Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS CA RECTI DI RUANG


KEMOTERAFI DEWASA
RSUD ULIN BANJARMASIN

Disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Whisnu Hadi
Nim : 11409717039
Tingkat : III
Semester : V (Lima)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/ TANJUNGPURA
BANJARMASIN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelasaikan laporan
pendahuluan tentang CA RECTI di ruang KEMOTERAFI DEWASA RSUD
ULIN BANJARMASIN.

Nama : Whisnu Hadi

Nim : 11409717039

Tingkat : IIl

Semester : V (Lima)

Banjarmasin, 29 Desember 2019

Mahasiswa

Whisnu Hadi

Nim 11409717039

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik


LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT CARSINOMA RECTI
DI RUANG KEMOTERAFI DEWASA

KONSEP TIORI
A. PENGERTIAN
Carsinoma recti adalah keganasan yang menyerang pada daerah
rektum. Keganasan ini banyak menyerang laki-laki usia 40-60 tahun, jenis
keganasan yang terbanyak adalah adenoma carsinoma 65%. Kanker
colorectal berasal dari jaringan kolon (bagian terpanjang di usus besar)
atau jaringan rektum (beberapa inci terakhir di usus besar sebelum anus).
Sebagian besar kanker colorectal adalah adenocarcinoma(kanker yang
dimulai di sel-sel yang membuat serta melepaskan lendir dan cairan
lainnya). Carsinoma Rekti merupakan salah satu penyakit yang terdapat
pada usus besar yang sering mengenai daerah restrosigmoid (Silvia A.
Price,2017). Ca ini banyak tejadi pada sekum mengenai mereka dengan
usia 40-80 th. Jarang terjadi pada usia dibawah 40 th kecuali pada orang
riwayat kalitis ulseratif atau polyposis familial. Selain itu dapat terjadi pada
sekum dan kolon ascendens, kolon tranversa dan fleksura (kemungkinan
paling kecil. (Silvia A. Price, 2017).

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Secara anatomis, rektum berada setinggi vertebrae sakrum ke-3
sampai ke garis anorektal. Secara fungsional dan endoskopis,
rektum dibagi menjadi bagian ampula dan spinchter. Bagian
spinchter disebut juga annulus hemoroidalis, dikelilingi oleh
muskulus levator ani dan fascia coli dari fascia supra ani. Bagian
ampula terbentang dari vertebra sakrum ke-3 sampai diafragma
pelvis pada insersio muskulus levator ani. Panjang rektum berkisar
antara 10-15 cm dengan keliling 15 cm pada bagian rectosigmoid
junction, dan 35 cm pada bagian yang terluas yaitu ampula. Pada
manusia, dinding rektum terdiri dari 4 lapisan, yaitu mukosa,
submukosa, muskularis (sirkuler dan longitudinal), serta lapisan serosa.
Vaskularisasi daerah anorektum berasal dari arteri hemoroidalis
superior, media, dan inferior. Arteri hemoroidalis superior (arteri rektalis
superior) merupakan kelanjutan dari arteri mesentrika inferior, arteri ini
memiliki 2 cabang yaitu dekstra dan sinistra. Arteri hemoroidalis media (arteri
rektalis media) merupakan cabang dari arteri iliaka interna, dan arteri
hemoroidalis inferior (arteri rektalis inferior) merupakan cabang dari arteri
pudenda interna.3,8
Vena hemoroidalis superior berasal dari pleksus hemoroidalis interna
dan berjalan ke arah kranial ke dalam vena mesenterika inferior untuk
selanjutnya melalui vena lienalis dan menuju vena porta. Vena ini tidak
memiliki katup, sehingga tekanan dalam rongga perut atau intraabdominal
sangat menentukan tekanan di dalam vena tersebut. Hal inilah yang dapat
menjelaskan terjadinya hemoroid interna pada pasien-pasien dengan
kebiasaan sulit buang air besar dan sering mengejan. Vena hemoroidalis
inferior mengalirkan darah ke vena pudenda interna, untuk kemudian melalui
vena iliaka interna dan menuju sistem vena kava.
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah
sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid)
dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di
tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens
penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang
air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan
material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan
keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan
kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Proses defekasi diawali oleh terjadi refleks defekasi akibat ujung –
ujung serabut saraf rectum terangsang ketika dinding rectum teregang oleh
massa feses. Sensasi rectum ini berperan penting pada mekanisme
continence dan juga sensasi pengisian rectum merupakan bagian integral
penting pada defekasi normal. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut :
pada saat volume kolon sigmoid menjadi besar, serabut saraf akan memicu
kontraksi dengan mengosongkan isinya ke dalam rectum. Studi statistika
tentang fisiologi rectum ini mendeskripsikan tiga tipe dari kontraksi rectum
yaitu : (1) Simple contraction yang terjadi sebanyak 5 – 10 siklus/menit ; (2)
Slower contractions sebanyak 3 siklus/menit dengan amplitudo diatas 100
cmH2O ; dan (3) Slow Propagated Contractions dengan frekuensi amplitudo
tinggi. Distensi dari rectum menstimulasi reseptor regang pada dinding
rectum, lantai pelvis dan kanalis analis. Bila feses memasuki rektum, distensi
dinding rectum mengirim signal aferent yang menyebar melalui pleksus
mienterikus yang merangsang terjadinya gelombang peristaltik pada kolon
desenden, kolon sigmoid dan rectum sehingga feses terdorong ke anus.
Setelah gelombang peristaltik mencapai anus, sfingter ani interna mengalami
relaksasi oleh adanya sinyal yang menghambat dari pleksus mienterikus;
dan sfingter ani eksterna pada saat tersebut mengalami relaksasi secara
volunter,terjadilah defekasi.Pada permulaan defekasi, terjadi peningkatan
tekanan intraabdominal oleh kontraksi otot–otot kuadratus lumborum,
muskulus rectus abdominis, muskulus obliqus interna dan eksterna,
muskulus transversus abdominis dan diafraghma.
Muskulus puborektalis yang mengelilingi anorectal junction kemudian
akan relaksasi sehingga sudut anorektal akan menjadi lurus. Perlu diingat
bahwa area anorektal membuat sudut 900 antara ampulla rekti dan kanalis
analis sehingga akan tertutup. Jadi pada saat lurus, sudut ini akan
meningkat sekitar 1300 – 1400 sehingga kanalis analis akan menjadi lurus
dan feses akan dievakuasi. Muskulus sfingter ani eksterna kemudian akan
berkonstriksi dan memanjang ke kanalis analis. Defekasi dapat dihambat
oleh kontraksi sfingter ani eksterna yang berada di bawah pengaruh
kesadaran ( volunteer ). Bila defekasi ditahan, sfingter ani interna akan
tertutup, rectum akan mengadakan relaksasi untuk mengakomodasi feses
yang terdapat di dalamnya. Mekanisme volunter dari proses defekasi ini
nampaknya diatur oleh susunan saraf pusat. Setelah proses evakuasi feses
selesai, terjadi Closing Reflexes. Muskulus sfingter ani interna dan muskulus
puborektalis akan berkontraksi dan sudut anorektal akan kembali ke posisi
sebelumnya. Ini memungkinkan muskulus sfingter ani interna untuk
memulihkan tonus ototnya dan menutup kanalis analis.
C. ETIOLOGI
a. Berbagai polip kolon yang berdegenerasi maligna, secara histologi
polip ini terdiri dari kelenjar-kelenjar yang berpoliferasi, umumnya polip
koon dianggap tidak berbahaya akan tetapi bila polip coon bersifat
majemuk atau bila garis tengah kepala lebih dari 1,0 cm kemungkinan
ganas lebih besar
b. Radang kronik kolon seerti kolisitis ulseratif atau kolisitis amuba kronik,
dimana terjadinya paralisis fungs motoric kolon, perporasi usus
perdarahan massif. Cakoleratif meningkat pada pasien yang telah
menderita peradangan politis usuratif yang lebih dari 10 tahun
c. Factor diet rendah seratatau diet tinggi protein dan lemak hewani.diet
rendah serat menurunkan waktu transit pada kolon dan potensial
meningkatkan kontak karsinogen endogen maupun eksogen dengan
mukosa kolon.
Burkitt 2017mengemukakan bahwa diet rendah serat, tinggi protein
dan tinggi lemak mengakibatkan perubahan pada flora feses dan
degradasi garam empedu atau hasil pemecahan protein dan lemak,
dimana sebagian zat-zat ini bersifat karsinogenik
d. Factor genetic. Secara genetic beberapa keluarga telah
diidentifikasikan bahwa Ca yang menyerang beberapa bagian tubuh
termasuk kolon dan rektal adalah diturunkan dalam sifat yang
dominan.

D. TANDA DAN GEJALA


Tanda dan gejala yang mungkin muncul pada kanker rektal antara lain ialah
:
a. Perubahan pada kebiasaan BAB atau adanya darah pada feses,
baik itu darah segar maupun yang berwarna hitam.
b. Diare, konstipasi atau merasa bahwa isi perut tidak benar benar
kosong saat BAB
c. Feses yang lebih kecil dari biasanya
d. Keluhan tidak nyama pada perut seperti sering flatus, kembung, rasa
penuh pada perut atau nyeri
e. Penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
f. Mual dan muntah,
g. Rasa letih dan lesu
h. Pada tahap lanjut dapat muncul gejala pada traktus urinarius dan
nyeri pada daerah gluteus.
i. Metastase
Metastase ke kelenjar limfa regional ditemukan pada 40-70% kasus
pada saat direseksi. Invasi ke pembuluh darah vena ditemukan pada
lebih 60% kasus. Metastase sering ke hepar, cavum peritoneum, paru-
paru, diikuti kelenjar adrenal, ovarium dan tulang. Metastase ke otak
sangat jarang, dikarenakan jalur limfatik dan vena dari rectum menuju vena
cava inferior, maka metastase kanker rektum lebih sering muncul pertama
di paru-paru. Berbeda dengan kolon dimana jalur limfatik dan vena
menuju vena porta, maka metastase kanker kolon pertama kali paling
sering di hepar.

E. PATOFISIOLOGI
Penyebab jelas kanker usus besar belum diketahui secara pasti, namun
makanan merupakan faktor yang penting dalam kejadian kanker tersebut.
Yaitu berkorelasi dengan faktor makanan yang mengandung kolesterol dan
lemak hewan tinggi, kadar serat yang rendah, serta adanya interaksi antara
bakteri di dalam usus besar dengan asam empedu dan makanan, selain itu
dapat juga dipengaruhi oleh minuman yang beralkohol, khususnya bir.
Kanker kolon dan rektum terutama berjenis histopatologis (95%)
adenokarsinoma (muncul dari lapisan epitel dalam usus = endotel).
Munculnya tumor biasanya dimulai sebagai polip jinak, yang kemudian
dapat menjadi ganas dan menyusup, serta merusak; jaringan normal dan
meluas ke dalam struktur sekitarnya. Tumor dapat berupa masa polipoid,
besar, tumbuh ke dalam lumen, dan dengan cepat meluas ke sekitar usus
sebagai striktura annular (mirip cincin). Lesi annular lebih sering terjadi
pada bagi rektosigmoid, sedangkan lesi polipoid yang datar lebih sering
terjadi pada sekum dan kolon asendens. Sel kanker dapat terlepas dari
tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling sering ke
hati).
Patologi kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel
yang tidak ganas atau disebut adenoma, yang dalam stadium awal
membentuk polip (sel yang tumbuh sangat cepat). Pada stadium awal,
polip dapat diangkat dengan mudah. Tetapi, seringkali pada stadium awal
adenoma tidak menampakkan gejala apapun sehingga tidak terdeteksi
dalam waktu yang relatif lama dan pada kondisi tertentu berpotensi menjadi
kanker yang dapat terjadi pada semua bagian dari usus besar.
Tumor dapat menyebar melalui :
a. Infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih (vesika urinaria).
b. Penyebaran lewat pembuluh limfe limfogen ke kelenjar limfe perikolon
dan mesokolon.
c. Melalui aliran darah, hematogen biasanya ke hati karena kolon
mengalirkan darah balik ke sistem portal.

Stadium pada pasien kanker kolon menurut Syamsu Hidyat diantaranya:


a. Stadium I bila keberadaan sel-sel kanker masih sebatas pada lapisan
dinding usus besar (lapisan mukosa).
b. Stadium II terjadi saat sel-sel kanker sudah masuk ke jaringan otot di
bawah lapisan mukosa.
c. Pada stadium III sel kanker sudah menyebar ke sebagian kelenjar
limfe yang banyak terdapat di sekitar usus.
Stadium IV terjadi saat sel-sel kanker sudah menyerang seluruh kelenjar
limfe atau bahkan ke organ-organ lain.
PATHWAY MK : Intoleransi
Aktivitas

MK : Gangguan
Pola
defekasi
Kelemahan

Tenesmi Suplai O2
MK : Resiko Gangguan
MK : Gangguan Nutrisi Keseimbangan
(-) Anemia cairan
kebutuhan tubuh

Peningkatan
perdarahan
Obstruksi Nyeri (MK)
Kembung-
Nausea/vomitu
s Penekanan
Ujung Saraf
Adanya fistula
disaluran repro
Perangsang
an pada
lambung Ganggua Ganggua Ganggua
n fs. hati n fs. paru n fs.
ginjal

Organ
terdekat
(lambung) Sal. Limfatik/hematogen
(Ureter)
(Organ repro)

Invasi ke sekitar usus : rectum

Peningkatan ukuran/massa dalam Terapi


lumen Medis Konsep MK: - Gangguan
body
image
Kolostomi Koping - Cemas
Resiko peningkatan terjadinya
kanker
Adapta
si
Peningkatan kontak dinding usus dengan Perawata
residu n
Insisi Bedah Terputusnya
jaringan
Tidak lancarnya proses
metabolisme
MK: - Nyeri
- Kerusakan
Integritas kulit
Proses Peradangan Diet Diet tinggi Fast food faktor - Resti Infeksi
F. DATA PENUNJANG
pada kolon dan rectum rendah lemak keluarga/ge
serat n
i. Endoskopi. Pemeriksaan endoskopi perlu dikerjakan, baik
sigmoidoskopi maupun kolonoskopi. Gambaran yang khas karsinoma
atau ulkus akan dapat dilihat dengan jelas pada endoskopi, dan untuk
menegakkan diagnosis perlu dilakukan biopsi.
ii. Radiologi. Pemeriksaan radiologi yang dapat dikerjakan antara lain
adalah : foto dada dan foto kolon (barium enema). Pemeriksaan
dengan enema barium mungkin dapat memperjelas keadaan tumor
dan mengidentifikasikan letaknya. Tes ini mungkin menggambarkan
adanya kebuntuan pada isi perut, dimana terjadi pengurangan ukuran
tumor pada lumen. Luka yang kecil kemungkinan tidak teridentifikasi
dengan tes ini. Enema barium secara umum dilakukan setelah
sigmoidoscopy dan colonoscopy. Computer Tomografi (CT) membantu
memperjelas adanya massa dan luas dari penyakit. Chest X-ray dan
liver scan mungkin dapat menemukan tempat yang jauh yang sudah
metastasis. Pemeriksaan foto dada berguna selain untuk melihat ada
tidaknya metastasis kanker pada paru juga bisa digunakan untuk
persiapan tindakan pembedahan. Pada foto kolon dapat dapat terlihat
suatu filling defect pada suatu tempat atau suatu striktura.
iii. Ultrasonografi (USG). Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi ada
tidaknya metastasis kanker kelenjar getah bening di abdomen dan di
hati.
iv. Histopatologi/ Selain melakukan endoskopi sebaiknya dilakukan biopsi
di beberapa tempat untuk pemeriksaan histopatologis guna
menegakkan diagnosis. Gambaran histopatologi karsinoma kolorektal
ialah adenokarsinoma, dan perlu ditentukan differensiasi sel.
v. Laboratorium. Tidak ada petanda yang khas untuk karsinoma
kolorektal, walaupun demikian setiap pasien yang mengalami
perdarahan perlu diperiksa Hb. Tumor marker (petanda tumor) yang
biasa dipakai adalah CEA. Kadar CEA lebih dari 5 mg/ ml biasanya
ditemukan karsinoma kolorektal yang sudah lanjut. Berdasarkan
penelitian, CEA tidak bisa digunakan untuk mendeteksi secara dini
karsinoma kolorektal, sebab ditemukan titer lebih dari 5 mg/ml hanya
pada sepertiga kasus stadium III. Pasien dengan buang air besar
lendir berdarah, perlu diperiksa tinjanya secara bakteriologis terhadap
shigella dan juga amoeba.
vi. Scan (misalnya, MR1. CZ: gallium) dan ultrasound: Dilakukan untuk
tujuan diagnostik, identifikasi metastatik, dan evaluasi respons pada
pengobatan.
vii. Biopsi (aspirasi, eksisi, jarum): Dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sum-sum
tulang, kulit, organ dan sebagainya.
viii. Jumlah darah lengkap dengan diferensial dan trombosit: Dapat
menunjukkan anemia, perubahan pada sel darah merah dan sel darah
putih: trombosit meningkat atau berkurang.
ix. Sinar X dada: Menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

G. PROGNOSIS
Secara keseluruhan 5-year survival rates untuk kanker rektal adalah
sebagai berikut :
a. Stadium I - 72%
b. Stadium II - 54%
c. Stadium III - 39%
d. Stadium IV - 7%
Lima puluh persen dari seluruh pasien mengalami kekambuhan yang dapat
berupa kekambuhan lokal, jauh maupun keduanya. Kekambuhan lokal
lebih sering terjadi pada. Penyakit kambuh pada 5-30% pasien, biasanya
pada 2 tahu pertama setelah operasi. Faktor – faktor yang mempengaruhi
terbentuknya rekurensi termasuk kemampuan ahli bedah, stadium tumor,
lokasi, dan kemapuan untuk memperoleh batas - batas negatif tumor.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penatalaksanaan medis
1. Pemberian cairan IV
2. pengisapan nasogastric
3. Penatalaksanaan bedah
4. kemoterapi, terapi radiasi dan atau imunoterapi
5. kemoterafi yang diberikan 5-flurourasil (5-FU), leukovorin,
5-FU, levamisol, dan leuvocorin.

b. Penatalaksaan non medis


a. Konsumsi makanan berserat. Untuk memperlancar buang air besar
dan menurunkan derajat keasaman, kosentrasi asam lemak, asam
empedu, dan besi dalam usus besar.
b. Asam lemak omega-3, yang terdapat dalam ikan tertentu.
c. Kosentrasi kalium, vitamin A, C, D, dan E dan betakarotin.
d. Susu yang mengandung lactobacillus acidophilus.
e. Berolahraga dan banyak bergerak sehingga semakin mudah dan
teratur untuk buang air besar.
f. Hidup rileks dan kurangi stress.

Penatalaksanaan Diet
1) Cukup mengkonsumsi serat, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan
2) Kacang-kacangan (lima porsi setiap hari)
3) Menghindari makanan yang mengandung tinggi lemak / kolestrol
terutama yang terdapat pada daging hewan.
4) Menghindari makanan yang diawetkan dan pewarna sintetik,
5) Menghindari minuman beralkohol dan rokok yang berlebihan.
6) Melaksanakan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur.
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas Klien

Nama : ...................................Tanggal Masuk RS : ....................


Tempat/Tanggal Lahir: .....................Sumber Informasi : ....................
Umur : ...................................Agama : ....................
Jenis Kelamin: ...................................Status Perkawinan : ....................
Pendidikan : ...................................S u k u : .....................
Pekerjaan : ...................................Lama Bekerja : .....................
Alamat : ....................................................................
.........................
Diagnosa Medis
: .............................................................................................

2. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh BAB berdarah dan berlendir. perutnya terasa
sakit (nyeri).
3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Riwayat menderita kelainan pada colon kolitis ulseratif (polip
kolon)
2) Memiliki riwayat merokok, minum alkohol, masalah
TD, perdarahan pada rektal, perubahan feses.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
1) Klien mengeluh BAB berdarah dan berlendir
2) Klien mengeluh tidak BAB tidak ada flahis
3) Klien mengeluh perutnya terasa sakit (nyeri)
4) Klien mengeluh mual, muntah
5) Klien mengeluh tidak puas setelah BAB
6) Klien mengeluh BAB kecil
7) Klien mengeluh BBnya turun
8) Biasanya alopesia,lesi, mual muntah, nyeri ulu hati, perut
begah, pusing
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat keluarga dengan Ca. colon/recti
4. Kebutuhan bernafas
Respirasi: Sesak nafas, batuk, ronchi, expansi paru yang terbatas
5. Kebutuhan nutrisi :
- Riwayat kebiasaan diet buruk (rendah serat, tinggi
lemak, pemakaian zat aditif dan bahan pengawet)
- Intoleransi makanan
- Anoreksia, mual, muntah, penurunan bising usus,
kembung, nyeri abdomen, perut tegang, nyeri tekan pada kuadran
kiri bawah
- Penurunan berat badan, berkurangnya massa otot

6. Kebutuhan eliminasi :
- Adanya perubahan fungsi kolon akan mempengaruhi perubahan
pada defekasi pasien, konstipasi dan diare terjadi bergantian.
Bagaimana kebiasaan di rumah yaitu: frekuensi, komposisi, jumlah,
warna, dan cara pengeluarannya, apakah dengan bantuan alat atau
tidak adakah keluhan yang menyertainya. Apakah kebiasaan di
rumah sakit sama dengan di rumah.
- Pada pasien dengan kanker kolerektal dapat dilakukan
pemeriksaan fisik dengan observasi adanya distensi abdomen,
massa akibat timbunan faeces.
- Massa tumor di abdomen, pembesaran hepar akibat metastase,
asites, pembesaran kelenjar inguinal, pembesaran kelenjar aksila
dan supra klavikula, pengukuran tinggi badan dan berat badan,
lingkar perut, dan colok dubur.
- BAB berlendir dan berdarah, BAB tidak ada flatur tidak ada, BAB
kecil seperti feses kambing, rasa tidak puas setelah BAB,
perubahan pola BAB/konstiasi/hemoroid, perdarahan peranal, BAB ;
oliguria

7. Kebutuhan tidur dan istirahat :


Perubahan pola istirahat/tidur malam hari; adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi tidur misalnya nyeri, ansietas dan berkeringat malam
hari.
8. Kebutuhan gerak dan aktivitas :
- Kelemahan, kelelahan, insomnia, gelisah dan
ansietas
- Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan
karsinogen lingkungan, tingkat stres tinggi.
9. Kebutuhan rasa nyaman
Gejala nyeri bervariasi dari tidak ada, ringan sampai berat tergantung
proses penyakit
10. Kebutuhan rasa aman
Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen. Pemajanan matahari
lama/berlehihan dapat menyebabkan demam, ruam ku1it, ulserasi
11. Kebiasaan seksual
a. Gangguan hubungan seksual disebabkan kondisi sebagai berikut :
- fertilitas
- menstruasi
- libido
- kehamilan
- ereksi
- alat kontrasepsi
b. Pemahaman terhadap fungsi seksual
12. Pola pikir dan persepsi
a. Alat bantu yang digunakan :
- kaca mata
- alat bantu pendengaran
b. Kesulitan yang dialami :
- Sering pusing
- Menurunnya sensitifitas terhadap panas dingin
- Membaca/menulis
13. Persepsi diri
- Lemahnya sistem pendukung (keluarga, kerabat, lingkungan)
- Masalah perubahan peran sosial yang berhubungan dengan
perubahan status kesehatan.
14. Pertahanan koping
- Faktor stres (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara
mengatasi stres (merokok, minum alkohol, menunda pengobatan,
keyakinan religius/spiritual)
- Masalah terhadap perubahan penampilan (alopesia, lesi cacat,
pembedahan)
- Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak
mampu, tidak bermakna, rasa bersalah, kehilangan kontrol, depresi.
- Menyangkal, menarik diri, marah.

15. Sistem nilai – kepercayaan


Beberapa pertanyaan yang bisa diajukan:
a. Siapa atau apa yang menjadi sumber kekuatan
b. Apakah Tuhan, Agama, Kepercayaan penting untuk anda
c. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang dilakukan (macam dan
frekuensi)
d. Kegiatan Agama atau Kepercayaan yang ingin dilakukan selama di
rumah sakit
16. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dengan perhatian pada:
a. Status Gizi
b. Anemia
c. Benjolan/massa di abdomen
d. Nyeri tekan
e. Pembesaran kelenjar limfe
f. Pembesaran hati/limpa
g. Colok rektum (rectal touch)
17. Neurosensori
Pusing; sinkope, karena pasien kurang beraktivitas, banyak tidur
sehingga sirkulasi darah ke otak tidak lancar.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Konstipasi b/d lesi obstruksi
2. Nyeri akut b/d kompresi jaringan sekunder akibat obstruksi
3. Intoleransi aktivitas b/d anemia dan anoreksia
4. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b/d mual dan
anoreksia
5. Ansietas b/d rencana pembedahan dan diagnosis kanker
6. Kerusakan integritas kulit b/d insisi bedah (abdomen dan perianal),
pembentukan stoma, dan kontaminasi fekal terhadap kulit periostomal
7. Gangguan citra tubuh b/d kolostomi
8. Risiko kekurangan volume cairan b/d muntah dan dehidrasi

C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC)
Keperawatan Hasil (NOC)
1. Konstipasi NOC NIC
1. Bowel elimination Constipation/Impactio
2. Hydration
n Management
Kriteria Hasil
1. Monitor tanda dan
1. Bentuk feses
gejala konstipasi
lunak dan
2. Monitor bising usus
berbentuk 3. Monitor feses :
2. Nyeri saat
frekuensi,
defekasi
konsistensi, dan
berkurang
volume
3. Darah di dalam
4. Konsultasi dengan
feses tidak ada.
dokter tentang
4. Bebas dari
penurunan dan
ketidaknyamanan
peningkatan bising
dan konstipasi
usus
5. Monitor tanda dan
gejala ruptur
usus/peritonitis
6. Jelaskan etiologi
dan rasionalisasi
tindakan terhadap
pasien
7. Identifikasi faktor
penyebab dan
kontribusi konstipasi
8. Dukung intake
cairan
9. Kolaborasikan
pemberian laksatif
10. Pantau tanda dan
gejala impaksi
11. Pantau gerakan
usus, termasuk
konsistensi,
frekuensi, bentuk,
volume, dan warna
12. Susun jadwal ke
toilet
13. Dorong peningkatan
asupan cairan,
kecuali
dikontraindikasikan
14. Evaluasi profil obat
untuk efek samping
gastrointestinal
15. Anjurkan pasien
atau keluarga untuk
mencatat warna,
volume, frekuensi,
dan konsistensi tinja
16. Ajarkan
pasien/keluarga
bagaimana untuk
menjaga buku
harian makanan
17. Anjurkan
pasien/keluarga
untuk diet tinggi
serat
18. Anjurkan
pasien/keluarga
pada penggunaan
yang tepat dari obat
pencahar
19. Anjurkan
pasien/keluarga
pada hubungan
asupan diet,
olahraga, dan
cairan
sembelit/impaksi
20. Sarankan pasien
untuk berkonsultasi
dengan dokter jika
sembelit atau
impaksi terus ada
21. Informasikan pasien
prosedur
penghapusan
manual dari tinja,
jika perlu
22. Lepaskan impaksi
tinja secara manual,
jika perlu
23. Timbang pasien
secara teratur
24. Ajarkan
pasien/keluarga
tentang proses
pencernaan yang
normal
25. Ajarkan
pasien/keluarga
tentang kerngka
waktu untuk resolusi
sembelit
2. Nyeri akut NOC NIC
1. Pain Level
Pain Management
2. Pain Control
3. Comfort Level 1. Lakukan pengkajian
nyeri secara
Kriteria Hasil :
1. Mampu komprehensif
mengontrol nyeri termasuk lokasi,
(tahu penyebab karakterisitik,
nyeri, mampu durasi, frekuensi,
menggunakan kualitas dari faktor
teknik presipitasi
2. Kaji kultur yang
nonfarmakologi
mempengaruhi
untuk mengurangi
respon nyeri
nyeri, mencari
3. Evaluasi
bantuan)
pengalaman nyeri
2. Melaporkan
masa lampau
bahwa nyeri
4. Evaluasi bersama
berkurang dengan
pasien dan tim
menggunakan
kesehatan lain
manajemen nyeri
tentang
3. Mampu mengenali
ketidakefektifan
nyeri (skala,
kontrol nyeri masa
intensitas,
lampau
frekuensi, dan
5. Kontrol lingkungan
tanda nyeri)
yang dapat
4. Menyatakan rasa
mempengaruhi
nyaman setelah
nyeri seperti suhu
nyeri berkurang
ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
6. Kurangi faktor
presipitasi nyeri
7. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi,
nonfarmakologi,
dan interpersonal)
8. Kaji tipe dan
sumber nyeri untuk
menentukan
intervensi
9. Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi
10. Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
11. Tingkatkan istirahat
12. Kolaborasikan
dengan dokter jika
ada keluhan dan
tindakan nyeri tidak
berhasil
13. Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analagesic
Administration
1. Tentukan lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan derajat
nyeri sebelum
pemberian obat.
2. Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan
frekuensi.
3. Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
4. Tentukan pilihan
analgesik
tergantung tipe dan
beratnya nyeri
5. Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan
dosis optimal.
6. Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
7. Monitor vital sign
sebelum dan
sesudah pemberian
analgesik pertama
kali.
8. Berikan analgesik
tepat waktu
terutama saat nyeri
hebat
9. Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda
dan gejala.
3. Intoleransi NOC Activity Therapy:
aktivitas 1. Energy 1. Kolaborasikan
Conservation dengan Tenaga
2. Activity Tolerance Rehabilitas Medik
3. Self Care : ADLs dalam
merencanakan
Kriteria Hasil : program terapi
1. Berpartisipasi yang tepat
2. Bantu klien untuk
dalam aktivitas
mengidentifikasi
fisik tanpa disertai
aktifitas yang
peningkatan
mampu dilakukan
tekanan darah,
3. Bantu untuk
nadi dan RR
mengidentifikasi
2. Mampu
dan mendapatkan
melakukan
sumber yang
aktivitas sehari-
diperlukan untuk
hari (ADLs)
aktivitas yang
secara mandiri
diinginkan
3. Tanda-tanda vital 4. Bantu untuk
normal mendapat alat
4. Energy bantu aktivitas
psikomotor seperti kursi roda,
5. Level kelemahan krek
5. Bantu untuk
6. Mampu berpindah
mengidentifikasi
: dengan atau
kekurangan dalam
tanpa bantuan
beraktivitas
alat
6. Bantu pasien untuk
7. Status
mengembankan
kardiopulmunari
motivasi diri dan
adekuat
penguatan
8. Sirkulasi status 7. Monitor respon
baik fisik, emosi, sosial
9. Status respirasi: dan spiritual
pertukaran gas
dan ventilasi
adekuat
4. Ketidakseimban NOC NIC
gan nutrisi : 1. Nutritional Status : Nutrition Management
kurang dari Food and Fluid 1. Kaji adanya
kebutuhan tubuh Intake alergi makanan
2. Nutritional Status : 2. Kolaborasi
Nutrient Intake dengan ahli gizi
3. Weight Control untuk
menentukan
Kriteria Hasil : jumlah kalori dan
1. Adanya nutrisi yang
peningkatan berat dibutuhkan
badan sesuai pasien
dengan tujuan 3. Anjurkan pasien
2. Berat badan ideal untuk
sesuai dengan meningkatkan
tinggi badan intake Fe
3. Mampu 4. Anjurkan pasien
mengidentifikasi untuk
kebutuhan nutrisi meningkatkan
4. Tidak ada tanda- protein dan
tanda malnutrisi vitamin C
5. Menunjukkan 5. Berikan
peningkatan substansi gula
fungsi 6. Yakinkan diet
pengecapan dari yang dimakan
menelan mengandung
6. Tidak terjadi tinggi serat untuk
penurunan berat mencegah
badan yang konstipasi
berarti 7. Ajarkan pasien
bagimana
membuat catatan
makanan harian
8. Monitor jumlah
nutrisi dan
kandungan kalori
9. Berikan informasi
tentang
kebutuhan nutrisi
10. Kaji kemampuan
pasien untuk
mendapatkan
nutrisi yang
dibutuhkan

Nutrition Management
1. Monitor BB
pasien dalam
batas normal
2. Monitor adanya
penurunan berat
badan
3. Monitor tipe dan
jumlah aktivitas
yang biasa
dilakukan
4. Monitor interaksi
anak atau orang
tua selama
makan
5. Monitor
lingkungan
selama makan
6. Jadwalkan
pengobatan dan
tindakan tidak
selama jam
makan
7. Monitor kulit
kering dan
perubahan
pigmentasi
8. Monitor turgor
kulit
9. Monitor
kekeringan,
rambut kusam,
dan mudah
patah
10. Monitor mual,
muntah
11. Monitor kadar
albumin, total
protein, Hb dan
kadar Ht
12. Monitor
pertumbuhan
dan
perkembangan
13. Monitor pucat,
kemerahan dan
kekeringan
jaringan
konjungtiva
14. Monitor kalori
dan intake nutrisi
15. Catat adanya
edema,
hiperemik,
hipertonik papilla
lidah dan cavitas
oral
5. Ansietas NOC Anxiety Reduction
1. Anxiety Self- (penurunan
control kecemasan)
2. Anxiety Level 1. Gunakan
3. Coping pendekatan yang
menenangkan.
Kriteria Hasil : 2. Pahami perspektif
1. Klien mampu pasien terhadap
mengidentifikasi situasi stres.
dan 3. Temani pasien
mengungkapkan untuk memberikan
gejala cemas. keamanan dan
2. Mengidentifikasi, mengurangi takut.
mengungkapkan, 4. Identifikasi tingkat
dan kecemasan.
menunjukkan 5. Dorong pasien
teknik untuk untuk
mengontrol mengungkapkan
cemas. perasaan,
3. Vital sign dalam ketakutan,
batas normal. persepsi.
4. Postur tubuh, 6. Instruksikan psien
ekspresi wajah, menggunakan
bahasa tubuh teknik relaksasi.
dan tingkat 7. Berikan obat untuk
aktivitas mengurangi
menunjukkan kecemasan.
berkurangnya
kecemasan.
6. Kerusakan 1. Tissue Integrity : NIC
integritas kulit Skin and Mucous Pressure Management
Membranes 1. Anjurkan pasien
2. Hemodyalis Akses untuk
menggunakan
Kriteria Hasil : pakaian yang
1. Integritas kulit longgar
yang baik bisa 2. Jaga kebersihan
dipertahankan kulit agar tetap
(sensasi, bersih dan kering
elastisitas, 3. Mobilisasi pasien
temperature, (ubah posisi
hidrasi,pigmentasi pasien) setiap dua
) jam sekali
2. Tidak ada luka/ 4. Monitor kulit akan
lesi pada kulit adanya kemerahan
3. Perfusi jaringan 5. Oleskan lotion atau
baik minyak /baby oil
4. Menunjukan pada daerah yang
pemahaman tertekan
dalam proses 6. Monitor aktivitas
perbaikan kulit dan mobilisasi
dan mencegah pasien
terjadinya sedera 7. Monitor status
berulang nutrisi pasien
5. Mampu 8. Mandikan pasien
melindungi kulit dengan sabun dan
dan air hangat
mempertahankan
kelembapan kulit Insision site care
dan perawatan 1. Bersihkan,
alami pantau,dan
tingkatkan proses
penyembuhan
pada luka yang
ditutup dengan
jahitan , klip atau
straples
2. Monitor proses
kesembuhan area
insisi
3. Monitor tanda dan
gejala infeksi pada
area insisi
4. Bersihkan area
sekitar jahitan atau
staples,
menggunakan lidi
kapas steril
5. Gunakan preparat
antiseptic, sesuai
program
6. Ganti balutan pada
interval waktu
yang sesuai atau
biarkan luka tetap
terbuka (tidak
dibalut ) sesuai
program.

7. Gangguan citra NOC NIC


tubuh 1. Body Image Body image
2. Self esteem
enhancement
1. Kaji secara verbal
Kriteria Hasil
dan non verbal
1. Body image positif
2. Mampu respon klien
mengidentifikasi terhadap tubuhnya
2. Monitor frekuensi
kekuatan personal
3. Mendeskripsikan mengkritik dirinya
3. Jelaskan tentang
secara faktual
pengobatan,
perubahan fungsi
perawatan,
tubuh
4. Mempertahankan kemajuan dalam
interaksi social prognosis penyakit
4. Dorong klien
mengungkapkan
perasaannya
5. Identifikasi arti
pengurangan
melalui pemakaian
alat bantu
6. Fasilitas kontak
dengan individu lain
dalam kelompok
kecil
8. Risiko NOC Fluid management
kekurangan 1. Fluid Balance 1. Timbang popok/
volume cairan 2. Hydration pembalut jika
3. Nutritional Status : diperlukan
Food and Fluid 2. Pertahankan
Intake catatan intake
dan output yang
Kriteria Hasil : akurat
1. Mempertahankan 3. Monitor status
urine output hidrasi
sesuai dengan (kelembaban
usia dan BB, BJ< membrane
urine normal, HT mukosa, nadi
normal adekuat, tekanan
2. Tekanan darah, darah ortostatik),
nadi, suhu tubuh jika diperlukan
dalam batas 4. Monitor vital sign
normal 5. Monitor masukan
3. Tidak ada tanda- makanan / cairan
tanda dehidrasi. dan hitung intake
Elastisitas turgor kalori harian
kulit baik, 6. Kolaborasi
membrane pemberian cairan
mukosa lembab, IV
tidak ada rasa 7. Monitor status
haus yang nutrisi
berlebihan 8. Berikan cairan IV
pada suhu
ruangan
9. Dorong masukan
oral
10. Berikan
penggantian
nasogastrik
sesuai output
11. Dorong keluarga
untuk membantu
pasien makan
12. Tawarkan snack
(jus buah, buah
segar)
13. Kolaborasi
dengan dokter

Hipovolemia
Management
1. Monitor status
cairan termasuk
intake dan output
cairan
2. Monitor tingkat
Hb dan
hematokrit
3. Monitor tanda
vital
4. Monitor respons
pasien terhadap
penambahan
cairan
5. Monitor berat
badan
6. Dorong pasien
untuk menambah
intake oral
7. Pemberian
cairan IV
8. Monitor adanya
tanda dan gejala
kelebihan
volume cairan
9. Monitor adanya
tanda gagal
ginjal
D. IMPLEMENTASI
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktifitas yang telah
dicatat dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan
perencanaan ini dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi
prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon pasien terhadap
setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan
pelaksanaan perawatan.

E. EVALUASI
Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi yang diharapkan sesuai
dengan tujuan dan criteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Mosby. 2017. Nursing Outcomes Classification (NOC) . USA : Elsevier


Mosby. 2017. Nursing Interventions Classification (NIC). USA : Elsevier
NANDA International. 2017. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta : EGC
NANDA NIC-N0C. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis. Jakarta : MediAction
Price and Wilson. 2017. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare 2017Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta:Penerbit


EGC
Saferi, Andra. 2017. KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan
Dewasa).Bengkulu:NUMED
Smeltzer, Suzanne C. 2017Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Abbas, Husnunnisa. 2017. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Ca colon
(Online). Available :
https://www.academia.edu/11521507/asuhan_keperawatan_pada_klien_dengan_
ca_colon.(Diakses pada Sabtu, 13 Februari 2017 pukul 17.00 WITA.)

Anastasya, Jullia. 2017Askep pada Klien CA (Online). Available :


https://www.academia.edu/7367938/Askep_pada_klien_ca. (Diakses pada Sabtu,
13 Februari 2017pukul 17.20 WITA.)

Andriani, Fauzya. 2014. ASKEP CA Kolon (Kanker Kolon) (Online). Available :


https://www.academia.edu/9017144/ASKEP_CA_Kolon_Kanker_Kolon. (Diakses
pada Sabtu, 13 Februari 2017pukul 17.30WITA.
Adytama, Kharisma. 2017WOC CA.Recti (Online). Available :
https://www.scribd.com/doc/249830273/WOC-CA-Recti (Diakses pada Sabtu,13
Februari 2017 pukul 17.55 WITA)

Anda mungkin juga menyukai