Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak jalanan adalah seseorang yang masih belum dewasa (secara fisik
dan phsykis) yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan dengan
melakukan kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan uang guna mempertahankan
hidupnya yang terkadang mendapat tekanan fisik atau mental dari
lingkunganya. Umumnya mereka berasal dari keluarga yang ekonominya
lemah. Anak jalanan tumbuh dan berkembang dengan latar kehidupan jalanan
dan akrab dengan kemiskinan, penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang,
sehingga memberatkan jiwa dan membuatnya berperilaku negatif.
Ketika mereka dewasa, besar kemungkinan mereka akan menjadi
salah satu pelaku kekerasan. Tanpa adanya upaya apapun, maka kita telah
berperan serta menjadikan anak-anak sebagai korban tak berkesudahan.
Menghapus stigmatisasi di atas menjadi sangat penting. Sebenarnya anak-
anak jalanan hanyalah korban dari konflik keluarga, komunitas jalanan, dan
korban kebijakan ekonomi permerintah yang memberatkan rakyat. Untuk itu
kampanye perlindungan terhadap anak jalanan perlu dilakukan secara terus
menerus setidaknya untuk mendorong pihak-pihak di luar anak jalanan agar
menghentikan aksi-aksi kekerasan terhadap anak jalanan. Sesuai konvensi hak
anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the Rights of the Child),
sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36 tahun 1990,
menyatakan bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-anak,
maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Fenomena
merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalansosial yang
komplek. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan
yang menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak
bermasa depan jelas, dan keberadaan mereka tidak jarang menjadi “masalah”
bagi banyak pihak, keluarga, masyarakat dan negara. Namun, perhatian
terhadap nasibanak jalanan tampaknya belum begitu besar dan solutif.
Padahal mereka adalahsaudara kita. Mereka adalah amanah Allah yang harus
dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga tumbuh-kembang menjadi manusia
dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan cerah.
Begitu pula kiranya anak jalanan yang memerlukan perhatian dan
perlindungan terhadap hak-haknya sebagai anak bangsa untuk memperoleh
pendidikan sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan
bahwa setiap warga negara berhak mendapat pengajaran.Melihat isi dari pasal
31 ayat 1 tersebut sangat bertolak belakang dengan yang dialami anak jalanan.
Mereka hampir tidak mendapatkan haknya untuk mendapatkan pengajaran.
Ironisnya di tengah pendidikan bagi anak jalanan yang terabaikan, DPR justru
berencana mendirikan gedung baru yang megah dengan alasan “kinerja”.
Sepertinya akan lebih bijak apabila dana tersebut digunakan untuk mendirikan
sekolah untuk anak jalanan, memberikan honor bagi pengajar, dan penyediaan
sarana belajar mengajar untuk mereka. Akan tetapi di balik hal tersebut kita
patut bangga karena kepedulian masyarakat Indonesia terhadap pendidikan
justru semakin tinggi. Hal ini dibuktikan dari banyaknya masyarakat yang
mengabdikan diri sebagai pengajar di sanggar yang telah didirikan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Anak jalanan?
2. Bagaimana Pengertian psikotiik?
3. Bagaimana tanda dan gejala yang dianggap anak jalanan?
4. Bagaimana Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan dan gelandangan
psikotik
5. Bagaimana psikososial pada anak jalanan?
6. Apa pelayanan pendidikam bagi anak jalanan?
7. Bagaimana penelitian terhadap anak jalanan?
8. Bagaimana asuhan keperawatan teori dan kasus pada anak jalanan?
1.3 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Asuhan


Keperawatan pada anak jalanan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Anak Jalanan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sehat adalah dalam keadaan
bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman
adalah relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang mendefinisikan dan
merasakan.
Anak jalanan atau sering disingkat anjal adalah sebuah istilah umum yang
mengacu pada anak-anak yang mempunyai kegiatan ekonomi di jalanan, namun
masih memiliki hubungan dengan keluarganya. Menurut Departmen Sosial RI
(1999), pengertian tentang anak jalanan adalah anak-anak di bawah usia 18
tahun yang karena berbagai faktor, seperti ekonomi, konflik keluarga hingga
faktor budaya yang membuat mereka turun ke jalanan.
UNICEF memberikan batasan tentang anak jalanan, yaitu Street Child are
those who have abandoned their homes, school and immediate communities
before they are sixteen years of age, and have drifted into a nomadic streat life.
Berdasarkan hal tersebut, maka anak jalanan adalah anak-anak berumur di
bawah 16 tahun yang sudah melepaskan diri dari keluarga, sekolah, dan
lingkungan masyarakat terdekantnya, larut dalam kehidupan berpindah-pindah
di jalan raya.
Menurut UU no 23 tentang kesehatan jiwa menyebutkan penyebab
munculnya anak jalanan dan gelandangan psikotik adalah:
1. Keluarga tidak perduli
2. Keluarga malu
3. Keluarga tidak tahu
4. Obat tidak diberikan
5. Tersesat ataupun karena Urbanisasi
2.2 Psikotik
Psikotik adalah bentuk disorder mental atau kegalauan jiwa yang
dicirikan dengan adanya disintegrasi kepribadian dan terputusnnya hubungan
jiwa dengan Realita. Kriteria Psikotik adalah sebagai berikut:
1. Psikotik organik
Psikotik yang penyebabnya adalah gangguan pada susunan syaraf
pusat dan psikotik yang disebabkan oleh kondisi fisik, gangguan
metabolisme dan intoksikasi obat.
2. Psikotik Fungsional
Psikotik yang disebabkan oleh gangguan pada kepribadian seseorang
yang bersifat psikogenetik yaitu skizofrenia (perpecahan kepribadian)
seperti psikotik paranoid dan curiga.
Berikut faktor penyebab psikotik, antara lain:
1. Tekanan-tekanan kehidupan ( emosional)
2. Kekecewaan yang tidak pernah terselesaikan
3. Adanya hambatan yang terjadi pada masa tumbuh kembang
4. Kecelakaan yang menyebabkan kerusakan gangguan otak
5. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan masyarakat.

2.3 Tanda Dan Gejala


1. Orang dengan tubuh yang kotor sekali
2. Rambutnya seperti sapu ijuk
3. Pakaiannya compang-camping dengan membawa bungkusan besar yang
berisi macam-macam barang
4. Bertingkah laku aneh seperti tertawa sendiri
5. Sukar diajak berkomunikasi
6. Pribadi tidak stabil
7. Tidak memiliki kelompok.
2.4 Layanan yang dibutuhkan oleh anak jalanan dan gelandangan psikotik
1. Kebutuhan fisik, meliputi kebutuhan makan, pakaian, perumahan dan
kesehatan
2. Kebutuhan layanan psikis meliputi terapi medis psikiatris. keperawatan dan
psikologis
3. Kebutuhan sosial seperti rekreasi, kesenian dan olah raga
4. Layanan kebutuhan ekonomi meliputi ketrampilan usaha, ketrampilan kerja
dan penempatan dalam masyarakat.
5. Kebutuhan rohani.

2.5 Karakteristik Anak Jalanan


1. Ciri fisik
a. Warna kulit kusam
b. Rambut kemerahan
c. Kebanyakan berbadan kurus
d. Pakaian tidak terurus
2. Ciri psikis
a. Mobilitas tinggi
b. Acuh tak uacuh
c. Penuh curiga
d. Sangat sensistif berwatak keras
e. Kreative
f. Semangat hidup tinggi
g. Berani tanggung resiko
h. Mandiri.

2.6 Psikososial Anak Jalanan


Keadaan saat ini sangat memprihatinkan karena anak yangrentan turun ke
jalan lebih dari 20 kali lipat jumlah nya dibandingkan dengan anak jalanan itu
sendiri. Anak jalanan perempuan jauh lebih buruk posisinya karena pasti akan
menerima berbagai kekerasan atau bahkan pelecehan seksual. Karena anak
jalanan lebih banyak berinteraksi dengan kerasnyahidup dijalan dan mencari
uang, itu berdampak pada perkembangan psikososial nya dan tumbuh menjadi
anak yang keras, liar, dan terkenal tidak bisa diatur. Usia anak jalanan biasanya
masih dalamusia sekolah dimana usia sekolah termasuk ke dalam tahapan
psikososial yang mampu menghasilkan karya, dapat dan melatih interaksi yang
baik, dapat berprestasi dalam sekolah, serta dapat menggali ilmu dengan
kemauan sendiri. Tahap ini merupakan tahap anak membuat konsep diri mereka
sendiri. Jika tahap ini terlewatkan terjadi masalah Psikososial. Masalah
Psikososial adalah masalah kejiwaan dan kemasyarakatan yang mempunyai
pengaruh timbal balik, sebagai akibat terjadinya perubahan sosial dan atau
gejolak sosial dalam masyarakat yang dapat menimbulkan gangguan jiwa.

2.6 Pelayanan Pendidikan


Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang lainnya,
mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa anak-anak seperti itu
otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta
diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Pada
perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia
dini. Kita telah benar-benar melupakan hak anak-anak untuk bermain,
bersekolah, dan hidup sebagaimana lazimnya anak-anak lainnya. Mereka
dipaksa orang tua untuk merasakan getirnya kehidupan. Mereka tumbuh dan
berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan,
penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan
membuatnya berperilaku negatif .\
Mengkaitkan kandungan hak-hak anak sebagaimana yang tercantum
dalam KHA dengan realitas yang ada, maka akan terlihat suatu kesenjangan
yang cukup tinggi. Penghormatan negara atas hak-hak anak jalanan dinilai
masih sangat minim, bahkan pada kebijakan-kebijakan tertentu seperti razia-
razia yang sarat dengan nuansa kekerasan, negara kerapkali dinilai melakukan
pelanggaran terhadap hak-hak anak (jalanan). Kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam rangka memenuhi hak-hak anak jalanan harus senantiasa ditingkatkan.
Hal ini mengingat anak sebagai aset dan generasi penerus bangsa. Salahsatunya
adalah dengan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak-anak jalanan.
Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah pendidikan formal sebagaimana
yang dicanangkan pemerintah dalam Gerakan Wajib Belajar 9 tahun dan tentu
saja dengan biaya pendidikan gratis atau murah bagi anak-anak jalanan yang
memiliki keluarga miskin.
Pendidikan Pada anak jalanan mungkin ini tidak terlihat sebagai suatu
yang penting. Para anak jalanan lebih memilih untuk mencari uang
dibandingkan dengan bersekolah. Karena dorongan kebutuhan hidup mereka
yang mewajibkan mereka untuk mencari uang untuk dapa bertahan hidup. Maka
dari itulah pendidikan yang didapat oleh anak jalanan sangatlah rendah dan
dapat dikatakan anak jalanan ini tidak mendapatkan pendidikan secara baik
sesuai konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the
Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36
tahun 1990, menyatakan bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-
anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Begitu pula
kiranya anak jalanan yang memerlukan perhatian dan perlindungan terhadap
hak-haknya sebagai anak bangsa untuk memperoleh pendidikan dengan baik
sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa setiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.
Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak belakang dengan
yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak mendapatkan haknya untuk
mendapatkan pengajaran. Dan akibatnya, perilaku negatif dan kriminal yang
timbul di kalangan anak jalanan tersebut. Anak jalanan hidup dan berada dalam
situasi sosial yang terdiri dari berbagai setting. Setting pertama adalah
lingkungan sosial yang terdiri dari keluarga , sekolah dan masyarakat.
Pendidikan di kalangan anak jalanan ironisnya sangat sedikit atau dapat
dikatakan tidak layak. Msesikpun telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU no 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik
dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil.
Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak
cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di
sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah
fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dijalankan.
Pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa lauk,menjadi kering hambar, tak
menarik.
Inilah yang menjadi faktor berkembangnya anak jalanan di Indonesia
dan pada masa dewasa para anak jalanan ini tidak dapat bersaing dengan anak-
anak yang lain. Persaingan ini berpandangan bahwa setiap orang harus diberi
kesempatan yang sama untuk bersaing. Namun pada kenyataannya pada
persaingan in anak-anak jalanan hanya memiliki sedikit kesempatan karena
kurangnya kemampuan dan pendidikan yang diterima leh anak jalanan ini.
Rumah Sebenarnya anak jalanan tidak berbeda dengan anak yang
lainnya, mereka juga mempunyai potensi dan bakat. Pada masa anak-anak
seperti itu otak yang memuat 100-200 milyar sel otak siap dikembangkan serta
diaktualisasikan untuk mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi. Pada
perkembangan otak manusia mencapai kapasitas 50 % pada masa anak usia
dini. Kita telah benar-benar melupakan hak anak-anak untuk bermain,
bersekolah, dan hidup sebagaimana lazimnya anak-anak lainnya. Mereka
dipaksa orang tua untuk merasakan getirnya kehidupan. Mereka tumbuh dan
berkembang dengan latar kehidupan jalanan dan akrab dengan kemiskinan,
penganiayaan, dan hilangnya kasih sayang, sehingga memberatkan jiwa dan
membuatnya berperilaku negatif .
Mengkaitkan kandungan hak-hak anak sebagaimana yang tercantum
dalam KHA dengan realitas yang ada, maka akan terlihat suatu kesenjangan
yang cukup tinggi. Penghormatan negara atas hak-hak anak jalanan dinilai
masih sangat minim, bahkan pada kebijakan-kebijakan tertentu seperti razia-
razia yang sarat dengan nuansa kekerasan, negara kerapkali dinilai melakukan
pelanggaran terhadap hak-hak anak (jalanan). Kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam rangka memenuhi hak-hak anak jalanan harus senantiasa ditingkatkan.
Hal ini mengingat anak sebagai aset dan generasi penerus bangsa. Salahsatunya
adalah dengan meningkatkan pelayanan pendidikan bagi anak-anak jalanan.
Pendidikan yang dimaksudkan disini adalah pendidikan formal sebagaimana
yang dicanangkan pemerintah dalam Gerakan Wajib Belajar 9 tahun dan tentu
saja dengan biaya pendidikan gratis atau murah bagi anak-anak jalanan yang
memiliki keluarga miskin.
Pendidikan Pada anak jalanan mungkin ini tidak terlihat sebagai suatu
yang penting. Para anak jalanan lebih memilih untuk mencari uang
dibandingkan dengan bersekolah. Karena dorongan kebutuhan hidup mereka
yang mewajibkan mereka untuk mencari uang untuk dapa bertahan hidup. Maka
dari itulah pendidikan yang didapat oleh anak jalanan sangatlah rendah dan
dapat dikatakan anak jalanan ini tidak mendapatkan pendidikan secara baik
sesuai konvensi hak anak-anak yang dicetuskan oleh PBB (Convention on the
Rights of the Child), sebagaimana telah diratifikasi dengan Keppres nomor 36
tahun 1990, menyatakan bahwa karena belum matangnya fisik dan mental anak-
anak, maka mereka memerlukan perhatian dan perlindungan. Begitu pula
kiranya anak jalanan yang memerlukan perhatian dan perlindungan terhadap
hak-haknya sebagai anak bangsa untuk memperoleh pendidikan dengan baik
sesuai dengan pasal 31 ayat 1 UUD 1945 yang mengamanatkan bahwa setiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.
Melihat isi dari pasal 31 ayat 1 tersebut sangat bertolak belakang dengan
yang dialami anak jalanan. Mereka hampir tidak mendapatkan haknya untuk
mendapatkan pengajaran. Dan akibatnya, perilaku negatif dan kriminal yang
timbul di kalangan anak jalanan tersebut. Anak jalanan hidup dan berada dalam
situasi sosial yang terdiri dari berbagai setting. Setting pertama adalah
lingkungan sosial yang terdiri dari keluarga , sekolah dan masyarakat.
Pendidikan di kalangan anak jalanan ironisnya sangat sedikit atau dapat
dikatakan tidak layak. Msesikpun telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) UU no 23
tahun 2002 tentang perlindungan anak menyebutkan; “Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan
pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya”.
Pemenuhan pendidikan itu haruslah memperhatikan aspek perkembangan fisik
dan mental mereka. Sebab, anak bukanlah orang dewasa yang berukuran kecil.
Anak mempunyai dunianya sendiri dan berbeda dengan orang dewasa. Kita tak
cukup memberinya makan dan minum saja, atau hanya melindunginya di
sebuah rumah, karena anak membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang adalah
fundamen pendidikan. Tanpa kasih, pendidikan ideal tak mungkin dijalankan.
Pendidikan tanpa cinta seperti nasi tanpa lauk,menjadi kering hambar, tak
menarik.
Inilah yang menjadi faktor berkembangnya anak jalanan di Indonesia
dan pada masa dewasa para anak jalanan ini tidak dapat bersaing dengan anak-
anak yang lain. Persaingan ini berpandangan bahwa setiap orang harus diberi
kesempatan yang sama untuk bersaing. Namun pada kenyataannya pada
persaingan anak-anak jalanan hanya memiliki sedikit kesempatan karena
kurangnya kemampuan dan pendidikan yang diterima leh anak jalanan ini.
Rumah Singgah
Rumah singgah sebagai tempat pemusatan sementara yang bersifat non
formal, dimana anak-anak bertemu untuk memperoleh informasi dan pembinaan
awal sebelum dirujuk ke dalam proses pembinaan lebih lanjut .rumah singgah
didefinisikan sebagai perantara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan
membantu mereka. Rumah singgah merupakan proses non formal yang
memberikan suasana pusat resosialisasi anak jalanan terhadap sistem nilai dan
norma di masyarakat. Tujuan dibentuknya rumah singgah adalah resosialisasi
yaitu membentuk kembali sikap dan prilaku anak yang sesuai dengan nilai-nilai
dan norma yang berlaku di masyarakat dan memberikan pendidikan dini untuk
pemenuhan kebutuhan anak dan menyiapkan masa depannya sehingga menjadi
masyarakat yang produktif.
Dalam resosialisasi kepada anak jalanan, para tutor menggunakan
prinsip perkawanan dan kesejajaran. Meskipun mereka anak-anak, pengalaman
dijalanan telah membuat mereka matang. Resosialisasi menghindari pola
instruksi dan memberikan masukan-masukan terus-menerus dimana anak
sebagai objek. Anak jalana ditempatkan sebagai subjek atas perubahan yang
akan terjadi pada dirinya.prinsip yang berlaku adalah para tutor dengan anak
jalanan berdiskusi untuk merumuskan kegiatan, memberikan pertimbangan, dan
menyemangati upaya yang dipilih. Pada akhir rsosialisasi, anak jalanan
diharapkan sudah mampu menolong dirinya sendiri.
Seperti contohnya Andi Suhandi yang beberapa waktu lalu dinobatkan
sebagai "The Young Heroes" oleh sebuah acara televisi ternama. Ia berhasil
mendirikan sanggar pendidikan bagi anak jalanan, yang telah menampung
banyak anak jalanan dan sebagian dari mereka telah bersekolah di sekolah
formal dan berprestasi. Meskipun pada awalnya Andi mengalami kesulitan akan
tetapi kesulitan tersebut dapat dilalui berkat kesabaran dan kerja kerasanya.
Hasilnya anak-anaknya berhasil membawa pulang Tropi Walikota Juara 1 untuk
tulis puisi yang bertema anak jalanan dan Juara 2 lomba baca puisi, serta
berhasil meraih Juara 1 lomba teater pada 2009.
Jadi, sebenarnya apabila anak jalanan tersebut dibina dengan baik,
mereka memiliki potensi yang tidak kalah dengan anak pada umumnya. Anak
jalanan perlu dirangkul untuk mendapatkan haknya memperoleh pendidikan dan
tidak selalu dipandang sebelah mata.
Peran dan fungsi rumah singgah bagi program pemberdayaan anak jalanan
sangat penting. Secara ringkas fungsi rumah singgah antara lain :
a. Sebagai tempat perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan yang kerap
menimpa anak jalanan dari kekerasan dan prilaku penyimpangan seksual
ataupun berbagai bentuk kekerasan lainnya.
b. Rehabilitasi, yaitu mengembalikan dan menanamkan fungsi sosial anak.
c. Sebagai akses terhadap pelayanan, yaitu sebagai persinggahan sementara
anak jalanan dan sekaligus akses kepada berbagai pelayanan sosial seperti
pendidikan, kesehatan dll. Lokasi rumah singgah harus berada ditengah-
tengah masyarakat agar memudahkan proses pendidikan dini, penanaman
norma dan resosialisasi bagi anak jalanan.
d. Mengupayakan anak-anak kembali ke rumah jika memungkinkan atau k
panti dan lembaga pengganti lainnya jika diperlukan
e. Memberikan alternatif pelayanan untuk pemenuhan kebutuhan anak dan
menyiapkan masa depannya sehingga menjadi warga masyarakat yang
produktif dan mandiri.

2.7 Penelitian Terkait


Pada tingkat mikro, kehadiran anak jalanan di Kota Bandung sangat erat
kaitannya dengan “situasi anak dan keluarganya”. Situasi anak dan keluarga
yang berpengaruh terhadap munculnya fenomena anak jalanan meliputi;
pertama, perlakuan salah dan ketidak-mampuan orangtua/keluarga dalam
menyediakan kebutuhan dasar bagi anak akibat dari kondisi kemiskinan.
Kedua,anak yang lari dari orang tua atau keluarganya karena perceraian orang
tua, konflik dalam keluarga, penolakan anak oleh orangtua, dan kondisi terpisah
dari orang tua atau kehilangan orangtua. Keluhan orang tua anak jalanan
terhadap anaknya yang mengatakan bahwa kehidupan sangat susah, tidak punya
biaya untuk sekolah atau doktrin-doktrin bahwa anak harus bertanggung jawab
untuk membantu ekonomi keluarga mempunyai pengaruh signifikan terhadap
pemikiran anak untuk membantu orang tua dalam mendapatkan penghasilan.
Berbagai perilaku anak dalam mendapatkan penghasilan di jalanan,
diarahkan atau diajarkan oleh orang tua atau kakak mereka. Dalam hal ini,
orang tua/ibu bapak dan kakaknya menjadi “mentor” bagi anak atau adiknya
dalam melakukan difersifikasi perubahan perilaku dalam aktivitasnya
mendapatkan penghasilan di jalanan.Orang tua mempunyai kontribusi dalam
menentukan keberadaan anak di jalanan. Sebagian besar dari orang tua yang
anaknya berada di jalanan tidak peka terhadap kebutuhan atau hak-hak anak
mereka, tidak peka dan tidak peduli terhadap resiko kehidupan jalanan bagi
anak, dan tidak berusaha keras melindungi anak dari kehidupan jalanan.
Anak yang lari/keluar dari keluarga/orang tuanya melakukan proses
pembelajaran sosial di jalanan tentang cara mempertahankan hidup dan
mendapatkan penghasilan. Mereka melakukan komunikasi dan proses
pembelajaran sosial cara mendapatkan penghasilan di jalanan dari teman atau
dari orang-orang yang telah lama berada di jalanan.Orang tua tidak menyadari
dan tidak tahu bahwa sesungguhnya pilihan melibatkan anak dalam pemenuhan
ekonomi keluarga merupakan pelanggaran hak anak dan sangat membayakan
bagi perkembangan anak-anak mereka.
Pada tingkat mezo, kehadiran anak jalanan berhubungan dengan
kekurangan sumber informal dilingkungan keluarga besar dan masyarakat yang
dapat memberikan dukungan atau kekuatan pada keluarga anak yang
bermasalah. Pada tingkat makro, keberadaan anak jalanan berkaitan dengan
kesenjangan struktu rekonomi. Terdapat 6 perubahan perilaku yang dilakukan
anak jalanan dalam aktivitasnya mendapatkan penghasilan, yaitu; (1) ketika
anak jalanan belum bisa berjalan dan berusia kurang dari 3 tahun; (2) ketika
anak jalanan sudah dapat berjalan (usia 3 –5 tahun); (3) ketika anak jalanan
berusia 6 –8 tahun; (4) ketika anak jalanan berusia 9 –12 tahun; (5) ketika anak
jalanan berusia 13 –15 tahun; dan (6) ketika anak jalanan berusia 16 –18 tahun.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK JALANAN

3.1 Asuhan Keperawatan Teori Pada Anak Jalanan


A. Pengkajian
1. Faktor predisposisi
a) Genetik
b) Neurobiologis : penurunan volume otak dan perubahan sistem
neurotransmiter.
c) Teori virus dan infeksi
2. Faktor presipitasi
a) Biologis
b) Sosial kutural
c) Psikologis
3. Penilaian terhadap stressor

Respon Adaptif Respon Maladaptif


a. Berfikir logis a. Pemikiran a. Gangguan
b. Persepsi akurat sesekali pemikiran
c. Emosi konsisten b. Terdistorsi b. Waham/halusinasi
dengan c. Ilusi c. Kesulitan
pengalaman d. Reaksi emosi pengolahan
berlebih Dan d. Emosi
d. Perilaku sesuai tidak bereaksi e. Perilaku kacau dan
e. Berhubungan e. Perilaku aneh isolasi social
sosial f. Penarikan tidak
bisa
berhubungan
sosial

4. Sumber koping
a. Disonasi kognitif ( gangguan jiwa aktif )
b. Pencapaian wawasan
c. Kognitif yang konstan
d. Bergerak menuju prestasi kerja
5. Mekanisme koping
a. Regresi( berhubungan dengan masalah dalam proses informasi dan
pengeluaran sejumlah besar tenaga dalam upaya mengelola anxietas)
b. Proyeksi ( upaya untuk menjelaskan presepsi yang membingungkan
dengan menetapkan tanggung jawab kepada orang lain)
c. Menarik diri
d. Pengingkaran

B. Diagnosa Keperawatan
1. Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial
3. Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
4. Resiko perilaku kekerasan/Perilaku kekerasan
5. Gangguan Proses Pikir: Waham
6. Resiko Bunuh Diri
7. Defisit Perawatan Diri.
3.2 Asuhan Keperawatan Kasus Pada Anak Jalanan
A. Artikel
Terduga Pencabul Bayi di Karawang Ternyata Anak Jalanan
Luthfiana Awaluddin - detikNews
Jumat, 28 Sep 2018 16:46 WIB

Ilustrasi kasus pencabulan. (Foto: Andhika Akbarayansyah)

Karawang - Polisi tengah memeriksa terduga pelaku pembunuhan disertai


kekerasan seksual kepada bayi usia 1,5 tahun di Karawang. Bocah lelaki itu
terindikasi anak jalanan yang kerap berkeliaran di Karawang.

"Bersangkutan mengaku anak jalanan. Penampilannya acak-acakan, nyeker,


dekil dan terlihat sedang teler," kata Yadi (41), saksi yang memergoki
korban dan pelaku, saat ditemui wartawan di tempat kejadian perkara
(TKP), Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat
(28/9/2018).

4 Psikolog Dampingi Bocah yang Diduga Cabuli Bayi di Karawang


Sewaktu diinterogasi warga, Yadi bercerita, bocah itu mengaku tengah
keluyuran di kawasan Kosambi, Kecamatan Klari, bersama beberapa
temannya. Di sana mereka diusir warga karena mabuk lem.

"Dia mengaku main ke sini bersama teman-temannya. Mabuk lem, lalu


keluyuran ke daerah ini," ucap Yadi.

Keterangan serupa soal si bocah hidup di jalanan itu diungkapkan Kapolres


Karawang AKBP Slamet Waloya. "Begitu pula orang tuanya hidup di
jalan," kata Slamet di TKP.

Slamet mengerahkan anak buahnya untuk mencari orang tua kandung


terduga pelaku pencabulan tersebut. "Penyidik sedang berupaya menyelidiki
identitasnya, termasuk mencari kedua orang tuanya," ujar Slamet.
B. Pengkajian
Identitas : Anak Jalanan
Masalah : "Bersangkutan mengaku anak jalanan. Penampilannya acak-
acakan, nyeker, dekil dan terlihat sedang teler," kata Yadi (41), saksi yang
memergoki korban dan pelaku, saat ditemui wartawan di tempat kejadian
perkara (TKP), Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Jumat
(28/9/2018).
C. Analisa Data
Data Masalah
Bersangkutan mengaku anak jalanan. Defisit perawatan
Penampilannya acak-acakan, nyeker, diri
dekil dan terlihat sedang teler," kata
Yadi (41), saksi yang memergoki korban
dan pelaku, saat ditemui wartawan di
tempat kejadian perkara (TKP),
Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang,
Jawa Barat, Jumat (28/9/2018).

D. Intervensi Keperawatan
TG DX PERENCANAA
L N
TUJUAN KRITERIA INTERVENSI
EVALUASI
1 2 3 4 5
Kurang Pasien mampu: Setelah…..pertemuan SP.1 (Tgl… ........................
perawatan diri
 Melakukan pasien dapat  Identifikasi
kebersihan diri menjelaskan - Kebersihan diri
secara mandiri pentingnya: - Berdandan
 Melakukan  Kebersihan diri - Makan
berhias/berdan  Berdandan/berhias - BAB/BAK
dan secara baik  Makan  Jelaskan pentingnya
kebersihan diri
 Melakukan  BAB/BAK
 Jelaskan alat dan
makan dengan baik  Dan mampu
cara kebersihan diri
melakukan cara
 Melakukan
merawat diri  Masukan dalam
BAB/BAK jadwal kegiatan
pasien
secara
mandiri
SP.2 (Tgl… ........................
 Evaluasi SP.1
 Jelaskan pentingnya
berdandan
 Latih cara berdandan
a. Untuk pasien
laki-laki
- Berpakaian
DAFTAR PUSTAKA

Romlah. 2004. Psikologi Pendidikan Kajian Teoritis dan Aplikasi. Malang:


UMM Press.
Suliswati., Payapo, T.A., Maruhawa, J., Sianturi, Y., dan Sumijatun. 2005.
Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC.
https://m.detik.com/news/berita-jawa-barat/d-4233377/terduga-pencabul-
bayi-di-karawang-ternyata-anak-jalanan (diakses 20 desemeber 2019)

Anda mungkin juga menyukai