Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Trauma kepala atau cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecatatan utama pada kelompok produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Diperkirakan 100.000 orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit, dua pertiga
berusia di bawah 30 tahun dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah
wanita, lebih dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi terhadap cedera
bagian tubuh lainnya.
Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian kegawatdaruratan menunjukkan
bahwa penyebab primer trauma kepala pada anak-anak adalah karena jatuh, dan
penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras. Penyebab cedera kepala pada
remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain
karena kekerasan. Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada usia
dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan yang sebelumnya merupakan
etiologi cedera utama, digantikan oleh jatuh pada usia >45 tahun.

B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dari trauma kepala?
b. Berapa klasifikasi dari trauma kepala?
c. Bagaimana etiologi dari trauma kepala?
d. Bagaimana patofisiologi trauma kepala?
e. Bagaimana manifestasi klinis dari trauma kepala?
f. Pemeriksaan penunjang apa yang dilakukan pada trauma kepala?
g. Bagaimana penatalaksanaan pada trauma kepala?
h. Bagaimana komplikasi trauma kepala?
i. Bagaimana pencegahan trauma kepala?

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Trauma Kepala


Trauma kepala atau cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi
otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa
diikuti terputusnya kontinuitas otak. Trauma kepala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Trauma kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara langsung atau
tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit kepala, fraktur
tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringan otak itu sendiri, serta
mengakibatkan gangguan neurologis.
Trauma kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis terjadi
karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena hemoragi, serta
edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak meliputi komosio,
kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural, hematoma subdural, dan
fraktur tengkorak.

2
B. Klasifikasi Trauma Kepala
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral dikurangi
atau tidak ada pada area cedera. Konsekuensinya meliputi hyperemia (peningkatan
volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial,
semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan akhirnya peningkatan tekanan
intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder
meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi
Trauma kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
(GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari
24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi Trauma Kepala


Penyebab trauma kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan yaitu jenis
kekerasan benda tumpul dan benda tajam. Benda tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah), jatuh, pukulan benda tumpul,
Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda tajam (bacok) dan tembakan.

3
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab trauma atau cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan
dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap trauma kepala serius adalah kecelakaan sepeda
motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda motor tidak
menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita terjatuh helm
sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi benturan langsung
kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai kepala.

D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam trauma atau cedera otak,
yaitu cedera otak primer dan cedera otak sekunder. Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu fenomena
mekanik. Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang bisa kita lakukan
kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang sakit bisa mengalami proses
penyembuhan yang optimal. Sedangkan cedera otak sekunder merupakan hasil dari
proses yang berkelanjutan sesudah atau berkaitan dengan cedera primer.

Trauma kepala terjadi karena beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial
menyebabkan adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya terjadi perdarahan karena
mengenai pembuluh darah. Karena perdarahan terjadi terus-menerus sehingga
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area peningkatan
permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi
intrakranial, dan akhirnya menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan dan terjadi
perdarahan juga. Trauma kepala intra kranial dapat mengakibatkan laserasi, perdarahan
dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan susunan syaraf kranial
terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan dalam mobilitas (Brain,
2009).

4
E. Multitrauma Score
Score Deskripsi
0 Tidak ada cedera
1 Cedera minor
2 Cedera sedang
3 Cedera serius tidak mengancam nyawa
4 Cedera berat, survival expected
5 Cedera kritis, survival doubtful
6 Cedera fatal

- GCS
GCS Poin
15 - 13 4
12 - 9 3
8-6 2
5-4 1
3 0

- Tekanan Darah Sistolik


SBP Poin
>89 4
76 – 89 3
50 – 75 2
1 – 49 1
0 0

- Tingkat Pernapasan
RR Poin
10 – 29 4
>29 3
6–9 2
1–5 1
0 0

5
F. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya cedera otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebingungan terus menetap setelah cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu atau lebih
lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik,
perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi sensorik,
kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera terbuka,
fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area tersebut.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan intrakranial
hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema kontosio
dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
6
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting diketahui bagi
penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.
H. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus trauma kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-Brething-
Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan cenderung memper-
hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang lebih buruk.
2. Semua trauma kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau gangguan-
gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal, pemeriksaan
pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler. Penilaian neurologis
kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah (syok).
5. Pemberian pengobatan seperti: antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti: scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada trauma kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai
dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa 40%
atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam pertama
dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien trauma kepala meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang
diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure,
7
yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita trauma kepala
khususnya dengan trauma kepala berat survei primer sangatlah penting untuk
mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.

I. Komplikasi
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin berasal
dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa. Edema
paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha mempertahankan
tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan intrakranial meningkat tekanan
darah sistematik meningkat untuk mencoba mempertahankan aliran darah keotak, bila
keadaan semakin kritis, denyut nadi menurun bradikardi dan bahkan frekuensi
respirasi berkurang.
Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum menyebabkan lebih banyak darah
dialirkan ke paru, perubahan permeabilitas pembuluh darah paru berperan pada proses
berpindahnya cairan ke alveolus. Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari
darah akan menimbulkan peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase akut. Perawat
harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan menyediakan spatel
lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping tempat tidur klien, juga
peralatan penghisap. Selama kejang, perawat harus memfokuskan pada upaya
mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah cedera lanjut.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea

8
J. Pencegahan
a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadi, seperti
untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang terjadinya cedera seperti pengatur lalu
lintas, memakai sabuk pengaman, dan memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan yang dirancang untuk mengurangi
atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi. Dilakukan dengan pemberian
pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan pembunuh
tercepat pada kasus trauma kepala atau cedera kepala. Untuk menghindari
gangguan tersebut penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari
masalah yang lainnya. Pada pasien dengan penurunan kesadaran mempunyai
risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain memeriksa adanya
benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh karena pangkal lidahnya
terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara ke dalam paru.Selain itu
aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada hambatan
adalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali gangguan
pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat yang
berdarah sehingga pembuluh darah tertutup. Kepala dapat dibalut dengan ikatan
yang kuat. Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus dan bila
perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah. Syok biasanya disebabkan
karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi penderita.
Upaya rehabilitasi terhadap penderita trauma kepala akibat kecelakaan lalu lintas
perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis dan sosial.

9
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tama dimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuan nya dan
memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya. Ancaman kerusakan
atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian financial, sosial
serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita tidak
ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA KEPALA
A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull,cheyene stokes, biot, hiperventilasi,
ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan
karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah dalam
berjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus otot.
e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah, perubahan frekuensi jantung nadi
bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan pendengar-
an, perubahan penglihatan, diplopia, gangguan pengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental (orientasi, kewas-
padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil (respon terhadap
cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan pembauan serta
pendengaran. Postur (dekortisasi, desebrasi), kejang. Sensitive terhadap
sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.

11
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri yang
hebat, gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
b. MRI
c. Angiografi serebral
d. Sinar X
e. GDA (Gas Darah Artery)
B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori dan
kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
d. Penurunan kapasitas adaptif intakranial.
e. Hambatan interaksi sosial.
f. Gangguan rasa nyaman.
g. Gangguan pertukaran gas.
h. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Resiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/dingin/tajam/tumpul.
otak  tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada tanda-tanda proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,

12
intrakranial (tidak leher dan punggung.
boleh dari 15 mmHg), - Monitor kemampuan BAB.
 Mendemonstrasikan - Kolabrasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik.
yang ditandai dengan: - Diskusikan mengenai
- Berkomunikasi penyebab perubahan sensasi.
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi.
2. Hambatan  Klien meningkat - Monitoring vital sign
mobilitas fisik dalam aktivitas fisik. sebelum/ sesudah latihan.
 Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana
peningkatan mobilitas. ambulasi sesuai dengan
 Memverbalisasikan kebutuhan.
perasaan dalam - Kaji pasien dalam mobilisasi.
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan
berpindah.
3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan
pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang bila perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
 Memelihara memaksimalkan ventilasi.
kebersihan paru-paru - Identikasi pasien perlunya
dan bebas dari tanda pemasangan alat jalan nafas
distress pernafasan. buatan.
 Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu.

13
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila
nafas yang bersih, perlu.
tidak ada sianosis dan - Keluarkan secret dengan
dyspneu (mampu batuk atau saction.
mengeluarkan sputum, - Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas adanya suara tambahan.
dengan mudah, tidak - Lakukan suction pada mayo.
ada pursed lips). - Berikan bronkodilator bila
 Tanda-tanda vital perlu.
dalam rentang normal. - Berikan pelembab udara.
4. Ketidakefektifan  Mendemonstrasikan Airway Management
pola nafas batuk efektif dengan - Buka jalan nafas dengan
berhubungan suara nafas yang besih, teknik chin lift atau jaw thrust
dengan tidak ada sianosis dan bila perlu
penurunan dyspneu (mamou - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru mengeluarkan memaksimalkan ventilasi
Definisi : septum,mampu - Identifikasi pasien perlunya
Inspirasi atau bernafas dengan pemasangan alat jalan nafas
ekspirasi yang mudah, tidak ada buatan
tidak memberi pursed lips) - Pasang mayo bila perlu
ventilasi  Menunjukkan jalan - Auskultassi suara nafas, catat
Batasan nafas yang paten adanya suara tambahan
Karakteristik: (klien tidak merasa Oxygen Therapy
 Perubahan tercekik, irama nafas, - Bersihkan mulut, hidung dan
kedalaman frekuensi pernafasan sekret trakea
bernafas dalam rentang normal, - Pertahankan jalan nafas yang
 Penurunan tidak ada suara paten
tekanan abnormal) - Atur peralatan oksigen
ekspirasi  Tanda- tanda vital - Monitor aliran oksigen
 Penurunan dalam rentang - Pertahankan posisi pasien
ventilasi se normal(tekanan darah, - Observasi adanya tanda –
menit nadi, pernafasan) tanda hiperventilasi
 Penurunan - Monitor adanya kecemasan

14
kapsitas vital pasien terhadan oksigenasi
Vital Sign Monitoring
- Monitor TD,nadi,suhu,dan
RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management
gan nutrisi berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi makanan
kurang dari dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Berat badan ideal untuk menentukan jumlah
tubuh sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang di
Definisi : asupan badan butuhkan pasien
nutrisi tidak  Mampu - Anjurkan pasien untuk
cukup untuk mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk
kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
metabolik malnutrisi vitamin C
Batasan  Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien
karakteristik : peningkatan fungsi untuk mendapatkan nutrisi
 kram abdomen pengecapan dari yang dibutuhkan
 nyeri abdomen menelan Nutrition monitoring
 menghindari  Tidak terjadi - BB pasien dalam batas
makanan penurunan berat badan normal
- Monitot adanya penurunan
berat badan
- Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction
nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas
Definisi : merasa  Status lingkungan harapan terhadap pelaku
kurang senang, yang nyaman pasien

15
lega dan  Mengontrol nyeri - Jelaskan semua prosedur dan
sempurna dalam  Kualitas tidur dan apa yang dirasakan selama
dimensi fisik, istirahat adekuat prosedur
psikospiritual,  Agresi pengendalian - Berikan obat untuk
lingkungan dan diri mengurangi kecemasan
sosial  Respon terhadap
Batasan pengobatan
karakteristik  Control gejala
 Ansietas  Status kenyamanan
 Menangis meningkat
 Gangguan  Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
 Takut  Support social
 Ketidakmamp  Keinginan untuk hidup
uan untuk
rileks
7. Hambatan  Menggunakan Socialization Enhancement
interkasi sosial aktivitas yang - Buat interaksi terjadwal
Definisi menenangkan, - Dorong pasien ke kelompok
:Insufisiensi atau menarik dan atau program keterampilan
kelebihan menyenangkan untuk interpersonal yang
kuantitas atau meningkatkan membantu meningkatkan
ketidakefektifan kesejahteraan interaksi pemahaman tentang
kualitas sosial dengan orang, pertukaran informasi atau
perukuran social kelompok,atau sosialisasi, jika perlu
organisasi - Identifikasi perubahan
 Memahami dari perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi jika pasien berinteraksi
sosial dengan orang lain
 Mendapatkan / - Fasilitas pasien dalam
meningkatkan member masukkan dan
keterampilan interaksi membuat perencanaan

16
sosial,kerja - Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan apa adanya dalam
saling memahami berinteraksi dengan orang
 Perkembangan lain
fisik,kognitif,dan - Anjurkan menghargai orang
psikososial anak sesuai lain
dengan usianya - Minta dan harapkan
informasi verbal

8. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)


kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole - Berikan informasi kepada
Mekanisme dan diastole keluarga
dinamika cairan dalam rentang - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang yang diharapkan serebral
normalnya 120/80 mmHg - Catatan respon pasien
melakukan - Tidak ada terhadap stimulasi
kompensasiuntuk ortostatik - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan hipertensi dan respon neurology
volume - Tidak ada terhadap aktifitas
intrakranial tanda-tanda - Monitor intake dan out put
mengalami peningkatan cairan
gangguan, yang tekanan - Monitor suhu dan angka
menyebabkan intrakranial WBC
peningkatan (tidak lebih dari - Kolaborasi pemberian anti
tekanan 15 mmH) biotik
intracranial(TIK)  Mendemonstrasikan
secara tidak kemampuan kognitif
merata dan yang ditandai dengan:
berespon terhadap - Berkomunikasi

17
berbagai stimuli dengan jelas yang
ynag berbahaya sesuai dengan
dan tidak kemampuan
berbahaya - Menunjukkan
perhatian,
konsentrasi dan
orientasi
- Memproses
informasi
- Membuka
keputusan dengan
benar
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter

D. Implementasi Keperawatan
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari, namun ada
beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya peralatan, seringnya
tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/praktikan secara bergantian, sehingga resiko
infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/praktikan yang melakukan ganti balut
tanpa komunikasi terapeutik dengan keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.

Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar yaitu meliputi
persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan menggunakan prinsip steril.

E. Evaluasi
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data subyektif, namun
akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung dari respon klien.

18
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Makalah ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT Scan
dengan nilai GCS pada pasien trauma kepala. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh efek
buruk trauma kepala atau cedera kepala karena melalui mekanisme langsung dan tidak
langsung. Pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma terjadi
sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cedera otak sekunder yang bisa
terjadi beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah penderita terpapar
trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena perubahan aliran darah ke otak dan juga
terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena meningkatnya volume isi kepala.Kedua
mekanisme tersebut memperberat cedera otak yang sudah ada. Cedera otak bisa
menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat
bervariasi dari mulai sembuh total sampai cacat menetap bahkan kematian.
B. Saran

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis
dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://eprints.ums.ac.id/22036/2/04._BAB_I.pdf. Diakses pada tanggal 17 Maret 2016

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5.

Jakarta: EGC

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Diagnosa

Medis Dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Alih

bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC

Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.

Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC

20

Anda mungkin juga menyukai