Anda di halaman 1dari 58

Alfi law firm & associateS

Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat


Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com

PERMOHONAN PENGUJIAN MATERIIL

PASAL 173 AYAT (2) HURUF e UNDANG-UNDANG NEGARA


REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG
PEMILIHAN UMUM

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA


TAHUN 1945

DALAM PERKARA NOMOR:

017/PUU-X/2018

JAKARTA

2018

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Jakarta, 29 Agustus 2018

Kepada Yang Terhormat:

KETUA MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

Jl. Medan Merdeka Barat No. 6

Jakarta Pusat 10110

Nomor : 017/PUU-X/2018

Perihal : Permohonan Pengujian Materil Pasal 173 Ayat (2)


Huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
Tentang Pemilihan Umum Terhadap Pasal 28D Ayat
(1) Dan Pasal 28I Ayat (2) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Dengan hormat,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini:

1. Dr. Fidya Ramadhani, S.H., M.H.


2. Dr. Sahrul Uwais, S.H., M.H.
3. Dr. Wulan Alfi, S.H., M.H.
Para Advokat dan Konsultan Hukum dari kantor hukum “Alfi Law
Firm and Associates” dengan domisili hukum di Jalan Menteng Raya Nomor
10 Jakarta Pusat, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor
1107/SK.MK.VIII/2018 (Vide Bukti P-23) bertanggal 13 Agustus 2018
bertindak secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama untuk dan atas nama:

I. Nama : Stefany Jaelani, S.Sos., M.Si.


Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 12 Maret 1980

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Lengkap : Jl. Kebon Jeruk, Jakarta Pusat
Nomor Telepon/HP : 0411-39387878/082393208089
E-Mail : stef1980@gmail.com
Selanjutnya disebut sebagai........... PEMOHON I (Vide Bukti P-14)

II. Nama : Dimas Marzuki, S.H.,M.H.


Tempat, Tanggal Lahir : Bekasi, 16 Februari 1980
Umur : 38 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat Lengkap : Jl. Trijaya Sakti No. 331
Nomor Telepon/HP : 0411-39387878/082393208089
E-Mail : dimas1980@gmail.com
Selanjutnya disebut sebagai........... PEMOHON II (Vide Bukti P-16)

III. PERKUMPULAN UNTUK PEMILU DAN DEMOKRASI


(PERLUDEM), yang dalam hal ini diwakili oleh Titi Anggraeni
Wulandari, S.IP.,M.Si. Selaku ketua umum (PERLUDEM),
merupakan suatu Badan Hukum Privat yang bergerak dibidang Pemilu
dan Demokrasi.
Selanjutnya disebut sebagai.................. PEMOHON III (Bukti P-18)

IV. KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI), yang dalam hal ini


diwakili oleh Dhea Sabani, S.H., M.H. Selaku Ketua umum (KPI)
yang merupakan suatu badan hukum privat yang bergerak dibidang
kajian kesetaraan gender.
Selanjutnya disebut sebagai….… PEMOHON IV (Vide Bukti P-19)

V. KAUKUS PEREMPUAN POLITIK INDONESIA (KPPI), yang


dalam hal ini diwakili oleh Dwi Septiawati Djafar, S.H., M.H. Selaku
Ketua Umum (KPPI) yang merupakan suatu badan hukum privat yang
bergerak dibidang perlindungan perempuan pegiat politik.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Selanjutnya disebut sebagai……. PEMOHON V (Vide Bukti P-20)

VI. LEMBAGA BANTUAN HUKUM ASOSIASI PEREMPUAN


INDONESIA (LBH APIK), yang dalam hal ini diwakili oleh Dr.
Mendes Syikita, S.H., M.H. Selaku Ketua Umum (LBH APIK) yang
merupakan suatu badan hukum privat yang bergerak dibidang kajian
sistem hukum yang adil gender.
Selanjutnya disebut sebagai…… PEMOHON VI (Vide Bukti P-21)

VII. GERAKAN PEMBERDAYAAN SWARA PEREMPUAN (GPSP),


yang dalam hal ini diwakili oleh Asmarani, S.Pd. Selaku Ketua Umum
(GPSP) yang bergerak dalam bidang pendidikan politik perempuan.
Selanjutnya disebut sebagai…… PEMOHON VII (Vide Bukti P-22)

Selanjutnya Pemohon I, Pemohon II dan Pemohon III, Pemohon IV,


Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII secara bersama-sama akan disebut
sebagai Para Pemohon.

Dengan ini perkenankanlah Pemohon mengajukan permohonan


pengujian materiil Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum (yang selanjutnya disebut UU Pemilu) (Vide
Bukti P-2) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (yang selanjutnya disebut UUD NRI 1945) (Vide Bukti P-1).

I. PENDAHULUAN
Salah satu substansi penting perubahan UUD NRI Tahun 1945
adalah keberadaan Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga negara yang
berfungsi menangani perkara tertentu dibidang ketatanegaraan, dalam
rangka menjaga konstitusi agar dilaksanakan secara bertanggung jawab
sesuai dengan kehendak rakyat dan cita-cita demokrasi serta untuk
menjaga terselenggaranya pemerintahan negara yang stabil. Ide
pembentukan Mahkamah Konstitusi dipertegas dalam amandemen
konstitusi yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam ketentuan
Pasal 24 Ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar
Tahun 1945. Lebih lanjut keberadaan dan kewenangan Mahkamah
Konstitusi tersebut dipertegas kembali dalam Undang-undang Nomor
24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Pasal 1 Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyatakan
“Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar”, serta Pasal 1 Ayat (3) UUD NRI 1945 yang
secara tegas menyatakan “Negara Indonesia adalah negara hukum”
Berdasarkan ketentuan Pasal tersebut maka secara spesifik negara
hukum adalah penyelenggaraan negara berdasarkan hukum (Rechstaat)
serta ditunjang dengan prinsip bahwa kedaulatan tertinggi berada di
tangan rakyat maka negara pula harus lebih mengutamakan kepentingan
rakyat dalam hal ini mewujudkan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial,
dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
permusyawaratan/perwakilan. Roh dari sebuah negara hukum adalah
mewujudkan asas equality before the law yakni persamaan kedudukan
di muka hukum di mana terciptanya kehidupan yang berkeadilan bagi
setiap warga negara.
Perempuan merupakan salah satu kelompok yang menjadi
korban akibat hadirnya pola pikir publik berupa kekuatan yang selalu
didasarkan atas fisik dan kerap ditopang oleh kekuatan masyarakat yang
sangat kukuh. Bukan hanya itu, pandangan publik telah identik dengan
penandaan negatif yang lebih mengedepankan ideologi patriarki
sehingga menyebabkan perempuan tidak mempunyai ruang yang
memadai untuk memperoleh dan menikmati hak-hak yang dimilikinya.
Seyogianya persamaan kedudukan di muka hukum yang diamanatkan
oleh konstitusi tidak boleh terkesan dikesampingkan atau bahkan
dilupakan, karena hal tersebut tidak sejalan dengan kepastian hukum
dalam negara berkeadilan sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D
Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap orang berhak
atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”. Setiap manusia
dilahirkan dengan hak yang sama, baik laki-laki maupun perempuan
sehingga mereka memiliki akses dan peranan penting guna memperoleh
pekerjaan, pendidikan, mengambil keputusan dan bergabung dalam
politik.
Oleh karena itu salah satu prinsip dasar dari negara hukum
adalah adanya jaminan dan perlindungan bagi rakyat dalam
mengekspresikan kedaulataannya serta memperoleh hak-hak setiap
warga negara tanpa adanya Diskriminasi. Sebagaimana dijamin dalam

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menyatakan “Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas
dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu” bahwa dalam rangka
mewujudkan persamaan kedudukan di muka hukum tanpa adanya
perbedaan penyetaraan antara laki-laki dan perempuan guna untuk
menjamin adanya kepastian hukum, perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap kaum perempuan dalam kepengurusan di partai politik,
sehingga dengan disahkannya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang memuat
persyaratan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan dalam kepengurusan di partai politik adalah salah satu hasil
dari tuntutan kaum perempuan terhadap salah satu persyaratan
keikutsertaan partai politik dalam Pemilihan Umum yang adil tanpa
membandingkan kodrat manusia di dalam sebuah negara. Oleh sebab
itu kami sebagai pihak kuasa hukum Pemohon mewakili Stefany
Jaelani, S.Sos.,M.Si dan Dimas Marzuki, S.H.,M.H. kemudian beberapa
Badan Hukum Privat dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang di
antaranya yakni Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi
(PERLUDEM), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Kaukus
Perempuan Politik Indonesia Perempuan (KPPI), Lembaga Bantuan
Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia Untuk Keadilan (LBH APIK),
Gerakan Pemberdayaan Swara Perempuan (GPSP), sebagai pihak yang
merasa dirugikan dengan adanya aturan yakni Pasal 173 Ayat (2) huruf
e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
menyatakan “menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat
pusat”. Jika melihat ketentuan dalam pasal a quo maka terlihat jelas
adanya penekanan frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan” yang menjadi permasalahan mendasar adalah
bagaimana keterlibatan kaum perempuan termarginalisasi dan tidak
diakui eksistensinya dalam partai politik akibat adanya elit partai.
Persyaratan yang diatur dalam Pasal 173 Ayat (2) huruf e
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juga
telah mempengaruhi keterwakilan perempuan dalam politik, karena
adanya stigma terhadap masyarakat bahwasanya perempuan tidak

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
mampu untuk setara dengan laki-laki di berbagai bidang sehingga
dengan ini mengakibatkan hilangnya pengakuan, jaminan, keadilan
serta perlakuan yang sama di hadapan hukum yang dimiliki oleh
Pemohon. Hal ini juga merupakan suatu bentuk diskriminasi terhadap
perempuan padahal setiap warga negara berhak atas jaminan yang telah
diatur dalam UUD NRI Tahun 1945.
Oleh karena itu, Pemohon I yang merupakan seorang aktivis
yang juga merupakan anggota Partai Solidaritas Indonesia dan
Pemohon II yang merupakan kader dari partai PBB serta beberapa
badan hukum privat dan lembaga swadaya masyarakat merasa dengan
berlakunya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun
2017 tentang Pemilihan Umum menyebabkan hilangnya perlakuan yang
sama di hadapan hukum sebab adanya tindakan-tindakan diskriminasi
yang timbul. Peraturan daerah yang makin menegakkan diskriminasi
yang tadinya bersifat sosial dan budaya kini dilegalkan melalui hukum.
Sejak kemerdekaan Indonesia telah diproklamasikannya hak-hak
perempuann sebagai warga negara tidak ada bedanya dengan laki-laki.
Sama halnya dengan lingua franca bahasa Indonesia yang tidak
mengenal feminisme dan maskulin dalam kata gantinya. Secara teori,
politik kita yang berlandaskan konstitusi UUD NRI Tahun 1945 jauh
dari bias gender padahal Pemohon menganggap seharusnya peraturan
harus selaras dengan UUD NRI Tahun 1945 serta tidak melanggar hak-
Hak Asasi Manusia sehingga mencegah timbulnya tindakan-tindakan
diskriminasi serta pelanggaran terhadap jaminan hukum yang telah
melekat pada diri setiap warga negara.
Dengan beberapa alasan tersebut Pemohon dalam kasus posisi,
mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi untuk
memperjuangkan hak konstitusionalnya dengan mengajukan
permohonan pengujian materiil terhadap Pasal 173 Ayat (2) huruf e
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
II. PERSYARATAN FORMIL PENGUJIAN PERMOHONAN
A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi
1. UUD NRI Tahun 1945 sebagaimana telah dilakukan beberapa kali
amandemen telah menciptakan lembaga baru dalam sistem
pemerintahan Indonesia yang berfungsi untuk mengawal konstitusi,
yaitu Mahkamah Konstitusi (untuk selanjutnya disebut MK).
Pengaturan tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana tertuang

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
dalam Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945, diatur lebih lanjut dalam
Undang-undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
yang telah diubah dengan Undang-undang No. 8 Tahun 2011
tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi (Lembaran Negara Tahun 2011 No.
70, Tambahan Lembaran Negara No. 5266) (Vide Bukti P-3).
2. Bahwa Pasal 24 Ayat (2) perubahan ketiga UUD 1945 menyatakan
”Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung
dan badan peradilan yang di bawahnya dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi”.
3. Bahwa dalam Pasal 7 Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Vide Bukti P-4)
diatur bahwa secara hierarkis kedudukan UUD NRI 1945 lebih
tinggi dari Undang-undang. Oleh karena itu setiap ketentuan yang
terdapat dalam Undang-undang tidak boleh bertentangan dengan
UUD NRI 1945. Jika terdapat ketentuan dalam undang-undang
yang bertentangan dengan UUD NRI 1945, maka ketentuan
tersebut dapat dimohonkan untuk diuji melalui mekanisme
pengujian Undang-undang.
4. Bahwa salah satu kewenangan yang dimiliki oleh MK adalah
melakukan pengujian undang-undang terhadap UUD 1945
sebagaimana diatur dalam Pasal 24C Ayat (1) UUD 1945 yang
menyatakan bahwa:
”Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-
undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945.”
5. Bahwa selanjutnya, ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 29
Ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia No. 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 2009 No.
157, Tambahan Lembaran Negara No. 5076) (Vide Bukti P-5),
yang menyatakan bahwa:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:
a. Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik;

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
d. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum; dan
e. Kewenangan lain yang diberikan oleh undang-undang.”
6. Bahwa dalam Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama
dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk:\
a. Menguji Undang-undang terhadap UUD NRI 1945;
b. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang
kewenangannya diberikan oleh UUD NRI 1945;
c. Memutus pembubaran partai politik;dan
d. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.”
7. Bahwa Pasal 4 Ayat (1) dan (2) Peraturan Mahkamah Konstitusi
No. 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara
Pengujian Undang-undang menyatakan bahwa:
“Permohonan pengujian Undang-undang meliputi pengujian formil
dan/atau pengujian materiil”; pengujian materiil adalah pengujian
Undang-undang yang berkenaan dengan materi muatan Ayat,
Pasal, dan/atau bagian Undang-undang yang dianggap
bertentangan dengan UUD NRI 1945.”
8. Bahwa mengacu kepada ketentuan tersebut di atas, MK
berwenang untuk melakukan pengujian konstitusionalitas suatu
undang-undang terhadap UUD 1945 mencakup pengujian proses
pembentukan Undang-undang (Uji Formil) dan pengujian materi
Undang-undang (Uji Materiil), yang didasarkan pada Pasal 51 Ayat
(3) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi berbunyi:
“Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada Ayat (2)”,
Pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:
a. pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan/atau;
b. materi muatan dalam Ayat, Pasal, dan/atau bagian undang-
undang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”
9. Bahwa Mahkamah Konstitusi dibentuk sebagai lembaga pengawal
konstitusi (the guardian of constitution). Apabila terdapat Undang-
undang yang berisi atau terbentuk bertentangan dengan konstitusi
(unconstitutional), maka Mahkamah Konstitusi dapat
menganulirnya dengan membatalkan keberadaan Undang-undang
tersebut secara menyeluruh atau pun per pasalnya.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
10. Bahwa sebagai pengawal konstitusi, Mahkamah Konstitusi juga
berwenang memberikan penafsiran terhadap sebuah ketentuan
Pasal- Pasal Undang-undang agar berkesesuaian dengan nilai-nilai
konstitusi. Tafsir Mahkamah Konstitusi terhadap konstitusionalitas
Pasal- Pasal Undang-undang tersebut merupakan tafsir satu-satunya
(the sole interpreter of constitution) yang memiliki kekuatan
hukum. Oleh karena itu, terhadap Pasal- Pasal yang memiliki
makna ambigu, tidak jelas, dan/atau multitafsir dapat pula dimintai
penafsirannya kepada Mahkamah Konstitusi.
11. Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas, karena permohonan
pengujian ini merupakan permohonan pengujian undang-undang
terhadap UUD 1945 yang sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan yang ada, maka Mahkamah Konstitusi
berwenang untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengujian
materiil undang-undang ini.
12. Bahwa oleh karena itu Pemohon memohon agar Mahkamah
Konstitusi melakukan pengujian terhadap Pasal 173 Ayat (2) huruf
e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

B. Kedudukan Hukum (Legal Standing) Pemohon


1. Para Pemohon adalah subjek hukum yang memenuhi persyaratan
menurut Undang-undang untuk mengajukan permohonan perkara
konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi (personae standi in
judicio). Dimilikinya kedudukan hukum (legal standing)
merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap Pemohon untuk
mengajukan permohonan pengujian formil maupun materiil Atas
Undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 kepada MK
sebagaimana diatur di dalam peraturan Perundang-undangan.
2. Bahwa pada praktek peradilan di Indonesia, legal standing telah
diterima dan diakui menjadi mekanisme dalam upaya pencarian
keadilan, yang mana dapat dibuktikan antara lain:
a. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 76/PUU-XII/2014
tentang Pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah terhadap UUD NRI Tahun 1945;

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
b. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82/PUU-XII/2014
tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah. terhadap UUD 1945;
c. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 32/PUU/2013
tentang Pengujian Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang
Usaha Perusahaan Terhadap UUD NRI Tahun 1945;
d. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 28/PUU-XI/2013
tentang Pengujian Undang-undang Nomor 17 Tahun 2012
tentang Perkoperasian Terhadap UUD NRI Tahun 1945; dan
e. Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 002/PUU-I/2003
tentang Pengujian Undang-undang Nomor 22 tahun 2001
tentang minyak dan gas bumi Terhadap UUD NRI Tahun 1945.
3. Bahwa Perorangan Warga Negara Indonesia secara sendiri-sendiri
maupun secara bersama-sama badan hukum/organisasi dapat
bertindak mewakili kepentingan publik/umum yang mana
organisasi tersebut adalah organisasi yang memenuhi persyaratan
yang ditentukan dalam berbagai Peraturan Perundang-undangan
maupun yurisprudensi, yaitu:
a. berbentuk badan hukum atau yayasan;
b. dalam anggaran dasar organisasi yang;
c. bersangkutan menyebutkan dengan tegas mengenai tujuan
didirikannya organisasi tersebut;
d. telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya.
4. Pemohon I sebagai perseorangan Warga Negara Indonesia
menyatakan bahwa latar belakang Pemohon I adalah Strata-1 (S-1)
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Indonesia (UI) dan
melanjutkan pendidikannya pada program studi magister (S-2) ilmu
pemerintahan. Pemohon I aktif dalam melakukan pengamatan
terhadap fenomena proses Pemilu sejak tahun 2009 silam yang
kemudian memulai karirnya di dunia politik yakni sebagai kader
Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dan aktif pula melindungi Hak
Asasi Manusia terkhusus pada kaum perempuan.\
5. Pemohon II sebagai perseorangan Warga Negara Indonesia
menyatakan bahwa latar belakang Pemohon II adalah Strata-1
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (UNHAS) dan kemudian
melanjutkan program magister pada Fakultas Hukum dengan fokus
ketatanegaraan di Universitas Muslim Indonesia (UMI). Pemohon
II merupakan salah satu kader partai Bulan Bintang (PBB) yang

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
aktif sejak tahun 2010. Kemudian Pemohon II aktif menjadi tokoh
penting di masyarakat.
6. Bahwa dalam mencapai maksud dan tujuannya, Pemohon III-VII
telah melakukan berbagai macam usaha/kegiatannya sebagaimana
disebutkan dalam Anggaran Dasar (Vide Bukti P24-P28), yang
kegiatannya tersebut dilakukan secara terus menerus dan telah
menjadi pengetahuan umum (notoire feiten).
7. Bahwa Pasal 51 Ayat (1) Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Mahkamah Konstitusi sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun
2013 tentang Perubahan kedua Undang-undang Nomor 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi, (selanjutnya disebut UU MK)
menyatakan bahwa para PEMOHON adalah pihak yang
menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan
oleh berlakunya undang-undang, yaitu:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan
sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara
kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang;
c. Badan hukum publik dan privat; atau
d. Lembaga Negara.
Penjelasan Pasal 51 Ayat (1) UU MK, Yang dimaksud dengan
“hak konstitusional” adalah hak-hak yang diatur dalam UUD
NRI Tahun 1945.
8. Bahwa mengacu pada ketentuan Pasal 51 Ayat (1) UU MK,
terdapat dua syarat yang harus dipenuhi untuk menguji apakah
Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam
perkara pengujian undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945,
yaitu:
a. Terpenuhinya kualifikasi untuk bertindak sebagai Pemohon; dan
b. Adanya hak dan/atau kewenangan konstitusional dari Pemohon
yang dirugikan dengan berlakunya suatu undang-undang.
9. Bahwa Pasal 51 Ayat (2) UU MK Pemohon wajib menguraikan
dengan jelas dalam permohonannya tentang hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada Ayat
(1).
10. Pasal 51 Ayat (3) Dalam permohonan sebagaimana dimaksud
pada Ayat (2), Pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa:

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
a. Pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan
berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945; dan/atau
b. Materi muatan dalam Ayat, Pasal, dan/atau bagian
undang-undang dianggap bertentangan dengan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara
Dalam Perkara Pengujian Undang-undang :
Pengujian adalah pengujian formil dan/atau pengujian materiil
sebagaimana dimaksud Pasal 51 Ayat (3) huruf a dan b Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Perubahan kedua Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi.
12. Bahwa karena persoalan yang menjadi objek pengujian Pemohon
merupakan persoalan warga negara, di mana hak memilih
pemimpin daerah bukan hanya menyangkut kepentingan
Pemohon semata yang notabene langsung bersentuhan dengan
persoalan tersebut, namun juga persoalan ini merupakan persoalan
seluruh Warga Negara Indonesia.
13. Bahwa berdasarkan Pasal 1 Ayat (2) Peraturan Mahkamah
Konstitusi Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara
Dalam Perkara Pengujian undang-undang.
1) Hak dan/atau kewenangan konstitusional adalah hak
dan/atau kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
14. Bahwa Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor
06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara
Pengujian undang-undang. Pemohon dalam pengujian undang-
undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 adalah:
a. Perorangan Warga Negara Indonesia atau kelompok
orang yang mempunyai kepentingan sama;
b. Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup
dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam
undang-undang;

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
c. Badan hukum publik atau badan hukum privat; atau
d. Lembaga Negara.
15. Bahwa Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005
tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-
undang Pasal 4:
1) Permohonan pengujian undang-undang meliputi pengujian
formil dan/atau pengujian materiil.
2) Pengujian materiil adalah pengujian undang-undang yang
berkenaan dengan materi muatan dalam Ayat, Pasal,
dan/atau bagian undang-undang yang dianggap
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.
16. Bahwa mengenai parameter kerugian konstitusional, Mahkamah
telah memberikan pengertian dan batasan tentang kerugian
konstitusional yang timbul karena berlakunya suatu undang-
undang harus memenuhi 5 (lima) syarat berdasarkan Putusan
Mahkamah Konstitusi Nomor 006/PUUIII/2005 dan putusan-
putusan Mahkamah Konstitusi yang hadir berikutnya, yakni
sebagai berikut:
a. harus ada hak dan/atau kewenangan konstitutional Pemohon
yang diberikan oleh UUD 1945;
b. hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut dianggap
telah dirugikan oleh berlakunya undang-undang yang
dimohonkan pengujian;
c. kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional tersebut
bersifat spesifik dan aktual, setidak-tidaknya bersifat
potensial yang menurut penalaran yang wajar dapat
dipastikan akan terjadi.
d. ada hubungan sebab akibat (Causal verband) antara
kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusional dengan
undang-undang yang dimohonkan pengujian; dan
e. ada kemungkinan bahwa dengan dikabulkannya
permohonan, maka kerugian hak dan/atau kewenangan
konstitusional yang didalilkan tidak akan atau tidak lagi
terjadi.
17. Bahwa selain lima syarat untuk menjadi Pemohon dalam perkara
pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, yang
ditentukan di dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
006/PUU-III/2005 Perkara Nomor 11/PUU-V/2007, Mahkamah
Konstitusi melalui Putusan Nomor 27/PUU-VII/2009 dalam

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
pengujian formil Undang-undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung (halaman 59), juga menyebutkan sejumlah
persyaratan lain untuk menjadi Pemohon, ditegaskan oleh
Mahkamah Konstitusi sebagai berikut:
“Dari praktek Mahkamah (2003-2009), perorangan WNI,
terutama pembayar pajak (tax payer; vide Putusan Nomor
003/PUU-I/2003) berbagai asosiasi dan NGO/LSM yang concern
terhadap suatu undang-undang demi kepentingan publik, badan
hukum, Pemerintah daerah, lembaga negara, dan lain-lain, oleh
Mahkamah dianggap memiliki legal standing untuk mengajukan
permohonan pengujian, baik formil maupun materiil, undang-
undang terhadap UUD 1945; (Lihat juga pertimbangan
kedudukan hukum putusan Mahkamah Konstitusi Nomor
43/PUU-X/2012 yang diucapkan pada Kamis, 13 Desember 2012,
dan Lee Bridges, dkk. dalam Judicial Review in Perspective,
1995)
18. Bahwa menurut Satjipto Rahardjo, hukum berurusan dengan hak-
hak dan kewajiban-kewajiban. Keseluruhan bangunan hukum
disusun dari keduanya itu. Semua jaringan hubungan yang
diwadahi oleh hukum senantiasa berkisar pada hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tersebut. Dalam hukum pada dasarnya
hanya dikenal dua stereotip tingkah laku, yaitu menuntut yang
berhubungan dengan hak dan berhutang yang berhubungan
dengan kewajiban (Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Penerbit Citra
Aditya Bakti, Bandung, 2006, Halaman 66-67). Ketika warga
negara, yaitu para Pemohon sudah menjalankan kewajibannya
agar proses bernegara dapat berjalan sebagaimana mestinya, yang
salah satunya dengan membayar pajak (tax payer), maka para
Pemohon semestinya diberikan hak untuk menggugat proses
bernegara yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Salah satu
hak menggugat tersebut dapat berupa mengajukan permohonan
pengujian undang-undang yang dianggap bermasalah.
19. Bahwa kualifikasi Para Pemohon adalah Perorangan Warga
Negara Indonesia dan Badan Hukum Privat yang menganggap
hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan dengan
berlakunya Undang-undang atau setidak-tidaknya mengalami

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
kerugian potensial yang menurut penalaran yang wajar dan
dipastikan akan terjadi.
20. Bahwa Pemohon I dan Pemohon II taat dalam membayar
pajaknya (Vide Bukti P-15 dan P-17). Pemohon concern dalam
hal melakukan advokasi dan perlindungan terhadap hak-hak
konstitusionalisme.
21. Bahwa Pemohon III adalah PERKUMPULAN UNTUK
PEMILU DAN DEMOKRASI (PERLUDEM), yang dalam hal
ini diwakili oleh Titi Anggraeni Wulandari, S.IP., M.Si. Selaku
ketua umum (PERLUDEM), merupakan suatu Badan Hukum
Privat yang bergerak dibidang Pemilu dan Demokrasi.
Selanjutnya disebut sebagai.......... PEMOHON III (Vide Bukti
P-18)
22. Bahwa Pemohon IV adalah KOALISI PEREMPUAN
INDONESIA (KPI), yang dalam hal ini diwakili oleh Dhea
Sabani, S.H., M.H., Selaku Ketua umum (KPI) yang merupakan
suatu badan hukum privat yang bergerak dibidang kajian
kesetaraan gender.
Selanjutnya disebut sebagai.......... PEMOHON IV (Vide Bukti
P-19)
23. Bahwa Pemohon V adalah KAUKUS PEREMPUAN POLITIK
INDONESIA (KPPI), yang dalam hal ini diwakili oleh Dwi
Septiana Djafari, S.H., M.H., Selaku Ketua Umum (KPPI) yang
merupakan suatu badan hukum privat yang bergerak dibidang
perlindungan perempuan pegiat politik.
Selanjutnya disebut sebagai........... PEMOHON V (Vide
Bukti P-20)
24. Bahwa Pemohon VI adalah LEMBAGA BANTUAN HUKUM
ASOSIASI PEREMPUAN INDONESIA (LBH APIK), yang
dalam hal ini diwakili oleh Dr. Mendes Syikita, S.H., M.H.,
Selaku Ketua Umum (LBH APIK) yang merupakan suatu badan
hukum privat yang bergerak dibidang kajian sistem hukum yang
adil gender.
Selanjutnya disebut sebagai........... PEMOHON VI (Vide Bukti
P-21)
25. Bahwa Pemohon VII adalah GERAKAN PEMBERDAYAAN
SWARA PEREMPUAN (GPSP), yang dalam hal ini diwakili
oleh Asmarani, S.Pd., Selaku Ketua Umum (GPSP) yang
bergerak dalam bidang pendidikan politik perempuan.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Selanjutnya disebut sebagai........... PEMOHON VII (Vide
Bukti P-22)
26. Bahwa para Pemohon memiliki hak-hak yang dijamin oleh
konstitusi yakni berupa hak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, kepastian hukum dan perlakuan yang sama di
hadapan hukum serta berhak untuk bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D
Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945, sehingga
Pemohon memiliki hak konstitusional yang diberikan oleh UUD
NRI Tahun 1945 untuk menguji Pasal 173 Ayat (2) huruf e
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
terhadap Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945.
27. Bahwa rumusan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2)
UUD NRI Tahun1945 , yaitu:

Pasal Bunyi
No.

1. Pasal 28D “Setiap orang berhak atas


Ayat (1) pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.”

2. Pasal 28I “Setiap orang berhak bebas dari


Ayat (2) perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun
dan berhak mendapat
perlindungan terhadap perlakuan
yang bersifat diskriminatif itu”

28. Bahwa rumusan Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang


Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu:

No. Pasal Bunyi

1. Pasal 173 Ayat ”menyertakan paling sedikit 30%


(2) huruf e (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan pada kepengurusan

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com

partai politik tingkat pusat”

29. Bahwa Pemohon I mempunyai hak konstitusional yang diberikan


oleh UUD NRI Tahun 1945 sebagai berikut :
Negara Indonesia merupakan negara hukum, mengandung
konsekuensi bahwa setiap tindakan ataupun peraturan adalah
berakibat hukum yang harus mengandung tujuan hukum dan
sesuai dengan tujuan negara welfare state. Dengan demikian
setiap orang memiliki hak atas pengakuan (recognized), jaminan,
perlindungan, kepastian hukum yang adil berdasarkan hukum dan
perlakuan yang sama di hadapan hukum (equality before the law)
serta bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif sesuai
dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI
Tahun 1945.
30. Bahwa dengan berlakunya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pemohon
I merasa dirugikan hak konstitusionalnya secara spesifik dengan
adanya frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan” memberikan konsekuensi bahwa kebutuhan untuk
mendapatkan pengakuan dan perlindungan serta persamaan
dihadapan hukum bagi Pemohon I haruslah didorong secara
kumulatif dengan jumlah tertentu sebagaimana yang termuat
dalam pasal a quo. Padahal sebagaimana yang termaktub dalam
Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi
“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum.” Menjelaskan hak untuk mendapat pengakuan,
jaminan, perlindungan dan persamaan dihadapan hukum dijamin
keberlakuanya secara mutlak. Bahkan lebih jauh, disonansi yang
dialami membawa dampak diskriminatif terhadap suatu golongan
gender yakni perempuan, yang hal tersebut telah menafikkan
penjaminan atas hak untuk tidak di diskriminasi tanpa
memandang status sebagaimana yang termuat dalam ketentuan
Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Eksistensi adanya perlakuan diskriminatif di era modern sekarang
sudah selayaknya patut untuk ditinjau dan dicegah
keberlakuannya, dan sudah menjadi tanggung jawab negara untuk
menjamin perlindungan hukum dan supremasi hukum yang
didasarkan atas peran dan partisipasi masyarakat tanpa
memandang perbedaan status, golongan, bahkan gender. Olehnya
itu, keberadaan pasal a quo jelas bertentangan dengan hak
konstitusional yang dialami Pemohon I sebagaimana yang
ternisbatkan dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945.
31. Bahwa doktrin yang dibangun dari berlakunya Pasal 173 Ayat (2)
huruf e Undang-undang tentang Pemilu memberikan diskriminasi
yang pada era perkembangan hukum moderen sekarang
diskriminasi bukan lagi perihal fisik tapi juga batinnya yang
dalam hal ini berkaitan dengan harkat dan martabat setiap
perempuan. Jika menelisik lebih lanjut Pemohon I beranggapan
bahwa adanya keberlakuan pasal a quo justru menunjukkan
paradigma logis bahwa lemahnya peranan kaum perempuan yang
selalu ditopang oleh aturan. Sehingga dalam hal ini Pasal 173
Ayat (2) huruf e bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan
Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
32. Bahwa Pemohon I beranggapan doktrin model politik kuno yang
melekat kuat pada paradigma berpikir di masyarakat tercipta oleh
adanya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dianggap pula
bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Bahkan jika lebih
jauh melangkah pemberlakuan pasal a quo melahirkan paradigma
berfikir masyarakat di masyarakat terhadap dunia politik yang
dianggap tidak mampu untuk berkomitmen dalam meningkatkan
keterwakilan perempuan dan tidak dapat dengan mudah
mempersiapkan bakal calon legislatif untuk diusung pada
kontestasi Pemilu yang nantinya akan berdampak pula pada
kinerja partai politik. Padahal atas segala prasangka tersebut telah
dilakukan upaya sedemikian rupa secara maksimal dan terstruktur

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
oleh para Pemohon tetapi dengan berlakunya pasal a quo mulai
dan berpotensi akan diabaikan.
33. Bahwa hak untuk memperoleh pengakuan, jaminan, perlindungan,
perlakuan hukum yang adil, serta mendapat kepastian hukum dan
perlakuan yang sama di depan hukum serta berhak untuk bebas
dari perlakuan yang bersifat Diskriminatif merupakan Hak Asasi
Manusia (HAM) sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D
Ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama di hadapan hukum.” dan Pasal 28I Ayat (2) “Setiap
orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
atas dasar apapun dan berhak mendapat perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu” UUD NRI Tahun 1945
dan ditegaskan kembali dalam Pasal 3 Ayat (2) dan Ayat (3)
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Vide Bukti P-6) yang merupakan suatu ciri penting
negara demokratis yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat
untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik. Namun
sebagai akibat berlakunya ketentuan-ketentuan Pasal 173 Ayat (2)
Huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum, mengindikasikan adanya pengingkaran terhadap hak-hak
setiap orang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari konstitusi,
yang mana setiap orang baik perempuan maupun laki-laki harus
diberlakukan sama di hadapan hukum tanpa melihat dari perpektif
gender. Pengakuan terhadap kualifikasi setiap perempuan perlu
untuk dipertimbangkan melihat pesatnya keterwakilan perempuan
saat ini khususnya pada dunia politik yang tidak lagi
membutuhkan regulasi khusus yang melahirkan banyak
pertentangan hak konstitusional.
34. Bahwa dengan diberlakukannnya pasal a quo, budaya patriarki
berpotensi mengakar kuat terhadap perempuan. Budaya tersebut
cenderung menempatkan perempuan seolah-olah identik dengan
peran dosmetik saja. Pemahaman lebih lanjut akibat berlakunya
pasal a quo justru memberikan manifestasi ketidakadilan yang
berwujud pada terisolasinya hak asasi perempuan. Olehnya itu
dapatlah diartikan pasal a quo dapat mengenyampingkan

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
perubahan yang progresif terhadap perempuan. Lebih jauh hal ini
telah menciderai apa yang terkandung dalam Pasal 28I Ayat (2)
“Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapat
perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”
35. Bahwa dengan berlakunya pasal a quo pada frasa “paling sedikit
30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan” menyimpan
doktrin model elit politik yang pada pokoknya menjelaskan
keberadaan kemampuan dan kualitas kaum perempuan menjadi
tidak diperhatikan hal ini bertentangan secara vertikal terhadap
Hak Asasi Manusia sebagaimana yang termaktub pada Pasal 28D
Ayat (1) UUD Tahun 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum.” terkhusus eksistensi
persamaan di hadapan hukum (equality before the law). Bahkan
lebih jauh hal ini membuka kepada publik suatu diskriminasi yang
merugikan kaum perempuan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
36. Bahwa berlakunya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu memberikan kerugian yang
lain pula yakni terciptanya suatu keterpaksaan bagi kaum
perempuan yang dituntut harus berpartisipasi dalam perpolitikan
dengan batasan minimal tertentu. Sementara pada hakikatnya
keterlibatan perempuan tidaklah boleh dilimitasi dengan jumlah
tertentu sehingga hal ini kemudian menurut Pemohon I
bertentangan secara koheren dengan hakikat Pasal 28D Ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945 “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
37. Bahwa akibat berlakunya pasal a quo maka memberikan kerugian
konstitusional yang secara potensial menurut penalaran yang
wajar dapat dipastikan akan terjadi timbulnya diskriminasi statis
untuk periode waktu yang tidak ditentukan padahal sebgaimana
dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD Tahun 1945 “Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.”
mengamanatkan hakikat kepastian hukum yang adil guna menjaga

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
ketertiban, keseimbagan, dan kesetaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Bahkan lebih jauh berlakunya pasal a quo berpotensi
melahirkan doktrin bahwa harkat dan martabat perempuan akan
lebih direndahkan. Olehnya itu, pasal a quo bertentangan dengan
hak kontitusional sebagaiamana yang termaktub dalam Pasal 28D
Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
38. Bahwa sebagai akibat dari berlakunya pasal a quo berpotensi
membunuh kualitas kaum perempuan terkhusus dalam
kepengurusan partai politik. Padahal pada hakikatnya kesetaraan
manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk tuhan
memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Semua manusia
dicipatakan dengan kedudukan yang sama, yaitu sebagai makhluk
dunia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Bahwa pasal
a quo telah menciderai apa yang terkandung dalam Pasal 28I Ayat
(2) UUD NRI 1945 “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu”
39. Bahwa Pemohon II telah dirugikan dengan berlakunya Pasal 173
Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum yang secara spesifik mengakibatkan Pemohon
II tidak dapat menjadi peserta Pemilu. Hal tersebut dikarenakan
konsekuensi dari berlakunya pasal a quo telah meniadakan hak-
hak dari peserta Pemilu lainnya termasuk hak Pemohon II untuk
turut serta dalam Pemilihan Umum. Sebab dengan adanya
ketentuan yang berlaku pada pasal a quo yang mengharuskan
tercapainya kuota 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan Pemohon II yang berkader di partai politik yang tidak
memenuhi 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan
sehingga mengorbankan hak politik Pemohon II sebagai peserta
Pemilu ketika tidak terpenuhinya syarat paling sedikit 30%
keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik.
Dengan berlakunya pasal a quo menciderai hak Pemohon II
sebagaimana yang telah dinisbatkan pada Pasal 28D Ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
untuk mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”.
40. Bahwa kualifikasi Pemohon II adalah seseorang yang memiliki
latar belakang terpandang dengan pendidikan yang baik bahkan
menjadi sosok yang berpengaruh di masyarakat. Tetapi dengan
berlakunya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum telah menciderai hak
konstitusional Pemohon II karena tidak adanya jaminan bahwa
Pemohon dapat berpartisipasi menjadi bakal calon legislatif
padahal sejatinya setiap orang berhak untuk mendapat pengakuan,
jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum.
41. Lebih jauhnya lagi Pemohon II telah dirugikan secara aktual
dengan berlakunya ketentuan pasal a quo, melalui penekanan
frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan“ karena kesempatannya untuk ikut andil dalam
Pemilihan Umum tergugurkan oleh adanya regulasi yang harus
menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan. Sehingga dengan berlakunya pasal a quo membatasi
kesempatan dan kemampuannya untuk menjunjung tinggi Hak
Asasi Manusia. Dengan berlakunya pasal a quo telah
mendiskriminasi Pemohon II sebagaimana yang telah dijamin
dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 “Setiap orang
berhak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
dan berhak mendapatkan perlindungan dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif itu”.
42. Bahwa Pasal 28I Ayat (2) UU NRI Tahun 1945 menyatakan
“Setiap orang berhak untuk bebas dari perlakuan yang bersifat
diskrimintatif dan berhak mendapatkan perlindungan dari
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”. Kemudian Pemohon II
sebagai kader Partai Bulan Bintang merasakan kerugian
konstitusionalnya telah dikebiri oleh berlakunya pasal a quo yang
secara eksplisit menyatakan bahwa paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan dapat membatasi hak politik
seseorang, sebagai contoh konkritnya adalah kurangnya
keterwakilan perempuan pada Partai Bulan Bintang (PBB)
mengakibatkan Pemohon II terlengserkan sehingga secara

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
spesifik mengakibatkan adanya diskriminasi.yang dirasakan oleh
Pemohon II.
43. Padahal Pemohon II memiliki hak konstitusional untuk menjadi
bagian dari konstestasi Pemilu tanpa adanya perbedaan yang
bersifat diskriminatif yang disebabkan oleh berlakunya Pasal 173
Ayat 2 huruf e Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilu yang menetapkan frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan” sehingga pasal a quo telah
mempermainkan sistem politik demokrasi di Indonesia
sebagaimana hakikat dari sistem demokrasi politik merupakan
suatu sistem politik yang memberikan bantuan kepada semua
anggota (partai politik) baik dalam kebebasannya maupun
kewenanganya dalam hak dan kemampuan masing-masing untuk
ikut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan. Oleh sebab itu
dengan diberlakukannya pasal a quo telah menciderai hak
konstitusional Pemohon II sebagaimana yang termaktub dalam
Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945.
44. Bahwa berlakunya ketentuan Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, menurut para
Pemohon telah bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, dan
merugikan atau setidak-tidaknya berpotensi untuk merugikan hak
konstitusioanal para Pemohon, sebab jika melihat secara
komprehensif, konsekuensi apabila terjadi kekurangan
keterwakilan perempuan maka dapat dipastikan adanya indikasi
terciderainya hak konstitusional yang didalilkan Pemohon II
secara terus-menerus. Sehingga dimungkinkan menimbulkan
minimnya eksekutor aspirasi rakyat yang patuh kepada konstitusi.
45. Jika lebih jauh melangkah Pemohon II telah dirugikan menurut
penalaran yang wajar (beyond reasonable doubt) yang di mana
akibat berlakunya pasal a quo pada hakikatnya merupakan
ketentuan yang mendiskriminasi peserta Pemilu lainnya karena
tidak dapat mengikuti peserta Pemilu jika tidak terpenuhinya 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. Hal ini berdampak
pada pembungkaman aspirasi rakyat yang telah tertampung
selama masa pendekatan yang dilakukan oleh Pemohon II
dengan tujuan membawa perubahan pada masyarakat. Padahal
diperlukan pengawalan dan/atau perlindungan proses

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
penyampaian aspirasi tersebut, maka perlu untuk memperhatikan
pentingnya perlindungan setiap aspirasi itu. Sehingga hal ini
berpotensi tidak mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana
yang termuat dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
yang menekankan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan
pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil
serta perlakuan yang sama dihadapan hukum,
46. Pemohon adalah subjek hukum yang memenuhi persyaratan
menurut undang-undang untuk mengajukan permohonan perkara
konstitusi kepada Mahkamah Konstitusi (personae standi in
judicio). Dimilikinya kedudukan hukum (legal standing)
merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap Pemohon untuk
mengajukan permohonan pengujian formil maupun materiil Atas
Undang-undang terhadap UUD NRI Tahun 1945 kepada MK
sebagaimana diatur di dalam Peraturan Perundang-undangan.
47. Bahwa doktrin organization standing atau legal standing
merupakan sebuah prosedur beracara yang tidak hanya dikenal
dalam doktrin akan tetapi juga telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan di Indonesia seperti Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum terhadap
Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
48. Bahwa Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI,
dan Pemohon VII adalah Badan Hukum Indonesia yang memiliki
hak sekaligus kewajiban untuk memastikan penyelenggaraan
negara dilakukan dengan prinsip-prinsip negara hukum dan
Demokrasi sehingga dalam konteks melaksanakan hak dan
kewajiban tersebut para Pemohon harus senantiasa bersikap kritis
terhadap penyelenggaraan negara agar senantiasa mawas diri dan
melaksanakan tugasnya berdasarkan prinsip-prinsip Negara
Hukum dan Demokrasi.
49. Bahwa Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI
dan Pemohon VII sebagai Badan Hukum juga menyandang hak
dan kewajiban dalam sistem hukum, demikian juga halnya dalam
perkara permohonan pengujian Undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Tahun 1945, baik badan hukum yang bersifat
privat maupun publik mengalami kerugian konstitusional.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
50. Bahwa Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI,
dan Pemohon VII mempunyai hak konstitusional yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai berikut:
Negara Indonesia merupakan negara hukum, mengandung
konsekuensi bahwa setiap tindakan ataupun peraturan adalah
berakibat hukum yang harus mengandung tujuan hukum dan
sesuai dengan tujuan negara welfare state. Dengan demikian
setiap orang/badan hukum memiliki hak atas pengakuan
(recognized), jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil
berdasarkan hukum dan perlakuan yang sama dihadapan hukum
(equality before the law) serta bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif sesuai dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat
(2) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi:
a) Pasal 28D Ayat (1) “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
b) Pasal 28I Ayat (2) “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu”.
51. Bahwa Pemohon III adalah Perkumpulan Untuk Pemilu dan
Demokrasi (Perludem) yang mempunyai maksud dan tujuan
yaitu untuk mewujudkan negara demokrasi dan
terselenggarakannya Pemilu yang mampu menampung kebebasan
rakyat dan menjaga kedaulatan rakyat.
52. Bahwa dengan berlakunya Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-
undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Pemohon
III mengalami kerugian secara spesifik dan aktual karena adanya
frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) “ mendapat
hambatan pada kepengurusan partai politik yang tidak adanya
kepastian. Sehingga menyebabkan tidak adanya kepastian
hukum dirasakan oleh Pemohon III dalam pelaksanaan
pengawasan Pemilu yang memiliki tupoksi dalam mengkaji,
memantau, dan melatih penyelenggaraan Pemilu dan demokrasi
menjadi terhambat sehingga dalam hal ini Pemohon III tidak
mendapatkan kepastian hukum sebagaimana yang dinisbatkan
pada Pasal 28D Ayat (1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang
adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.
53. Bahwa dengan berlakunya pasal a quo berpontesi menghilangkan
kinerja atau dapat dipastikan menurut penalaran yang wajar akan
membuat Pemohon III tidak dapat menjalankan tugas dan
wewenangnya secara efisien sebagai badan hukum yang
memperhatikan penyelengaraan Pemilu.
54. Bahwa Pemohon III berdalih Jika adanya regulasi khususnya
pada frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan” yang termaktub dalam pasal a quo maka
penyelenggaraan Pemilu tidak akan berjalan lancar sesuai dengan
prinsip demokrasi dan telah menciderai tupoksi dari Pemohon
III.
55. Merujuk pada Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, terkait pasal a quo
Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan Pemohon VII
dirugikan hak konstitusionalnya sebab frasa “paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan Perempuan” dengan demikian
bertentangan dengan pasal a quo yang menyatakan menyertakan
paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan
pada kepengurusan partai politik tingkat pusat.
56. Bahwa dengan berlakunya pasal a quo secara nyata telah
melanggar hak konstitusional Pemohon IV, Pemohon V,
Pemohon VI, dan Pemohon VII karena selama ini para Pemohon
aktif dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan pemajuan,
perlindungan dan penegakan hak asasi perempuan di Indonesia
guna memastikan partisipasi yang seluas-luasnya bagi perempuan
dalam upaya-upaya yang demikian menjadi terancam terhambat
dalam pencapaian dan keberlanjutannya sebagai akibat
keberlakuan pasal a quo.
57. Bahwa berdasarkan pasal a quo Pemohon IV, Pemohon V,
Pemohon VI,dan Pemohon VII, merasa dirugikan secara spesifik
dan aktual karena frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan” sehingga dalam hal ini telah merugikan
hak konstitusional para Pemohon karena telah menciderai prinsip
persamaan di depan hukum (equality before the law) serta tidak
menjamin hak-hak kaum perempuan dapat terpenuhi, sehingga

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
dengan berlakunya frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan” yang terkandung dalam pasal a quo
wajar jikalau diklaim bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1)
UUD NRI Tahun 1945.
58. Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan
Pemohon VII berpotensi terganggu dalam upaya untuk
membantu terwujudnya Supremasi Hukum di Indonesia serta
mewujudkan cita-cita Negara Indonesia yang termuat dalam
Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945 berdasarkan prinsip-prinsip
Negara yang baik.
59. Bahwa dapat dipastikan secara potensial Pemohon III, Pemohon
IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan Pemohon VII telah dirugikan
menurut penalaran yang wajar (beyond reasonable doubt) akan
membawa dampak kedepannya terhadap penyelenggaraan
pemerintahan atau parlemen jika dalam regulasi pada frasa 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan terpenuhi namun
tidak memiliki kualitas dan integritas maka sama halnya regulasi
yang berlaku sebagaimana termuat dalam pasal a quo telah
mempermainkan sistem ketatanegaraan di Indonesia dan juga
menciderai apa yang menjadi tujuan dari Pemohon III, Pemohon
IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan Pemohon VII dalam upaya
menegakkan nilai-nilai Konstitusi dan Demokrasi di Indonesia.
60. Bahwa Pemohon IV, Pemohon V, Pemohon VI, dan Pemohon
VII berdalil jika ketentuan pasal a quo tepatnya pada frasa 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan yang mendoktrin
masyarakat banyak bahwa perempuan itu lemah, dengan maksud
tersebut apakah ada jaminan kedepannya bahwa perempuan akan
mempersiapkan diri dari segi intelektual dan integritas untuk ikut
serta dalam kepengurusan partai politik. Karena jika ditelisik
maksud lain dari pasal a quo yang mana membuka ruang atau
mengistimewakan perempuan yang hanya untuk memenuhi
kuantitas, maka dalam hal ini membuat kaum perempuan tidak
terfokus untuk meningkatkan kualitas dan integritas keilmuannya,
sehingga pasal a quo telah bertentangan dengan Pasal 28D Ayat
(1) yang berbunyi “Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Kemudian dari pada

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
itu dengan adanya pasal a quo juga menyebabkan adanya
diskriminasi perlakuan terhadap perempuan dan laki-laki sehingga
bertentangan pula dengan Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI Tahun
1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan
yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu”.
61. Dengan demikian adanya pasal a quo secara faktual atau setidak-
tidaknya berpotensi menghambat berbagai macam kegiatan yang
akan dilakukan oleh Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V,
Pemohon VI, dan Pemohon VII sebagaimana ditegaskan dalam
AD/ART-nya untuk mendorong partisipasi perempuan salah
satunya dalam ranah pemerintahan atau parlemen dengan
menjunjung persamaan kedudukan yaitu kesetaraan gender tanpa
adanya diskriminasi.
62. Dengan kehadiran pasal a quo secara langsung atau tidak
langsung, telah menghambat berbagai macam usaha-usaha yang
telah dilakukan secara terus menerus oleh para Pemohon dalam
rangka menjalankan tugas dan perannya untuk mendorong
keterwakilan perempuan pada partai politik dan parlemen.
63. Bahwa jika hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan
hukum dan bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif
sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal
28I Ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dengan menggunakan segala
jenis cara yang tersedia tidak dapat terilhami karena berlakunya
Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Pemilu, maka selain
menggores hak untuk mendapatkan keadilan bagi masyarakat,
tentu hal tersebut berakibat pada hilangnya nilai-nilai yang
terkandung dalam konstitusi sebagai bagian dari pemberi jaminan
atas hak warga negara demi tercapainya negara kesejahteraan.
Bahkan lebih buruk, konstitusi negara dianggap telah ternodai dan
sarat dengan kepentingan-kepentingan lain yang tidak dapat
dipertanggung jawabkan.
64. Bahwa berdasarkan uraian-uraian di atas, maka sangatlah wajar
jika diasumsikan para Pemohon telah memenuhi kualifikasi
sebagai Pemohon, memiliki kerugian konstitusional, adanya

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
causal verband antara kerugian dan berlakunya undang-undang
yang dimohonkan pengujian dan adanya kemungkinan dengan
dikabulkannya Permohonan para Pemohon maka kerugian
konstitusional yang di dalilkan tidak akan atau tidak lagi terjadi,
oleh karenanya sudah sepatutnya Mahkamah menerima legal
standing dari para Pemohon.
65. Bahwa karena Mahkamah Konstitusi berwenang memeriksa,
mengadili, dan memutus permohonan a quo, dan Para Pemohon
mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk bertindak
selaku Pemohon dalam permohonan a quo sebagaimana telah
dipertimbangkan di atas, sudi kiranya Mahkamah
mempertimbangkan lebih lanjut tentang Pokok Permohonan.
66. Bahwa berdasarkan uraian di atas, Para Pemohon telah
memenuhi kualitas maupun kapasitas sebagai Pemohon
Pengujian Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun
1945 sebagaimana ditentukan dalam Pasal 51 huruf c Undang-
undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi jo.
UU Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Undang-undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi maupun
sejumlah putusan Mahkamah yang memberikan penjelasan
mengenai syarat-syarat untuk menjadi Pemohon Pengujian
Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Tahun 1945.
Jelas pula secara keseluruhan Pemohon memiliki hak dan
kepentingan hukum mewakili kepentingan publik untuk
mengajukan permohonan pengujian Undang-undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terhadap UUD NRI Tahun
1945.

III. ALASAN PERMOHONAN (posita)


A. RUANG LINGKUP NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DIUJI
Bahwa norma-norma yang menurut Pemohon merugikan hak
konstitusional dan berpotensi menimbulkan ketidakadilan dan
ketidakpastian hukum bagi masyarakat, pada umumnya adalah meliputi
norma atau Pasal dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
Pemilihan Umum (Lihat Tabel 1).
Tabel 1
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
No. Pasal Bunyi
1. Pasal 173 Ayat (2) huruf Partai Politik dapat menjadi
e peserta Pemilu setelah
memenuhi persyaratan :
e. menyertakan paling
sedikit 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan
perempuan pada
kepengurusan partai
politik tingkat pusat

B. NORMA UUD NRI TAHUN 1945 SEBAGAI ALAT UJI


No. Pasal Bunyi
2. Pasal 28D Ayat 1 Setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta
perlakuan yang sama
dihadapan hukum.

3. 28I Ayat (2) Setiap orang berhak bebas


dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apa
pun dan berhak mendapatkan
perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu.

C. ALASAN-ALASAN PERMOHONAN PENGUJIAN UNDANG-


UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PEMILIHAN
UMUM

1. Bahwa hal-hal yang telah dikemukakan dalam kewenangan MK,


kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon, serta
kerugian konstitusional Pemohon sebagaimana diuraikan diatas
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok
permohonan ini.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
2. Bahwa pada tanggal 16 Agustus 2017 telah diundangkan
Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 182
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 6109).

3. Bahwa para Pemohon mendalilkan Pasal 173 Ayat (2) huruf e


Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum
bertentangan dengan Pasal 28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2)
UUD NRI 1945 yang menjamin hak konstitusional Pemohon
untuk dapat jaminan. Hal tersebut didasarkan pada alasan-alasan
sebagaimana diuraikan sebagai berikut:

KETENTUAN PASAL 173 AYAT (2) huruf e UNDANG-


UNDANG NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG
PEMILIHAN UMUM SEPANJANG FRASA “ PALING
SEDIKIT 30% (tiga puluh persen) KETERWAKILAN
PEREMPUAN” BERTENTANGAN SECARA
BERSYARAT (CONDITIONALLY UNCONSTITUTIONAL)
PASAL 28D AYAT (1) UUD NRI 1945 YANG MENJAMIN
HAK KONSTITUSIONAL PEMOHON UNTUK
MENDAPATKAN PENGAKUAN, JAMINAN,
PERLINDUNGAN, DAN KEPASTIAN HUKUM YANG
ADIL SERTA PERLAKUAN YANG SAMA DIHADAPAN
HUKUM”.

4. Bahwa dengan di buatnya undang-undang akan memberikan


kepastian hukum kepada masyarakat (rechmatigheid) bukan
kebingungan dan kerancuan terhadap hukum seperti yang
dikatakan oleh Lon L. Fuller (Vide Bukti P-32) seorang filsuf
hukum asal Univerisitas Harvard, Amerika Serikat, yang
mengemukakan delapan penyebab kegagalan hukum yang
beberapa diantaranya adalah :

1) Tidak adanya aturan atau hukum yang menimbulkan


ketidakpastian;

2) Kegagalan menciptakan hukum yang bersifat komprehensif;

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
3) Pembentukan aturan yang kontradiksi satu sama lain.

5. Bahwa Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7


Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, di mana Pasal tersebut
menyatakan “Partai politik dapat menjadi peserta Pemilu
setelah memenuhi persyaratan menyertakan “paling sedikit
30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan pada
kepengurusan partai politik pusat”. Jika melihat ketentuan
dalam pasal a quo tersebut maka terlihat jelas adanya penekanan
pada frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan”. Di mana ada unsur keterpaksaan dalam Partai
Politik agar bisa menjadi Peserta Pemilu. Oleh karena itu jika
melihat akibat yang timbul dari ketentuan pasal a quo maka
telah memberikan konsekuensi ketidakpastian hukum terhadap
hak konstitusional warga negara. Yang seharusnya setiap warga
negara memiliki Hak Konstitusional yang dijamin oleh Negara
Indonesia yang tertuang dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI
1945.

6. Bahwa Sudikno Mertukusumo, menyatakan bahwa kepastian


hukum merupakan sebuah jaminan bahwa hukum tersebut harus
dijalankan dengan cara yang baik (Vide Bukti P-33). Di mana
kepastian hukum menghendaki adanya upaya pengaturan
hukum dalam perundang-undangan yang dibuat oleh pihak yang
berwenang dan berwibawa, sehingga dalam aturan-aturan
memiliki aspek yuridis yang dapat menjamin adanya kepastian
hukum yang berfungsi sebagai suatu peraturan yang harus
ditaati. Dalam hal ini Indonesia menjamin kepastian hukum
yang diatur dalam Konstitusi kita yaitu Pasal 1 Ayat 3 UUD NRI
1945

7. Bahwa dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan


yang dianut oleh Negara Indonesia, dimuat dalam Pasal 7 Ayat
(1) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 (Vide Bukti P-4). Di
mana UUD NRI 1945 berada pada piramida hukum tertinggi,
sehingga ketentuan yang lebih rendah tidak dibenarkan
bertentangan dengan ketentuan yang lebih tinggi. Sebagaimana

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
dalam asas hukum “Lex Superior Derogat Legi Inferiori” yang
artinya ketentuan hukum yang tertinggi menyampingkan
ketentuan hukum yang lebih rendah. Akan tetapi adanya pasal a
quo pada frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan” justru melululantahkan hak para
Pemohon karena dianggap merugikan hak konstitusional para
Pemohon sebagaimana telah dijamin oleh negara dalam Pasal
28D Ayat (1) UUD NRI 1945 bahwasannya “Setiap orang
berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum”

8. Bahwa prinsip persamaan berarti semua manusia adalah sama,


harus diperlakukan sama, tidak boleh mengutamakan suatu
golongan, semua manusia mempunyai kesempatan yang ada.
Perbedaan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya
hanyalah didasarkan pada ketakwaan kepada Al-Khalik Allah
SWT : QS. Al-Hujuraat 13, Yā ayyuhan-nāsu innā khalaqnākum
min żakariw wa unṡā wa ja'alnākum syu'ụbaw wa qabā`ila
lita'ārafụ, inna akramakum 'indallāhi atqākum, innallāha
'alīmun khabīr, yang berarti Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
(Vide Bukti P-34).

9. Bahwa menurut Marjono Reksodiputro, “Hak Asasi Manusia


adalah sebagai hak-hak yang sedemikian melekat pada sifat
manusia, sehingga tanpa hak-hak itu, seseorang tidak
mempunyai martabat sebagai manusia (inheirent dighnity)(Vide
Bukti P-35). Kemudian G.J Wolhoff mengatakan bahwa hak-
Hak Asasi Manusia adalah sejumlah hak yang seakan-akan
berakar dalam tabiat setiap pribadi manusia, justru karena
kemanusiaannya yang tidak dapat dicabut oleh siapapun karena
bila dicabut akan hilang kemanusiaannya. Oleh karena itu hak-

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
hak tersebut tidak boleh dilanggar atau dicabut oleh siapapun
karena Hak Asasi Manusia merupakan pemberian Tuhan Yang
Maha Esa yang melekat pada seseorang sejak dalam kandungan.
Sehingga setiap warga negara memiliki hak yang seharusnya
dilindungi oleh Negara. Akan tetapi dalam pasal a quo
menciderai hak yang seharusnya mendapatkan perlindungan
oleh Negara. Di mana dipertegas dalam Pasal 1 Ayat (1)
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia yang berbunyi bahwa” Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebgai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia”.

10. Bahwa dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999


tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa “Hak untuk
hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak
untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut berdasarkan aturan hukum
yang berlaku surut adalah Hak Asasi Manusia yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun”
(nonderrogable) (Vide Bukti P-6). Dapat kita simpulkan bahwa
hak yang termaktub dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia secara tegas
menekankan bahwa Hak Asasi Manusia tidak dapat dikurangi
dalam keadaan apapun dan oleh siapapun, akan tetapi dalam
pasal a quo, Pemohon I merasa dirugikan hak konstitusionalnya
di mana dalam pasal a quo adanya frasa “paling sedikit 30%
(tiga puluh persen) keterwakilan perempuan” sehingga
memberikan konsekuensi logis bahwa kebutuhan untuk
mendapatkan pengakuan perempuan haruslah ditopang dengan
adanya regulasi. Sehingga hal tersebut merebahkan harkat dan
martabat seorang perempuan.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
11. Bahwa dalam buku Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie yang berjudul
Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,( Vide Bukti P-36)
perspektif supremasi hukum (supremacy of law), pada
hakikatnya pemimpin tertinggi yang sesungguhnya bukanlah
manusia, tetapi konstitusi yang mencerminkan hukum tertinggi.
Bahwa berlakunya pasal a quo, telah menimbulkan kekaburan
dalam mereduksi dan menerjemahkan sebuah aturan yang dalam
pengimplementasiannya menggugurkan konsep persamaan
hukum (equality before the law) yang dalam hal ini untuk
menggapai keadilan. Sehingga untuk menjamin persamaan
dalam hukum (equality before the law) maka dalam hal ini
keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik
praktis yang dibuktikan dengan terciptanya kultur pengambilan
kebijakan publik yang ramah dan sensitif pada kepentingan
perempuan. Tanpa keterwakilan perempuan di parlemen dalam
jumlah yang memadai, kecenderungan untuk menempatkan
kepentingan laki-laki sebagai pusat dari pengambilan kebijakan
akan sulit dibendung. Kemudian pada akhirnya, demi
menggapai tujuan Negara sebagaimana tertera dalam
Pembukaan UUD NRI 1945 yaitu untuk membentuk suatu
pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.

12. Bahwa Hak Asasi Manusia dikelompokkan ke dalam 4


kelompok yang meliputi Civil Rights, Political Rights, Socio
Economic Rights, dan Cultural Rights. Menurut Prof Aswanto
(2008) political rights dibagi menjadi 5 bagian, yakni :

a. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat dan pikiran


(opinion and expression),
b. Hak untuk berserikat dan berkumpul (Assembly and
association),
c. Hak turut serta ambil bagian dalam pemerintahan
(Take part in government),

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
d. Hak untuk mendapatkan akses pelayanan publik yang sama
(Equal access to public service),
e. Hak untuk memilih dan dipilih (Elect and be elected)

13. Bahwa upaya untuk merumuskan standar-standar Hak Asasi


Manusia adalah dengan lahirnya Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Declaration of Human Rights) (Vide Bukti P-10)
deklarasi tersebut telah diakui sebagai standar bagi semua
manusia dan semua bangsa untuk memperjuangkan penegakan
martabat manusia. Dalam Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM) menyatakan bahwa “Semua orang
dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama. Mereka dikarunia akal dan hati nurani dan hendaknya
bergaul satu sama lain dalam persaudaran.” Sehingga setiap
orang memiliki hak-hak yang sama (equal). Di mana hak-hak
sama yang dimaksud tidak membedakan antara satu dengan
yang lain. Yang secara tandas termaktub dalam Pasal 2
Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia “Setiap orang berhak
atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di
dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun,
seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau
kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain”.
Yang pada hakikatnya dalam pasal a quo frasa “Paling sedikit
30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan” tidak
memenuhi unsur hak-hak persamaan sebab regulasi tersebut
hanya mengatur secara sepihak mengenai batasan yang menjadi
persyaratan keterwakilan perempuan dalam Pemilu. Sehingga
dalam pasal a quo menciderai hak sama yang dimilik para
Pemohon yang secara eksplisit menjatuhkan harkat dan martabat
para Pemohon.

14. Bahwa Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang disahkan


oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
10 Desember 1948 merupakan deklarasi yang dikodifikasi
dengan memperhatikan pengakuan Hak Asasi Manusia yang
didalamnya termasuk hak asasi perempuan. Di mana Deklarasi

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
tersebut menjadi pedoman bagi bangsa-bangsa yang mengakui
dan masyarakat Internasional untuk melindungi martabat
manusia. Dan beberapa hak yang diatur dalam Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) adalah kebebasan
berekspresi dan partisipasi politik tanpa adanya perbedaan
gender. Tertuang dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (DUHAM), yang menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai kewajiban terhadap masyarakatnya dan bahwa
dalam pelaksanaan hak-hak dan kekuasaannya setiap orang
hanya dapat dibatasi oleh hukum yang semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak atas hak-
hak dan kebebasan-kebebasan orang lain, dalam rangka
memenuhi persyaratan-persyaratan yang adil dalam moralitas,
kesusilaan ketertiban umum, dan kesejahteraan umum yang adil
dalam masyarakat demokratis. Di mana dalam hal ini bahwa
tidak adanya bentuk diskriminasi apapun termasuk pembedaan
antara laki-laki dan perempuan, karena pada dasarnya manusia
memiliki hak yang sama.

15. Dalam hal ini Indonesia telah meratifikasi perjanjian


internasional seperti, Hak sipil dan Politik Internasional, Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya Internasional dalam Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984 tentang
Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk
Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention On The
Elimination Of All Forms Of Discrimination Againts Women)
(Vide Bukti P-8), dengan menjamin hak-hak warga negara
untuk tidak melakukan diskriminasi dalam bentuk apapun
kepada setiap warga negara baik laki-laki maupun perempuan.
Dipertegas dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005
tentang Pengesahan Konvenan Internasional tentang Hak-Hak
Sipil dan Politik. Akan tetapi dalam pasal a quo membedakan
secara jelas kedudukan antara laki-laki dan perempuan di mana
doktrin yang dibangun dari pasal a quo memberikan
diskriminasi bukan perihal fisik tetapi juga batinnya berkaitan
dengan harkat dan martabat setiap perempuan yang

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
menimbulkan paradigma logis bahwa lemahnya kaum
perempuan yang selalu ditopang oleh aturan.

16. Ramly Hutabarat mengutip dalam International Encyclopedia of


the social siencess, (Vide Bukti P-37) mengatakan bahwa
manusia adalah sama namun dalam kenyataannya terdapat
ketidaksamaannya karena karakteristik manusia yang memiliki
perbedaan. Karakteristik itu didasarkan pada perbedaan seks,
warna, karakter watak dan sebagainya juga didasarkan pada
berbagai intuisi manusia yang berbeda kewarganegaraan agama,
tingkat sosial dan sebagainya. Berdasarkan teori tersebut
dituangkan dalam Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women (CEDAW) dalam Pasal 15
Ayat (1) yang menyatakan bahwa negara-negara pihak harus
menyetujui kesetaraan perempuan dengan laki-laki di hadapan
hukum dan negara-negara pihak harus memberikan kepada
perempuan, dalam masalah sipil, suatu kapasitas hukum yang
identik dengan laki-laki dan peluang yang sama untuk melatih
kapasitas itu. Oleh karena itu, dengan adanya frasa kata 30%
(tiga puluh persen) dalam pasal a quo tidak memberikan
jaminan kesetaraan antara kaum perempuan dengan laki-laki
pada kepengurusan partai politik.

17. Bahwa sebagaimana yang dituangkan dalam Dokumen


International yaitu Universal Declaration of Human Rights
(UDHR) 1948 tentang Asas Persamaan Kedudukan Dalam
Hukum (APKDH) di mana dalam Pasal 6 yang menyatakan
bahwa “Every one has the right to recognition every where as a
person before the law” yang artinya bahwa “Setiap orang
berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia
pribadi di mana saja ia berada”. Dan Pasal 7 yang menegaskan
bahwa “All are equal before the law and are antitled without
any discrimination to equal protection of the law....” yang
berarti : “Semua orang sama di depan hukum dan diberi judul
tanpa diskriminasi apa pun untuk perlindungan hukum yang
setara” (Vide Bukti P-11) Sehingga dengan adanya pasal a quo
dinilai kurang antisipatif sehingga tidak memberikan

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
pengakuan, jaminan, perlindungan, kepastian hukum dan
persamaan di depan hukum sebagaimana terdapat dalam Pasal
28D Ayat (1) UUD NRI 1945.

18. Bahwa Pasal 173 Ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum di mana berbunyi Partai Politik dapat
menjadi peserta Pemilu setelah memenuhi persyaratan :

a. Berstatus badan hukum sesuai dengan Undang-undang


tentang Partai Politik;
b. Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi;
c. Memiliki kepengurusan di 75% (tujuh puluh persen) jumlah
kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan;
d. Memiliki kepengurusan di 50% (lima puluh persen) jumlah
kecamatan di kabupaten/kota yang bersangkutan;
e. Menyertakan paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai
politik tingkat pusat;
f. Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) orang
atau 1/1.000 (satu per seribu) dari jumlah penduduk pada
kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada
huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda
anggota;
g. Mempunyai kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkat
pusat, provinsi, dan kabupaten/kota sampai tahapan terakhir
Pemilu;
h. Mengajukan nama, lambang, dan tanda gambar partai
politik kepada KPU; dan
i. Menyerahkan nomor rekening dana kampanye Pemilu atas
nama partai politik kepada KPU
Di mana dalam Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang
Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, unsur jaminan
dalam Pasal 28D Ayat 1 UUD NRI 1945 berpotensi untuk
dilanggar. Dalam hal ini dengan adanya pasal a quo tidak
menjamin partai politik dapat menjadi peserta Pemilu. Sehingga
berlakunya pasal a quo maka telah merugikan para Pemohon.

19. Jika melihat pasal a quo pada frasa “paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) keterwakilan perempuan” justru mendiskriminasi

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
hak-hak Pemohon II di mana dalam pasal a quo tidak
memberikan jaminan untuk ikut andil dalam partai politik
sehingga tidak dapat berpartisipasi pada pesta demokrasi.
Padahal hak konstitusional Pemohon II telah dijamin pada Pasal
28D Ayat (1) UUD NRI 1945 yang berbunyi “Setiap orang
berhak untuk mendapat pengakuan, jaminan, perlindungan,
jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum”. Akan tetapi Pemohon
II tidak mendapatkan hak konstitusional yang di berikan oleh
negara.

20. Dalam negara yang menganut paham negara hukum, harus


berdasarkan prinsip dasar, yaitu supremasi hukum (supremacy
of law), asas legalitas (due process of law), persamaan di
hadapan hukum (equality before law), pembatasan kekuasaan,
organ-organ eksekutif yang bersifat independen, peradilan bebas
yang tidak memihak, peradilan tata usaha negara, peradilan tata
negara, perlindungan HAM, bersifat demokratis, berfungsi
sebagai sarana mewujudkan tujuan kesejahteraan (welfare
rechstaat), transparansi dan control social, dan berketuhanan
Yang Maha Esa. Di mana dalam penjabaran pada setiap negara
hukum akan terlihat dengan adanya :

a. jaminan perlindungan hak-Hak Asasi Manusia;


b. kekuasaan kehakiman atau peradilan yang merdeka;
c. legalitas dalam arti hukum, yaitu bahwa baik
pemerintah/negara maupun warga negara dalam bertindak
harus berdasar atas dan melalui hukum.
Di mana dengan berlakunya pasal a quo pada frasa “paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan”
menimbulkan kerugian Pemohon III mendapatkan hambatan
pada kepengurusan partai 173
KETENTUAN PASAL politik yang
AYAT (2) Huruftidak memberikan
e UNDANG-
UNDANG
kepastian NOMOR
hukum 7 TAHUN
dalam 2017 TENTANG
pelaksanaan PEMILIHAN
pengawasan Pemilu
UMUM BERTENTANGAN DENGAN PASAL 28I AYAT (2) UUD
sehingga penyelenggaraan Pemilu dan demokrasi menjadi
NRI TAHUN 1945 YANG MENJAMIN HAK
terhambat sebagaimana merugikan hak Pemohon III yang
KONSTITUSIONAL PEMOHON UNTUK BERHAK BEBAS
dijamin oleh Negara dalam Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945.
DARI PERLAKUAN YANG BERSIFAT DISKRIMINATIF ATAS
DASAR APA PUN DAN BERHAK MENDAPATKAN
PERLINDUNGAN TERHADAP PERLAKUAN YANG
BERSIFAT DISKRIMINATIF ITU.
22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com

21. Bahwa Henry B. Mayo menyatakan, “Demokrasi sebagai sistem


politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa
kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-
wakil rakyat yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik
dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan
politik.”(Vide Bukti P-38). Makna demokrasi sebagai dasar
hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian
bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-
masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijakan Negara, karena kebijakan Negara tersebut akan
menentukan kehidupan rakyat. Sebagaimana telah termakub
dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi, “Kedaulatan berada di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
Dasar”. Dengan demikian Negara Indonesia diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Hakikat demokrasi
sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta
pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan
kekuasaan di tangan rakyat.

22. Bahwa Konsep negara demokrasi menurut Abraham Lincoln


mengemukakan bahwa “government of the people, by the
people, (and) for the people” yang kemudian mengandung tiga
hal, yaitu :

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
a. Pemerintahan dari rakyat (government of the people) yaitu
adanya suatu pemerintah yang sah dan diakui (ligimate
government) dimata rakyat. Sebaliknya ada pemerintahan
yang tidak sah dan tidak diakui (unligimate government).
Pemerintahan yang diakui adalah pemerintahan yang
mendapat pengakuan dan dukungan rakyat.
b. Pemerintahan oleh rakyat (government by the people), yaitu
suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama
rakyat bukan atas dorongan sendiri. Pengawasan yang
dilakukan oleh rakyat (sosial control) dapat dilakukan
secara langsung maupun tidak langsung (melalui DPR).
c. Pemerintahan untuk rakyat (government for the people),
yang mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang
diberikan oleh rakyat kepada pemerintah dijalankan untuk
kepentingan rakyat. Pemerintah diharuskan menjamin
adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam
menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun
secara langsung.
Di mana pada pasal a quo menyalahi maksud dari demokrasi
yaitu pemerintahan untuk rakyat, dengan adanya perlakuan
diskriminatif terhadap kaum perempuan yang merupakan kaum
minoritas di ranah politik yang keterlibatannya/keterwakilannya
masih dikesampingkan sehingga menyebabkan keberadaan
perempuan tidak diakui ( Vide Bukti P-38).

23. Bahwa demokrasi berarti melibatkan rakyat dalam segala bentuk


pemerintahan agar tidak sewenang-wenang sehingga
memperhatikan hak-hak tiap masyarakat. Sebagaimana
terkandung dalam Pasal 21 Ayat (1) Universal Declaration Of
Human Right (UDHR) yang berbunyi “Bahwa setiap orang
berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara
langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas”.
Dengan adanya keterlibatan rakyat di setiap bentuk pelaksanaan
pemerintahan dapat menciptakan kesejahteraan sosial
sebagaimana yang telah dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.
Dalam pasal a quo pada frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan” yang secara jelas

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
menyelewengkan keterwakilan perempuan dalam ranah politik
dan menjadikan perempuan dalam partai politik hanyalah
sebagai boneka yang tidak memiliki intelektual karena adanya
keterpaksaan yang membuat perempuan harus memenuhi kuota
yang telah ditetapkan. Di mana menciderai hak konstitusional
yang sebagaimana dijamin dalam Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI
1945.

24. Bahwa menurut Cholsin, demokrasi di Indonesia memegang


Prinsip Teo-demokratis di mana segala putusan dan kebijakan
diatur sepenuhnya untuk kepentingan rakyat, namun tidak
melanggar peraturan Tuhan. prinsip Teo-demokratis merupakan
hasil demokrasi yang mendasarkan Pancasila terutama Sila
Pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana yang
terlihat saat ini dalam Negara Indonesia yang bersifat
demokratis (demokratische rechtsstaat) bukan hanya sekedar
isapan jempol belaka tapi harus dianut dan dipraktikkan. Prinsip
demokrasi atau kedaulatan rakyat yang menjamin peran serta
masyarakat dalam proses pengambilan keputusan kenegaraan,
sehingga setiap Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan
dan ditegakkan mencerminkan perasaan keadilan yang hidup
ditengah masyarakat. Hukum yang diadopsi atau diterapkan
dari negara lain seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip
pandangan hidup bangsa Indonesia (Pancasila) yang dalam
pengaplikasiannya harus berpihak kepada masyarakat umum,
hukum dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku tidak
boleh ditetapkan dan diterapkan secara sepihak yang hanya
menguntungkan segelintir pihak, tetapi menjamin kepentingan
akan rasa adil bagi semua orang tanpa terkecuali. Dengan
demikian Negara hukum yang termuat dalam Pasal 1 Ayat (3)
UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia
adalah Negara Hukum” yang demokratis sehingga dalam Pasal
a qou di mana dalam frasa kata “paling sedikit 30 % (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan” dalam kepengurusan partai
politik yang di mana dalam hal ini memberikan anggapan
terhadap masyarakat terutama kaum perempuan yang

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
mencerminkan keberpihakkan kepada rakyat melainkan kepada
segelintir orang yang memang ingin terbebas dari belenggu
jeratan hukum yang menghantui. Maka hukum jangan
digunakan untuk membungkam masyarakat tetapi hukum harus
digunakan untuk menciptakan rasa adil kepada masyarakat
Indonesia.

25. Bahwa dalam Pasal 1 Ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun


1999 menyebutkan “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan
dilindungi oleh Negara, hukum dan pemerintah, dan setiap
orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia”. Dalam Pasal 1 Angka 3 Undang-undang
Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia menyatakan
diskriminasi adalah “setiap pembatasan, pelecahan, atau
pengucilan yang langsung ataupun tak langsung didasarkan
pada pembedaan manusia atas dasar agama, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengangguran,
penimpanan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau
penggunaan Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar dalam
kehidupan, baik individu maupun kolektif dalam bidang politik,
ekonomi, hukum, sosial, budaya dan aspek kehidupan lainnya”.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pasal a quo dengan
frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan” secara gamblang melakukan tindakan diskriminasi
yang membedakan perlakuan antara laki-laki dan perempuan
seharusnya undang-undang di dirancang dan bentuk untuk
menghapuskan persepsi perbedaan antara kaum laki-laki dan
kaum perempuan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 28I
Ayat (2) UUD NRI 1945. Dengan demikian dapat disimpulkan
pasal a quo tidak mencerminkan hal tersebut maka jelaslah
bahwa yang seharusnya untuk menjamin kesetaraan gender frasa
“paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan” harus di hilangkan untuk menghindari persepsi

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
masyarakat untuk di meremehkan dan merendahkan perempuan
dalam kepengurusan partai politik, lebih jauh lagi dalam
terpilihnya perempuan di kursi pemerintahan.

26. Bahwa bentuk perlakuan diskriminasi terbagi atas dua, pertama,


diskriminasi langsung yakni terjadi saat hukum, peraturan, atau
kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu seperti
jenis kelamin, ras dan sebagainya serta menghambat adanya
peluang yang sama. Kedua, diskriminasi tidak langsung yakni
terjadi saat peraturan bersifat netral menjadi diskriminatif saat
diterapkan dilapangan. Maka dalam hal ini para Pemohon
mengalamai diskriminasi saat peraturan tidak jelas dalam
penerapannya.

27. Bahwa Pasal 3 Ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999


tentang Hak Asasi Manusia yang berbunyi “setiap orang
dilahirkan bebas dengan harkat dan martabat manusia yang
sama dan sederajat serta dikaruniai akal dan hati murni untuk
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam
semangat persaudaraan”. Di mana konsep untuk meninggikan
martabat manusia merupakan hal yang diatur oleh negara erat
kaitannya dengan Human Dignity yaitu asas yang ditemukan
dari pada pikiran setiap individu tanpa memperhatikan ras,
umur, budaya, bahasa, etnis, keyakinan seseorang yang harus
dihormati sehingga hak yang sama dan sederajat dapat dirasakan
semua orang dan tidak digolongkan berdasarkan hierarki.
Sehingga martabat manusia dapat di artikan sebagai harga diri
manusia yang sangat dijaga oleh psetiap diri manusia. Akan
tetapi adanya pasal a quo dengan frasa “paling sedikit 30% (tiga
puluh persen) keterwakilan perempuan”, seakan-akan
memberikan stigma kepada masyarakat bahwa perempuan
dianggap belum mampu di ranah politik sehingga menjatuhkan
harkat dan martabat perempuan. Di mana pada Pasal 28G Ayat
(2) “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan
berhak memperoleh suaka politik dari Negara lain”.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
28. Menurut Alfian Rokhmansyah dalam bukunya yang berjudul
Pengantar Gender dan Feminisme. Sistem patriarki yang
mendominasi kebudayaan masyarakat menyebabkan adanya
kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi
hingga ke berbagai aspek. Pembatasan-pembatasan peran
perempuan oleh budaya patriarki membuat perempuan merasa
terbelunggu dan merasakan pahitnya perlakuan diskriminatif,
dalam hal ini menyebabkan perempuan diletakkan pada posisi
inferior. Seperti yang dituangkan dalam Pasal 2 Undang-undang
Nomor 68 Tahun 1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-Hak
Politik Kaum Wanita di mana “wanita akan dapat dipilih untuk
pemilihan dalam semua badan-badan Pemilu, yang di dirikan
oleh hukum nasional dengan syarat-syarat sama dengan pria,
tanpa suatu diskriminasi”(Vide Bukti P-9). Sebagaimana dalam
ranah politik yang termaktub dalam pasal a quo mengenai frasa
“paling sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan
perempuan” hanya sebagai pemenuhan syarat agar tercapainya
kepentingan partai politik tanpa benar-benar di butuhkan
keberadaanya di mana perempuan selalu ditopang oleh negara
dengan adanya pasal a quo Sehingga menciderai harkat dan
martabat seorang perempuan

29. Bahwa Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945 secara tegas
dinyatakan “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang
bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak
mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu”. Dalam terminologi Hak Asasi Manusia
prinsip kesetaraan, keadilan dan anti diskriminasi merupakan
ciri khas dari Hak Asasi Manusia. Prinsip kesetaraan
sebagaimana yang ditentukan dalam Pasal 1 Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) sebagai berikut : “All
human beings are born free and equal in dighnity and rights”.
“They are endowed with reason and conscience and should act
towards one another in a spirit of brotherhood”. Dalam Pasal 1
Universal Declaration Human Right (UDHR) dapat dipahami
tentang prinsip kesataraan dan persaudaraan. Bahwa dalam

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
kehidupan individu maupun kehidupan sosialnya setiap orang
mempunyai kedudukann yang setara satu sama lain tanpa
membeda-bedakan agama, suku, ras, etnis maupun gender. Jika
ditelisik dalam pasal a quo menimbulkan diskriminatif terhadap
perempuan karena apabila tidak terpenuhi frasa “paling sedikit
30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan harus
mengorbankan hak-hak peserta Pemilu khususnya Pemohon II,
sehingga mengakibatkan terlengserkan Pemohon II untuk
memenuhi persyaratan dalam pasal a quo. Sehingga secara jelas
pasal a quo melanggar Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945

30. Bahwa A. John Rawls memprioritaskan pada prinsip kebebasan


yang sama (equal liberty of principle), yang sebenarnya
merupakan standar hak-hak politik dan sipil yang diakui dalam
demokrasi liberal yakni hak untuk memilih, mencalonkan diri
dalam jabatan, membela diri, kebebasan berbicara, bergerak dan
sebagainya. Equal liberty of principle mengasumsi setiap orang
memiliki hak yang sama untuk kebebasan dasar yang luas.
Setiap orang memiliki hak untuk kebebasan dan kesamaan. Hak
yang sangat penting untuk liberalisme, satu cara membedakan
liberalisme adil adalah liberalisme memberikan prioritas pada
kebebasan-kebebasan dasar ini. Secara terperinci hak
kebebasan-kebebasan dasar yang dimaksud antara lain seperti
misalnya :

1. Kemerdekaan politik (politik of liberty)


2. Kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi
(freedom of speech and expression)
3. Kebebasan personl (liberty of conscience and though)
4. Kebebasan untuk memiliki kekayaan (freedom to hold
property)
5. Kebebasan dari tindakan sewenang-wenang
Kemudian, Rawls menjelaskan bahwa prinsip persamaan
kesempatan (equal opportunity principle) bukan melihat
ketidaksetaraan alamiah. Rawls mengkritik konsepsi umum yang
menganggap kesempatan yang sama hanya memandang jenis
kelamin, ras, dan latar belakang sosial. Menurut Rawls, harus
juga dilihat kesetaraan alamiah, misalnya orang cacat tidak akan

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
dapat bersaing meskipun berasal dari ras dan jenis kelamin yang
sama. Berikutnya, pasal a quo dengan jelas telah menyatakan
sesuatu yang sifatnya diskriminatif terhadap hak politik wanita
yang kemudian menciderai keadilan hukum.

31. Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H. dan M. Ali Safa’at, S.H., M.H.
dalam bukunya yang berjudul Teori Hans Kelsen Tentang
Hukum (Vide Bukti P-39) bahwa membebaskan konsep hukum
dan keadilan cukup sulit karena secara terus-menerus dicampur-
adukkan secara politis terkait dengan tendensi ideologis untuk
membuat hukum terlihat seperti keadilan. Jika hukum dan
keadilan itu identik, sehingga suatu tata aturan sosial disebut
hukum yang adil merupakan suatu bentuk justifikasi moral. Hal
ini merupakan cara kerja politik, bukan tendensi ilmu
pengetahuan. Dalam hal ini kebutuhan sosial yang dimaksud
adalah keadilan hukum di mana konsep pemikiran yang
dibangun terhadap hak politik wanita dalam Pemilu akan
memandang cacatnya peran pemerintah dalam mewujudkan
keadilan sosial dengan mendistorsi hak wanita yang merupakan
Hak Asasi Manusia. Yang kemudian hak ini merupakan hak
politik dan sekaligus menjadi hak perempuan yang berkaitan
dengan Pasal 45 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia yang berbunyi bahwa “Hak wanita dalam
Undang-undang ini adalah Hak Asasi Manusia”.

32. Bahwa mengenai diskriminasi akan bersinggungan dengan pasal


a quo terkait diskriminasi gender yang melanggar prinsip
keadilan, dengan jelas termaktub dalam Q.S An-Nisa Ayat 32
“karena bagi orang laki-laki ada bagian daripada apa yang
mereka usahakan dan bagi para perempuan (pun) ada bagian
dari apa yang mereka usahakan” dan kemudian dalam Al-
Qur’an surah At-Tin Ayat 4 “sesungguhnya kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Bahwa manusia adalah mahkluk yang terbaik tanpa adanya
ketidakadilan pembedaan mengenai apapun terhadap harkat dan

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
martabat dari setiap manusia. Berikutnya. berdasarkan apa yang
dituangkan pada Ayat tersebut, yang kemudian menunjukan
bahwa perempuan dan laki-laki juga boleh berpartisipasi dalam
politik dan mengatur urusan masyarakat, dan mempunyai hak
dalam mengatur kepentingan umum. Sehingga pasal a quo
melanggar Pasal 28I Ayat (2) UUD NRI 1945 apabila tidak
terpenuhinya frasa “paling sedikit 30% (tiga puluh persen)
keterwakilan perempuan”, maka dengan otomatis kuota laki-
laki akan berkurang demi tercukupinya kuota 30% (tiga puluh
persen) keterwakilan perempuan. Oleh karena itu, hal tersebut
akan melanggar hak politik dan juga prinsip keadilan terhadap
pihak laki-laki.

33. Bahwa Ani Widya Soejipto mengatakan bahwa selain rendahnya


representasi atau keterwakilan perempuan dalam kehidupan
politik dalam arti jumlah kualitas (Vide Bukti P-40). Partisipasi
mereka dibidang politik selama ini, jika memang itu ada hanya
terkesan memainkan peran sekunder. Mereka hanya dilihat
sebagai pemanis atau penggembira, dan ini mencerminkan
rendahnya pengetahuan mereka dibidang politik. Ann Philips
dalam The Politics of Prosence (1998) menyatakan politik untuk
kalangan kaum perempuan bukan hanya dimaknai sebagai
pertarungan ide dan gagasan tapi juga harus diartikan dalam
kehadiran yang memberi makna. Namun, pasal a quo secara
tidak langsung merendahkan martabat wanita di masyarakat di
mana mengisyaratkan kepada masyarakat bahwa wanita adalah
mahkluk yang lemah, dan tidak dapat berdiri sendiri. Dan secara
eksplisit menyalahi Pasal 28D Ayat (1) UUD NRI 1945 yaitu
persamaan di depan hukum yang dengan jelas adanya
diskriminsi peryaratan terhadap gender pada pasal a quo dalam
frasa “memenuhi persyaratan menyertakan paling sedikit 30%
keterwakilan perempuan”.

34. Prof. Dr. Moh.Mahfud MD,S.H.,S.U. memberikan pengertian


tentang politik hukum yang diartikan sebagai kebijakan hukum
(legal policy) di mana mencakup kebijakan negara tentang
bagaimana hukum telah dibuat dan bagaimana pula seharusnya

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
hukum itu dibuat untuk membangun masa depan yang lebih
baik, yakni kehidupan negara yang bersih dari pelanggaran-
pelanggaran serta keadilan khususnya kaum perempuan (Vide
Bukti P-41). Dalam konteks kesetaraan serta keadilan
masyarakat kaum perempuan, pemerintahan meratifikasi
perjanjian internasioanal yang berkaitan dengan Hak Asasi
Perempuan yaitu CEDAW (Conventions on the Elimination of
all Discrimination Againts Women) yang kemudian lahir
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Penghapusan
Segala Bentuk Diskriminasi terhadap kaum Perempuan. Di
mana dalam hal ini pemerintah berupayah melindungi kaum
perempuan, akan tetapi dalam pasal a quo pada frasa “paling
sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan” yang
secara yuridis dalam implementasinya menciderai persaaman
hak antara laki-laki dan perempuan.

35. Bahwa Dengan berlakunya pasal a quo pada frasa “paling


sedikit 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan” pada
kepengurusan partai politik tingkat pusat dituangkan pula dalam
Pasal 32 Ayat (1) huruf b Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran,
Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bahwa KPU melakukan Verifikasi
Faktual (Vide Bukti P-30). Sebagaimana dimaksud dalam Pasal
31 Ayat (3) untuk membuktikan keabsahan dan kebenaran
persyaratan partai politik calon peserta Pemilu yang meliputi
pemenuhan keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai
politik tingkat pusat paling sedikit 30% (tiga puluh persen).
Diatur pula dalam Pasal 32 Ayat (3) Peraturan Komisi Pemilihan
Umum Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang
Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta
Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang berbunyi Verifikasi
Faktual sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (2)
dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyampaian hasil

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
penelitian administrasi. Kemudian diatur lebih lanjut dalam
Pasal 43 Ayat (5) Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran,
Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bahwa partai politik tingkat pusat,
tingkat provinsi dan tingkat daerah kabupaten/kota melakukan
perbaikan persyaratan kepengurusan, keterwakilan perempuan
paling sedikit 30% (tiga puluh persen), dan kantor tetap paling
lama 5 (lima) hari setelah pemberitahuan hasil verifikasi faktual.
Dapat di simpulkan bahwa apabila verifikasi faktual yang
dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari yang telah di
tetapkan dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia Nomor 11 Tahun 2017 tentang Pendaftaran,
Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan
Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah bahwa partai politik tingkat pusat,
tingkat provinsi dan tingkat daerah kabupaten/kota, apabila
tidak terpenuhi persyaratan dalam pasal a quo khususnya huruf
e akan menimbulkan akibat hukum yaitu tidak terpenuhinya
salah satu tujuan hukum yakni kemanfaatan hukum.

IV. PETITUM

Berdasarkan seluruh uraian diatas, jelas bahwa di dalam


permohonon uji materiil ini terbukti bahwa pasal a quo dalam UU
Pemilu merugikan hak konstitusional Pemohon yang dilindungi
(protected), dihormati (respected), dimajukan (promoted), dan dijamin
(guaranted) oleh UUD NRI 1945. Oleh karena itu, diharapkan dengan
dikabulkannya permohonan ini dapat mengembalikan hak
konstitusional para Pemohon sesuai dengan amanat konstitusi.

Dengan demikian, para Pemohon memohon kepada Yang Mulia


Majelis Hakim Konstitusi berkenan memberikan putusan sebagai
berikut:

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
1. Menerima dan mengabulkan permohonan para Pemohon untuk
seluruhnya;
2. Menyatakan Pasal 173 Ayat (2) huruf e Undang-undang Nomor 7
Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertentangan dengan Pasal
28D Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, oleh karenanya tidak memiliki
kekuatan hukum yang mengikat;
3. Memerintahkan amar putusan Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi Republik Indonesia yang mengabulkan permohonan
pengujian Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan
Umum terhadap Undang-Undang Dasar Negara Repbublik
Indonesia Tahun 1945 untuk dimuat dalam Berita Negara Republik
Indonesia sebagaimana mestinya.

Apabila Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik


Indonesia berpendapat lain mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et
bono).

V. PENUTUP

Demikian Permohonan Uji Materil ( Judicial Review ) ini kami


sampaikan, atas perhatian dan kearifan Majelis Hakim yang mulia kami
sampaikan terimah kasih.

Nomor Nama Alat Bukti

Bukti

P-1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


1945.

P-2 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2017


tentang Pemilihan Umum

P-3 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014


tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan
Kedua Atas Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003
tentang Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 24
Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Menjadi

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Undang-undang

P-4 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun


2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan.

P-5 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun


2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

P-6 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun


1999 tentang Hak Asasi Manusia.

P-7 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011


Perubahan atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2008
tentang Partai Politik

P-8 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1984


tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Pengahpusan
Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
(Convention On The Elimination Of All Forms Of
Discrimination Againts Women).

P-9 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 68 Tahun


1958 tentang Persetujuan Konvensi Hak-Hak Politik
Kaum Wanita.

P-10 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan


Pengesahannya.

P-11 Universal Declaration Of Human Rights (UDHR)

P-12 Internasional Covenant on Civil and Political Rights dan


Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2005 tentang Pengesahan Internasional Covenant on
Civil and Political Rights (Konvenan Internasuional
tentang Hak-Hak Sipil dan Politik).

P-13 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005


tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Pengujian
Undang-undang.

P-14 Identitas Pemohon I KTP.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
P-15 Identitas Pemohon I NPWP.

P-16 Identitas Pemohon II KTP.

P-17 Identitas Pemohon II NPWP.

P-18 Identitas Pemohon III KTP dan NPWP.

P-19 Identitas Pemohon IV KTP dan NPWP.

P-20 Identitas Pemohon V KTP dan NPWP.

P-21 Identitas Pemohon VI KTP dan NPWP.

P-22 Identitas Pemohon VII KTP dan NPWP.

P-23 Surat Kuasa Khusus dan Kartu Tanda Advokad Kuasa


Hukum Pemohon

P-24 Anggaran Dasar, Akta Pendirian, Surat pengesahan dari


Kemenkumham, Surat pengesahan dari Kemenkuham
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi
(PERLUDEM)

P-25 Anggaran Dasar, Akta Pendirian, Surat pengesahan dari


Kemenkumham Koalisi Perempuan Indonesia (KPI)

P-26 Anggaran Dasar, Akta Pendirian, Surat pengesahan dari


Kemenkumham Kaukus Perempuan Politik Indonesia
(KPPI)

P-27 Anggaran Dasar, Akta Pendirian, Surat pengesahan dari


Kemenkumham Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi
Perempuan Indonesia Untuk Keadilam (LBH APIK).

P-28 Anggaran Dasar, Akta Pendirian, Surat pengesahan dari


Kemenkumham Gerakan Pemberdayaan Swara
Perempuan (GPSP).

P-29 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 20 Tahun


2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD, Provinsi

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
dan DPRD Kabupaten/kota.

P-30 Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 11 Tahun


2017 tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan
Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan
Perwakilan Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

P-31 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang


Penghapusan Diskriminasi dan Etnis

P-32 Oheo K. Haris, Aspek Hukum Pidana Dalam Kaitannya


dengan Perizinan dibidang Pertambangan, Jurnal
Yuridika Volume 29 Nomor 3, September 2014.

P-33 Teuku Aliyul Imam, Asas Equality Before Law Dalam


Hukum Positif Ditinjau Menurut Hukum Pidana Islam,
Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Ar-Raniry Darussalam – Banda Aceh, 2018.

P-34 Dr. Nurul Qamar, S.H.,M.H., Hak Asasi Manusia dalam


Negara Hukum Demokrasi, Sinar Grafika, 2014.

P-35 Supriyono, S.H., M.Hum., Terciptanya Rasa Keadilan,


Kepastian, dan Kemanfaatan dalam Kehidupan
Masyarakat, Jurnal Ilmiah Fenomena Volume XIV,
Nomor 2, November 2016.

P-36 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H., Konstitusi &


Konstitusionalisme Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Timur, 2010.

P-37 Eka N.A.M. Sihombing, Mendorong Pembentukan


Daerah tentang Bantuan Hukum Di Provinsi Sumatera
Utara, Jurnal Ilmiah Volume 2 Nomor 1, April 2013.

P-38 Dwi Sulisworo, Tri Wahyuningsih, Dikdik Baegaqi Arif,


Demokrasi, Jurnal.

P-39 Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. dan M. Ali Safa’at,


S.H., M.H., Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com
Konstitusi RI, Jakarta, 2006.

P-40 Ukhti Raqim, Implementasi Ketentuan Kuota 30%


Keterwakilan Perempuan Di DPRD Kota Salatiga,
Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang, 2016.

P-41 Habib Shulton Hasnawi, Politik Hukum Kesetaraan


Kaum Perempuan Dalam Organisasi Masyarakat Islam
Di Indonesia, Volume 11 Nomor 1, Januari 2012.Dr.

22
Alfi law firm & associateS
Jl. Menteng Raya Nomor 10, Jakarta Pusat
Telp: (021) 3122 3333, Fax: (021) 3131 3131
Email: alfilawfirm@gmail.com

Hormat kami,

KUASA HUKUM PEMOHON

1. (Dr. Fidya Ramadhani, S.H.,M.H.)

2. (Dr. Sahrul Uwais, S.H.,M.H.)

3. (Dr. Wulan Alfi, S.H.,M.H.)

22

Anda mungkin juga menyukai