Menarche : menstruasi pertama kali, jika terlambat bisa diberi GnRH biar bisa haid,
menstruasi pertama kali dalam hidup, sekitar usia 9-14 tahun
G2P0A1 : Gravida (hamil) ke 2, Partus (melahirkan), Abortus (keguguran janin) ke 1
Fluxus : cairan yang keluar dari vagina dalam jumlah banyak ex : nifas yang terlalu
lama
Cavum douglas : ruangan diantara uterus dan rectum, nama lainnya cul de sac,
excavation rectouterina. Predileksi perdarahan karena KET, bisa dilakukan
culdosentesis.
Nyeri goyang serviks : pergerakan pada serviks nyeri, khas pada wanita yang
kehamilan ektopik
STEP 2 :
1. Mengapa keluar darah pada jalan lahir ?
2. Apa hubungan riwayat pernikahan, siklus haid, dan perdarahan seperti keluhan pada
skenario ?
3. Apa yang dimaksud HCG kualitatif ?
4. Mengapa pasien nyeri perut bawah ?
5. Mengapa didapatkan OUE terbuka, fluxus pada vagina, teraba jaringan, dan
perdarahan ?
6. Apa saja etiologi yang dapat menyebabkan keluhan pasien ?
7. Bagaimana alur penegakan diagnosis dari kasus ?
8. Bagaimana tatalaksana dari diagnosis ?
9. Bagaimana konseling dan edukasi pasien ?
10. Apa ciri-ciri perdarahan patologis lewat jalan lahir pada saat kehamilan ?
11. Apa diagnosis dari kasus dan diagnosis banding ?
STEP 3 :
1. Mengapa keluar darah pada jalan lahir ?
Mekanisme Abortus
Mekanisme awal terjadinya abortus adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian
embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta
yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi
uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio
rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis
cenderung dikeluarkan secara in toto , meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih
tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan pervaginam terjadi
saat proses pengeluaran hasil konsepsi.
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme diatas juga terjadi atau diawali dengan
pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin yang cacat
namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada
dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering
menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan minggu ke 14 –
22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya plasenta beberapa
saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam uterus sehingga
menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan pervaginam yang
banyak. Perdarahan umumnya tidakterlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.
Perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 22 minggu. Pada
masa kehamilan muda, perdarahan pervaginam yang berhubungan
dengan kehamilan dapat berupa: abortus,kehamilan mola, kehamilan ektopik.
Pada awal abortus terjadi pendarahan yang menyebabkan janin terlepas. Pada
kehamilan kurang dari 8 minggu janin biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi
koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu
villi koriales menembus desidua secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan
sempurna sehingga banyak perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah
ketubah pecah janin yang telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion
kosong dan kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002).
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa Printer
2. Apa ciri-ciri perdarahan patologis lewat jalan lahir pada saat kehamilan ?
JENIS ABORTUS
Abortus dapat dibagi atas dua golongan:
a. Abortus Spontan
Adalah abortus yang terjadi dengan tidak didahului faktor-faktor mekanis atau
pun medisinalis, semata-mata disebabkan oieh faktor-faktor alamiah.
b. Abortus Provakatus (induced abortion)
Adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-
alat. Abortus ini terbagi menjadi:
- Abortus Medisinalis (abortus therapeutica)
Abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan
dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
Biasanya perlu mendapat persetujuan 2 sampai 3 tim dokter ahli.
- Abortus Kriminalis
Abortus yang terjadi oleh karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau
tidak berdasarkan indikasi medis. ( biasanya karena hamil diluar nikah )
c. Missed Abortion: keadaan dimana janin sudah mati, tetapi tetap berada
dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih. Fetus yang
meninggal ini:
(a) bisa keluar dengan sendirinya dalam 2-3 bulan sesudah fetus mati
(b) bisa diresorbsi kembali sehingga hilang
(c) bisa terjadi mengering dan menipis yang disebut: fetus papyraceus
(d) bisa jadi mola karnosa, dimana fetus yang sudah mati 1 minggu akan
mengalami degenerasi dan air ketubannya diresorbsi.
Gejala: Dijumpai amenorea; perdarahan sedikdt-sedikit yang berulang pada
permulaannya, serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi,
malahan tambah rendah, Kalau tadinya ada gejala-gejala kehamilan,
belakangan menghilang, diiringi dengan reaksi kehamilan yang menjadi
negatif pada 2-3 minggu sesudah fetus mati. Pada pemeriksaan dalam,
serviks tertutup dan ada darah sedikit. Sekali-sekali pasien merasa perutnya
dingin atau kosong.
Terapi: Berikan obat dengan maksud agar terjadi his sehingga fetus dan
desidua dapat dikeluarkan, kalau tidak berhasil lakukan dilatasi dan kuretase.
Dapat juga dilakukan histerotomia anterior. Hendaknya pada penderita juga
diberikan tonika dan antibiotika.
Komplikasi: Bisa timbul hipo atau afibrinogenemia. Fetus yang sudah mati
begitu melekatnya pada rahim sehingga sulit sekali untuk dilakukan kuretase
f. Abortus Habitualis (Keguguran berulang): keadaan dimana penderita
mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.
Menurut HERTIG abortus spontan terjadi dalam 10% dari kehamilan dan
abortus habitualis 3,6 - 9,8% dari abortus spontan. Kalau seorang penderita
telah mengalami 2 kali abortus berturut-turut maka optimisme untuk
kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%. Kalau abortus 3
kali berturut-turut, maka kemungkinan kehamilan ke 4 berjalan normal hanya
sekitar 16%.
Etiologi:
(1) Kelainan dari ovum atau spermatozoa, dimana kalau terjadi pembuahan
hasilnya adalah pembuahan yang patologis.
(2) Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroid, kesalahan korpus
luteum, kesalahan plasenta, yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan
progesteron sesudah korpus luteum atrofis. Ini dapat dibuktikan dengan
mengukur kadar pregnandiol dalam urin. Selain itu juga bergantung kepada
keadaan gizi si ibu (malnutrisi), kelainan antomis dari rahim, febris undulands
(contagious abortion), hipertensi oleh karena kelainan pembuluh darah
sirkulasi pada plasenta/villi terganggu dan fetus jadi mati. Dapat juga
gangguan psikis, serviks inkompeten, atau rhesus antagonisme.
Pemeriksaan:
(1) Histerosalfingografi, untukmengetahui ada tidaknya mioma uterus
submukosa dan anomali kongenital.
(2) BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau
tidak gangguan glandula thyroidea.
(3) Psiko analisis.
Terapi: Pengobatan pada kelainan endometrium pada abortus habitualis
lebih besar hasilnya jika dilakukan sebelum ada konsepsi daripada
sesudahnya. Merokok dan minum alkohol sebaiknya dikurangi atau
dihentikan. Pada serviks inkompeten terapinya adalah operatif: SHIRODKAR
atau MC DONALD (cervical cerclage),
g. Abortus Infeksiosus dan Abortus Septik: keguguran yang disertai infeksi
genital. Abortus septik adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksinnya ke dalam peredaran darah atau
peritoneum.
Hal ini sering ditemukan pada abortus inkompletus, atau abortus buatan, terutama yang
kriminalis tanpa memperhatikan syarat- syarat asepsis dan antisepsis. Bahkan pada keadaan
tertentu dapat terjadi perforasi rahim.
a. KET
- Definisi
KE ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak
menempel pada dinding endometrium kavum uteri. Lebih dari 95%
kehamilan ektopik berada di saluran telur (tuba fallopi),
- Etiologi
a. Semua faktor yang menghambat migrasi embrio ke kavum uteri
menyebabkan seorang ibu semakin rentan untuk menderita
kehamilan ektopik, yaitu :
Faktor dalam lumen tuba:
- Endosalpingitis, menyebabkan terjadinya penyempitan lumen tuba
- Hipoplasia uteri, dengan lumen tuba menyempit dan berkelok-kelok
- Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tidak sempurna
b. Faktor pada dinding tuba:
- Endometriosis, sehingga memudahkan terjadinya implantasi di tuba
- Divertikel tuba kongenital, menyebabkan retensi ovum.
c. Faktor di luar dinding tuba:
- Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba
- Tumor yang menekan dinding tuba
- Pelvic Inflammatory Disease (PID)
- Manifestasi klinis
Gambaran klinik:
Gejala2 kehamilan muda, nyeri sedikit di perut bagian bawah
Pada VT: uterus membesar dan lembek walaupun tdk sebesar tuanya
kehamilan
Nyeri merupakan keluhan utama pada KET
Ruptur tubasakit perut mendadaksyok atau pingsan
Prawirohardjo, Sarwono. 2002. ILMU KEBIDANAN. Jakarta: Tridasa Printer.
- Penatalaksanaan
- Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam
kondisi baik dan tenang, memiliki 2 pilihan, yaitu penatalaksanaan medis dan
penatalaksanaan bedah.
a. Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak
integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Tindakan konservativ medik
dilakukan dengan pemberian methotrexate. Methotrexate adalah obat
sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk
penyakit trofoblastik ganas
b. Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan
kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu.
Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus
dilakukan secepat mungkin.
- Pemeriksaan penunjang
i. Laboratorium : Hb, Leukosit, urine B-hCG (+).
Hemoglobin menurun setelah 24 jam dan jumlah sel darah merah dapat
meningkat.
ii. USG : - Tidak ada kantung kehamilan dalam kavum uteri
- Adanya kantung kehamilan di luar kavum uteri
- Adanya massa komplek di rongga panggul
iii. Kuldosentesis : suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam
kavum Douglas ada darah.
iv. Diagnosis pasti hanya ditegakkan dengan laparotomi.
v. Ultrasonografi berguna pada 5 – 10% kasus bila ditemukan kantong gestasi
di luar uterus (Mansjoer, dkk, 2001).
b. Molahidatidosa
- Definisi
- Etiologi
- Manifestasi klinis
- Patofisiologi
- Penatalaksanaan
- Penatalaksanaan : Kuretase : 2x harus sampai bersih
o Kontrol I: 2 mgg setelah kuretase yg dievaluasi:
Masihkah ada perdarahan
Masih ada pembesaran uterus
Apakah HCG msh positif
Adanya kista folikel
o Kontrol II: 2mgg stlh kontrol I
Masihkah ada perdarahan
Masih ada pembesaran uterus
Apakah HCG msh positif
Adanya kista folikel
Foto thorax : apakah ada coin lession
o Kontrol III: 2mgg stlh kontrol ke II
apabila smua msh positif disebut clinical choriocarsinoma.
3. Apa hubungan riwayat pernikahan, siklus haid, dan perdarahan seperti keluhan pada
skenario ? Faktor yang mempengaruhi kehamilan
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a. Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c. Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e. Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat
menyebabkan abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16.
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah
abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi
pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas
komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari
50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan
yang terjadi akibat kelainan kromosom.
Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang
salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal.
Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan
pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek
uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus
Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau
uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan
kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan
leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG
dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu
mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak
dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %
kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes
melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan
dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa
yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard,
1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan
abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai
penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,
Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya
diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan
darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus
berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan
fragilitas kapiler.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan
yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita
untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang
mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil
guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya
4. Mengapa pasien nyeri perut bawah ? bisa VU atau Uterus tapi karena da darah jadi
uterus
5. Mengapa didapatkan OUE terbuka, fluxus pada vagina, teraba jaringan, dan
perdarahan ?
6. Apa yang dimaksud HCG kualitatif ?
Tes kehamilan: positif bila janin masih hidup, bahkan 2 – 3 minggu setelah abortus.
Jangan terpengaruh hanya pemeriksaan B-HCG yang positif, karena meskipun janin
sudah mati, B-HCG mungkin masih tinggi, bisa bertahan sampai 2 bulan setelah
kematian janin.
Arif mansjoer,dkk. 2004. KAPITA SELEKTA KEDOKTERAN. Jakarta: Media Aesculapius
Menurut Sastrawinata dan kawan-kawan (2005), diagnosa abortus menurut gambaran klinis
adalah seperti berikut:
i. Abortus Iminens (Threatened abortion)
a. Anamnesis – perdarahan sedikit dari jalan lahir dan nyeri perut tidak ada atau ringan.
b. Pemeriksaan dalam – fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan besar uterus
sesuai dengan umur kehamilan.
c. Pemeriksaan penunjang – hasil USG.
Diagnosa abortus habitualis (recurrent abortion) dan abortus septik (septic abortion)
menurut Mochtar (1998) adalah seperti berikut:
i. Abortus Habitualis (Recurrent abortion)
a. Histerosalfingografi – untuk mengetahui ada tidaknya mioma uterus submukosa dan
anomali kongenital.
b. BMR dan kadar yodium darah diukur untuk mengetahui apakah ada atau tidak
gangguan glandula thyroidea.
ii. Abortus Septik (Septic abortion)
a. Adanya abortus : amenore, perdarahan, keluar jaringan yang telah ditolong di luar
rumah sakit.
b. Pemeriksaan : kanalis servikalis terbuka, teraba jaringan, perdarahan dan sebagainya.
c. Tanda-tanda infeksi alat genital : demam, nadi cepat, perdarahan, nyeri tekan dan
leukositosis.
d. Pada abortus septik : kelihatan sakit berat, panas tinggi, menggigil, nadi kecil dan
cepat, tekanan darah turun sampai syok.
Pemeriksaan ginekologi :
a. Inspeksi vulva : Perdarahan per vaginam, ada atau tidak jaringan hasil konsepsi, tercium
atau tidak bau busuk dari vulva.
b. Inspekulo : Perdarahan dari kavum uteri, ostium uteri terbuka atau sudah tertutup, ada
atau tidak jaringan keluar dari ostium, ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari
ostium.
c. Vagina touche : Porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba atau tidak jaringan
dalam kavum uteri, besar uterus sesuai atau lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat
porsio digoyang, tidak nyeri pada perabaan adneksa, kavum douglasi tidak menonjol dan
tidak nyeri
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16.
Penyebab yang paling sering menimbulkan abortus spontan adalah
abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus spontan yang terjadi
pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi (abnormalitas
komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan lebih dari
50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus spontan
yang terjadi akibat kelainan kromosom.
Sekitar 3-5% pasangan yang memiliki riwayat abortus spontan yang berulang
salah satu dari pasangan tersebut membawa sifat kromosom yang abnormal.
Identifikasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan kariotipe dimana bahan
pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan tersebut. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta).
Duktus mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah
endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek
uterus yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus
Mulleri yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau
uterus ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan
kejadian abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan
leiomioma. Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan
ultrasonografi (USG), histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG
dan HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu
mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB
pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak
dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 %
kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran.
Kenaikan insiden abortus bisa disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes
melitus dan defisisensi progesteron. Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan
dengan kenaikan insiden abortus (Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa
yang tidak adekuat dapat menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard,
1986). Defisiensi progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut dari
korpus luteum atau plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus.
Karena progesteron berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormon
tersebut secara teoritis akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan
demikian turut berperan dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma, Rubella,
Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan dengan
abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga sebagai
penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma, Cytomegalovirus,
Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif yang menyebabkan
abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan. Namun untuk lebih
memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya
diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut.
Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan dapat menyebabkan abortus
spontan yang berulang antara lain: antibodi antinuklear, antikoagulan lupus dan
antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini meskipun gejala klinis tidak tampak
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang. Inkompatibilitas golongan
darah A, B, O, dengan reaksi antigen antibodi dapat menyebabkan abortus
berulang, karena pelepasan histamin mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan
fragilitas kapiler.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan keadaan
mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu.
Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus spontan
yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi penderita
untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang
mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita hamil
guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.