV dari
dalam tubuh individu. Obat-obat yang selama ini digunakan berfungsi menahan
perkembangbiakan virus HIV dalam tubuh, bukan menghilangkan HIV dari dalam
tubuh. Untuk menahan lajunya tahap perkembangan virus beberapa obat yang ada
adalah antiretroviral dan infeksi oportunistik. Obat antiretroviral adalah obat yang
dipergunakan untuk retrovius seperti HIV guna menghambat perkembangbiakan
virus. Obat-obatan yang termasuk antiretroviral yaitu AZT, Didanosine,
Zaecitabine, Stavudine, dan lain sebagainya. Obat infeksi oportunistik adalah obat
yang digunakan untuk penyakit yang muncul sebagai efek samping rusaknya
kekebalan tubuh
Terapi antiretoviral (ARV) merupakan obat yang biasanya digunakan untuk
mengobati infeksi akibat penyakit HIV. Obat ARV tidak dapat menyembuhkan,
tetapi bisa membantu orang dengan HIV hidup lebih lama dan lebih sehat. Selain
itu, ARV juga membantu mengurangi risiko penularan HIV.
Tujuan utama obat ARV adalah mencegah dan mengurangi jumlah Human
Immunodeficiency Virus dalam tubuh dan menghambat virus dalam memperbanyak
diri. Dengan begitu, jumlah virusnya di dalam tubuh tidak terus bertambah.
Berkurangnya virus HIV memberi kesempatan bagi sistem kekebalan tubuh untuk
bisa pulih dan cukup kuat untuk melawan infeksi dan kanker. Selain itu, ketika
jumlah virusnya rendah dan tidak terdeteksi, kemungkinan untuk menularkan
infeksi Human Immunodeficiency Virus ini ke orang lain pun berkurang.
Saat terdeteksi infeksi Human Immunodeficiency Virus, biasanya diminta untuk
minum obat ART sesegera mungkin. Apalagi jika sedang dalam kondisi berikut:
1. Hamil
2. Memiliki infeksi oportunistik (infeksi penyakit lain bersamaan dengan HIV)
3. Memiliki gejala yang parah
4. Jumlah sel CD4 di bawah 350 (normal 600-1500 sel permikroliter (MCL))
5. Memiliki penyakit ginjal akibat HIV
6. Sedang dirawat karena hepatitis B atau C

Selain ART, ada banyak obat untuk HIV yang biasanya di kelompokkan dan di
kombinasikan sesuai dengan kegunaannya. Pemilihan rejimen ini akan berbeda tiap
orangnya karena biasanya disesuaikan dengan efek samping dan interaksi obat lain
yang digunakan. Untuk itu dokterlah yang akan memilihkan kira-kira rejimen mana
yang sekiranya cocok untuk mengobati kondisi ini.
Apabila terinfeksi oleh HIV, pengobatan yang tersedia untuk secara dramatis
mengubah perjalan infeksi adalah :

1. HIV/AIDS diobati dengan mengikuti program pengobatan yang dikenal dengan


terapi retrovirus sangat aktif (highly active retrovial therapy, HAART). HAART
meliputi kombinasi obat-obat yang termasuk satu atau lebih obat berikut ini :
2. Nucleoside reverse transcription inhibitor (NRTI). Obat ini (misalnya,
azidotimidin atau AZT) mengganggu transkripsi virus ke dalam DNA pejamu
dengan menghambat kerja enzim reverse transcriptase dengan mengganggu
ketersediaan nukleosida (timidin). NRTI adalah kelas pertama obat antiretroviral
yang disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat, dan tetap sebagai komponen
kunci dari sebagian besar rejimen kombinasi. Obat-obatan ini pada awalnya
diresepkan sebagai monoterapi diikuti oleh 2 kombinasi NRTI (seperti
zidovudine + didanosine, zidovudine + zalcitabine, (zidovudine atau stavudine)
+ lamivudine, atau stavudine + didanosine). Kombinasi rejimen antiretroviral
saat ini biasanya terdiri dari 2-NRTI sebagai “tulang punggung” untuk
digunakan dalam kombinasi dengan obat ketiga atau keempat, biasanya NNRTI,
PI yang dikuatkan, PI yang INSTI, atau antagonis CCR5.

 3TC (lamivudin)
 Abacavir (ABC)
 AZT (ZDV, zidovudin)
 d4T (stavudin)
 ddI (didanosin)
 Emtrisitabin (FTC)
 Tenofovir (TDF; analog nukleotida)

3. Non-nucleoside reverse transcription inhibitor (NNRTI). Obat ini bekerja


melalui pengikatan non-kompetitif untuk menghambat tempat aktif pada enzim
reverse transcriptase. Obat ini bekerja efektif bila dikombinasikan dengan obat
lain seperti NRTI.

 Delavirdin (DLV)
 Efavirenz (EFV)
 Etravirin (ETV)
 Nevirapin (NVP)
 Rilpivirin (RPV)

4. Inhibitor protease, yang menghambat kerja protease yang diperlukan untuk


pembentukan partikel virus matang. Selain efektif, terapi inhibitor protease
berhubungan dengan kondisi yang disebut lipodistrofi terkait HIV. Hal ini
ditandai oleh hiperlipidemia, resistensi insulin, dan re-distribusi lemak tubuh
pada abdomen, payudara, dan punggung. Etiologi sindrom ini multifactor, dan
meliputi efek inhibitor protease terhadap penurunan lemak dari jaringan adipose
dan terhadap diferensiasi pra-adiposit.

 Atazanavir (ATV)
 Darunavir (DRV)
 Fosamprenavir (FPV)
 Indinavir (IDV)
 Lopinavir (LPV)
 Nelfinavir (NFV)
 Ritonavir (RTV)
 Saquinavir (SQV)
 Tipranavir (TPV)

5. CCR5 Edit genom adalah sebuah proses menyisipkan, mengganti, atau


menghilangkan gen tertentu dari genom. Proses edit genom dibantu dengan
senyawa nuklease. Senyawa itu berperan memotong dan menyambung gen
sehingga sering disebut gunting molekuler. Dalam upaya mengatasi HIV dengan
edit genom, peneliti menggunakan gunting molekuler bernama Zinc Finger
Nuclease (ZFN). Dengan gunting molekuler itu, peneliti berupaya memutasikan
gen bernama CCR5, membuatnya tak berfungsi. Pada manusia normal, CCR5
berfungsi menghasilkan protein yang justru membantu HIV menyerang
kekebalan tubuh.
 Terapi HAART tidak menyembuhkan AIDS, tetapi dapat secara dramatis
memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita AIDS.
Pertanyaan muncul seputar kapan terapi dimulai, dengan pertimbangan efek
samping dan potensial resistensi virus terhadap obat. Hasil riset
menunjukkan bahwa terapi yang dimulai lebih dini selama perjalanan infeksi
dapat mencegah efek samping yang sangat parah dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
 HAART aman dan efektif bila diberikan pada wanita hamil, meski efek
teratogenesis masih dipertanyakan. Rekomendasi terkini adalah terapi
dihentikan selama trimester pertama dan kemudian kembali dilakukan bila
perlu.
 HAART aman digunakan pada bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV.
 Selain efek samping dari inhibitor protease, terdapat pula efek samping obat-
obat NRTI dan NNRTI, termasuk mual, sakit kepala, dan supresi sumsum
tulang yang mengarah pada anemia dan keletihan. Kepatuhan terhadap obat
HAART sulit dan bahkan tidak mungkin dilakukan pada beberapa pasien.
Obat harus dikonsumsi secara sering dan pada saat-saat tertentu dalam sehari.
Biaya terapi kombinasi jangka panjang sangat tinggi dan HIV berdampak
pada kemiskinan. Oleh karena itu, terapi ini tidak mungkin digunakan pada
beberapa negara dan penderita yangtidak terjamin asuransi.
 Diet sehat dan gaya hidup bebas stress adalah factor yang penting. Terapi
harus meliputi pendidikan untuk menghindari mengonsumsi alcohol,
merokok, dan obat- obat terlarang. Stress, gizi buruk, alcohol, dan obat-obat
lain diketahui mengganggu fungsi imun.
 Menghindari infeksi lain, karena infeksi tersebut dapat mengaktifkan sel T
dan dapat mempercepat replikasi HIV. Untuk mencegah infeksi, harus
diberikan vaksin yang ada, sepanjang tidak digunakan vaksin virus hidup.
 Terapi untuk kanker dan infeksi spesifik apabila penyakit tersebut muncul.

Terapi antiretroviral di rekomendasikan untuk semua orang yang hidup dengan


infeksi HIV. Data dari uji coba START harus menghilangkan keraguan yang tersisa
tentang manfaat luar biasa dari terapi antiretroviral untuk semua orang yang
terinfeksi HIV. Pilihan rejimen antiretroviral harus didasarkan pada hasil uji klinis
acak ini dan pada faktor spesifik pasien. Pedoman terbaru menunjukkan bahwa
pemantauan dapat terjadi lebih jarang bagi individu yang merespons pengobatan
dengan baik.
Penemuan siklus hidup replikasi HIV pada sel T CD4 manusia mengarah pada
identifikasi target obat potensial untuk menghentikan atau memperlambat proses
replikasi. Ini menghasilkan kemajuan ilmiah yang belum pernah terjadi sebelumnya
dalam penemuan obat dan proses pengembangan obat.

Tujuan utama terapi antiretroviral adalah untuk :

1. Mencapai dan mempertahankan penekanan viremia plasma hingga di bawah


tingkat deteksi tes saat ini;

2. meningkatkan fungsi kekebalan secara keseluruhan seperti yang ditunjukkan


oleh peningkatan jumlah sel T CD4

3. memperpanjang kelangsungan hidup;

4. mengurangi morbiditas terkait HIV;

5. meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan; dan

6. mengurangi resiko penularan HIV ke orang lain

Untuk mencapai tujuan ini, dokter dan pasien harus mengenali beberapa prinsip
utama :

1. Rejimen antiretroviral saat ini tidak memberantas HIV, peningkatan


perjalanan virus terjadi dengan cepat setelah penghentian pengobatan, diikuti
oleh penurunan CD4, dengan potensi pengembangan penyakit
2. Kepatuhan yang ketat terhadap rejimen yang diresepkan sangat penting untuk
menghindari peningkatan viral load dan potensi untuk seleksi mutasi
resistansi obat

3. rejimen kombinasi harus terdiri lebih dari 3 (tetapi setidaknya 2) agen aktif
berdasarkan hasil tes resistansi genotype

Penularan HIV yang resistan terhadap obat dapat terjadi, oleh karena itu tes
resistansi genotip pada umumnya direkomendasikan sebelum memulai terapi untuk
menghindari resep terapi suboptimal. Walaupun ada kemanjuran rejimen
antiretroviral ini, beberapa pasien mungkin mengalami kegagalan pengobatan
dengan resistansi obat HIV. Pada pasien-pasien ini, terapi mungkin lebih kompleks
dan memerlukan penggunaan beberapa kelas obat, berdasarkan pengujian
kerentanan obat genotip atau fenotipik. Kombinasi terapi antiretroviral yang efektif
dapat menekan viremia HIV secara tahan lama dan telah secara dramatis
meningkatkan morbiditas dan mortalitas terkait HIV. Untuk pasien yang belum
pernah memakai ART, rejimen kombinasi biasanya terdiri dari 2 NRTI + obat
ketiga. Karena peningkatan jumlah pilihan, pemilihan rejimen ART dapat dilakukan
secara individual, berdasarkan kemanjuran, efek samping, komorbiditas, frekuensi
dosis, beban pil, potensi interaksi obat atau resistansi obat. Keberhasilan dan
kombinasi yang tahan lama membutuhkan kepatuhan yang kuat terhadap terapi
jangka panjang.
Pasien HIV juga dapat mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari.
Karena itu, pasien perlu mengetahui efek samping yang timbul akibat konsumsi
obat ini, di antaranya:
1. Diare.
2. Mual dan muntah.
3. Mulut kering.
4. Kerapuhan tulang
5. Kadar gula darah tinggi
6. Kadar kolesterol abnormal
7. Kerusakan jaringan otot (rhabdomyolysis)
8. Penyakit jantung
9. Pusing
10. Sakit kepala
11. Sulit tidur.
12. Tubuh terasa lelah.
Obat Antiretroviral (ARV) makin tersedia secara luas dan mengubah dengan
cepat perawatan HIV/AIDS. Obat ARV tidak untuk menyembuhkan HIV, tetapi
dapat menurunkan kesakitan dan kematian secara dramatis, serta memperbaiki
kualitas hidup pada orang dewasa maupun anak. Di Indonesia yang sumber dayanya
terbatas dianjurkan orang dewasa dan anak yang terindikasi infeksi HIV, harus
segera mulai ART. Kriteria memulai didasarkan pada kriteria klinis dan imunologis
dan menggunakan pedoman pengobatan baku yang sederhana yaitu Pedoman
Tatalaksana Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral Pada Anak di Indonesia (Depkes
RI-2008)

2.5.2 Studi Kasus


ARTICLES| VOLUME 5, ISSUE 8, PE438-E447, AUGUST 01, 2018
Viral suppression and HIV transmission in serodiscordant male couples: an
international, prospective, observational, cohort study
( Penekanan virus dan penularan HIV pada pasangan pria serodiskordan:
studi kohort internasional, prospektif, observasional )
Benjamin R Bavinton, PhD, Angie N Pinto, MBBS, Nittaya Phanuphak, PhD,
Beatriz Grinsztejn, PhD, Garrett P Prestage, PhD, Iryna B Zablotska-Manos, PhD
Published:July 16, 2018 DOI:https://doi.org/10.1016/S2352-3018(18)30132-2

Ringkasan
Latar Belakang
Bukti tentang perjalanan virus dan risiko penularan HIV pada pasangan
homoseksual laki-laki HIV-serodiskordan terbatas pada satu penelitian yang
diterbitkan. Kami menghitung tingkat penularan pada pasangan yang melaporkan
hubungan seks tanpa kondom (CLAI), ketika pasangan HIV-positif ditekan secara
viral, dan profilaksis pra pajanan harian (PrEP) tidak digunakan oleh pasangan yang
HIV-negatif.

Metode
Dalam studi kohort observasional Opposites Attract, pasangan homoseksual pria
serodiskordan direkrut dari 13 klinik di Australia, satu di Brazil, dan satu di
Thailand. Pada kunjungan studi, pasangan HIV-negatif memberikan informasi
tentang perilaku seksual dan diuji untuk HIV dan infeksi menular seksual; Pasangan
HIV-positif melakukan tes viral load HIV, jumlah CD4, dan tes infeksi menular
seksual. Penekanan virus didefinisikan sebagai kurang dari 200 salinan per mL.
Penularan HIV dalam pasangan yang terkait diidentifikasi dengan analisis
filogenetik. Insidensi dihitung per tahun-tahun masa tindak lanjut, dengan fokus
pada periode dengan CLAI, tidak ada penggunaan PrEP harian, dan penekanan
virus. Batas CI 95% satu sisi untuk tingkat penularan HIV dihitung dengan metode
Poisson yang tepat.

Temuan
Dari 8 Mei 2012, hingga 31 Maret 2016, di Australia, dan 7 Mei 2014, hingga
31 Maret 2016, di Brasil dan Thailand, 358 pasangan terdaftar. 343 pasangan
memiliki setidaknya satu kunjungan tindak lanjut dan di tindak lanjuti selama 588 ·
4 pasangan-tahun. 258 (75%) dari 343 pasangan HIV-positif secara konsisten
memiliki viral load kurang dari 200 per mL dan 115 (34%) dari 343 pasangan HIV-
negatif menggunakan PrEP setiap hari selama masa tindak lanjut. 253 (74%) dari
343 pasangan melaporkan CLAI dalam pasangan selama tindak lanjut, dengan total
16.800 tindakan CLAI. Tiga infeksi HIV baru terjadi tetapi tidak ada yang terkait
secara filogenetik. Ada 232 · 2 pasangan-tahun masa tindak lanjut dan 12 447
tindakan CLAI pada periode ketika CLAI dilaporkan, pasangan HIV-positif ditekan
secara viral, dan pasangan HIV-negatif tidak menggunakan PrPP harian,
menghasilkan batas CI atas 1 · 59 per 100 beberapa tahun masa tindak lanjut untuk
tingkat transmisi.

Penafsiran
Pengobatan HIV sebagai pencegahan efektif pada pria yang berhubungan seks
dengan pria. Meningkatkan tes HIV dan menghubungkannya dengan pengobatan
segera adalah strategi penting dalam pencegahan HIV pada pria homoseksual.

Pendanaan
Dewan Penelitian Kesehatan dan Medis Nasional; amfAR, Yayasan Penelitian
AIDS; ViiV Healthcare; dan Ilmu Gilead.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
HIV dan AIDS adalah dua kondisi yang berbeda. Meski berbeda, keduanya saling
berhubungan. AIDS disebabkan oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV),
adalah virus yang dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh secara drastis.yaitu suatu
lentivirus dari golongan retroviridae. HIV merupakan virus penyakit yang menyerang dan
menghancurkan sel CD4. Cell CD4 adalah sel dari sistem kekebalan tubuh yang melawan
infeksi. Hilangnya sel CD4 ini menyulitkan tubuh untuk melawan infeksi dan kanker
yang di sebabkan oleh jenis Human Immunodeficiency Virus.
AIDS adalah suatu kondisi ketika stadium penyakit HIV sudah cukup parah. Biasanya
kondisi ini di tandai dengan munculnya penyakit lain seperti kanker dan berbagai infeksi
yang muncul seiring dengan melemahnya sistem kekebalan tubuh. Meskipun tidak
menunjukkan gejala apapun, namun masih dapat menularkan virus ke orang lain. Ini
karena penyakit Human Immunodeficiency Virus adalah kondisi yang dapat memakan
waktu hingga 2 sampai 15 tahun sampai bisa memunculkan gejala.
HIV/AIDS adalah penyakit yang bisa ditularkan melalui kontak dengan luka, darah,
air mani, dan cairan vagina dari orang yang terinfeksi virus tersebut. Sebagai contoh
ketika berhubungan seks tanpa kondom, berisiko tertular virus ini tanpa sadar.
HIV merupakan virus yang tergolong ke dalam keluarga retrovirus subkelompok
lentivirus. Hingga saat ini lentivirus tertua diduga berasal dari 12 juta tahun lalu. Namun
penelitian terbaru yang dilakukan pada Lemur menunjukkan, lentivirus telah ada sejak 60
juta lalu. Ilmuwan dari Czech Academy of Sciences menggunakan data genetik dari
Malayan flying lemur atau biasa disebut kubung sunda.
Dikutip dari Daily Mail, Rabu (10/8/2016), para peneliti melihat tiga sampel data
genetik kuno yang mengungkap bahwa lentivirus kemungkinan telah muncul sejak 60
juta tahun lalu. Lentivirus merupakan virus lambat dengan masa inkubasi lama yang
menjadi penyebab berbagai penyakit pada spesies hewan yang berbeda. Lentivirus berasal
dari sekitar sembilan cabang evolusi, dan dapat menginfeksi berbagai hewan termasuk
primata, kucing, dan kuda.
DAFTAR PUSTAKA

Katzung.Basic & Clinical Pharmacology. EGC

Elizabet J. Corwin. Buku Saku Patofisiologi. EGC

Dr. Hasdianah H.R ; Prima Dewi, M.Kes. Medical Book (Virologi). Numed

https://s.docworkspace.com/d/AOhZa1CZ7cY3otKz3dOmFA

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4143801/

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26192873

https://www.thelancet.com/journals/lanhiv/article/PIIS2352-3018(18)30132-2/fulltext

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/30025681

Anda mungkin juga menyukai