Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

HALUSINASI

1. Pengertian
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2012).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang
dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren:
persepsi palsu (Maramis, 2015).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2017).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai
halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa halusinasi
adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada
stimulus atau rangsangan yang nyata.

2. Penyebab
Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena panik,
sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial menarik
diri (Townsend, M.C, 2011). Menurut Carpetino, L.J (2014) isolasi sosial
merupakan keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
merasakan kebutuhan atau keinginan untuk meningkatkan keterlibatan
dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk membuat kontak. Sedangkan
menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E (2013), isolasi sosial menarik diri
merupakan usaha menghindar dari interaksi dan berhubungan dengan
orang lain, individu merasa kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai
kesempatan dalam berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam
kegagalan.
Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku
(Carpentino, L.J 2014) :
Data subjektif :
a. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan
b. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial
c. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :
a. Tidak tahan terhadap kontak yang lama
b. Tidak komunikatif
c. Kontak mata buruk
d. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri
e. Kurang aktivitas
f. Wajah tampak murung dan sedih
g. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain

3. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2017), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
a. Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan
respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini
ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
1) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang
lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
2) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin
dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
3) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi
otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral
ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil
(cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh
otopsi (post-mortem).
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau
tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

c. Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:
kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

4. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2016).
Menurut Stuart (2017), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam
otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.

5. Tanda dan Gejala


Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang orang lain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari pasien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya (apa
yang dilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 2016) :

a. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan


Gejala klinis:
1) Menyeriangai/tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis:
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis:
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk).
d. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis:
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mamapu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

Rentang Respon Halusinasi


a. Tahap I ( Non – psikotik )
Pada tahap ini, halusinasi mamapu memberikan rasa nyaman pada
klien, tingkat orientasi sedang. Secara unum pada tahap ini merupakan
hal yang menyenangkan bagi klien.
Karakteristik :
1) Mengalami kecemasan, kesepian, rasa bersalah, dan ketakutan
2) Mencoba berfokus pada pikiran yang dapat menghilagkan
kecemasan
3) Pikiran dan pengalaman sensorik masih ada dalam kontrol
kesadaran.

Prilaku yang muncul :


(a) Tersenyum atau tertawa sendiri
(b) Menggerakkan bibir tanpa suara
(c) Pergerakan mata yang cepat
(d) Respon verbal rambat, diam, dan berkonsentrasi

b. Tahap II ( Non – psikotik )


Pada tahap ini biasanya klien bersikap menyalahkan dan mengalami
tingkat kecemasan berat. Secara umum hausinasi yang ada dapat
menyebabkan antipati.
Karakteristik :
1) Pengalaman sensori menakutkan atau merasa dilecehkan oleh
pengalaman tersebut
2) Mulai merasa kehilangan kontrol
3) Menarik diri dari orang lain

Prilaku yang muncul :


(a) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan TD
(b) Perhatian terhadap lingkunagn menurun
(c) Konsentrasi terhadap pengalaman sensori menurun
(d) Kehilangan kemampuan dalam membedakan antara halusinai
dan realita

c. Tahap III ( Psikotik )


Klien biasanya tidak dapat mengontrol didinya sendiri, tingkat
kecemasnan berat, dan halusiansi tidak dapat ditolak lagi.
Karakteristik :
1) Klien menyerah dan menerima pengalaman sensorinya
2) Isi halusinasi menjadi atraktif
3) Klien menjasi kesepian bila pengalaman sensorinya berakhir

Prilaku yang muncul :


(a) Klien menuruti perintah halusinasi
(b) Sulit berhubungan dengan orang lain
(c) Perhatian terhadap lingkungan sedikit atau sesaat
(d) Tidak mampu emngikuti perintah yang nyata
(e) Klien tampak temor dan berkeringat

d. Tahap IV ( Psikotik )
Klien sudah sangat dikuasai oleh halusinasi dan biasanya klien terlihat
panik.
Prilaku yang muncul :
1) Risiko tinggi mencederai
2) Agitasi / kataton
3) Tidak mampu merespons rangsang yang ada
Pohon masalah
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
a. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi knntak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik
atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati pasien,
bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu tindakan yang akan di
lakukan.
Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan
b. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
c. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga
dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain yang dekat
dengan pasien.
d. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun jadwal kegiatan
dan memilih kegiatan yang sesuai.
e. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan menyibukkan diri
dalam permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya di
beritahukan pada keluarga pasien dan petugaslain agar tidak
membiarkan pasien sendirian dan saran yang di berikan tidak
bertentangan.

7. Psikopatologi
Psikopatologi dari halusinasi yang pasti belum diketahui. Banyak teori yang
diajukan yang menekankan pentingnya faktor-faktor psikologik, fisiologik dan
lain-lain. Ada yang mengatakan bahwa dalam keadaan terjaga yang normal
otak dibombardir oleh aliran stimulus yang yang datang dari dalam tubuh
ataupun dari luar tubuh. Input ini akan menginhibisi persepsi yang lebih dari
munculnya ke alam sadar.Bila input ini dilemahkan atau tidak ada sama
sekali seperti yang kita jumpai pada keadaan normal atau patologis, maka
materi-materi yang ada dalam unconsicisus atau preconscious bisa
dilepaskan dalam bentuk halusinasi.
Pendapat lain mengatakan bahwa halusinasi dimulai dengan adanya
keinginan yang direpresi ke unconsicious dan kemudian karena sudah
retaknya kepribadian dan rusaknya daya menilai realitas maka keinginan tadi
diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksterna.
A. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN

Isi pengkajian meliputi :

a. Identitas klien
Nama, Umur, Jenis Kelamin, Agama, Tanggal Masuk, Informan, Tanggal
Pengkajian, No. Rekam medik.
b. Keluhan utama atau alasan masuk
c. Faktor predisposisi
d. Aspek pemeriksaan fisik atau biologis
e. Aspek psikososial
Genogram, Konsep diri, Hubungan sosial dan spiritual.
a. Status mental
Penampilan, pembicaraan, aktivitas motorik, alam perasaan, afek
(ekspresi wajah), interaksi saat wawancara, persepsi, proses berfikir, isi
pikir, tingkat kesadaran, memori, tingkat konsentrasi dan berhitung,
kemampuan penilaian, dan daya tilik diri.
b. Kebutuhan persiapan pulang
Makan, BAB/BAK, mandi, berpakaian/berhias, istirahat dan tidur,
penggunaan obat, pemeliharaan kesehatan, aktivitas didalam rumah,
aktivitas diluar rumah,
c. Mekanisme koping
d. Masalah psikososial dan lingkungan
e. Aspek medik

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul klien dengan masalah utama
perubahan persepsi sensori : halusinasi menurut Yosep (2009) adalah
sebagai berikut :
a. Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan
b. Perubahan persepsi sensori
c. Isolasi sosial
d. Gangguan konsep diri
e. Koping individu tidak efektif

3. FOKUS INTERVENSI

DIAGNOSA 1 : Perilaku kekerasan mencederai diri sendiri, orang lain dan


lingkungan

TUJUAN UMUM : Klien dapat mengenal hakusinasinya sehingga tidak


mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

TUJUAN KHUSUS: KRITERIA HASIL : INTERVENSI

TUK 1 : 1.1 Ekspresi wajah 1. Bina hubungan saling


Klien dapat membina bersahabat, percaya dengan
hubungan saling menunjukan rasa menggunakan prinsip
percaya. senang, ada kontak komunikasi terapeutik.
mata, mau berjabat 2. Sapa klien dengan ramah
tangan, mau baik verbal maupun non
menyebutkan nama, verbal.
mau menjawab salam, 3. Tanyakan nama lengkap
klien duduk klien dan nama panggilan
berdampingan dengan yang disukai klien.
perawat, mau
mengutarakan masalah 4. Tunjukan sikap empati dan
yang dihadapinya. menerima klien apa
adanya.
5. Beri perhatian kepada klien
dan perhatikan kebutuhan
TUK 2 : dasar klien.
Klien dapat mengenal
halusinasinya. 1. Adakan kontak sering dan
2.1 Klien dapat singkat secara bertahap.
menyebutkan waktu, isi, 2. Observasi tingkah laku
frekuensi timbulnya klien terkait dengan
halusinasi. halusinasi-nya
3. Bantu klien mengenal
halusinasinya.
4. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi-
nya, tanyakan apakah ada
suara yang didengar. Jika
klien menjawab ada,
lanjutkan; apa yang
dikatakan.
5. Katakan bahwa perawat
percaya klien mendengar
suara itu, namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya (dengan
nada bersahabat tanpa
menuduh atau menghakimi
2.2 Klien dapat
mengungkapkan 1. Diskusikan dengan klien
apa yang dirasakan jika
perasaan terhadap terjadinya halusinasi
halusinasinya. (marah/takut, sedih,
senang) beri kesempatan
mengungkapkan
TUK 3 : perasaan.
Klien dapat
mengontrol
halusinasinya.

3.1 Klien dapat


menyebutkan tindakan 1. Identifikasi bersama klien
yang biasanya dilakukan cara tindakan yang
untuk mengendalikan dilakukan jika terjadi
halusinasinya. halusinasinya (tidur,
marah, menyibukan diri,
dll).
2. Diskusikan manfaat dan
cara yang digunakan klien,
3.2 Klien dapat memilih jika bermanfaat beri pujian.
cara mengatasi
halusinasi seperti yang 1. Bantu klien memilih dan
telah didiskusikan melatih cara memutus
dengan klien. halusinasi secara
bertahap.

3.3 Klien dapat


TUK 4: melaksanakan cara
Klien dapat dukungan yang telah dipilih untuk 1. Beri kesempatan untuk
dari keluarga dalam mengendalikan melakukan cara yang telah
mengonrol halusinasinya. dilatih. Evaluasi hasilnya
halusinasinya.
4.1 Keluarga dapat dan beri pujian jika
TUK 5 : membina hubungan berhasil.
Klien dapat saling percaya dengan
memanfaatkan obat perawat.
dengan baik. 1. Anjurkan klien untuk
memberi tahu keluarga jika
mengalami halusinasi.
5.1 Klien dan keluarga
dapat menyebutkan
manfaat, dosis dan efek
samping obat. 1. Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang
dosis, frekuensi dan
5.2 Klien memahami manfaat obat.
akibat berhentinya
minum obat tanpa
konsultasi
1. Diskusikan akibat
berhentinya minum obat-
obat tanpa konsultasi.

DIAGNOSA II : Perubahan persepsi-sensorik


TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga tidak
terjadi halusinasi.

TUJUAN KHUSUS KRITERIA HASIL INTERVENSI

TUK 1 :
Klien dapat 1.1 Klien 1. Kaji pengetahuan klien
menyebutkan dapat menyebutkan tentang perilaku menarik
penyebab menarik penyebab menarik diri diri dan tanda-tandanya.
diri. yang berasal dari : Diri 2. Berikan kesempatan pada
sendiri, Orang lain dan klien untuk
Lingkungan mengungkapkan perasaan
penyebab menarik diri atau
tidak mau bergaul.
3. Diskusikan bersama klien
tentang perilaku menarik
diri, tanda-tanda serta
penyebab yang muncul.
4. Berikan pujian terhadap
kemampuan klien
mengungkapkan
perasaannya.

TUK 2:
Klien dapat 2.1Klien dapat 1. Kaji pengetahuan klien
menyebutkan menyebutkan tentang manfaat dan
keuntungan keuntungan keuntungan berhubungan
berhubungan dengan berhubungan dengan dengan orang lain.
orang lain dan orang lain. 2. Beri kesempatan pada
kerugian tidak klien untuk
berhubungan dengan mengungkapkan perasaan
orang lain tentang keuntungan
berhubungan dengan
orang lain.
3. Diskusikan bersama klien
tentang manfaat
TUK 3 : berhubungan dengan
Klien dapat 3.1 Klien dapat orang lain.
melakukan hubungan mendemonstrasikan
sosial secara hubungan sosial secara 1. Kaji kemampuan klien
bertahap bertahap antara : membina hubungan
o Klien dan perawat. dengan orang lain.
o Klien dan perawat dan 2. Dorong dan bantu klien
klien. untuk berhubungan
o Klien dan perawat dan dengan orang lain secara
keluarga. bertahap
o Klien dan perawat dan 3. Bantu klien untuk
kelompok mengevaluasi manfaat
berhubungan.
4. Diskusikan jadwal kegiatan
harian yang dapat
dilakukan bersama klien
dalam mengisi waktu.
TUK 4 : 4.1 Keluarga dapat : 5. Motivasi klien untuk
Klien dapat o Menjelaskan mengikuti kegiatan harian.
memberdayakan perasaannya.
sistem pendukung o Menjelaskan cara 1. Bina hubungan saling
atau keluarga mampu merawat klien percaya dengan keluarga :
mengembangkan menarik diri. o Salam, perkenalkan diri.
kemampuan klien o Mendemon-strasikan o Sampaikan tujuan.
untuk berhubungan cara perawatan klien o Buat kontrak.
dengan orang lain menarik diri. 2. Eksplorasikan perasaan
o Berpartisipasi dalam keluarga.
perawatan klien 3. Diskusikan dengan
menarik diri. anggota keluarga tentang :
o Perilaku menarik diri.
o Penyebab perilaku
menarik diri.
o Akibat yang akan terjadi
jika perilaku menarik diri
tidak ditanggapi.
4. Dorong anggota keluarga
untuk memberi dukungan
kepada klien untuk
berkomunikasi dengan
orang lain.
5. Anjurkan anggota
keluarga secara rutin dan
bergantian menjenguk
klien minimal satu kali
seminggu.
6.1.5.

DIAGNOSA III : Isolasi sosial


TUJUAN UMUM : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain secara optimal.

TUJUAN KHUSUS KRITERIA HASIL INTERVENSI


TUK 1 : 1.1 Setelah 4x 1. Diskusikan kemampuan
Klien dapat pertemuan klien dapat dan aspek positif yang
mengidentifikasi mengidentifikasi dimiliki klien.
kemampuan dan kemampuan dan aspek 2. Setiap bertemu klien
aspek positif yang positif yang dimiliki : dihindari memberi
dimiliki o Aspek intelektua penilaian negatif.
o Aspek sosial budaya. 3. Utamakan memberi pujian
o Aspek fisik. yang realistis.
o Aspek emosional/ke-
pribadian klien.

2.1 Setelah 6X 1. Diskusikan dengan klien


TUK 2 : pertemuan klien kemampuan yang masih
Klien dapat menilai dapat menyebutkan dapat digunakan selama
kemampuan yang kemampuan yang sakit.
digunakan dapat digunakan. 2. Diskusikan kemampuan
yang dapat dilanjutkan
penggunaannya.

3.1 Setelah 10 kali 1. Beri kesempatan pada


TUK 3 : pertemuan klien dapat klien untuk mencoba
Klien dapat melakukan kegiatan kegiatan yang telah
melakukan kegiatan sesuai kondisi sakit dan direncanakan.
sesuai kondisi sakit kemampuan. 2. Beri pujian atas
dan kemampuannya keberhasilan klien.
3. Diskusikan kemungkinan
pelaksanaan di rumah.
4.1 Setelah 12 kali
TUK 4 : pertemuan klien dapat 1. Beri pendidikan kesehatan
Klien dapat memanfaatkan sistem pada keluarga tentang
memanfaatkan pendukung yang ada di cara merawat klien dengan
sistem pendukung keluarga. harga diri rendah.
yang ada. 2. Bantu keluarga
memberikan dukungan
selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di
rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, M.A & Nihart, M.A, 1998. Psychiatric Nuersing cotemporary PracEdisi
9th. Philadelphis: Lippincott Raven Publisrs,.

Carpenito, L.J, . Buku Saku Diagnosa Keperawatan (terjemahan). Edisi 8,


Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2013. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. 2016. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Kusuma, W.2011. Dari A sampai Z Kedaruratan Psiciatric dalam Praktek, Edisi


I. Jakarta: Profesional Books.
Maramis, W.f. 2015. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Ed. 9 Surabaya: Airlangga
University Press.

Rasmun. 2011. Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatrik Terintegrasi Dengan


Keluarga, Edisi I. Jakarta: CV. Sagung Seto.

Rawlins, R.P & Heacock, PE. 2011. Clinical Manual of Pdyshiatruc Nursing,
Edisi 1. Toronto: the C.V Mosby Company.
Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2016. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Edisi 3, EGC, Jakarta.

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. 2017. Buku Saku Keperawatan Jiwa
(Terjemahan). Jakarta: EGC.

Townsend, M.C. 2016. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan


Psikiatri (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai