Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Konveksi adalah peristiwa perpindahan kalor melalui pergerakan molekul-
molekul fluida (cair dan gas) akibat adanya perbedaan temperatur. Perpindahan kalor
konveksi bergantung pada berbagai variabel yaitu luas permukaan benda yang
bersinggungan dengan fluida, perbedaan suhu antara permukaan benda dengan
fluida, koefisien fluida yang terlibat, viskositas fluida, kecepatan fluida yang terlibat,
konduktivitas termal penghantar, kapasitas panas fluida, dan densitas fluida.
Konveksi ini dibagi ke dalam dua kategori yaitu konveksi alamiah dan konveksi
paksa. Perpindahan konveksi alami merupakan perpindahan kalor secara konveksi
dimana aliran fluida bergerak secara alami yang dipengaruhi oleh adanya gaya apung
dan gaya bodi. Konveksi alamiah dapat terjadi pada beberapa benda seperti plat, bola,
silinder, benda tak terarur, dan benda tertutup. Salah satu aplikasi konveksi alami
pada kehidupan sehari-hari adalah peristiwa angin darat dan angin laut. Sedangkan,
perpindahan kalor konveksi paksa merupakan perpindahan kalor secara konveksi
yang terjadi dengan dibantu oleh suatu alat tambahan seperti alat penukar kalor, atau
dengan kata lain perpindahan kalor yang “dipaksakan”. Prinsip dasarnya adalah
dengan adanya suatu alat yang memaksa kalor untuk berpindah maka perpindahan
kalor yang diinginkan dapat berlangsung lebih cepat dan efektif.
Perpindahan kalor konveksi banyak diaplikasikan pada proses pemanasan atau
pendinginan fluida dan merupakan kebutuhan utama dalam sektor industri, energi,
transportasi serta bidang elektronika. Sifat termal dari fluida kerja memegang
peranan penting dalam upaya efisiensi energi pada peralatan perpindahan kalor. Oleh
karena banyaknya fenomena dan kasus yang terjadi di lingkungan sekitar berkaitan
dengan peristiwa perpindahan kalor konveksi, baik secara langsung maupun tidak
langsung, maka pendalaman pemahaman mengenai hal tersebut harus dilakukan.

1.2. Tujuan Pembelajaran


Dalam penulisan laporan ini, penulis memiliki beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Mempelajari bilangan-bilangan tak berdimensi yang berkaitan dengan konveksi
2. Mengenalkan rumus-rumus empiris pada panas konveksi alamiah dan konveksi
paksa pada aliran dalam pipa dan tabung
3. Mengenalkan prinsip pada panas konveksi alamiah pada aliran melewati plat
datar vertikal, silinder vertikal, silinder horizontal dan permukaan miring
4. Mengenalkan prinsip pada panas konveksi paksa pada aliran melewati bola,
silinder dan dilinder dalam tabung
5. Menentukan cara penyelesaian untuk setiap kasus dalam konveksi paksa

1.3. Rumusan Masalah


1. Bagaimana keterkaitan bilangan tak berdimensi dengan konveksi alamiah dan
konveksi paksa ?
2. Bagaimana prinsip pada panas konveksi alamiah pada aliran melewati plat datar
vertikal, silinder vertikal, silinder horizontal dan permukaan miring ?
3. Bagaimana prinsip pada panas konveksi paksa pada aliran melewati bola,
silinder dan dilinder dalam tabung

1.4. Manfaat
1. Mengetahui keterkaitan bilangan tak berdimensi dengan konveksi alamiah dan
konveksi paksa
2. Memahami prinsip pada panas konveksi alamiah pada aliran melewati plat datar
vertikal, silinder vertikal, silinder horizontal dan permukaan miring
3. Memahami prinsip pada panas konveksi paksa pada aliran melewati bola,
silinder dan dilinder dalam tabung
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perpindahan Panas Konveksi

Aliran Arus bebas


U
T


 U q




 Dinding

Pada gambar di atas Tw adalah suatu plat T adalah suhu fluida. Apabila
kecepatan di atas plat adalah nol, maka kalor hanya dapat berpindah dengan cara
konduksi. Akan tetapi apabila fluida di atas plat bergerak dengan kecepatan tertentu,
maka kalor berpindah dengan cara konveksi, yang mana gradient suhu bergantung dari
laju fluida membawa kalor.

Sedangkan laju perpindahan kalor dipengaruhi oleh luas permukaan perpindahan


kalor ( A ) dan beda suhu menyeluruh antara permukaan bidang dengan fluida yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:

q = h.A. (Tw - T

dimana :
q = Kalor yang dipindahkan
h = Koefisien perpindahan kalor secara konveksi
A = Luas bidang permukaan perpindahan panas
T= Temperatur

Untuk keadaan yang sederhana, koefisien perpindahan panas konveksi (h) dapat
diperhitungkan secara analisis, sedangkan untuk keadaan yang rumit, harus
diperhitungkan dengan cara eksperimen atau percobaan.

Perpindahan panas konveksi tergantung pada viskositas fluida, disamping


ketergantungannya terhadap sifat-sifat termal fluida, seperti : konduktivitas termal, kalor
spesifik, dan densitas. Hal ini disebabkan karena viskositas mempengaruhi laju
perpindahan energi di daerah dinding.
Ada dua sisi konveksi, yaitu :

1. Perpindahan panas konveksi alami (natural convection)


Fenomena ini terjadi karena fluida yang terjadi karena pemanasan, berubah
densitasnya, sehingga fluidanya bergerak.
2. Perpindahan panas konveksi paksa (forced convection)
Fenomena ini terjadi apabila sistem dimana fluida didorong oleh permukaan
perpindahan kalor, atau melaluinya, fluida bergerak adanya faktor pemaksa.

2.2 Bilangan Tak Berdimensi Pada Konveksi Paksa

Eksperimen menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi tergantung pada


sifat fluida viskositas dinamis , konduktifitas thermal k, densitas , kalor jenis Cp dan
kecepatan fluida V. Disamping itu juga bentuk geometri ,kekasaran permukaan dan jenis
aliran (turbulen / laminar ) berpengaruh pada perpindahan panas konveksi. Dari parameter
diatas dapat kita katakan bahwa perpindahan panas konveksi agak kompleks karena
banyaknya variable bebas, sehingga tidak mengherankan apabila kita sebut perpindahan
panas ini adalah yang paling kompleks dibandingkan yang lain.Untuk mengurangi jumlah
variabel yang terlibat dalam perhitungan, maka sering digunakan bilangan tak berdimensi
yang merupakan kombinasi dari beberapa variabel.

2.2.1 Bilangan Nuselt

Perpindahan kalor yang terjadi pada suatu lapisan fluida terjadi melalui proses
konduksi dan konveksi. Bilangan Nusselt menyatakan perbandingan antara
perpindahan kalor konveksi pada suatu lapisan fluida dibandingkan dengan
perpindahan kalor konduksi pada lapisan fluida tersebut.

𝑞 𝑐𝑜𝑛𝑣 ℎ ∆𝑇 ℎ𝐿
= 𝑘 ∆𝑇/𝐿 = =Nu
𝑞𝑐𝑜𝑛𝑑 𝑘
dengan h adalah koefisien konveksi, L panjang karakteristik, dan k adalah koefisien
konduksi. Semakin besar nilai bilangan Nusselt maka konveksi yang terjadi semakin
efektif. Bilangan Nusselt 1 menunjukkan bahwa perpindahan kalor yang terjadi pada
lapisan fluida tersebut hanya melalui konduksi.

2.2.2 Bilangan Reynolds

Suatu aliran fluida dapat berupa aliran laminar, turbulen, ataupun transisi. Pada
aliran laminar molekul-molekul fluida mengalir mengikuti garis-garis aliran secara
teratur. Aliran turbulen terjadi saat molekul-molekul fluida mengalir secara acak
tanpa mengikuti garis aliran. Aliran transisi adalah aliran yang berada di antara
kondisi laminar dan turbulen, biasanya pada kondisi ini aliran berubah-ubah antara
transien dan turbulen sebelum benar-benar memasuki daerah turbulen penuh.
Gambar 5-3 menunjukkan perbedaan antara aliran laminar dan turbulen pada
percobaan menggunakan jejak tinta.

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝐼𝑛𝑒𝑟𝑠𝑖𝑎
Re =
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑉𝑖𝑠𝑘𝑜𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠

Pada aliran laminar maka jejak tinta berbentuk lurus dan teratur, sedangkan
pada aliran turbulen alirantinta menyebar secara acak.

Aliran laminar dan turbulen pada percobaan menggunakan jejak tinta.

Untuk membedakan antara aliran laminar, transisi, dan turbulen maka digunakan
bilangan tak berdimensi, yaitu bilangan Reynolds, yang merupakan perbandingan
antara gaya inersia dengan gaya viskos v Gaya Inersia Re Gaya Viskos dengan V∞
adalah kecepatan aliran fluida (m/s) dan δ panjang karakteristik (m). Panjang
karakteristik ditunjukkan oleh jarak x dari ujung plat pada aliran melintasi plat rata
serta diameter D untuk silinder atau bola. Viskositas kinematika ν adalah
perbandingan antara viskositas dinamik dengan massa jenisnya : v  /
Nilai bilangan Reynolds yang kecil menunjukkan aliran bersifat laminar
sedangkan nilai yang besar menunjukkan aliran turbulen. Nilai bilangan Reynolds
saat aliran menjadi turbulen disebut bilangan Reynolds kritis yang nilainya berbeda-
beda tergantung bentuk geometrinya seperti kekasaran permukaan aliran, adanya
valve, jumlah belokan, getaran dll.. Pada plat aliran parallel nilai batas bilangan
Reynolds adalah sebagai berikut :

ℎ𝐿
Nu = = 0.664 Re0L.5 Pr1/ 3 ReL < 5x105 (Laminar)
𝑘

ℎ𝐿
Nu = = = 0.037 Re0L.8 Pr1/ 3 0.6 ≤ Pr ≤ 60 (Turbulen)
𝑘

5x105 ≤ ReL ≤ 107

Sedangkan pada aliran pipa :

Re < 2300 Aliran laminar

2300 ≤ Re ≤ 10000  Aliran transisi

Re > 10000 Aliran turbulen

2.2.3 Bilangan Prandtl

Bilangan tak berdimensi selanjutnya adalah Bilangan Prandtl yang merupakan


perbandingan antara ketebalan lapis batas kecepatan dengan ketebalan lapis batas
termal. Bilangan Prandtl dinyatakan :

𝑚𝑜𝑙𝑒𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑡𝑢𝑚 𝐶𝑝


Pr = =
𝑚𝑜𝑙𝑒𝑐𝑢𝑙𝑎𝑟 𝑑𝑖𝑓𝑓𝑢𝑠𝑖𝑣𝑖𝑡𝑦 𝑜𝑓 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑘

Dengan:
ν = momentum difusivitas molekul,
α = kalor difusivitas molekul,
µ = viskositas fluida,
Cp = kalor spesifik fluida, dan
k = konduktivitas termal.
Nilai bilangan Prandtl berkisar pada nilai 0.01 untuk logam cair, 1 untuk gas, 10
untuk air, dan 10000untuk minyak berat. Difusivitas kalor akan berlangsung dengan
cepat pada logam cair (Pr << 1) dan berlangsung lambat pada minyak (Pr>>1). Pada
umumnya nilai bilangan Prandtl ditentukan menggunakan tabel sifat zat.
Menunjukkan rentang nilai bilangan Prandtl untuk beberapa jenis fluida.

Cairan Pr

Logam Cair 0.004-0.030

Gas 0.7-1.0

Air 1.7-13.7

Cairan Organik Ringan 5-50

Minyak 50-100000

Gliserin 2000-100000

2.3. Sistem Konveksi Alami

Perpindahan sistem konveksi alami terjadi karena fluida dengan cara pemanasan,
berubah densitasnya, sehingga fluidanya bergerak. Gerakan fluida dalam konveksi bebas,
baik fluida cair maupun gas, terjadi karena gaya apung yang alami apabila densitas fluida
di dekat permukaan perpindahan kalor berkurang sebagai akibat proses pemanasan. Gaya
apung ini tidak akan terjadi apabila fluida itu tidak mengalami gaya sesuatu gaya dari luar
seperti gaya gravitasi, walaupun gravitasi bukan satu-satunya gaya luar yang dapat
menghasilkan arus konveksi bebas. Contoh konveksi alamiah antara lain aliran udara
yang melintasi radiator panas.
Biasanya temperatur permukaan itu cukup tinggi untuk menimbulkan pula
radiasi.Tanpa adanya aliran yang dipaksakan terhadap fluida, maka sekitar permukaan
akan terjadi konveksi secara alamiah. Perbedaan temperatur antara bagian-bagian fluida
menyebabkan perbedaan densiti dan karena itu timbul gerakan dan aliran dalam fluida.
Aliran alamiah ini memperbesar perpindahan panas yang semula sampai tercapai keadaan
yang tetap. Cara perpindahan panas semacam ini disebut konveksi alamiah atau konveksi
bebas.
Besarnya koefisien perpindahan panas harus didapat dari hasil percobaan. Banyak
penyelidikan telah dilakukan untuk menentukan koefisien pindah panas itu.
Jika berbagai hasil penyelidikan itu dikumpulkan, ternyata dapat diperoleh persamaan
empiris dalam bilangan-bilangan tanpa dimensi, salah satu di antaranya adalah bilangan
Grashof, yang dibuat untuk menunjukkan sifat- sifat konveksi bebas. Hasil percobaan itu
sering juga dinyatakan sebagai nomogram (alignment chart) atau grafik. Persamaan
empiris dan nomogram itu dapat dipakai guna memperkirakan koefisien perpindahan
panas untuk konveksi bebas. Karena terdapat berbagai persamaan dan nomogram, maka
haruslah dicari yang keadaan sistemnya sama dengan sistem yang sedang ditinjau.

2.4. Sistem Konveksi Paksa


Konveksi paksa disebabkan karena adanya gaya pemaksa yang menyebabakan fluida
bergerak dan mempunyai kecepatan. Pada umumnya peralatan untuk memindahkan panas
pada industri maupun otomotif menggunakan sistem konveksi paksa. Sebagai gambaran
adalah fenomena perpindahan panas aliran di dalam pipa yang dinyatakan sebagai:

dq = m . cp . dTb

= h . 2. r ( Tw – Tb ) dx

m. cp

Aliran

1
2
dx
Tb2
Tb1 L

Tanda minus (-) digunakan untuk memenuhi hukum II thermodinamika,


sedangkan panas yang dipindahkan selalu mempunyai tanda positif (+). Persamaan
diatas mendefinisikan tahanan panas terhadap konveksi. Koefisien pindah panas
permukaan h, bukanlah suatu sifat zat, akan tetapi menyatakan besarnya laju pindah
panas di daerah dekat pada permukaan itu.

Ilustrasi aliran fiuda pada konveksi alamiah dan paksa


BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Konveksi Alamiah

3.1.1. Konveksi alamiah pada plat rata vertikal

Pada dinding, kecepatan fluida adalah nol karena terdapat kondisi gelincir (no
slip), kecepatan itu bertambah terus sampai mencapai nilai maksimum dan
kemudian menurun lagi hingga nol pada tepi lapisan batas. Untuk menganalisisnya,
dibuat persamaan diferensial gerakan lapisan batas itu dengan gaya bobot
3.1.2. Konveksi alamiah pada Bidang dan Silinder Vertikal
Kriteria umum ialah bahwa silinder vertikal dapat ditangani sebagai plat rata
vertikal apabila

Di mana D ialah diameter silinder. Untuk permukaan isotermal, nilai untuk


konstanta-konstanta tsb diberikan pada Lampiran 3. Terdapat indikasi dari usaha
analitis Bayley, dan dari perhitungan fluks kalor referensi 22 bahwa rumus berikut
lebih baik

Koefisien perpindahan-kalor rata-rata untuk kasus fluks-kalor tetap tidak


dapat dievaluasi. Untuk daerah laminar, dengan menggunakan persamaan dibawah
ini untuk mengevaluasi hx:

Persamaan untuk kasus fluks-kalor-tetap jika angka Nusselt rata-rata


didasarkan atas fluks kalor dinding dan beda suhu pada pusat plat (x= L/2) hasilnya
adalah :
3.1.3. Konveksi Alamiah dari Silinder Horizontal

Persamaan yang lebih rumit, yang dapat digunakan untuk rentang Gr Pr yang
luas, diberikan oleh Churchill dan Chu:

Sifat-sifat dalam persamaan tersebut ditentukan pada suhu film. Perpindahan


kalor dari silinder horizontal ke logam cair dapat dihitung menurut

3.1.4. Konveksi Alamiah dari Plat Horizontal

Kesesuaian dengan data percobaan bisa dicapai bila dimensi karakteristik


dihitung dari

di mana :
A = luas permukaan
P = wetter perimeter

Fluks kalor tetap pada plat horizontal. Untuk permukaan yang dipanaskan
menghadap keatas, maka

Angka Nusselt dibentuk oleh

3.1.5 Konveksi Alamiah dari Permukaan Miring

Untuk plat miring menghadap ke bawah dengan fluks kalor hampir tetap,
didapatkan korelasi berikut untuk angka Nusselt rata-rata
3.2 Konveksi Paksa

3.2.1. Hubungan Empiris pada Aliran di Pipa dan Tabung


Untuk sistem seperti diatas, total energi yang ditambahkan ke dalam sistem
dengan melihat perbedaan temperatur bulk adalah: dengan 𝑐𝑝 konstan di semua titik
di dalam pipa.

Besar perubahan q dalam setiap perubahan posisi x dapat diketahui juga


melalui

Hal yang menjadi masalah pada aliran konveksi pada tabung, adalah mencari
nilai h (koefisien perpindahan panas konveksi).

3.2.2. Aliran sepanjang silinder dan bola

Perpindahan kalor yang terjadi pada aliran dibagian luar silinder juga tak kalah
pentingnya dibandingkan aliran dalam silinder dan plat datar. Jika lapisan batas pada
silinder ini tetap laminar dan stabil maka perhitungan perpindahan kalor dapat
dilakukan dengan cara seperti yang telah dibahas sebelumnya. Gradien tekanan
perlu diperhitungkan, karena dapat membentuk daerah aliran terpisah yang
mengarah ke arah sebaliknya saat kecepatan aliran bebas (𝑢∞) cukup besar.

(a) Profil Lapisan Batas, (b) Distribusi Kecepatan pada Aliran Sepanjang Silinder, dan
(c) Pola Umum Aliran Sepanjang Silinder.

Hal ini sesuai dengan teori lapisan batas, tekanan yang melalui lapisan batas
bernilai konstan pada posisi x manapun (diukur dari titik diam/stagnation point
seperti pada Gambar 1c). Saat aliran terbentuk melewati silinder, tekanan pada
lapisan batas akan mengikuti aliran. Saat mencapai bagian depan silinder, tekanan
akan berkurang dan meningkat ke arah sebaliknya. Perubahan tekanan ini akan
menyebabkan kecepatan pada sisi depan lebih besar daripada sisi belakang,
membentuk aliran balik (terjadi di permukaan-lapisan batas) yang menurunkan
kecepatan aliran bebas (pada dinding - lapisan batas).
Dengan mengasumsikan tekanan konstan sepanjang lapisan batas,
pembentukan aliran balik terjadi pada lapisan batas yang dekat dengan permukaan
(karena momentum lapisan fluida dekat permukaan tidak cukup untuk melawan
kenaikan tekanan). Daerah ini disebut titik pemisahan (Gambar 1b; daerah di mana
gradien kecepatan pada permukaan = 0
Pembentukan aliran balik ini menyebabkan adanya gaya tarik/drag force pada
bagian depan silinder. Gaya tarik pada silinder adalah akibat dari gabungan tahanan.
gesekan (frictional resistance) dan tarikan tekanan (pressure drag), menyebabkan
daerah bertekanan rendah pada bagian belakang silinder akibat pemisahan aliran.

Contoh 1 Konveksi paksa melalui pipa

Pipa berisi uap air berdiameter 10 cm bertemperatur permukaan 110°C melewati daerah
berangin.Hitung laju rugi kalor per meter panjang pipa jika udara pada tekanan 1 atm
dan 4°C serta angin bertiup pada kecepatan 8 m/s.

T∞= 4oC

V=8 mk/s
Contoh 2
BAB IV
PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Perpindahan panas secara konveksi terbagi menjadi 2 jenis berdasarkan
penyebab terjadinya konveksi, yaitu konveksi alamiah dan konveksi paksa.
Konveksi alami terjadi karena perubahan densitas dari fluida yang mengalami
pemanasan sehingga fluida akan bergerak naik. Konveksi paksa yaitu perpindahan
panas dimana fluida mengalami gaya dorong oleh permukaan perpindahan kalor.
Besar laju perpindahan panas secara konveksi dipengaruhi oleh koefisien
konveksi, luas permukaan dari benda yang bersinggungan dengan fluida, dan
perbedaan suhu antara benda dan fluida. Nilai koefisien konveksi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu viskositas fluida, kecepatan fluida, perbedaan suhu antara
benda dan fluida, kapasitas panas fluida, dan densitas fluida. Nilai koefisien
konveksi dapat dicari dengan menggunakan bilangan Nusselt (Nu) yang merupakan
fungsi dari bilangan Prandtl (Pr) dan atau bilangan Grashof (Gr).
DAFTAR PUSTAKA

Khootama, Andy, dkk. 2016. Perpindahan Kalor Konveksi Alamiah dan Konveksi Paksa.
Teknologi Bioproses. Departemen Teknik Kimia. Fakultas Teknik
Universitas Indonesia : Depok

Kreith, Frank. 1997. Prinsip-prinsip Perpindahan Panas. Edisi 3. Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai