Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN KASUS ILEUS DI RUANG ICU


RSUD ULIN BANJARMASIN

Disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Whisnu Hadi
Nim : 11409717039
Tingkat : III
Semester : V (Lima)

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM VI/ TANJUNGPURA
BANJARMASIN
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini telah menyelasaikan laporan


pendahuluan tentang ILEUS di ruang ICU RSUD ULIN BANJARMASIN.

Nama : Whisnu Hadi

Nim : 11409717039

Tingkat : IIl

Semester : V (Lima)

Banjarmasin, 22 Desember 2019

Mahasiswa

Whisnu Hadi
Nim 11409717039

Mengetahui
Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik
LEMBAR KONSUL

NAMA :

NIM :

KELOMPOK :

RUANGAN :

NO HARI KEGIATAN SARAN TTD


YANG CI/CT
TANGGAL
DILAKSANAKAN
CI CT MHS
LAPORAN PENDAHULUAN

ILEUS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Obstruksi usus adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
traktus intestinal .Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal.Obstruksi usus
merupakan suatu blok saluran usus yang menghambat pasase cairan, flatus dan
makanan dapat secara mekanis atau fungsional. (Tucker, 2016)
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa obstruksi usus adalah
sumbatan total atau parsial yang menghalangi aliran normal melalui saluran
pencernaan.

2. Etiologi
Adapun penyebab dari obstruksi usus dibagi menjadi dua bagian menurut
jenis obstruksi usus, yaitu:
1) Mekanis
Faktor mekanis yaitu terjadi obstruksi intramunal atau obstruksi munal dari
tekanan pada usus, diantaranya :
a. Intususepsi
b. Tumor dan neoplasma
c. Stenosis
d. Striktur
e. Perlekatan (adhesi)
f. Hernia
g. Abses
2) Fungsional
Yaitu akibat muskulator usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus.
(Brunner and Suddarth, 2002)
3. Tanda dan Gejala
Terdapat 4 tanda kardinal gejala ileus obstruktif (Winslet, 2016) :
1) Nyeri abdomen
2) Muntah
3) Distensi
4) Kegagalan buang air besar atau gas (konstipasi).

Gejala ileus obstruktif bervariasi tergantung kepada (Winslet, 2016) :


1) Lokasi obstruksi
2) Lamanya obstruksi
3) Penyebabnya
4) Ada atau tidaknya iskemia usus

Gejala selanjutnya yang bisa muncul termasuk dehidrasi, oliguria, syok


hypovolemik, pireksia, septikemia, penurunan respirasi dan peritonitis.
Terhadap setiap penyakit yang dicurigai ileus obstruktif, semua kemungkinan
hernia harus diperiksa. (Winslet, 2016)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Ia sekunder terhadap kontraksi peristaltik kuat pada dinding usus
melawan obstruksi. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruktif usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruktif usus besar. Nyeri dari ileus obstruktif
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen,
sedangkan yang dari ileus obstruktif usus besar biasanya tampil dengan nyeri
intaumbilikus. Dengan berlalunya waktu, usus berdilatasi, motilitas menurun,
sehingga gelombang peristaltik menjadi jarang, sampai akhirnya berhenti. Pada
saat ini nyeri mereda dan diganti oleh pegal generalisata menetap di
keseluruhan abdomen. Jika nyeri abdomen menjadi terlokalisasi baik, parah,
menetap dan tanpa remisi, maka ileus obstruksi strangulata harus dicurigai.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu (Harrison’s, 2016).
Muntah tergantung atas tingkat ileus obstruktif. Jika ileus obstruktif usus halus,
maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan jernih hijau
atau kuning. Usus didekompresi dengan regurgitasi, sehingga tak terlihat
distensi.
Konstipasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu konstipasi absolut
(dimana feses dan gas tidak bisa keluar) dan relatif (dimana hanya gas yang
bisa keluar) (Winslet, 2016). Kegagalan mengerluarkan gas dan feses per
rektum juga suatu gambaran khas ileus obstruktif.
Pireksia di dalam ileus obstruktif dapat digunakan sebagai petanda
(Winslet, 2016) :
1) Mulainya terjadi iskemia
2) Perforasi usus
3) Inflamasi yang berhubungan denga penyakit obsruksi

Hipotermi menandakan terjadinya syok septikemia. Nyeri tekan abdomen


yang terlokalisir menandakan iskemia yang mengancam atau sudah terjadi.
Perkembangan peritonitis menandakan infark atau perforasi. (Winslet, 2016)
4. Fatofisiologi

Perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor

Refluks inhibisi Akumulasi gas dan cairan dalam lumen Klien rawat inap
spingTergangg bagian proksimal letak obstruksi
u

Spingter ani Distensi abdomen Reaksi hospitalisasi


eksterna tiadak
relaksasi Tekanan intra CEMAS
lumen meningkat

Refluks lama
dalam kolon dan Iskemia dinding usus
rektum

konstipasi Metabilisme anairob


glukosa

Kontraksi anule Merangsang Prolifelasi Bakteri yang


pylorus
pengeluaran mediator berlangsung cepat
kimia
Esfalasi isi lambung
Merangsang reciptor Pelepasan bakteri dan
ke usofagus
nyeri toksin dari usus yang
infark
Gerakan isi
lambung ke mulut NYERI
Bakteri melepaskan
endotoksin dan
Mual/ muntah Merangsang syaraf merangsang tubuh
otonom Aktifasi melepaskan zat pyrogin
norepineprin oleh leokosit
Intake kurang

NURTISI KURANG Syaraf simpatis Impuls disampaikan ke


DARI KEBUTUHAN terangsang mengaktifkan hipotalamus bagian
RAS mengaktifkan kerja
termogulator melalui ductus
organ tubuh
Kehilangan H2O dan toracicus
elektrolit
REM Menurun
Volome ECF Klien terjaga
menurun HIPERTERMI
GANGGUAN
RESIKO POLA TIDUR
KURANG
VOLOME
CAIRAN
Kontraksi otot-otot
abdomen kediafragma

Kontraksi otot-otot
diafragma terganggu

Ekspansi paru menurun

POLA NAFAS TIDAK


EFEKTIF

5. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan radiologi
a. Foto polos abdomen
Dengan posisi terlentang dan tegak (lateral dekubitus) memperlihatkan
dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara atau
gas (air-fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga.
b. Pemeriksaan radiologi dengan Barium Enema
Mempunyai suatu peran terbatas pada pasien dengan obstruksi usus
halus. Pengujian Enema Barium terutama sekali bermanfaat jika suatu
obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada anak-anak dengan intussuscepsi, pemeriksaan enema
barium tidak hanya sebagai diagnostik tetapi juga mungkin sebagai terapi.
c. CT–Scan.
Pemeriksaan ini dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen
dicurigai adanya strangulasi. CT–Scan akan mempertunjukkan secara lebih
teliti adanya kelainan-kelainan dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum.
CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam
pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan lokasi
dari obstruksi.
d. USG
Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan penyebab dari
obstruksi.
e. MRI
Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan, tetapi tehnik dan kontras
yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini digunakan
untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
f. Angiografi
Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intussuscepsi, volvulus, malrotation, dan adhesi.

2) Pemeriksaan laboratorium
Leukositosis mungkin menunjukkan adanya strangulasi, pada urinalisa mungkin
menunjukkan dehidrasi. Analisa gas darah dapat mengindikasikan asidosis
atau alkalosis metabolic. ( Brunner and Suddarth, 2002 )

6. Komplikasi
1) Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehingga terjadi
peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen.
2) Perforasi dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi terlalu lama pada organ
intra abdomen.
3) Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan
cepat.
4) Syok hipovolemik terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
(Brunner and Suddarth, 2001)
7. Penatalaksanaan
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit
dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
a. Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda
vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan
cairan intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat
dengan memonitor tanda - tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain
pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube
(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi
pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
b. Farmakologis
Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
c. Operatif
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi
selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau pertimbangan untuk
dilakukan operasi : Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple
obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang dianjurkan. Jika terjadi
obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan. Pada
umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada
obstruksi ileus :
1) Koreksi sederhana (simple correction), yaitu tindakan bedah sederhana
untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata
non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.
2) Tindakan operatif by-pass, yaitu tindakan membuat saluran usus baru yang
“melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal,
Crohn disease, dan sebagainya.
3) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat
obstruksi, misalnya pada Ca stadium lanjut.
4) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-
ujung usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada
carcinoma colon, invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa
obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif bertahap, baik
oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan penderitanya,
misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,
kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. (Sabara, 2007)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Biodata klien yang penting meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
dan gaya hidup.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Keluhan utama adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada
umumnya akan ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya
biasanya terus menerus, demam, nyeri tekan dan nyeri lepas, abdomen
tegang dan kaku.
2. Riwayat kesehatan sekarang
Mengungkapkan hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan,
dikaji dengan menggunakan pendekatan PQRST :
P : Apa yang menyebabkan timbulnya keluhan.
Q : Bagaiman keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau
terus- menerus (menetap).
R : Di daerah mana gejala dirasakan
S : Keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric
1 s/d 10.
T : Kapan keluhan timbul, sekaligus factor yang memperberat dan
memperingan keluhan.
3. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien sebelumnya pernah mengalami penyakit pada sistem
pencernaan, atau adanya riwayat operasi pada sistem pencernaan.
4. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga yang mempunyai penyakit yang sama
dengan klien.
c. Pemeriksaan fisik
1. Status kesehatan umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien
secara umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap
dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien.
2. Sistem pernafasan
Peningkatan frekuensi napas, napas pendek dan dangkal
3. Sistem kardiovaskuler
Takikardi, pucat, hipotensi (tanda syok)
4. Sistem persarafan
Tidak ada gangguan pada sistem persyarafan
5. Sistem perkemihan
Retensio urine akibat tekanan distensi abdomen, anuria/oliguria, jika syok
hipovolemik
6. Sistem pencernaan
Distensi abdomen, muntah, bising usus meningkat, lemah atau tidak
ada, ketidakmampuan defekasi dan flatus.
7. Sistem muskuloskeletal
Kelelahan, kesulitan ambulansi
8. Sistem integumen
Turgor kulit buruk, membran mukosa pecah-pecah (syok)
9. Sistem endokrin
Tidak ada gangguan pada sistem endokrin
10. Sistem reproduksi
Tidak ada gangguan pada sistem reproduksi

2. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Adapun diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan ileus
obstruksi adalah sebagai berikut : (Doenges, M.E. 2001 dan Wong D.L)
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
4. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas
usus.
5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

3. Intervensi keperawatan
1. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang
tidak adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
cairan dan elektrolit terpenuhi.

Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal (N:70-80 x/menit, S: 36-37 C, TD : 110/70 -120/80
mmHg)
b. Intake dan output cairan seimbang
c. Turgor kulit elastic
d. Mukosa lembab
e. Elektrolit dalam batas normal (Na: 135-147 mmol/L, K: 3,5-5,5 mmol/L, Cl:
94-111 mmol/L).

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan cairan pasien 1. Mengetahui kebutuhan cairan
2. Observasi tanda-tanda vital pasien.
2. Perubahan yang drastis pada
tanda-tanda vital merupakan
3. Observasi tingkat kesadaran indikasi kekurangan cairan.
dan tanda-tanda syok 3. kekurangan cairan dan
elektrolit dapat mempengaruhi
4. Observasi bising usus pasien tingkat kesadaran dan
tiap 1-2 jam mengakibatkan syok.
5. Monitor intake dan output 4. Menilai fungsi usus
secara ketat 5. Menilai keseimbangan cairan
6. Pantau hasil laboratorium 6. Menilai keseimbangan cairan
serum elektrolit, hematokrit dan elektrolit
7. Beri penjelasan kepada pasien 7. Meningkatkan pengetahuan
dan keluarga tentang tindakan pasien dan keluarga serta
yang dilakukan: pemasangan kerjasama antara perawat-
NGT dan puasa. pasien-keluarga.
8. Kolaborasi dengan medik 8. Memenuhi kebutuhan cairan
untuk pemberian terapi dan elektrolit pasien.
intravena
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam kebutuhan
nutrisi teratasi.

Kriteria hasil :
 Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi.
 Berat badan stabil.
 Pasien tidak mengalami mual muntah

Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Tinjau faktor-faktor individual 1. Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna 2. Menentukan kembalinya
makanan, mis : status puasa, peristaltik ( biasanya
mual, ileus paralitik setelah dalam 2-4 hari ).
selang dilepas. 3. Meningkatkan kerjasama
2. Auskultasi bising usus; palpasi pasien dengan aturan diet.
abdomen; catat pasase flatus. Protein/vitamin C adalah
3. Identifikasi kontributor utuma untuk
kesukaan/ketidaksukaan diet dari pemeliharaan jaringan dan
pasien. Anjurkan pilihan perbaikan. Malnutrisi adalah
makanan tinggi protein dan fator dalam menurunkan
vitamin C. pertahanan terhadap
infeksi.
4. Sindrom malabsorbsi dapat
terjadi setelah pembedahan
usus halus, memerlukan
4. Observasi terhadap terjadinya evaluasi lanjut dan
diare; makanan bau busuk dan perubahan diet, mis: diet
berminyak. rendah serat.
5. Mencegah muntah.
Menetralkan atau
5. Kolaborasi dalam pemberian menurunkan pembentukan
obat-obatan sesuai indikasi: asam untuk mencegah erosi
Antimetik, mis: proklorperazin mukosa dan kemungkinan
(Compazine). Antasida dan ulserasi.
inhibitor histamin, mis: simetidin
(tagamet).

3. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola nafas
menjadi efektif
Kriteria hasil :
 Pasien memiliki pola pernafasan: irama vesikuler, frekuensi : 18-
20x/menit
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: P, TD, N,S 1. Perubahan pada pola nafas
akibat adanya distensi
abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan
2. Kaji status pernafasan: pola, hasil TTV.
frekuensi, kedalaman 2. Adanya distensi pada
3. Kaji bising usus pasien abdomen dapat menyebabkan
perubahan pola nafas.
3. Berkurangnya/hilangnya
bising usus menyebabkan
4. Tinggikan kepala tempat tidur terjadi distensi abdomen
40-60 derajat sehingga mempengaruhi pola
5. Observasi adanya tanda-tanda nafas.
hipoksia jaringan perifer: 4. Mengurangi penekanan pada
cianosis paru akibat distensi abdomen.
5. Perubahan pola nafas akibat
adanya distensi abdomen
dapat menyebabkan
6. Monitor hasil AGD oksigenasi perifer terganggu
yang dimanifestasikan dengan
7. Berikan penjelasan kepada adanya cianosis.
keluarga pasien tentang 6. Mendeteksi adanya asidosis
penyebab terjadinya distensi respiratorik.
abdomen yang dialami oleh 7. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan kerjasama dengan
8. Laksanakan program medic keluarga pasien.
pemberian terapi oksigen
8. Memenuhi kebutuhan
oksigenasi pasien

4. Gangguan pola eliminasi : konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas


usus.
Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam pola eliminasi
kembali normal.
Kriteria hasil :
 Pola eliminasi BAB normal: 1x/hari, dengan konsistensi lembek, BU normal
: 5-35 x/menit, tidak ada distensi abdomen.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui ada atau
dan konsistensi feces tidaknya kelainan yang
terjadi pada eliminasi fekal.
2. Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.
3. Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan
perbaikan fungsi usus.
4. Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus
dapat

Intervensi Rasional
Menyebabkan akumulasi gas
di dalam lumen usus
sehingga terjadi distensi
5. Berikan penjelasan kepada abdomen.
pasien dan keluarga penyebab 5. Meningkatkan pengetahuan
terjadinya gangguan dalam BAB pasien dan keluarga serta
untuk meningkatkan
6. Kolaborasi dalam pemberian kerjasana antara perawat-
terapi pencahar (Laxatif) pasien dan keluarga.
6. Membantu dalam
pemenuhan kebutuhan
eliminasi

5. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam rasa nyeri
teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri
pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan rileks.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi TTV: N, TD, HR, P 1. Nyeri hebat yang dirasakan
tiap shif pasien akibat adanya
distensi abdomen dapat
menyebabkan peningkatan
2. Kaji keluhan nyeri, karakteristik hasil TTV.
dan skala nyeri yang dirasakan 2. Mengetahui kekuatan nyeri
pesien sehubungan dengan yang dirasakan pasien dan
adanya distensi abdomen menentukan tindakan
selanjutnya guna mengatasi
3. Berikan posisi yang nyaman: nyeri.
posisi semi fowler 3. Posisi yang nyaman dapat
4. Ajarkan dan anjurkan tehnik mengurangi rasa nyeri yang
relaksasi tarik nafas dalam saat dirasakan pasien
merasa nyeri 4. Relaksasi dapat mengurangi
5. Anjurkan pasien untuk rasa nyeri
menggunakan tehnik pengalihan
saat merasa nyeri hebat. 5. Mengurangi nyeri yang
6. Kolaborasi dengan medic untuk dirasakan pasien.
terapi analgetik 6. Analgetik dapat mengurangi
rasa nyeri

6. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan :
 Kecemasan teratasi.
Kriteria hasil :
 Pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan
mendemonstrasikan keterampilan koping positif.
Intervensi :

Intervensi Rasional
1. Observasi adanya peningkatan 1. Rasa cemas yang dirasakan
kecemasan: wajah tegang, gelisah pasien dapat terlihat dalam
ekspresi wajah dan tingkah
2. Kaji adanya rasa cemas yang dirasakan laku.
pasien 2. Mengetahui tingkat
3. Berikan penjelasan kepada pasien dan kecemasan pasien.
keluarga tentang tindakan yang akan
dilakukan sehubungan dengan keadaan 3. Dengan mengetahui
penyakit pasien tindakan yang akan
4. Berikan kesempatan pada pasien untuk dilakukan akan mengurangi
mengungkapkan rasa takut atau tingkat kecemasan pasien
kecemasan yang dirasakan dan meningkatkan
5. Pertahankan lingkungan yang tenang kerjasama
dan tanpa stres. 4. Dengan mengungkapkan
kecemasan akan
6. Dorong dukungan keluarga dan orang mengurangi rasa
terdekat untuk memberikan support takut/cemas pasien
kepada pasien 5. Lingkungan yang tenang dan
nyaman dapat mengurangi
stress pasien berhadapan
dengan penyakitnya
6. Support system dapat
mengurani rasa cemas dan
menguatkan pasien dalam
memerima keadaan
sakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Herdman, T. Heather. 2015. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi


2015- 2016. Jakarta: EGC

Indrayani, M Novi. 2015. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif.


Universitas Udayana : Denpasar (jurnal)

Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic – Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Yogjakarta : Media Action.

Pasaribu,Nelly. 2016. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap


Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010.Universitas Sumatera Utara
: Sumatera Utara (jurnal)

Price &Wilson, (2017). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai