Anda di halaman 1dari 13

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Tanaman Petai Cina (Leucana leucocephala)


2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi
Menurut Yuniarti (2014) tanaman petai cina (Laucaena leucocephala)

dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Genus : Leucaena
Species : Leucaena leucocephala
Tanaman petai cina memiliki akar yang sangat kokoh, karena akar

tunggangnya yang menembus kuat ke dalam tanah sehingga pohon tidak mudah

tumbang oleh tiupan angin. Pohon petai cina mempunyai batang yang kuat,

sehingga tidak mudah patah. Warna batang coklat kemerahan sehingga menarik

untuk dilihat. Batang pohon petai cina dalam waktu satu tahun dapat mencapai

garis tengah 10-15 cm. Daun petai cina berbentuk simetris, dengan tipe daun

majemuk ganda dan daun berwarna hijau. Buah petai cina berbentuk polong

dalam tandan. Disetiap tandan buah dapat mencapai 20-30 buah polong,

sedangkan dalam satu polongnya dapat mencapai 15-30 biji. Selain itu batang

tandan memiliki bentuk besar dan agak pendek. Bijinya berbentuk lonjong dan

pipih, jika sudah tua biji tersebut berwarna coklat kehitaman (Riefqi, 2014).
Gambar 2.1 (a) Tanaman Petai Cina, (b) Bunga Muda, (c) Bunga Tua, (d) Buah
dan (e) Daun.
5

(Praja dan Oktarlina, 2016).

2.1.2 Habitat dan Penyebaran

Petai cina tersebar secara luas di Mexico dan Amerika Tengah pada tahun

1520 saat datangnya orang Spanyol ke negara tersebut. Akhir abad ke-20 lebih

menyebar luas sampai ke Filipina, dari sini penggunaan sebagai tanaman

peneduh untuk tanaman perkebunan, kayu bakar dan sebagai pakan ternak makin

meluas. Sebelum tahun 1950-an hanya satu varietas yang dikenal yaitu varietas

“common” dari sub-species leucocephala. Kemudian muncul nama-nama untuk

tanaman ini seperti varietas Hawaii (tipe shrubby) yang sebetulnya tidak berasal

dari Hawaii, Peru (tipe low branching) tidak berasal dari Peru, Salvador (tipe

arboreal) yang juga tidak berasal dari Salvador. Varietas Cunningham yang telah

banyak dikenal dibudidayakan di Indonesia yang berasal dari Australia, hasil

persilangan antara tipe varietas Salvador dengan tipe varietas Peru (Dalimartha,

2017).

2.1.3 Kandungan dan Manfaat


6

Petai cina memiliki banyak manfaat dan kegunaan. Petai cina memiliki

banyak kandungan diantaranya adalah Alkoloid, Flavonoid, dan Tanin (Sartinah,

2010). Petai cina sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi obat-obat

tradisional dan untuk penyakit infeksi karena, kandungan dan manfaat yang

masih sangat banyak dan masih belum banyak diketahui dan dikembangkan

(Busmann, 2010). Flavonoid memiliki kemampuan sebagai antibakteri, dengan

cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga

lapisan dinding sel tidak berbentuk secara utuh dan mengaibatkan kematian sel

(Dewanti, 2010). Flavonoid berfungsi sebagai antibakteri dengan cara

membentuk senyawa kompleks terhadap protein ekstraseluler yang mengganggu

intergritas membran sel bakteri. Flavonoid merupakan senyawa fenol yang

memiliki sifat kooggulator protein. Tanin dapat mengerutkan dinding sel atau

membran sel sehingga mengganggu permebilitas sel tidak dapat melakukan

aktifitas hidup sehingga pertumbuhan terhambat atau mati (Juliantina, 2010).

Senyawa yang terkandung dalam isolat aktif daun petai cina merupakan senyawa

yang dapat menghambat antibakteri dan berasal dari daun petai cina. Senyawa

tersebut adalah lupeol yang terdpat pada daunnya saja (Sartinah, 2010).

Petai cina memiliki banyak manfaat mulai dari akar, batang, daun, biji dan

bunganya. Biji dan daun dapat digunakan sebagai obat diabetes (kencing manis),

patah tulang, cacingan, bisul, terlambat haid, radang ginjal (nephiritis) dan susah

tidur (Yuniarti, 2014). Daun petai cina dapat digunakan sebagai pakan ternak dan

batang pohonnya dimanfaatkan sebagai perabot dan kayu bakar (Arifin, 2013).
7

Selain itu bijinya juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan tradisional seperti

botok.

2.2 Biologi Bakteri Aeromonas hydrophila


2.2.1 Klasifikasi dan Morfologi

Menurut Liu (2017), klasifikasi bakteri A. hydrophila adalah sebagai


berikut:

Kingdom : Bacteria

Filum : Protrobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Aeromonadales

Famili : Aeromonadaceae

Genus : Aeromonas

Spesies : Aeromonas hydrophila

A. hydrophila termasuk bakteri gram negatif. Bakteri A. hydrophila

berbentuk batang dan bergerak dengan menggunakan flagella. Flagella bakteri A.

hydrophila berjumlah satu dan berada pada ujung selnya, hal ini menunjukkan

bahwa bakteri ini bersifat motil atau bergerak maju kedepan (Samsundari, 2016).
8

Gambar 2.2 Bakteri A. hydrophila Perbesaran


400X
(Widyantoro dan Sugihartini, 2015).

2.2.2 Habitat dan Penyebaran

Genus Aeromonas mempunyai habitat di lingkungan perairan tawar.

Keberadaan Aeromonas di suatu perairan erat hubungannya dengan jumlah

kandungan bahan organik di perairan atau sedimen dasar. Bakteri ini diakui

sebagai patogen dari hewan aquatik yang berdarah dngin. Penyakit yang

disebabkan oleh bakteri A. hydrophila ini lebih banyak menyerang ikan di daerah

tropis dan sub tropisdibandingkan dengan daerah dingin. Karena daerah topis dan

daerah sub tropis kandungan bahan organiknya lebih tinggi dibandingkan daerah

dingin. Di daerah tropis dan sub tropis penyakit Haemorrhagic Septicaemia pada

umumnya muncul pada musim kemarau (panan), karena pada musim tersebut

kandungan bahan aorganik cukup tinggi (Liu, 2017).

A. hydrophila tersebar luas di lingkungan perairan. Bakteri ini di temukan

dalam perairan yang bebas polutan dan perairan yang tercemar dan pada

lingkungan payau, kecuali pada salinitas yang terlalu tinggi (Robert, 2012).

2.2.3 Pertumbuhan Bakteri Aeromonas hydrophila

Pertumbuhan pada bakteri atau mikroorganisme lain biasanya mengacu

pada perubahan di dalam hasil panen sel (pertambahan total massa sel) dan
9

bukan perubahan individu organisme. Inokulum hampir selalu mengandung

ribuan organisme, pertumbuhan menyatakan pertambahan jumlah dan atau massa

melebihi yang ada di dalam inokulum asalnya. Selama fase pertumbuhan

seimbang (balanced growth) yang akan diuraikan kemudian, pertambahan massa

bakteri berbanding lurus (proporsional) dengan perubahan komponen seluler

yang lain seperti DNA, RNA, dan protein (Pelczar dan Chan, 2008).

Kurva pertumbuhan, merupakan hubungan antara jumlah sel dengan

waktu pertumbuhan sel. Jumlah sel bakteri biasanya dalam skala logaritma untuk

memudahkan analisis daripada skala logaritma. Kurva pertumbuhan bakteri

disajikan pada Gambar 2.3. Menurut Harti (2015), pertumbuhan bakteri terbagi

empat fase, yaitu :

1. Fase lag, adalah fase dimana kecepatan pertumbuhan nol atau > 0 (tidak

maksimum), disebut juga fase adaptasi. Tidak ada pertambahan populasi,

tetapi pertambahan substansi intraseluler sehingga ukuran sel bertambah.

2. Fase Logaritma, adalah fase dimana kecepatan pertumbuhan mencapai

maksimum. Massa dan jumlah sel bertambah secara eksponensial dengan

waktu generasi sebagai koonstanta, sehingga pertumbuhan akan seimbang,

yaitu sel membelah dengan kecepatan konstan serta aktivitas metabolisme

konstan. Biakan dalam keadaan homogen dengan pertumbuhan sel pada

kecepatan dan interval yang sama.

3. Fase tetap maksimum, adalah fase dimana kecepatan pertumbuhan mulai

menurun, terjadi akumulasi metabolit. Jumlah sel hidup tetap, namun


10

terjadi pengurangan nutrienmaka jumlah total sel mati dan hidup tetap

serta akumulasi metabolit.

4. Fase kematian, adalah fase dimana laju kematian secara eksponensial dan

terjadi penurunan populasi sel-sel hidup hingga mencapai 0.

Gambar 2.3 Fase Pertumbuhan Bakteri


(Harti, 2015)

Menurut Fifendy (2017), faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

mikroba yaitu :

1. Tingkat keasaman (pH), kebanyakan mikroba tumbuh baik pada pH sekitar

netral dan pH 4,6-7,0 merupakan kondisi optimum untuk

pertumbuhan bakteri.

2. Suhu, setiap mikroba mempunyai kisaran suhu dan suhu optimum tertentu

untuk pertumbuhannya. Bakteri pathogen umumnya mempunyai suhu

optimum pertumbuhan sekitar 37°C.


11

3. Nutrien, mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai

nutrisi sebagai sumber energi dan pertumbuhan.

4. Oksigen, mikroba mempunyai kebutuhan oksigen yang berbeda-beda

untuk pertumbuhannya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Muwarni, Qosimah dan Amri (2017), bakteri A.

hydrophila tumbuh optimum pada suhu 28-35°C dengan pH optimum 7,2.

2.2.4 Infeksi Oleh Bakteri Aeromonas hydrophila

Motil Aeromonas Septicaemia (MAS) merupakan penyakit bakterial yang

disebabkan oleh infeksi bakteri A. hydrophilla dan dapat mengakibatkan

kematian ikan. Aeromonas dapat merusak hemoglobin. Act dan aerolysin

teraktivasi begitu A. hydrophilla menempel pada organ atau sel. Act menginduksi

akumulasi cairan dalam intestinal dan menginduksi respon proinflamasi dengan

meningkatkan produksi TNF-α, IL-1β, dan IL-6. A. hydrophilla dapat melekat

secara langsung pada reseptor sel dan mukosa hospes. Bakteri kemudian

menyebar melalui sirkulasi dan menginfeksi beberapa organ dalam, multiplikasi,

pembentukan biofilm, melakukan kolonisasi, dan mengeluarkan faktor-faktor

virulensi toksin dan invasin, sehingga menimbulkan kerusakan pada jaringan

yang lebih dalam (Muwarni, Qasimah, dan Amri, 2017).

Menurut Prajitno (2010), ikan yang terseranng A. hydrophilla, biasanya

akan memperlihatkan tanda-tanda :

a. Warna tubuhnya berubah menjadi agak gelap


12

b. Kulitnya akan kesat dan timbul pendarahan yang selanjutnya akan menjadi

borok (haemorrhagic)

c. Kemampuan berenangnya akan menurun dan sering mengambang di

permukaan air karena insangnya rusak sehingga sulit bernafas.

d. Sering terjadi pendarahan pada organ dalam, seperti hati, ginjal, maupun

limpa. Sering juga terlihat perutnya agak kembung (dropsy). Seluruh

siripnya rusak dan insangnya menjadi berwarna keputih-putihan, mata

rusak dan agak menonjol (exopthalnia).

2.3 Aktivitas Antimikroba

Antimikroba adalah suatu zat yang mampu mengganggu pertumbuhan dan

metabolisme mikroba. Apabila zat tersebut mampu mengganggu pertumbuhan dan

metabolisme bakteri disebut antimikroba. Mekanisme kerja antimikroba antara

lain dengan jalan merusak dinding sel, merusak membrane sitoplasma,

mendenaturasi protein sel dan menghambat kerja enzim dalam sel (Prajitno,

2010).

Menurut Amirah dan Kosman (2014), senyawa antimikroba banyak

digunakan dalam pengobatan infeksi bakteri. Senyawa antimikroba dapat

dikelompokkan berdasarkan prinsip mekanisme kerja dari antimikroba tersebut.

Terdapat 5 mekanisme kerja yang utama, yaitu :

1. Mengganggu sintesis dinding sel

Beberapa antimikroba bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel

bakteri dengan mengganggu kerja enzim yang diperlukan untuk sintesis lapisan
13

peptidoglikan. Sintesis dinding sel juga dapat dihambat dengan adanya pengikatan

zat anti mikroba pada residu terminal D-alanin dari rantai awal peptidoglikan

sehingga mencegah tahap cross-linking yang dibutuhkan untuk menstabilkan

sintesis dinding sel.

2. Menghambat sistesis protein

Beberapa antimikroba bekerja dengan menghambat sintesis protein di

dalam sel bakteri dengan melakukan pengikatan pada sub unit ribosom. Terdapat

senyawa antimikroba yang dapat mengikat pada sub unit 30S ribosom dan subunit

50S ribosom.

3. Mengganggu sintesis asam nukleat

Beberapa senyawa antimikroba menjalankan mekanisme kerja

antibakterinya dengan mengganggu sintesis DNA dan menyebabkan putusnya

DNA untai ganda selama tahap replikasi DNA.

4. Menghambat jalur metabolism

Beberapa senyawa antimikroba dapat menutup jalur sintesis asam folat

sehingga menghambat sintesis DNA. Selain itu, terdapat juga antimikroba yang

dapat menghambat jalur enzimatis untuk sistesis folat bakteri.

5. Merusak struktur dinding sel

Antimikroba dapat meningkatkan permeabilitas membran sehingga

menyebabkan bocor atau keluarnya isi dari sel bakteri. Depolarisasi membrane

dapat terjadi dan mengakibatkan kematian pada bakteri.

2.4 Uji Bakteri Secara In Vitro


Menurut Soleha (2015), kemampuan antimikroba dalam melawan bakteri

dapat diukur menggunakan metode yang biasa dilakukan, yaitu :


14

A. Metode Dilusi
Metode dilusi terdiri dari dua teknik pengerjaan, yaitu teknik dilusi

perbenihan cair dan teknik dilusi agar yang bertujuan untuk penentuan aktivitas

antimikroba secara kuantatif, antimikroba dilarutkan ke dalam media agar atau

kaldu, yang kemudian ditanami bakteri yang akan dites. Setelah diinkubasi

semalam, konsentrasi terendah yang dapat di serum dan cairan tubuh lainnya

untuk mendapatkan perkiraan respon klinik.

1. Dilusi Perbenihan Cair

Dilusi perbenihan cair terdiri dari makrodilusi dan mikrodilusi. Pada

prinsipnya pengerjaannya sama hanya berbeda dalam volume. Untuk makrodilusi

volume yang digunakan lebih dari 1 ml, sedangkan mikrodilusi volume yang

digunakan 0,05 ml sampai 0,1 ml. Antimikroba yang digunakan disediakan pada

berbagai macam pengenceran biasanya dalam satuan μg/ml, konsentrasi bervariasi

tergantung jenis dan sifat antibiotik.

Secara umum untuk penentuan MIC, pengenceran antimikroba dilakukan

penurunan konsentrasi setengahnya misalnya mulai dari 16, 8, 4, 2, 1, 0,5, 0,25

μg/ml konsentrasi terendah yang menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan

jelas baik dilihat secara visual atau alat semiotomatis dan otomatis, disebut

dengan konsentrasi daya hambat minimum/MIC (Minimal inhibitory

concentration).

2. Dilusi Agar
15

Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan

ditambahkan ke dalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar sesuai

jumlah pengenceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol tanpa

penambahan antibiotik, konsentrasi terendah antibiotik yang mampu menghambat

pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang diuji. Dasar penentuan

antimikroba secara in vitro adalah MIC (Minimal inhibition concentration) dan

MBC (Minimum bactericidal concentration). MIC merupakan konsentrasi

terendah bakteri yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan hasil yang

dilihat dari pertumbuhan koloni pada agar atau kekeruhan pada pembiakan cair.

Sedangkan MBC adalah konsentrasi terendah antimikroba yang dapat membunuh

99,9% pada biakan selama waktu yang ditentukan. Absorpsi obat dan distribusi

antimikroba akan mempengaruhi konsentrasi, rute dan frekuensi pemberian

antimikroba untuk mendapatkan konsentrasi efektif di tempat terjadinya infeksi.

Penentuan konsentrasi minimum antibiotik yang dapat membunuh

bakteri/minimum bactericidal concentration (MBC) dilakukan dengan menanam

bakteri pada perbenihan cair yang digunakan untuk MIC ke dalam agar kemudian

diinkubasi semalam pada 37°C. MBC adalah ketika tidak terjadi pertumbuhan lagi

pada agar.

B. Metode Difusi

Cakram kertas, yang telak dibubuhkan sejumlah tertentu antimikroba,

ditempatkan pada media yang telah ditanami organisme yang akan diuji secara

merata. Tingginya konsentrasi dari antimikroba ditentukan oleh difusi dari cakram

dan pertumbuhan organisme uji hambat penyebarannya sepanjang difusi


16

antimikroba (terbentuk zona jernih disekitar cakram), sehingga bakteri tersebut

merupakan bakteri yang sensitif terhadap antimikroba. Ada hubungan persamaan

yang hampir linear (berbanding lurus) antar log MIC, seperti yang diukur oleh

metode dilusi dan diameter zona daya hambat pada metode difusi.

Ukuran zona jernih tergantung kepada kecepatan difusi antimikroba,

derajat, sensitifitas mikroorganisme, dan kecepatan pertumbuhan bakteri. Zona

hambat cakram antimikroba pada metode difusi berbanding terbalik dengan MIC.

Semakin luas zona hambat, maka semakin kecil konsentrasi daya hambat

minimum/MIC. Untuk derajat kategori bakteri dibandingkan terhadap diameter

zona hambat yang berbeda-beda setiap antimikroba, sehingga dapat ditentukan

kategori resisten, intermediate atau sensitif terhadap antimikroba uji.

Menurut Kusmawarti dan Indriati (2010), aktivitas daya hambat bakteri

dinyatakan berdasarkan zona bening yang dihasilkan di sekitar paper disk.

Diameter zona hambat pertumbuhan bakteri diukur dalam satuan mm dan

dijadikan ukuran kuantitif untuk ukuran zona hambat. Aktivitas tersebut

dikelompokkan menjadi 4 kategori yang disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi Respon Hambatan

Anda mungkin juga menyukai