Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KONSEP DASAR PSIKOLOGI

A. Pengertian Psikolgi/Definisi Psikologi


1. Pengertian
“Psikologi” berasal dari perkataan Yunani “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos”
yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi (menurut arti kata) psikologi artinya
ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya,
maupun latar belakangnya. Dengan singkat disebut ilmu jiwa.
Berbicara tentang jiwa, terlebih dahulu kita harus dapat membedakan nyawa dengan
jiwa. Nyawa adalah daya jasmaniah yang keberadaannya tergantung pada hidup jasmani dan
menimbulkan perbuatan badaniah organic behavior, yaitu perbuatan yang ditimbulkan pada
proses belajar. Misalnya: insting, refleks, nafsu, dan sebagainya. Jika jasmani mati, maka
mati pulalah nyawanya.
Sedang jiwa adalah daya hidup rohaniah yang bersifat abstrak, yang menjadi
penggerak dan pengatur bagi sekalian perbuatan pribadi (personal behavior) dari hewan
tingkat tinggi dan manusia. Perbuatan pribadi ialah perbuatan sebagai hasil proses belajar
yang dimungkinkan oleh keadaan jasmani, rohaniah, sosial, dan kepribadian (personality)
dengan jalan berusaha mendapatkan pengertian baru, nilai-nilai baru dan kecakapan baru,
sehingga ia dapat berbuat yang lebih sukses dalam menghadapi kontradiksi-kontradiksi
dalam hidup. Jadi, jiwa mengandung pengertian-pengertian, nilai-nilai kebudayaan, dan
kecakapan.
Mengenai soal jiwa sejak dahulu orang sudah memikirkan tentang asal tujuan jiwa,
hubungan jiwa dengan jasmani dan sebagainya. Tetapi bagaimana hasilnya? Sampai
sekarang belum ada seorang pun yang mengetahui apakah sebenarnya jiwa itu.
Ada yang mengibaratkan jiwa dan badan itu sebagai burung dengan sangkarnya.
Jiwa itu diumpamakan burung, sedangkan sangkar adalah badannya. Bila burung itu terbang
terus dan tidak kembali, maka matilah manusia itu. Ada pula yang mengatakan bahwa jiwa
dan badan itu seperti tuan dengan kudanya. Ada lagi yang mengatakan bahwa setelah badan
rusak maka jiwa lahir kembali dengan badan baru; dan ada lagi yang mengatakan bahwa
setelah manusia itu mati, jiwa tidak akan kembali lagi. Jadi, tergantung pada kepercayaan
dan pandangan masing-masing. Dengan adanya berbagai kepercayaan itu, sampai-sampai
ada orang yang memelihara mayat (mummi) supaya menjadi sempurna dan sebagainya.
Bila dibandingkan dengan ilmu-ilmu lain seperti: ilmu pasti, ilmu alam, dam lain-
lain maka ilmu jiwa dapat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan yang serba kurang tegas,
sebab ilmu ini mengalami perubahan, tumbuh, berkembang untuk mencapai kesempurnaan.
Namun demikian ilmu ini sudah merupakan cabang ilmu pengetahuan.
2. Definisi
Secara umum psikologi diartikan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia. Atau
ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala jiwa manusia. Karena para ahli jiwa
mempunyai penekanan yang berbeda maka definisi yang dikemukakan juga berbeda-beda.
Di antara pengertian yang dirumuskan oleh para ahli itu antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Dr. Singgih Dirgagunarsa:
Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia.
2. Plato dan Aritoteles, berpendapat: psikologi ialah ilmu pengetahuan yang
mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
3. John Broadus Watson, memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang
mempelajari tingkah laku tampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi
yang objektif terhadap rangsangan dan jawaban (respons).
4. Wilhelm Wundt, tokoh psikologi eksperimental berpendapat bahwa psikologi
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul
dalam diri manusia, seperti perasaan panca indra, pikiran, merasa (feeling) dan
kehendak.
5. Woodworth dan Marquis berpendapat: Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari aktivitas individu sejak dari dalam kandungan sampai meninggal dunia
dalam hubungannya dengan alam sekitar.
6. Knight dan Knight: “Psychology may be defined as the systematic study of
experience and behavior human and animal, normal and abnormal, individual and
social”.
7. Hilgert: “Psychology may be defined as the science that studies the behavior of men
and other animals”.
8. Ruch: “Psychology is sometime defined as the study of man, but this definition is too
broad. The truth is that psychology is partly biological science and partly a social
science, overlapping these two major areas and relating them each other”.

3. Kesimpulan
Pengertian psikologi di atas menunjukkan beragamnya pendapat para ahli psikologi.
Perbedaan tersebut berasal pada adanya perbedaan titik pandang para ahli dalam
mempelajari dan membahas kehidupan jiwani yang maha kompleks itu. Itulah sebabnya
mengapa sangat sukar mendapatkan satu rumusan pengertian psikologi yang disepakati oleh
semua pihak.
Tetapi yang paling penting yang dapat dipetik dari penampilan berbagai pengertian
terdahulu adalah, bahwa hal itu cukup memberikan wawasan pengertian tentang psikologi.
Sehingga paling tidak dapat disimpulkan, psikologi adalah ilmu pengetahuan yang
mempelajari semua tingkah laku dan perbuatan individu, dalam mana individu tersebut tidak
dapat dilepaskan dari lingkungannya.
B. Sejarah Psikologi
Sejarah Psikologi
Psikologi sebagai suatu ilmu, tidak lepas dari perkembangan psikologi itu sendiri, serta
ilmu-ilmu yang lain. Dari waktu ke waktu psikologi sebagai suatu ilmu mengalami perkembangan,
sesuai dengan perkembangan keadaan. Oleh karena itu psikologi sebagai suatu ilmu mempunyai
sejarah tersendiri, hingga merupakan psikologi dalam bentuk yang sekarang ini. Dari pemikiran
para ahli yang mungkin saling mempunyai pandangan yang berbeda akan memacu perkembangan
psikologi.

Psikologi Dipengaruhi oleh Filsafat


Para ahli psikologi dahulu adalah juga ahli filsafat. Dapat dimengerti kalau pemikiran
tentang kejiwaan dipengaruhi oleh pemikiran filsafat. Bahkan pada zaman Plato dan Aristoteles,
psikologi masih menyatu dengan filsafat sebagai induk segala ilmu.
Pengaruh filsafat terhadap psikologi berlangsung sejak Zaman Baru (1800 M). Dua orang
filsuf yang juga menyelidiki kejiwaan manusia adalah Plato dan Aristoteles.
a. Psikologi Plato
Plato (427 s/d 347 SM) menganggap manusia memiliki 3 kekuatan rohaniah yang disebut
”Trichotom”. Kekuatan itu terdiri dari kekuatan pikiran yang berada di kepala, kemauan yanbg
berada di dada, dan keinginan yang berada di perut.
Lebih dalam, Plato berpendapat bahwa suatu kebenaran yang hakiki tidak dapat dicapai
dengan suatu yang tampak oleh indra manusia, karena segala sesuatu yang tampak oleh indra adalah
bayangan dari hakikat. Adapun yang hakiki adalah ”Ide” atau cita-cita dari segala yang maujud ini.
”Ide” tidak lain adalah ”Pengertian yang mencakup kenyataan dari segala sesuatu, dan dapat dicapai
hanya dengan ”pikiran”. Ide tertinggi adalah Tuhan, dan segala sesuatu yang maujud berasal dari
alam ide dan segalanya akan kembali ke alam ide.
Olek karena pendapat Plato yang demikian itu maka Plato dipandang sebagai ahli pikir
pertama yang beraliran idealisme dan tokoh Trichotomi.
b. Psikologi Aristoteles
Aristoteles (384 s.d. 322 SM), murid Plato, memutuskan pandangan bahwa makhluk berjiwa
di alam ini adalah tumbuh-tumbuhan, hewan, dan manusia. Masing-masing memiliki jiwa yang
berurutan rendah tingginya. Tumbuh-tumbuhan mengandung mengandung jiwa terendah yang
disebut ”Anima Vegetativ”, fungsinya hanya terbatas pada makan dan berkembang biak. Hewan
mempunyai jiwa yang agak tinggi yang disebut ”Anima Sensitive”, fungsinya mengindra,
menggunakan nafsunya untuk bergerak dan berbuat. Manusia memiliki jiwa tertinggi yang disebut
”Anima Intelektiva”, fungsinya sangat penting, yaitu antara lain yang sangat pokok adalah berpikir
dan berkehendak.
Aristoteles membagi fungsi jiwa manusia atas dua, yaitu berpikir dan berkehendak. Oleh
karena itu, pandangannya disebut ”Dichotomi”, berbeda dengan Plato yang ”Trichotomi”.
Pandangan Trichotomi Plato dan Dichotomi Aristoteles tersebut selanjutnya diikuti oleh ahli
pikir abad ke-18. Christian Wolf (1679-1754) memandang kekuatan jiwa manusia terdiri atas 2
(Dichotomi) yaitu ”mengenal” dan ”berhasrat”. Adapun ahli pikir yang menganut pandangan
Trichotomi antara lain: J.J. Rausseau memandang 3 kekuatan jiwa yaitu mengenal, menghendaki,
dan merasakan. Immanuel Kant, filsuf idealis kenamaan dari Jerman, menyebut kekuatan jiwa yaitu
mengenal, merasakan, dan menghendaki. Mac Dougall, ahli ilmu jiwa sosial berkebangsaan Inggris
juga berpandangan bahwa jiwa terbagi atas mengenal (kognisi), menghendaki (konasi), dan
merasakan (emosi).
Psikologi yang dipengaruhi oleh filsafat seperti yang dikemukakan oleh Plato dan
Aristoteles di atas dapat disebut ”Ilmu Jiwa Filsafat”.
c. Psikologi Abad Tengah
Psikologi mulai dipikirkan secara deduktif. Tokohnya, di antaranya Thomas Aquino, yang
berpendapat bahwa badan dan jiwa itu merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
d. Rasionalisme
Tokohnya adalah Descartes, dengan pandangannya yang terkenal: ”Cogito ergo sum” (saya
berpikir, jadi saya ada). Objek psikologi adalah gejala-gejala kesadaran yang membagi tingkah laku
menjadi dua bagian yaitu: tingkah laku rasional dan mekanisme. Hubungan antara jiwa dengan
tubuh diduga terletak pada kelenjar pinealis yang terletak di bawah otak.
e. Empirisme
Pengetahuan hanya dapat dicapai dengan pengamatan dan pengalaman.
Tokoh-tokohnya di antaranya:
a. Francis Bacon
Ia merupakan pelopor penggunaan metode induktif, yang dimulai dari pengamatan-
pengamatan secara konkret.
b. John Locke
1. Jiwa tidak mempunyai pengertian yang dibawa sejak lahir (dari pembawaan).
2. Semua pengertian dan alam pikiran berasal dari pengalaman manusia, lahir berjiwa
terbuka (meja lilin).
3. Semua tingkah laku yang didapat pada dasarnya dipelajari.

C. Ruang Lingkup Psikologi


Ditinjau dari segi objeknya, psikologi dapat dibedakan dalam dua golongan yang besar,
yaitu:
a. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari manusia
b. Psikologi yang menyelidiki dan mempelajari hewan, yang umumnya lebih tegas disebut
psikologi hewan.
Dalam tulisan ini tidak akan dibicarakan psikologi yang membicarakan hewan atau
psikologi hewan. Yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah psikologi yang berobjekkan
manusia, yang sampai pada waktu ini orang masih membedakan adanya psikologi yang bersifat
umum dan psikologi yang khusus.
Psikologi umum adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan-kegiatan atau
aktivitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur).
Psikologi umum berusaha mencari dalil-dalil yang bersifat umum daripada kegiatan-kegiatan atau
aktivitas psikis. Psikologi umum memandang manusia seakan-akan terlepas dari manusia yang lain.
Psikologi khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan
dari aktivitas psikis manusia. Hal-hal yang khusus yang menyimpang dari hal-hal yang umum
dibicarakan dalam psikologi khusus.
Psikologi khusus ini ada bermacam-macam, antara lain:
1. Psikologi Perkembangan, yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis
manusia dari masa bayi sampai tua, yang mencakup:
a. psikologi anak (mencakup masa bayi);
b. psikologi puber dan adolesensi (psikologi pemuda);
c. psikologi orang dewasa;
d. psikologi orang tua.
2. Psikologi Sosial, yaitu psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku
atau aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial.
3. Psikologi Pendidikan, yaitu psikologi yang khusus menguraikan kegiatan atau
aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya bagaimana cara
menarik perhatian agar pelajaran dapat dengan mudah diterima, bagaimana cara belajar dan
sebagainya.
4. Psikologi Kepribadian dan Tipologi, yaitu psikologi yang khusus menguraikan
tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia.
5. Psikopatologi, yaitu psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis
yang tidak normal (abnormal).
6. Psikologi Kriminal, yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan
atau kriminalitas.
7. Psikologi Perusahaan, yaitu psikologi yang khusus berhubungan dengan soal-soal
perusahaan.
Psikologi khusus masih berkembang terus sesuai dengan bidang-bidang berperannya
psikologi. Pada umumnya psikologi khusus merupakan psikologi praktis, yang diaplikasikan sesuai
dengan bidangnya.

D. Teori-Teori Psikologi
Teori-teori awal yang dianggap mampu menjelaskan perilaku seseorang, difokuskan pada
dua kemungkinan (1) perilaku diperoleh dari keturunan dalam bentuk instink-instink biologis - lalu
dikenal dengan penjelasan "nature" - dan (2) perilaku bukan diturunkan melainkan diperoleh dari
hasil pengalaman selama kehidupan mereka - dikenal dengan penjelasan "nurture". Penjelasan
"nature" dirumuskan oleh ilmuwan Inggris Charles Darwin pada abad kesembilan belas di mana
dalam teorinya dikemukakan bahwa semua perilaku manusia merupakan serangkaian instink yang
diperlukan agar bisa bertahan hidup. Mc Dougal sebagai seorang psikolog cenderung percaya
bahwa seluruh perilaku sosial manusia didasarkan pada pandangan ini (instinktif).
Namun banyak analis sosial yang tidak percaya bahwa instink merupakan sumber perilaku
sosial. Misalnya William James, seorang psikolog percaya bahwa walau instink merupakan hal yang
mempengaruhi perilaku sosial, namun penjelasan utama cenderung ke arah kebiasaan - yaitu pola
perilaku yang diperoleh melalui pengulangan sepanjang kehidupan seseorang. Hal ini memunculkan
"nurture explanation". Tokoh lain yang juga seorang psikolog sosial, John Dewey mengatakan
bahwa perilaku kita tidak sekedar muncul berdasarkan pengalaman masa lampau, tetapi juga secara
terus menerus berubah atau diubah oleh lingkungan - "situasi kita" - termasuk tentunya orang lain.
Berbagai alternatif yang berkembang dari kedua pendekatan tersebut kemudian
memunculkan berbagai perspektif dalam psikologi sosial - seperangkat asumsi dasar tentang hal
paling penting yang bisa dipertimbangkan sebagai sesuatu yang bisa digunakan untuk memahami
perilaku sosial. Ada empat perspektif, yaitu: perilaku (behavioral perspectives), kognitif
(cognitive perspectives), stuktural (structural perspectives), dan interaksionis (interactionist
perspectives).
Perspektif perilaku dan kognitif lebih banyak digunakan oleh para psikolog sosial yang
berakar pada psikologi. Mereka sering menawarkan jawaban yang berbeda atas sebuah pertanyaan :
"Seberapa besar perhatian yang seharusnya diberikan oleh para psikolog sosial pada kegiatan
mental dalam upayanya memahami perilaku sosial?". Perspektif perilaku menekankan, bahwa untuk
dapat lebih memahami perilaku seseorang, seyogianya kita mengabaikan informasi tentang apa
yang dipikirkan oleh seseorang. Lebih baik kita memfokuskan pada perilaku seseorang yang dapat
diuji oleh pengamatan kita sendiri. Dengan mempertimbangkan proses mental seseorang, kita tidak
terbantu memahami perilaku orang tersebut, karena seringkali proses mental tidak reliabel untuk
memprediksi perilaku. Misalnya tidak semua orang yang berpikiran negatif tentang sesuatu, akan
juga berperilaku negatif. Orang yang bersikap negatif terhadap bangsa A misalnya, belum tentu dia
tidak mau melakukan hubungan dengan bangsa A tersebut. Intinya pikiran, perasaan, sikap (proses
mental) bukan sesuatu yang bisa menjelaskan perilaku seseorang.
Sebaliknya, perspektif kognitif menekankan pada pandangan bahwa kita tidak bisa
memahami perilaku seseorang tanpa mempelajari proses mental mereka. Manusia tidak menanggapi
lingkungannya secara otomatis. Perilaku mereka tergantung pada bagaimana mereka berpikir dan
mempersepsi lingkungannya. Jadi untuk memperoleh informasi yang bisa dipercaya maka proses
mental seseorang merupakan hal utama yang bisa menjelaskan perilaku sosial seseorang.
Perspektif struktural dan interaksionis lebih sering digunakan oleh para psikolog sosial yang
berasal dari disiplin sosiologi. Pertanyaan yang umumnya diajukan adalah : " Sejauhmana kegiatan-
kegiatan individual membentuk interaksi sosial ?". Perspektif struktural menekankan bahwa
perilaku seseorang dapat dimengerti dengan sangat baik jika diketahui peran sosialnya. Hal ini
terjadi karena perilaku seseorang merupakan reaksi terhadap harapan orang-orang lain. Seorang
mahasiswa rajin belajar, karena masyarakat mengharapkan agar yang namanya mahasiswa
senantiasa rajin belajar. Seorang ayah rajin bekerja mencari nafkah guna menghidupi keluarganya.
Mengapa? Karena masyarakat mengharapkan dia berperilaku seperti itu, jika tidak maka dia tidak
pantas disebut sebagai "seorang ayah". Perspektif interaksionis lebih menekankan bahwa manusia
merupakan agen yang aktif dalam menetapkan perilakunya sendiri, dan mereka yang membangun
harapan-harapan sosial. Manusia bernegosiasi satu sama lainnya untuk membentuk interaksi dan
harapannya. Untuk lebih jelas, di bawah ini diuraikan satu persatu keempat prespektif dalam
psikologi sosial.
1. Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective)
Pendekatan ini awalnya diperkenalkan oleh John B. Watson (1941, 1919). Pendekatan ini
cukup banyak mendapat perhatian dalam psikologi di antara tahun 1920-an s/d 1960-an. Ketika
Watson memulai penelitiannya, dia menyarankan agar pendekatannya ini tidak sekedar satu
alternatif bagi pendekatan instinktif dalam memahami perilaku sosial, tetapi juga merupakan
alternatif lain yang memfokuskan pada pikiran, kesadaran, atau pun imajinasi. Watson menolak
informasi instinktif semacam itu, yang menurutnya bersifat "mistik", "mentalistik", dan "subyektif".
Dalam psikologi obyektif maka fokusnya harus pada sesuatu yang "dapat diamati" (observable),
yaitu pada "apa yang dikatakan (sayings) dan apa yang dilakukan (doings)". Dalam hal ini
pandangan Watson berbeda dengan James dan Dewey, karena keduanya percaya bahwa proses
mental dan juga perilaku yang teramati berperan dalam menyelaskan perilaku sosial.
Para "behaviorist" memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan "tanggapan"
(responses), dan lingkungan ke dalam unit "rangsangan" (stimuli). Menurut penganut paham
perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan
menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan " seorang teman
datang ", lalu memunculkan tanggapan misalnya, "tersen-yum". Jadi seseorang tersenyum, karena
ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan
dapat dihubungkan tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi
tidak terlalu mengejutkan jika para behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang
menggunakan pendekatan "kotak hitam (black-box)" . Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box)
dan menghasilkan tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam tadi - srtuktur internal atau proses
mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan - karena tidak dapat dilihat secara langsung (not
directly observable), bukanlah bidang kajian para behavioris tradisional.
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme
melalui percobaan yang dinamakan "operant behavior" dan "reinforcement". Yang dimaksud
dengan "operant condition" adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan
cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut. Misalnya, jika
kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan
senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain
tersebut merupakan "operant behavior". Yang dimaksud dengan "reinforcement" adalah proses di
mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa
datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal
sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika
di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui,
reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat
positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing
lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka,
maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam
saja).
Dalam pendekatan perilaku terdapat teori-teori yang mencoba menjelaskan secara lebih
mendalam mengapa fenomena sosial yang diutarakan dalam pendekatan perilaku bisa terjadi.
Beberapa teori antara lain adalah Teori Pembelajaran Sosial (Social Learning Theory) dan Teori
Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory).

a. Teori Pembelajaran Sosial.


Di tahun 1941, dua orang psikolog - Neil Miller dan John Dollard - dalam laporan hasil
percobaannya mengatakan bahwa peniruan (imitation) di antara manusia tidak disebabkan oleh
unsur instink atau program biologis. Penelitian kedua orang tersebut mengindikasikan bahwa kita
belajar (learn) meniru perilaku orang lain. Artinya peniruan tersebut merupakan hasil dari satu
proses belajar, bukan bisa begitu saja karena instink. Proses belajar tersebut oleh Miller dan
Dollard dinamakan "social learning " - "pembelajaran sosial". Perilaku peniruan (imitative
behavior) kita terjadi karena kita merasa telah memperoleh imbalan ketika kita meniru perilaku
orang lain, dan memperoleh hukuman ketika kita tidak menirunya. Agar seseorang bisa belajar
mengikuti aturan baku yang telah ditetapkan oleh masyarakat maka "para individu harus dilatih,
dalam berbagai situasi, sehingga mereka merasa nyaman ketika melakukan apa yang orang lain
lakukan, dan merasa tidak nyaman ketika tidak melakukannya.", demikian saran yang dikemukakan
oleh Miller dan Dollard.
Dalam penelitiannya, Miller dan Dollard menunjukan bahwa anak-anak dapat belajar
meniru atau tidak meniru seseorang dalam upaya memperoleh imbalan berupa permen. Dalam
percobaannya tersebut, juga dapat diketahui bahwa anak-anak dapat membedakan orang-orang yang
akan ditirunya. Misalnya jika orang tersebut laki-laki maka akan ditirunya, jika perempuan tidak.
Lebih jauh lagi, sekali perilaku peniruan terpelajari (learned), hasil belajar ini kadang berlaku
umum untuk rangsangan yang sama. Misalnya, anak-anak cenderung lebih suka meniru orang-
orang yang mirip dengan orang yang sebelumnya memberikan imbalan. Jadi, kita mempelajari
banyak perilaku "baru" melalui pengulangan perilaku orang lain yang kita lihat. Kita contoh
perilaku orang-orang lain tertentu, karena kita mendapatkan imbalan atas peniruan tersebut dari
orang-orang lain tertentu tadi dan juga dari mereka yang mirip dengan orang-orang lain tertentu
tadi, di masa lampau.
Dua puluh tahun berikutnya, Albert Bandura dan Richard Walters (1959, 1963),
mengusulkan satu perbaikan atas gagasan Miller dan Dollard tentang belajar melalui peniruan.
Bandura dan Walters menyarankan bahwa kita belajar banyak perilaku melalui peniruan, bahkan
tanpa adanya penguat (reinforcement) sekalipun yang kita terima. Kita bisa meniru beberapa
perilaku hanya melalui pengamatan terhadap perilaku model, dan akibat yang ditimbulkannya atas
model tersebut. Proses belajar semacam ini disebut "observational learning" - pembelajaran melalui
pengamatan. Contohnya, percobaan Bandura dan Walters mengindikasikan bahwa ternyata anak-
anak bisa mempunyai perilaku agresif hanya dengan mengamati perilaku agresif sesosok model,
misalnya melalui film atau bahkan film karton.
Bandura (1971), kemudian menyarankan agar teori pembelajaran sosial seyogianya
diperbaiki lebih jauh lagi. Dia mengatakan bahwa teori pembelajaran sosial yang benar-benar
melulu menggunakan pendekatan perilaku dan lalu mengabaikan pertimbangan proses mental, perlu
dipikirkan ulang. Menurut versi Bandura, maka teori pembelajaran sosial membahas tentang (1)
bagaimana perilaku kita dipengaruhi oleh lingkungan melalui penguat (reinforcement) dan
observational learning, (2) cara pandang dan cara pikir yang kita miliki terhadap informasi, (3)
begitu pula sebaliknya, bagaimana perilaku kita mempengaruhi lingkungan kita dan menciptakan
penguat (reinforcement) dan observational opportunity - kemungkinan bisa diamati oleh orang lain.

b. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)


Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John
Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan
Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang
lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan
orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial,
teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain,
maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi
Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan
(profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan
merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh
pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan
perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan,
persahabatan - hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa
teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan
menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak
ditampilkan.
Berdasarkan keyakinan tersebut Homans dalam bukunya "Elementary Forms of Social
Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :"Semua tindakan
yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan,
makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi ". Proposisi ini secara eksplisit
menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi
lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : "Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan
bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali". Bagi
Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah "distributive justice" - aturan yang mengatakan
bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Proposisi yang terkenal sehubungan
dengan prinsip tersebut berbunyi " seseorang dalam hubungan pertukaran dengan orang lain akan
mengharapkan imbalan yang diterima oleh setiap pihak sebanding dengan pengorbanan yang
telah dikeluarkannya - makin tingghi pengorbanan, makin tinggi imbalannya - dan keuntungan
yang diterima oleh setiap pihak harus sebanding dengan investasinya - makin tinggi investasi,
makin tinggi keuntungan".
Inti dari teori pembelajaran sosial dan pertukaran sosial adalah perilaku sosial seseorang
hanya bisa dijelaskan oleh sesuatu yang bisa diamati, bukan oleh proses mentalistik (black-box).
Semua teori yang dipengaruhi oleh perspektif ini menekankan hubungan langsung antara perilaku
yang teramati dengan lingkungan.

E. Unsur-Unsur Psikologi
Unsur/Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi
Psikologi mengarahkan perhatiannya pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan
proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku tersebut. Bila sosiologi melihat
komunikasi pada interaksi sosial, filsafat pada hubungan manusia dengan realitas alam semesta,
maka psikologi melihat pada perilaku individu komunikan.

Menurut Fisher, ada 4 ciri / unsur pendekatan psikologi pada komunikasi, yaitu :
1. Penerimaan stimuli secara indrawi;
2. Proses yang mengantarai stimuli dan respons;
3. Prediksi respons;
4. Peneguhan respons.

1) Psikologi melihat komunikasi dimulai dengan dikenainya masukan kepada organ-organ


pengindraan kita berupa data. Stimuli bisa berbentuk orang, pesan , suara, warna, dan
sebagainya; pokoknya segala hal yang mempengaruhi kita.
2) Stimuli itu kemudian diolah dalam jiwa kita, yaitu dalam kotak ”hitam” yang tidak pernah
kita ketahui. Kita hanya mengambil kesimpulan tentang proses yang terjadi pada ”kotak
hitam”dari respons yang tampak. Misalnya kita mengetahui nbahwa bila ia tersenyum, tepuk
tangan, dan meloncat-loncat, pasti ia dalam keadaan gembira.
3) Psikologi komunikasi juga melihat bagaimana respons yang terjadi pada masa lalu dapat
meramalkan respons yang akan datang. Kita harus mengetahui sejarah respons sebelum
meramalkan respons individu masa sekarang.
4) Peneguhan adalah respons lingkungan (atau orang lain pada respons organisme yang asli)
ahli lain menyebutnya feedback atau umpan balik.

Menurut George A. Miller, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan,
meramalkan, dan megendalikan peristiwa mental dan perilaku dalam komunikasi. Persitiwa mental
adalah proses yang mengantar stimuli dan respons (internal meditation of stimuli) yang berlangsung
sebagai akibat berlangsungnya komunikasi. Peristiwa perilaku/behavioral adalah apa yang nampak
ketika orang berkomunikasi.
Belum ada kesepakatan tentang cakupan psikologi. Ada yang beranggapan psikologi hanya
tertarik perilaku yang tampak saja, sedangkan yang lain tidak dapat mengabaikan peristiwa-
peristiwa mental. Sebagian psikolog hanya ingin memeriksa apa yang dilakukan orang, sebagian
lagi ingin meramalkan apa yang akan dilakukan orang.
Komunikasi adalah peristiwa sosial. Psikologi komunikasi dapat diposisikan sebagai bagian
dari psikologi sosial. Karena itu, psikologi sosial adalah juga pendekatan psikologi komunikasi.
Bila individu-individu berinteraksi dan saling mempengaruhi, maka terjadilah:
1. Proses belajar yang meliputi aspek kognitif dan aspek afektif
2. Proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang (komunikasi)
3. Mekanisme penyesuaian diri seperti sosialisasi, identifikasi, permainan peran, proyeksi,
agresi, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai