Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUH Perdata), yaitu “suatu perbuatan yang mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Berbeda
dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang
menimbulkan adanya hubungan hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan
bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Disamping perjanjian kita mengenal pula istilah kontrak. Secara gramatikal,
istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, contract. Baik perjanjian maupun
kontrak mengandung pengertian yang sama, yaitu suatu perbuatan hukum
untuk saling mengikatkan para pihak kedalam suatu hubungan hukum
perikatan. Istilah kontrak lebih sering digunakan dalam praktek bisnis.
Karena jarang sekali orang menjalankan bisnis mereka secara asal-asalan,
maka kontrak-kontrak bisnis biasanya dibuat secara tertulis, sehingga kontrak
dapat juga disebut sebagai perjanjian yang dibuat secara tertulis.
Bentuk kontrak bisa saja berbeda-beda pada masing-masing instansi atau
daerah, namun isi dari kontrak khususnya konstruksi harus terpenuhi sesuai
amanat Undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa Kontruksi, ketika
dalam klausul kontrak tidak diperjanjikan ketentuan-ketentuan yang menjadi
syarat minimal, tentu keberadaanya perlu dipertanyakan, karena kontrak kerja
konstruksi memiliki aturan yang sangat jelas untuk diimplementasikan.
Kontrak kerja Konstruksi dalam peraturan perundang-undangan
memiliki ketentuan-ketentuan wajib dan ketentuan-ketentuan tambahan,
ketentuan-ketentuan wajib merupakan hal yang mengikat dan harus tertuang
dalam klausul kontrak, sedangkan ketentuan-ketentuan tambahan boleh
dimasukkan, tergantung pada perlu atau tidaknya klausul dalam suatu

1
pekerjaan yang akan dilaksanakan artinya ketentuan-ketentuan tambahan
tergantung pada kondisi pekerjaan yang ada

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas maka dapat dijabarkan ke dalam
pertanyaan sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan kontrak atau Perjanjian?
2. Apa saja prinsip-prinsip dasar kontrak atau karakteristik kontrak?
3. Apa yang dimaksud dengan Bahasa Kontrak yang dibakukan?
4. Klausul apa saja yang tercantum dalam kontrak konstruksi?
5. Apakah Kontrak Pengadaan Pemerintah hanya berdasarkan Hukum
Perdata?
6. Apa yang dimaksud dengan Klausa Perubahan, Penambahan, Sanksi,
pilihan hukum dan Force Majeur?
7. Apa yang dimaksud dengan klausa pilihan penyelesaian sengketa?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrak atau Perjanjian


Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313
KUH Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah “ suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Salim H.S., S.H., M.S., perjanjian atau kontrak merupakan hubungan
hukum antara subjek hukum yang satu dengan dengan subjek hukum yang lain
dalam bidang harta kekayaan, dimana subjek hukum ang satu berhak atas
prestasi dan begitu juga subjek hukum yang lain berkewajiban untuk
melaksanakan prestasinya sesuai dengan yang telah disepakatinya.”
Menurut Subekti, suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang
berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan satu hal. Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua
orang tersebut yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu
berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.
Dengan demikian hubungan antara perjanjian dengan perikatan adalah bahwa
perjanjian itu menerbitkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan,
disampingnya sumber-sumber lain. Sumber-sumber lain ini mencakup denga
nama undang-undang. Jadi, ada perikatan yang lahir dari perjanjian dan ada
perikatan yang lahir dari undang-undang.
Dengan sekian banyak pengertian perjanjian yang telah dipaparkan di atas, ada
tiga unsur yang dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau dalam istilah bisnis biasa di sebut kreditor
2. Ada orang yang dituntut, atau yang dalam istilah bisnis biasa disebut debitur
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.

3
B. Prinsip-Prinsip Dasar Kontrak dan Karakteristik Kontrak
 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
Ada beberapa prinsip hukum kontrak yang sangat mendukung eksistensi
suatu kontrak baku, yaitu prinsip-prinsip hukum sebagai berikut:
1. Prinsip kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan adanya kesepakatan
kehendak yangbenar-benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi
kedua belah pihak akhirnya juga menandatangani kedua kontrak
tersebut. Dengan penandatanganan tersebut, maka dapat diasumsi
bahwa kedua belah pihak telah menyetujui isi kontrak tersebut,
sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kata sepakat
telah terjadi.
2. Prinsip Asumsi Resiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan
asumsi resiko. Artinya bahwa jika ada resiko ada resiko tertentu yang
mungkin terbit dari suatu kontrak tetapi salah satu pihak bersedia
menanggung risiko tersebut sebagai hasil dari tawar menawarnya,
maka jika memang jika risiko tersebut benar-benar terjadi, pihak yang
mengasumsi risiko tersebutlah yang harus menagunggung risikonya.
Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka dengan
menandatangani kontrak yang bersangkutan, berart segala risiko
apapun bentuknyaakan ditanggung oleh pihak yang
menandatanganinya sesuai isi dari kontrak tersebut.
3. Prinsip Kewajiban membaca
Sebenarnya, dalam ilmu hukum kontrak diajarkan bahwa ada
kewajiban membaca (duty to read) bagi setiap pihak yang akan
menandatangani kontrak. Dengan demikian, jika dia telah
menandatangani kontrak yang bersangkutan, hukum
mengasumsikanbahwa dia telah membacanyadan menyetujui apa
yang telah dibancanya.

4
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Memang sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak
dibuat secara baku. Karena kontrak baku tersebutmenjai terikat,
antara lain juga karena keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap
kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal
yang bersifat kebiasaan. Lihat pasal 1339 KUHPerdata Indonesia.
Dan kontrak baku merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam lalu
lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan masyarakat,
sehingga eksistensinya mestinya tidak perlu dipersoalkan lagi.

 Karakteristik Kontrak
Ciri khas atau karakteristik yang paling penting dari suatu kontrak adalah
adanya kesepakatan bersama (mutual consent) para pihak. Kesepakatan
bersama ini bukan hanya merupakan karakteristik dalam pembuatan
kontrak, tetapi hal itu penting sebagai suatu niat yang diungkapkan kepada
pihak lain. Di samping itu, sangat mungkin untuk suatu kontrak yang sah
dibuat tanpa adanya kesepakatan bersama.

C. Bahasa Kontrak yang dibakukan


Kontrak baku adalah kontrak berbentuk tertulis yang te-lah digandakan berupa
formulir-formulir, yang isinya te-lah distandardisasi atau dibakukan terlebih
dahulu secara sepihak oleh para pihak yang menawarkan, serta di-tawarkan
secara massal, tanpa mempertimbangkan perbedaan kondisi yang dimiliki
konsumen.
Istilah perjanjian baku atau standar dalam istilah bahasa Inggris terdapat istilah
standardized agreement, stan-dardized contract, pad contract, standard contract,
con-tract of adhesion, standaardvoorwaarden (Belanda), contrat D’adhesion
(Perancis), Allgemeine Geschaftben-dingungen (Jerman), perjanjian standar,
perjanjian baku, kontrak standar, atau kontrak baku

5
Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris
disebut standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar
artinya tolok ukur yang dipakai sebagai patokan.Dalam hubungan ini,
perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolok ukur yang dipakai
sebagai patokan atau pedoman bagi setiap kon-sumen yang mengadakan
hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibakukan dalam perjanjian
baku ialah model, rumusan, dan ukuran.
Yang dimaksud dari bahasa dari kontrak yang dibakukan yaitu bahasa dari
Perjanjian baku memuat syarat-syarat baku yaitu:
 menggunakan kata-kata atau susunan kalimat yang teratur dan rapi.
 Huruf yang dipakai jelas, rapi, kelihatan isinya dan mudah dibaca
dalam waktu singkat, agar hal ini tidak merugikan konsumen.
 Contoh perjanjian baku adalah polis asuransi, kredita dengan jaminan,
tiket pengangkutan dan lainnya.
 Format penulisan perjanjian baku meliputi model, rumusan, dan
ukuran. Format ini dibakukan, artinya sudah ditentukan model,
rumusan, dan ukurannya, sehingga tidak dapat diganti, diubah, atau
dibuat dengan cara lain karena sudah dicetak.
 Model perjanjian dapat berupa blanko naskah perjanjian lengkap, atau
blanko formulir yang dilampiri dengan naskah syarat-syarat
perjanjian, atau dokumen bukti perjanjian yang memuat syarat-syarat
baku.

D. Klausa apa saja yang tercantum dalam kontrak konstruksi?


Kontrak kerja Konstruksi dalam peraturan perundang-undangan memiliki
ketentuan-ketentuan wajib dan ketentuan-ketentuan tambahan,
ketentuan-ketentuan wajib merupakan hal yang mengikat dan harus tertuang
dalam klausul kontrak, sedangkan ketentuan-ketentuan tambahan boleh
dimasukkan, tergantung pada perlu atau tidaknya klausul dalam suatu
pekerjaan yang akan dilaksanakan artinya ketentuan-ketentuan tambahan
tergantung pada kondisi pekerjaan yang ada.

6
Terpisahnya surat perjanjian dan pokok-pokok perjanjian, membuat kontrak
saat ini memungkinkan tidak terpenuihinya amanat Undang-undang Jasa
Konstruksi, sebab para Pengguna Jasa saat ini lebih terfokus pada surat
perjanjian semata, sedangkan hal substansi lainnya yang seharusnya
dituangkan dalam pokok-pokok perjanjian jadi terlupakan, sehingga isi
minimal kontrak konstruksi tidak terpenuihi dengan baik.
Terkait dengan surat perjanjian atau kontrak diatur dan dijelaskan dalam
peraturan perundang-undangan baik dalam Peraturan Presiden, Peraturan
Pemerintah dan Undang-undang, yang tentunya peraturan tersebut secara
hirarkhi tidak boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya yang lebih
tinggi, ketika peraturan dibawahnya bertentangan dengan peraturan diatasnya,
maka sebaiknya kembali keperaturan yang lebih tinggi.

Khusus pekerjaan konstruksi dalam penyusunan kontrak, tentu akan mengacu


lebih dulu pada undang-undang Jasa Konstruksi, segala hal yang belum diatur
dalam Undang-undang pasti diatur dan dijelaskan oleh peraturan dibawahnya
yaitu Peraturan Pemerintah, begitu selanjutnya keperaturan dibawahnya,
termasuk pentunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan, yang tentunya tidak
boleh bertentangan dengan peraturan diatasnya.

Acuan utama kontrak kerja konstruksi adalah Undang-undang nomor 2 tahun


2017 tentang Jasa konstruksi, sementara turunan dari Undang-undang tersebut
yaitu Peraturan Pemerintah belum keluar dan diundangkan, bagaimana
menyikapi kondisi tesebut? Tentu tidak akan menjadi penghalang dalam
keberlangsungan jasa konstruksi, Peraturan Pemerintah yang menjadi turunan
Undang-undang sebelumnya (Undang-undang nomor 18 Tahun 1999) yang
tidak bertentangan dengan Undang-undang yang baru terntu dapat digunakan
sebagai Pedoman dalam penyusunan kontrak.

Sesuai dengan amanat undang-undang nomor 2 tahun 2017 tentang Jasa


konstruksi, pada pasal 47 dijelaskan, bahwa ketentuan-ketentuan Kontrak

7
Kerja Konstruksi yang harus dituangkan dalam perjanjian paling sedikit
mencakup uraian mengenai :

1. Para Pihak
Para pihak yang berkontrak diuraikan secara jelas nama dan alamat
masing-masing pihak yaitu wakil Pengguna jasa dan wakil Penyedia Jasa,
yang bertindak untuk atas nama penyedia jasa sesuai dengan yang ada pada
akte pendirian perusahaan atau perubahan (jika ada), sedangkan dari
Pengguna jasa adalah wakil yang telah ditunjuk untuk melaksanakan
perikatan hukum dengan Penyedia Jasa.
Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi dasar dari pelaksanaan
pekerjaan yang diperjanjikan berupa ketentuan-ketentuan, peraturan
perundang-undangan, petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan dimuat
dan disampaikan secara berurutan disusun sesuai hirarkhi, kemudian latar
belakang sebelum terjadinya kontrak disampaikan seperti maksud dari
pembangunan yang akan dikerjakan, proses maupun hasil tender dan
pernyataan kesanggupan melaksanakan pekerjaan oleh pemenang tender.
Selain itu kedua belah pihak harus bersepakat untuk menyetujui hal-hal
penting lainnya seperti jenis kontrak yang akan digunakan, nilai kontrak
termasuk pajak penambahan nilai (PPN) dan pajak lainnya,
dokumen-dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari Kontrak.
Dokumen-dokumen yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak
terpisahkan dari kontrak adalah sebagai berikut :
a. Addendum surat perjanjian (Bila ada)
b. Pokok-pokok perjanjian
c. Surat penawaran berikut daftar kuantitas dan harga
d. Syarat-syarat khusus kontrak
e. Syarat-syarat umum kontrak
f. Spesifikasi
g. Gambar-gambar
h. Dokumen lainnya.

8
2. Rumusan Pekerjaan
Rumusan pekerjaan merupakan lingkup pekerjaan yang diperjanjikan,
dimana hal tersebut berupa nama paket pekerjaan dengan mencantumkan
nama program kegiatan, dalam rumusan tersebut juga buat volume yang
akan di kerjakan dalam bentuk unit, buah atau panjang, dalam rumusan ini
juga dijelaskan secara singkat proses pekerjaan mulai dari mempersiapkan
lapangan sampai dilakukannya serah terima pekerjaan.

3. Masa Pertanggungan
Masa pertanggungan memuat tentang jangka waktu pelaksanaan dan
pemeliharaan yang menjadi tanggung jawab Penyedia jasa, selama masa
pelaksanaan adanya jaminan pertanggungan kesiapan pekerjaan dan pada
saat masa pemeliharaan adanya jaminan perbaikan terhadap kerusakan
oleh Penyedia jasa, kedua masa tersebut diakhiri dengan serah terima
pekerjaan, serah terima pertama (PHO) untuk akhir masa pelaksanaan dan
serah terima akhir (FHO) untuk selesainnya masa pemeliharaan.

4. Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban terhadap paket pekerjaan yang akan dilaksanakan
bagian dari klausul yang diperjanjikan, untuk Penyedia jasa secara umum
haknya berupa menerima pembayaran dan kewajibannya adalah
menyelesaikan pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, selain itu
penyedia jasa harus menyiapkan seluruh administrasi pekerjaan sebagai
pertanggungjawaban dari pekerjaannya.

Untuk Pengguna jasa haknya secara umum adalah menerima hasil


pekerjaan tepat waktu, tepat mutu dan tepat biaya, dengan memeriksa
seluruh administrasi proyek yang disampaikan oleh Penyedia jasa,
sedangkan kewajiban dari Pengguna jasa adalah membayar hasil pekerjaan
tepat waktu, keterlambatan pembayaran dalam kontrak konstruksi akan
menjadi cidera janji bagi Pengguna jasa, oleh sebab itu dalam kontrak
konstruksi paling lambat sebelum penandatanganan kontrak terkait dana
yang dialokasikan untuk pekerjaan tersebut harus sudah tersedia.

9
Oleh sebab itu sebelum kontrak ditandatangani Pengguna jasa diminta
untuk menunjukkan surat kemampuan membayar kepada Penyedia jasa,
dimana surat kemampuan membayar tersebut dibuktikan dengan dokumen
dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank dan
dokumen ketersediaan anggaran, terkait dengan pembiayaan Jasa
konstruksi untuk lebih jelas bisa dilihat dan dibaca pada pasal 55 dan 56
Undang-undang jasa konstruksi.
5. Tenaga Kerja
Tenaga kerja konstruksi diklasifikasikan berdasarkan bidang keilmuan
yang terkait jasa konstruksi, dimana yang tergolong tenaga kerja konstruksi
adalah operator, teknisi atau analis dan ahli, pengaturan tenaga kerja dalam
kontrak harus disampaikan dengan jelas, baik dari segi jumlah dan
sesuaikan dengan tugas pokok dan fungsinya, tenaga kerja yang
dituangkan adalah tenaga ahli dan tenaga terampil.
Persyaratan tenaga ahli dan terampil pengaturannya terhadap persyaratan
klasifikasi dan kualifikasinya, kemudian prosedur penerimaan dan
pemberhentian tenaga yang diperkerjakan tersebut harus sesuai dengan
prosedur yang berlaku dan selanjutnya jumlah tenaga ahli yang digunakan
pada pekerjaan yang akan dilaksanakan disesuaikan dengan jenis pekerjaan
bersangkutan.

6. Cara Pembayaran
Cara pembayaran dalam kontrak kerja konstruksi harus dipilih salah satu
dari 3 (tiga) cara pembayaran umumnya yaitu sertifikat bulanan, termyn,
dan sekaligus, dalam kontrak kerja cara pembayaran harus jelas, pilihlah
cara pembayaran yang memberikan kenyamanan dan yang paling mudah,
sehingga proses pelaksanaan pekerjaan dapat berjalan dengan baik dan cara
pembayaran yang dipilih dapat memberikan kelancaran bagi
keberlangsungan pelaksanaan pekerjaan tersebut.
Kemudian selain proses pembayaran terhadap tagihan kemajuan pekerjaan,
uang muka dalam kontrak konstruksi harus tegas diberikan atau tidak,
jangan menggunakan bahasa yang bermakna ganda, karena dalam

10
peraturan perundang-undangan uang muka tersebut dapat diberikan, maka
silakan gunakan bahasa diberikan atau tidak diberikan, ketika bahasa
tersebut diberikan, namun penyedia jasa tidak mengambil uang muka maka
hal tersebut tidak akan menjadi perseoalan.
7. Wanprestasi
Wanprestasi memuat ketentuan mengenai cidera janji, dimana cidera janji
bisa dilakukan oleh Penyedia Jasa dan bisa juga dilakukan oleh Pengguna
jasa, dimana cidera janji tersebut bisa berakibat pada putus kontrak
sepihak, putus kontrak sepihak dapat dilakukan oleh kedua belah pihak
yang melakukan perikatan hukum, tergantung pihak mana yang melakukan
cidera janji tersebut.
Cidera janji yang dilakukan oleh Penyedia jasa dalam pelaksanaan Kontrak
kerja konstruksi adalah tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak memenuhi
mutu, tidak memenuhi kuantitas dan tidak menyerahkan hasil pekerjaan,
sedangkan cidera janji yang dilakukan oleh Pengguna jasa adalah terlambat
membayar, tidak membayar dan terlambat menyerahkan sarana
pelaksanaan pekerjaan.

Wanprestasi atau cidera janji dapat berakibat pada pemutusan kontrak


sepihak, baik oleh Pengguna jasa maupun oleh Penyedia Jasa, Pemutusan
kontrak sepihak oleh Penyedia jasa memang tidak lazim terdengar, namun
dalam setiap perjanjian pemutusan kontrak dapat dilakukan oleh kedua
belah pihak yang melakukan perikatan hukum, hal ini biasanya terjadi
apabila tidak terpenuhinya hak dan kewajiban salah satu pihak pada masa
pelaksanaan dan masa pemeliharaan pekerjaan.
8. Penyelesaian Perselisihan
Penyelesaian perselisihan adalah terhadap para unsur-unsur pelaku
pelaksanaan pekerjaan, selain itu juga terhadap unsur-unsur pelaku dengan
pihak lain yang sewaktu-waktu muncul dilapangan, oleh sebab itu untuk
menyelesaikan persolan baik teknis maupun non teknis, maka dalam
rangka penyelesaian terhadap persoalan yang timbul diatur dengan jelas
pada perjanjian.

11
9. Pemutusan Kontrak
Pemutusan kontrak dapat dilakukan apabila tidak terpenuhinya hak dan
kewajiban salah satu pihak, dimana salah satu pihak dalam pelaksanaan
pekerjaan melakukan wanprestasi/cidera janji, terkait pemutusan kontrak
tersebut harus diatur ketentuan-ketentuannya, seperti kapan harus
dilakukan pemutusan kontrak dan langkah-langkah apa yang harus dilalui
sehingga kontrak tersebut dapat diputus.
Pasca kontrak tersebut dilakukan pemutusan proses apa yang dilakukan,
kalau pemutusan kontrak dilakukan oleh Pengguna jasa tentu
langkah-langkah selanjutnya adalah menunjuk penyedia jasa lain untuk
menyelesaikan pekerjaan tersebut, menunjuk penyedia jasa lain harus
melihat ketersediaan waktu pelaksanaan, terhadap pemutusan kontrak yang
dilakukan oleh Pengguna jasa. Maka Pengguna jasa membayar sesuai
prestasi yang ada dan sanksi disesuaikan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

10. Keadaan Memaksa


Keadaan memaksa atau force majeure adalah peristiwa-peristiwa yang
terjadi diluar kemampuannya manusia, seperti bencana alam, perperangan,
hura-hura, pemogokkan, pemberontakan, curah hujan yang tinggi dan lain
sebagainya, yang mengakibatkan terganggunya proses pelaksanaan
pekerjaan dan bahkan sampai harus menghentikan pekerjaan dalam
rentang waktu yang tertentu.
Ketika terjadi keaadaan memaksa tersebut, maka kondisi ini dapat
dilakukan penghentian kontrak, dalam hal penghentian kontrak Penyedia
jasa terlepas dari sanksi, penghentian kontrak dilakukan dengan kesepakan
tertulis kedua belah pihak, sedangkan terhadap prestasi pekerjaan sebelum
bencana dilakukan pembayaran sesuai dengan kemajuan pekerjaan yang
telah dilakukan oleh Penyedia jasa.
Terhadap curah hujan yang tinggi yang mengakibatkan terjadi banjir dapat
dilakukan penghentian kontrak sementara, dimana jika waktu tahun

12
anggaran masih tersedia lakukan kembali penerbitan surat perintah mulai
kerja (SPMK) dengan memotong waktu kontrak akibat banjir, dalam
kondisi ini hanya waktu serah terima saja yang bergeser dari rencana awal
atau jika durasi waktu banjir terjadi tidak dikurangi dapat dilakukan dengan
addendum perpanjangan waktu.
11. Kegagalan Bangunan
Kegagalan bangunan adalah keadaan bangunan yang tidak berfungsi
sebagian atau seluruhnya dari segi teknis, manfaat, keselamatan, kesehatan
kerja atau keselamatan umum akibat kesalahan Penguna Jasa dan atau
Penyedia Jasa setelah serah terima terkhir pekerjaan, kegagalan bangunan
dinilai dan ditetapkan oleh penilai ahli yang profesional dan kompeten.
Kegagalan bangunan bisa saja terjadi dalam konstruksi, sehingga dalam
kontrak kerja perlu dibuat jangka waktu pertanggungjawaban atas
kegagalan bangunan tersebut, dimana masa tanggungjawab terhadap
kegagalan bangunan maksimal 10 tahun, pertanggungjawaban terhadap
kegagalan bangunan tersebut harus disepakati dengan jelas dan tegas
dalam kontrak kerja konstruksi.
12. Perlindungan Pekerja
Perlindungan pekerja adalah untuk melindungi tenaga kerja yang
digunakan oleh Penyedia jasa, dimana perlindungan tersebut terhadap
keamanan, keselamatan dan kesehatan tempat kerja konstruksi, hal tersebut
harus diatur dengan jelas dalam kontrak kerja tersebut, sehingga semua
pekerja yang ada pada lingkup kerja yang diperjanjikan mendapat
kenyamanan dalam beraktifitas selama proses pekerjaan berlangsung.
13. Perlindungan Terhadap Pihak Ketiga
Perlindungan terhadap pihak ketiga adalah perlindungan terhadap
masyarakat yang ada disekitar lokasi dan lingkup akses menuju lokasi
pekerjaan, dimana potensi gangguan yang timbul akibat pelaksanaan
pekerjaan terhadap masyarakat setempat, harus menjadi perhatian bersama
yang dituangkan dalam kontrak kerja konstruksi, jika gangguan sampai
menyebabkan kerugian pihak ketiga, terhadap berbagai kejadian yang

13
menyebabkan kerugian pada pihak ketiga harus ada jaminan
penyelesaiannya.
14. Aspek Lingkungan
Para pelaku pelaksanaan pekerjaan harus menjaga kelestarian dan
keutuhan lingkungan, terutama terhadap kerusakan lingkungan akibat
pelaksanaan kegiatan berlangsung, baik kerusakan disekitar lokasi maupun
pada akses-akses yang digunakan untuk mobilisasi menuju lokasi
pekerjaan, perbaikan terhadap kerusakan tersebut menjadi tanggung jawab
yang berkontrak, perbaikan kerusakan lingkungan akibat pelaksanaan
kontrak tidak boleh dianggarkan dalam kontrak.
15. Jaminan dan Resiko
Jaminan dan resiko merupakan tanggung jawab yang harus diselesaikan
oleh yang berkontrak, dimana berbagai resiko bisa saja timbul seperti
pekerjaan penyedia rusak sebelum diserahkan kepada Pengguna anggaran,
maka penyedia bertanggungjawab terhadap segala kerugian yang timbul,
kerusakan yang timbul oleh cacat-cacat tersembunyi dalam pelaksanaan
strukturnya menjadi tanggung jawab Penyedia jasa selama umur rencana.
Segala persoalan dan segala tuntutan para tenaga kerja menjadi bagian dan
tanggung jawab penyedia sepenuhnya dan Pengguna jasa bebas dari segala
tuntutan para tenaga kerja berkenaan, oleh sebab itu terhadap segala resiko
yang timbul harus ada jaminan untuk dapat diselesaikan, sehingga saat
pelaksanaan pekerjaan dan pasca selesainya pekerjaan tersebut tidak
menimbulkan persoalan apapun.
16. Penyelesaian Sengketa
Penyelesaian sengketa konstrksi adalah terhadap klaim salah satu pihak
yang timbul dalam pelaksanaan maupun pasca selesainya pekerjaan, baik
klaim berupa waktu, biaya dan kompensasi, klaim bukanlah suatu tuntutan
atau gugatan, klaim dapat menjadi tuntutan/gugatan apabila tidak terpenuhi
atau dilayani, cara pengajuan klaim bermacam-macam mulai dari secara
lisan, sampai disusun secara lengkap dan tertulis.

14
Penyelesaian klaim dapat dilakukan di pengadilan atau diluar pengadilan,
diluar pengadilan melalui arbitrase atau dengan cara musyawarah, namun
sesungguhnya para pihak lebih suka penyelesaian secara damai dalam
musyawarah, karena penyelesaian melalui pengadilan memakan waktu
lama, biaya, terbuka untuk umum dan menderita, dalam pekerjaan
konstruksi klaim dapat juga terjadi dari pihak lain diluar kontrak.

Selain ketentuan-ketentuan wajib yang hrus dimuat dalam kontrak kerja


konstruksi, ketentuan-ketentuan lain dapat dimuat sebagai kalusul
tambahan yang sebaiknya disesuaikan dengan kondisi kebutuhan pekerjaan
lapangan antara lain :
1. Insentif
Insentif adalah kompensasi khusus yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya, dimana pemberian insentif kepada pekerja akan
meningkatkan performa kerja mereka, oleh sebab itu pemberian
insentif dapat diatur dalam kontrak kerja konstruksi, terutama bagi
penyedia jasa yang mempekerjakan karyawannya diluar waktu kerja
normal, yang biasanya pekerjaan lembur yang dilakukan oleh para
karyawannya.
2. Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) memuat pemenuhan
kewajiban terhadap hak cipta hasil perencanaan yang telah dimiliki
oleh pemegang hak cipta dan hak paten, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, pengaturan kepemilikkan hasil
perencanaan sesuai dengan kesepakatan, sehingga hak cipta tersebut
dapat dicantumkan dalam klausul perjanjian.
3. Sub Penyedia Jasa
Terhadap sub penyedia jasa dan pemasok, diatur tata cara, fungsi dan
peranannya, kemudian juga tanggung jawab Penyedia jasa dan juga
diatur hak intervensi pengguna jasa dalam hal pembayaran dan
penampilan mutu pekerjaan/bahan, sehingga kontrak kerja konstruksi

15
yang menggunakan sub penyedia jasa memimiliki kewajiban yang
sama dalam pemenuhan mutu pekerjaan
4. Alih teknologi
Alih teknologi merupakan pekerjaan yang terkait dengan pekerjaan
yang dilakukan terutama dengan Pihak Asing, alih teknologi
merupakan pengalihan kemampuan memanfaatkan dan menguasai
ilmu pengetahuan dan teknologi, alih teknologi sendiri adalah untuk
mengejar ketertinggalan dari negara maju lainnya, karena inovasi
teknologi dianggap salah satu penentu kemajuan suatu bangsa.

Kontrak kerja konstruksi memiliki ketentuan-ketentuan wajib yang harus


dituangkan dalam perjanjian dan juga ada ketentuan-ketentuan tambahan,
dimana jika ketentuan-ketentuan wajib tersebut salah satunya tidak ada
dalam klausul kontrak, tentu perlu dipertanyakan keabsahan kontrak
tersebut, kalau menurut pendapat kami kontrak tersebut tidak syah, jika
pendapat tersebut kurang atau tidak tepat tolong diluruskan,
ketentuan-ketentuan wajib tersebut terdiri dari 16 (enam belas) poin
penting seperti atas.
Ketentuan-ketentuan wajib dalam kontrak kerja konstruksi pada saat ini
biasa dimuat langsung pada surat perjanjian atau terpisah, jika terpisah
maka ketentuan-ketentuan wajib yang belum terpenuhi pada surat
perjanjian bisa dimuat dalam pokok-pokok perjanjian, ketika surat
perjanjian sudah memuat semua ketentuan-ketentuan wajib tersebut, maka
pokok-pokok perjanjian mungkin tidak diperlu lagi untuk dibuat.

Untuk efisiensi surat perjanjian dan pokok-pokok penjanjian ada baiknya


digabung saja, sehingga memudahkan dalam hal administrasi, sebab kalau
surat perjanjian dan pokok-pokok perjanjian dipisah tentu administrasinya
akan bertambah, memang dalam ketentuan diperbolehkan untuk dipisah,
tapi akibat pemisahan tersebut terkadang banyak yang lupa membuat
pokok-pokok perjanjian tersebut, ketika ditanya mana klausul lain yang

16
diwajibkan? terkadang dengen enteng dijawab ada pada syarat-syarat
umum kontrak, padahal syarat-syarat umum kontrak belum dapat
dikatakan perjanjian, karena baru sebagai acuan yang didalamnya masih
bermakna ganda dan belum tegas.
Kenapa dikatakan makna bahasanya belum tegas? Karena dalam
syarat-syarat umum kontrak masih terdapat pilihan yang salah satunya
harus kita tegaskan dalam kontrak kerja konstruksi, seperti uang muka
dapat diberikan kepada penyedia jasa, hal inilah yang harus kita tegaskan
diberikan atau tidaknya uang muka tersebut, hal lain penggunaan sistem
pencairan tagihan di syarat-syarat umum kontrak biasanya terdapat 3 (tiga)
sistem yaitu sertifikat bulanan, termyn, atau sekaligus, maka dalam
perjanjian dipilih salah satu diantaranya.

Jadi terkait dengan kontrak kerja konstruksi tersebut dalam


Undang-undang Jasa konstruksi, telah diamanatkan dengan jelas kepada
kita, terdapat 16 (enam belas) ketentuan yang menyebabkan syahnya
kontrak kerja konstruksi dan terhadap jumlah pasal dalam kontrak kerja
konstruksi bisa sama dengan jumlah ketentuan dan bisa lebih, karena bisa
saja dalam 1 (satu) ketentuan terdapat beberapa pasal, sehingga jumlah
pasal dalam kontrak kerja konstruksi bisa lebih banyak dari jumlah
ketentuan-ketentuan yang diwajibkan.

Umumnya saat ini surat perjanjian atau kontrak tersebut lebih ringkas,
sungguhpun demikian bentuknya, yang terpenting isi dari kontrak tersebut
dapat terpenuhi dan pastikan yang belum terpenuhi dalam surat perjanjian
dapat diakomodir dalam pokok-pokok perjanjian, sebaiknya segala
ketentun-ketentuan terkait kontrak kerja konstruksi yang diamanatkan
undang-undang Jasa konstruksi dapat kita implementasikan dengan baik.

17
E. Apakah Kontrak Pengadaan Pemerinta Hanya berdasakan Hukum
Perdata ?

Mengenai perikatan atau kontrak disebut dalam KUHPerdata, disebut dalam


buku 3.
Selanjutnya pembahasan mengenai kontrak disebut azas-azas kontrak, seperti
Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda)
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt servanda
merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas pacta sunt
servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga harus menghormati
substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah
undang-undang.

Dengan demikian suatu kontrak sebagai kesepakatan bersama, dalam hal ini
di kontrak pengadaan pemerintah yaitu antara penyedia dan PPK ( Pejabat
Penandatangan Kontrak atau PPK = Pejabat Pembuat Komitmen) sebagai
undang-undang bagi PPK dan Penyedia, apakah kesepakatannya menjadi
mutlak sebagaimana yang tertulis di kontraknya ? Mengikuti KUHPerdata
atau yang tertulis di kontrak menjadi kesepakatan atau Undang undang bagi
PPK dan penyedia, untuk disepakati atau ditaati.
Iya sepanjang tidak melanggar peraturan yang lain, karena kontrak
pengadaan pemerintah harus mengikuti peraturan lain, seperti dalam
pembayaran kontrak dengan mengacu kepada UU Perbendaharaan (
UU 1 tahun 2004 ) dan peraturan turunannya.

Selanjutnya mengenai audit hasil pekerjaan kontrak mengikuti UU No, 15


tahun 2004.
Auditor lebih sering menilai kontrak dengan azas manfaat prestasi kontrak
yang diterima oleh negara. Contoh suatu pekerjaan konstruksi untuk satu
bangunan, yang serah terimanya harus selesai semua sedangkan klausul
denda di SSKK tertulis denda keterlambatan dari bagian pekerjaan kontrak.
Auditor akan berbeda pendapat dengan klausul kontrak, auditor melihat

18
manfaatnya ketika sudah dilakukan serah terima, sehingga denda
keterlambatan dari nilai kontrak.

Berikutnya mengenai pengadaan dan kontrak pekerjaan konstruksi dengan


memperhatikan UU 2 tahun 2017. UU ini memberi alternatif penyelesaian
sengketa kontrak melalui musyawarah, mediasi, konsiliasi, arbitrase dan
dewan sengketa.

Dapat disimpulkan bahwa kontrak pemerintah mengikuti UU perdata dan UU


atau peraturan yang berkaitan. Jadi pengelola pengadaan dan penyedia perlu
mempelajari banyak aturan dan perlu untuk selalu up date peraturan. Dengan
banyaknya peraturan yang perlu dipelajari, sangat mungkin PPK dan atau
penyedia salah atau tidak ter update.

Apakah setiap kesalahan prosedur kontrak dan adanya kerugian negara


adalah perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam UU 31 tahun
1999 ?
Ya dalam kenyataannya, yang sebenarnya penerapan demikian adalah
ketidaktepatan penerapan hukum. Suatu hal yang aneh, kita sibuk
memberantas kesalahan pengadaan atau kesalahan kontrak, yang
seharusnya kita adalah memberantas korupsi.

Apakah korupsi adalah kesalahan prosedur dan kerugian negara ?


Penerapan di lapangan dengan pasal 2 dan pasal 3 UU 31 tahun 1999
diterapkan sebagai perbuatan tindak pidana korupsi. Sehingga
pengadilan korupsi, sibuk mencari-cari kesalahan prosedur atau
kerugian negara, yang seharusnya membuktikan adanya mens rea,
membuktikan adanya intervensi, pengaturan, atau adanya suap.
Seharusnya, kalau ada salah dan kalau ada kerugian negara, sebagaimana di
UU 1 tahun 2004 diupayakan untuk dikembalikan atau sebagaimana pasal
32 UU 31 tahun 1999, diupayakan kembali, bila tidak ada perbutan korupsi.

19
F. Klausula Perubahan, Penambahan, Sanksi, Pilihan Hukum, dan Force
Majeur
a) Klausula perubahan
yaitu pasal dalam kontrak yang menetapkan diperkenankan atau tidaknya
para fihak untuk mengalihkan sebagian atau seluruh prestasinya kepada
fihak ketiga, serta syarat-syarat/tata cara pelaksanaan pengalihan itu
seandainya diperkenankan
b) Klausula penambahan
memuat kesepakatan para fihak untuk menganggap bahwa apa yang
tertulis di dalam kontrak merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi dan
menyatakan apa yang disepakati para fihak, sehingga hal-hal yang pernah
disepakati atau dikomunikasikan di antara para fihak sebelum kontrak
dibuat, tidak dapat digunakan untuk merubah atau melengkapi apa yang
sudah tertulis di dalam kontra.
c) Klausula sanksi
yaitu pasal yang memuat kesepakatan para fihak tentang bagaimana dan
ke mana korespondensi, komunikasi serta peringatan-peringatan di antara
para fihak harus disampaikan, serta apa akibat-akibat hukumnya
d) Klausula pilihan hukum
(di dalam kontrak-kontrak internasional) yang memuat kesepakatan para
fihak tentang hukum negara mana atau sumber hukum apa yang akan
digunakan untuk mengatur dan menentukan pembentukan, keabsahan,
penafsiran, dan pelaksanaan kontrak mereka.
e) Klausula force majeur
yaitu pasal dalam kontrak yang memungkinkan salah satu fihak untuk
tidak melaksanakan prestasinya, seandainya pelaksanaan prestasi itu
terhambat atau tidak mungkin dilaksanakan sebagai akibat dari munculnya
peristiwa-peristiwa tertentu yang berada di luar kendali fihak tersebut
untuk mencegahnya

20
G. Klausula Pilihan Penyelesaian Sengketa
Dalam menyelesaikan suatu sengketa dalam kontrak diperlukan klausula dan
tahapan tahapan klausula , sebagai berikut:
a) Klausula Perundingan
Langkah terpuji untuk menyelesaikan sengketa adalah terlebih dahulu
melakukan perundingan. Namun karena perundingan mungkin menjadi
proses yang bertele-tele, sangat penting untuk menentukan jangka waktu
perundingan (kapan perundingan dikatakan impasse), demikian juga harus
ditentukan proses penyelesaian sengketa selanjutnya setelah terjadi
impasse.
b) Klausa Perundingan Tingkat Tinggi
Jika perundingan antara pejabat-pejabat “kelas menengah” gagal
menyelesaikan sengketa, sebaiknya dicoba untuk melanjutkan
perundingan yang dilakukan oleh pejabat “kelas berat”. Dalam hal ini
direktur dari pihak-pihak yang bersengketa. Hanya jika perundingan
tingkat tinggi dan gagal juga barulah ditempuh prosedur perundingan
dengan perantara mediator
c) Klausula mediasi (belum menunjuk mediator)
Pengalaman telah menunjukkan bahwa keterlibatan mediator yang tidak
memihak dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk
menyelesaikan sengketanya. Oleh karena itu adalah bijaksana untuk
menetapkan mediasi sebagai sarana penyelesaian sengketa sebelum timbul
sengketa, yaitu dalam kontrak, walaupun dimungkinkan juga u tuk
membuat perjanjian mediasi setelah timbul sengketa.
d) Klausula Mediasi ( Sudah Menunjuk Mediator)
Proses mediasi akan lebih mudah dimulai, jika para pihak telah dapat
menyetujui mediatornya sebelum sengketa timbul dengan perkataan lain
nama mediator telah dicantumkan dalam klausula mediasi dalam konflik.
Dikatakan “lebih mudah” karena para pihak tidak perlu bersengketa lagi
untuk memilih mediatornya yang akan membantu menyelesaikan sengketa

21
mereka. Mediatorpun dapat menjaga agar dirinya tidak memiliki conflic of
interest dengan para pihak sejak penunjukannya.
e) Klausula mediasi dengan arbitrase
Klausula mediasi dan arbitrase dapat dibuat secara terpisah. Namun
dimungkinkan untuk membuat satu klausula singkat yang mengatur
mediasi sekaligus arbitrase, tentunya jika prosedur dan institusi mediasi
dan arbitrasenya jelas dicantumkan dalam klausula tersebut

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313 KUH Perdata. Pasal 1313
KUH Perdata berbunyi : “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu
pihak atau lebih mengikat dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, yang diartikan dengan
perjanjian, adalah “ suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
 Prinsip-prinsip Dasar Kontrak
1. Prinsip kesepakatan
2. Prinsip Asumsi Resiko
3. Prinsip Kewajiban membaca
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
 Perjanjian baku disebut juga perjanjian standar. Dalam bahasa Inggris disebut
standard contract, standard agreement. Kata baku atau standar artinya tolok ukur
yang dipakai sebagai patokan.Dalam hubungan ini, perjanjian baku artinya
perjanjian yang menjadi tolok ukur yang dipakai sebagai patokan atau pedoman
bagi setiap kon-sumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha.
Yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah model, rumusan, dan ukuran.

23
DAFTAR PUSTAKA
 http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl31/jenis-jenis-kontrak-bisnis-
 http://menujuhukum.blogspot.com/2013/10/hukum-perjanjian.html
 http://budhivaja.dosen.narotama.ac.id/files/2011/09/1.-MAHASISWA-Handout-3.pdf
 http://audrytimisela.wordpress.com/2009/06/24/prinsip-prinsip-hukum-kontrak/
 http://www.legalakses.com/perikatan-perjanjian-kontrak/
 http://legalbanking.wordpress.com/materi-hukum/hukum-kontrak/
 http://www.karimsyah.com/imagescontent/article/20050923140951.pdf
 http://www.mudjisantosa.net/2019/09/apakah-kontrak pengadaan-pemerintah.html?
m=1
 http://nafriandiaddress.blogspot.com/2019/10/kontrak-kerja-konstruksi.html

24

Anda mungkin juga menyukai