Anda di halaman 1dari 15

TUGAS STASE KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

DENGAN DIAGNOSA MEDIS ILEUS OBSTRUKSI

Disusun Oleh :

M. Okto Dwi Awan


NPM : 23.15.60.31.10.92

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN (S1) DAN


PENDIDIKAN PROFESI NERS
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MEDISTRA INDONESIA
BEKASI
2024
JL. CUT MUTIA NO. 88A, SEPANJANG JAYA, KEC.
RAWALUMBU, KOTA BEKASI.
2024
DAFTAR ISI

Contents
DAFTAR ISI................................................................................................................................2
A. Konsep Teori....................................................................................................................3
1. Definisi.........................................................................................................................3
2. Tanda Dan Gejala.........................................................................................................3
3. Patofisiologis Dan WOC..............................................................................................4
4. Prognosis......................................................................................................................7
5. Pemeriksaan Penunjang................................................................................................8
B. Asuhan Keperawatan........................................................................................................9
1. Pengkajian....................................................................................................................9
2. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................11
3. Intervensi Keperawatan..............................................................................................11
LAPORAN PENDAHULUAN ILEUS OBSTRUKSI
A. Konsep Teori
1. Definisi
Ileus adalah gangguan atau hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan. Ileus
ada 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik. Ileus obstruktif atau disebut
juga ileus mekanin adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak dapat
disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan
atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrose
segmen usus tersebut. Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus
dimana merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu
jalannya isi usus (Sabara, 2007). Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang
menyebabkan terhambatnya aliran normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal
(Reeves, 2005). Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus
gagal atau tidak mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya
akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya peristaltik usus tanpa adanya obstruksi
mekanik.
2. Tanda Dan Gejala
Susan Martin Tucker (1998), Christian Stone, M.D (2004) dan Barbara C Long
(1996) menemukan bahwa tanda dan gejala dari ileus obstruktif adalah :
a. Obstruksi Usus Halus
1) Mual
2) Muntah, pada awal mengandung makanan tak dicerna, selanjutnya
muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal.
3) Nyeri seperti kram pada perut, disertai kembung, nyerinya bisa berat dan
menetap.
4) Demam sering terjadi, terutama bila dinding usus mengalami perforasi.
Perforasi dengan cepat dapat menyebabkan perdangan dan infeksi yang
berat serta menyebabkan syok.
5) Obstipasi dapat terjadi terutama pada obstrusi komplit.
6) Abdominal distention.
7) Tidak adanya flatus.
b. Obstruksi Usus Besar
1) Distensi berat.
2) Nyeri biasanya terasa didaerah epigastrium, nyeri yang hebat dan terus
menerus menunjukkan adanya iskemi atau peritonitis.
3) Konstipasi dan obstipasi adalah gambaran umum obstruksi komplet.
4) Muntah fekal laten.
5) Dehidrasi laten.
6) Penyumbatan total menyebabkan sembelit yang parah, sementara
penyumbatan sebagian menyebabkan diare
c. Manifestasi Klinik Laparatomi:
1) Nyeri tekan.
2) Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan.
3) Kelemahan.
4) Gangguan integumuen dan jaringan subkutan.
5) Konstipasi.
6) Mual dan muntah, anoreksia
3. Patofisiologis Dan WOC
a. Pathofisiologi
Obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari
usus, dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi
maka bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan
elektrolit. Bila terjadi peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan
meningkat pada saat kemampuan absorbsi usus menurun, sehingga terjadi
kehilangan volume sistemik yang besar dan progresif. Awalnya, peristaltic pada
bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya hambatan. Peristaltic
yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pec ah, dimana frekuensinya
tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi
peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian dari proksimal dari usus tidak
akan berkontraksi dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan
hilang. Peningkatan tekanan intraluminal dan adanya distensi menyebabkan
gangguan vaskuler terutama statis vena. Dinding usus menjadi udem dan
terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi toksin yang disebabkan
oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala sistemik. Efek
local peregangan usus akibat udem usus adalah anoksia, iskemik pada jaringan
yang terlokalisir, nekrosis disertai absorbsi toksin-toksin bakteri ke dalam
rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik.
Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai
gangguan vaskuler dan neurologic. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi
usus dan udara akan terkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya
komplit. Bagian proksimal dari usus mengalami distensi dan bagian distalnya
kolaps. Fungsi sekresi dan absorbsi membrane mukosa usus menurun dan
dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang berat
dengan sendirinya secara terus menerus dan progresif akan mengganggu
peristaltic dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya
dehidrasi, iskemik, nekrosis, perforasi, peritonitis dan kematian.
Pada obstruksi strangulate, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang
kemudian diikuti oleh oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada
dinding usus. Usus menjadi udem dan nekrosis, memacu menjadi gangrene dan
perforasi.
b. WOC

Penyempitan lumen usus : Hernia Inkarserata


(Isi lumen : Benda asing, ascariasis
Dinding usus : Stenosis (Radang kronik),
keganasan
Ekstra lumen : Tumor intraabdomen

Obstruksi ileus

Akumulasi isi usus, cairan dan gas


di daerah di atas usus yang
mengalami obstruksi

Distensi abdomen

Tekanan intralumen meningkat Mengurangi absorbs cairan dan


merangsang lebih banyak sekresi
lambung

Penurunan kapiler vena dan arteri

Asam lambung meningkat

Edema, nekrosis dan akhirnya


rupture atau perfirasi dinding usus
Refluk

Peritonitis Mual, muntah

Defisit nutrisi
Pengeluaran mediator kimia Abses
(Serotonin, histamin dan
prostaglandin)

Resiko infeksi Pencegahan infeksi SIKI. I.14539


Observasi
Monitor tanda gejala infeksi
Merangsang ujung saraf bebas Terapeutik
Berikan perawat luka pada area
Pengeluaran interlukin edema
Pertahankan Teknik aseptic pada
Medula spinalis pasien beresiko
Edukasi
Set point temperature meningkat
Jelaskan tanda gejal infeksi
Ajarkan etika batuk
Respon nyeri
Hipertermi

Nyeri akut
Intervensi : Menejemen nyeri (SDKI. I. 08238) Hipertermi : Menejemen hipertermia (SIKI. I.03114)
Observasi Observasi
Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, Identifikasi penyebab hipertermia
kualitas, intensitas nyeri. Monitor suhu tubuh
Identifikasi skala nyeri Monitor komplikasi akibat hipertermia
Identifikasi respon nyeri non verbal Terapeutik
Identifikasi factor yang memperberat dan Sediakan lingkungan yang dingin
memperingani nyeri Longgarkan atau lepaskan pakaian
Terapeutik Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Berikan Teknik Non farmakologis untuk mengurangi Berikan cairan oral
rasa nyeri Edukasi
Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri Anjurkan tirah baring
Fasilitas istirahat dan tidur Kolaborasi
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena
pemilihan strategis mengurangi nyeri

Menejemen nutrisi (SIKI. I.O3119)


Observasi
Identifikasi status nutrisi
Terapeutik
Berikan makanan tinggi kalori dan protein
Edukasi
Anjurkan diet yang di programkan
Kolborasi
Pemberian medikasi sebelum makan

4. Prognosis
Prognosis ileus obstruktif tergantung pada kecepatan tata laksana, di mana
kasus yang terlambat ditangani dapat mengalami komplikasi seperti nekrosis usus,
perforasi usus, peritonitis, dan syok sepsis, yang tentunya memiliki prognosis
cenderung buruk. Akan tetapi, ileus obstruktif yang ditangani dengan cepat
dilaporkan memiliki prognosis baik.
Mortalitas dapat meningkat hingga 100% bila usus yang mengalami strangulasi
tidak ditangani. Namun, angka ini menurun tajam hingga <10% bila operasi
dilakukan dalam waktu 24–48 jam. Faktor-faktor yang dapat memperburuk
prognosis adalah usia lanjut, komorbiditas, dan terapi yang tertunda. Saat ini,
mortalitas obstruksi usus secara umum adalah sekitar 5–8%.
Manajemen nonbedah dilaporkan berhasil pada 65–81% kasus obstruksi parsial
tanpa peritonitis. Namun, penanganan nonbedah pada kasus ileus obstruktif
memiliki tingkat rekurensi yang lebih tinggi daripada penanganan bedah.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang
abnormal.
b. Pemeriksaan foto polos abdomen
Dilatasi lengkung usus halus disertai adanya batas antara air dan udara
atau gas (air fluid level) yang membentuk pola bagaikan tangga, terutama pada
obstruksi bagian distal. Pada kolon jika terjadi strangulasi dan nekrosis, maka
akan terlihat gambaran berupa hilangnya mukosa yang regular dan adanya gas
dalam dinding usus. Udara bebas pada foto toraks tegak menunjukkan adanya
perforasi usus.
c. Pemeriksaan CT scan
Dikerjakan jika secara klinis dan foto polos abdomen dicurigai adanya
strangulasi. CT scan akan menunjukkan secara lebih teliti adanya kelainan
pada dinding usus (obstruksi komlit, abses, keganasan), kelainan pada
mesenterikus dan peritoneum.
d. Pemeriksaan radiologi dengan barium enema
Bermanfaat jika suatu obstruksi letak rendah yang tidak dapat pada
pemeriksaan foto polos abdomen. Pada anak-anak dengan intususepsi ,
pemeriksaan ini bukan hanya sebagai diagnostic tetapi juga mungkin sebagai
terapi.
e. Pemeriksaan USG
Memberikan gambaran dan penyebab dari obstruksi.
f. Pemeriksaan MRI (Magnetik Resonansi Imaging)
Untuk mengevaluasi iskemia mesenteric kronis
g. Pemeriksaan angiografi
Angiografi mesenteric superior telah digunakan untuk mendiagnosis
adanya herniasi internal, intususepsi, volvulus, malrotation dan adhesi.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan utama
Biasanya klien datang dengan keluhan sakit perut yang hebat, kembung,
mual, muntah, dan tidak ada BAB/defekasi yang lama.
b. Riwayat penyakit sekarang
 Perubahan BAB sejak kapan? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
 Sakit perut? Kembung?
 Mual, muntah? (frekuensi, jumlah, karakteristik)
 Demam?
 Bisa flatus?
 Apakah diberi obat sebelum masuk RS?
c. Riwayat penyakit dahulu
 Ada atau tidak riwayat tumor ganas, polip, peradangan kronik pada usus?
 Riwayat pernah dioperasi pada daerah abdomen?
 Apakah ada riwayat hernia?
 Apakah pernah mengalami cedera/trauma abdomen?
d. Pemeriksaan fisik
 Inspeksi
o Apakah klien tampak sakit, meringis
o Ada muntah? Kaji warna dan karakteristik. Biasanya muntah fekal
o kelihatan sulit bernapas karena kembung?
o Distensi abdomen
o Tonjolan seperti bengkak pada abdomen
 Auskultasi
Pada awal, bising usus cepat meningkat di atas sisi obstruksi,
kemudian bising usus berhenti.
 Perkusi: Timpani
 Palpasi: Nyeri tekan
e. Pengkajian pola Gordon
 Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Adanya penyakit dalam keluarga mis: Ca. Colon memberi perhatian
ekstra kepada klien untuk lebih sering mencek status kesehatan bila
ditemukan keluhan pada saluran intestinal terlebih lagi saat klien
mengetahui nilai CEA tinggi yang menandakan bahwa ia beresiko tinggi
untuk terkena penyakit yang sama.
 Pola Eliminasi
Pemantauan haluaran urine harus jadi perhatian sebagai penanda jika
terjadi hipovolemi maka urine bisa berkurang atau sama sekali tidak ada
pada kasus berat. Diare bahkan konstipasi juga dapat terjadi. Adanya darah
dalam feses pemantauan terhadap penyebab dari obstruksi yaitu keganasan.
 Pola Nutrisi Metabolik
Aktifitas peristaltic usus yang kuat, melemah bahkan hilang harus
menjadi perhatian utama. Mual, muntah serta distensi abdomen juga dapat
mendorong terjadinya anoreksia. Pemantauan penurunan berat badan dan
adanya aspirasi perlu diwaspadai.
 Pola Aktivitas Latihan
Adanya nyeri dapat mengakibatkan klien membatasi aktivitasnya
sehingga untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian kebutuhan pasien
dibantu.
 Pola istirahat Tidur
Adanya nyeri juga sekaligus dapat mengganggu tidur aktivitas istirahat
dan tidur pasien. Oleh karena itu lingkungan yang kondusif dan
menajemen nyeri perlu diterapkan dengan baik.
 Pola Sensori dan Kognitif
Nyeri adalah respon sensori yang paling berperan. Pengetahuan yang
dimiliki pasien untuk menangani hal ini atau usaha apa saja yang
dilakukan untuk mengurangi gejala lain yang menyertai.
 Pola Persepsi dan Konsep Diri
Persepsi pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien yang tadinya
sehat, tiba-tiba mengalami sakit. Sebagai orang awam, pasien mungkin
akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan
mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan kehilangan gambaran
positif terhadap dirinya. Karena sesak yang timbul akan meningkatkan
emosi dan rasa hawatir klien tentang penyakitnya.
 Pola Peran dan Hubungan
Bagaimana cara pasien menyesuaikan kondisinya dengan orang lain
seperti lingkungan keluarga, masyarakat ataupun lingkungan kerja serta
perubahan peran yang terjadi setelah klien mengalami sakit.
 Pola Mekanisme Koping
Bagi pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan
mengalami stress dan mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat
dan dokter yang merawatnya atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu
mengenai penyakitnya. Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka
akan mengakibatkan stres pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
 Pola Reproduksi dan Seksualitas
Kelemahan fisik dan adanya pembatasan aktivitas merupakan beberapa
faktor yang bisa membuat pasien tidak bisa melakukan fungsi seksualnya.
 Pola Nilai dan Kepercayaan
Sebagai seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya
kepada Tuhan dan menganggap bahwa penyakitnya ini adalah suatu
cobaan dari Tuhan serta lebih sering berdoa untuk memohon kesembuhan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis
b. Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume
cairan aktif
c. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien

3. Intervensi Keperawatan
NO. DIAGNOSA SLKI SDKI
1. Nyeri akut berhubungan  Kontrol nyeri Manajemen nyeri
dengan agens cedera  Tingkat nyeri  Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis komprehensif yang meliputi lokasi,
karakteristik, onset/durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas atau
beratnya nyeri dan faktor pencetus
 Observasi adanya petunjuk
nonverbal mengenai
ketidaknyamanan terutama pada
mereka yang tidak dapat
berkomunikasi secara efektif
 Gunakan strategi komunikasi
terapeutik untuk mengetahui
pengalaman nyeri dan sampaikan
penerimaan pasien terhadap nyeri
 Gali bersama pasien faktor-faktor
yang dapat menurunkan dan
memperberat nyeri
 Berikan informasi mengenai nyeri,
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan dirasakan, dan
antisipasi dari ketidaknyamanan
akibat prosedur
 Kendalikan faktor lingkungan
yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan
(misalnya., suhu ruangan,
pencahayaan, suara bising)
 Dorong pasien untuk memonitor
nyeri dan menangani nyerinya
dengan tepat
 Ajarkan penggunaan tehnik non
farmakologi (seperti., relaksasi;
sebelum nyeri terjadi atau
meningkat)
 Dorong pasien untuk
menggunakan obat-obatan penurun
nyeri yang adekuat

Pemberian Analgesik
 Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan keparahan nyeri
sebelum mengobati pasien
 Cek perintah pengobatan meliputi
obat, dosis, dan frekuensi obat
analgesic yang diresepkan
 Cek adanya riwayat alergi obat
 Berikan analgesic sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri
yang berat
 Evaluasi keefektifan analgesic
dengan interval yang teratur pada
setiap setelah pemberian
khususnya setelah pemberian
pertama kali, juga observasi
adanya tanda dan gejala efek
samping (misalnya, depresi
pernafasan, mual dan muntah,
mulut kering dan konstipasi)
2. Risiko kekurangan  Keseimbangan Manajemen cairan
volume cairan cairan  Jaga intake/asupan yang akurat dan
berhubungan dengan  Hidrasi catat output (pasien)
kehilangan volume  Masukkan kateter urin
cairan aktif  Monitor status hidrasi ( misalnya,
membran mukosa lembab,denyut
nadi kuat, dan tekanan darah
ortostatik )
 Monitor tanda-tanda vital pasien
 Berikan terapi IV, seperti yang
ditentukan
 Arahkan pasien mengenai status
NPO

Monitor Cairan
 Tentukan faktor-faktor risiko yang
mungkin menyebabkan
ketidakseimbangan cairan
 Monitor asupan dan pengeluaran
 Catat dengan akurat asupan dan
pengeluaran
 Monitor tekanan darah, denyut
jantung dan status pernapasan
 Monitor membrane mukosa, turgor
kulit dan respon haus
 Monitor warna, kuantitas dan berat
jenis urin
 Berikan cairan dengan tepat
3. Ketidakseimbangan  Status nutrisi Manajemen Nutrisi
nutrisi: kurang dari  Fungsi  Tentukan status gizi pasien dan
kebutuhan tubuh gastrointestinal kemampuan [pasien] untuk
berhubungan dengan  Keparahan mual memenuhi kebutuhan gizi
ketidakmampuan dan muntah  Tentukan jumlah kalori dan jenis
mengabsorpsi nutrien nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
 Anjurkan pasien mengenai
modifikasi diet yang diperlukan
(misalnya, NPO atau diet sesuai
toleransi)
 Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan diet untuk kondisi sakit
 Monitor kalori dan asupan
makanan
 Monitor kecenderungan terjadinya
penurunan dan kenaikan berat
badan

Manajemen Saluran Cerna


 Catat tanggal BAB terakhir
 Monitor BAB termasuk frekuensi,
konsistensi, bentuk, volume dan
warna dengan cara yang tepat
 Monitor bising usus
 Lapor peningkatan frekuensi
dan/atau bising usus bernada tinggi
 Lapor berkurangnya bising usus
 Catat masalah BAB yang sudah
ada sebelumnya, BAB rutin, dan
penggunaan laksatif

Intubasi Gastrointestinal
 Jelaskan kepada pasien dan
keluarga mengenai alasan
menggunakan selang
gastrointestinal
 Masukkan selang sesuai dengan
protocol institusi
 Posisikan pasien di sisi kanan
untuk memfasilitasi pergerakan
selang ke [arah] duodenum

Pemberian Nutrisi Total Parenteral


(TPN)
 Gunakan infus sentral hanya untuk
cairan yang hyperosmolar atau
nutrisi berkalori tinggi (seperti
10% dekstrosa, 2% asam amino
dengan penambahan standar)
 Yakinkan cairan nutrisi total
parenteral yang dimasukkan bukan
melalui infus sentral mempunyai
osmolaritas kurang dari 900
mOsm/L
 Cek cairan nutrisi total parenteral
untuk meyakinkan bahwa jenis
nutrisi yang diberikan sesuai
dengan kebutuhan pasien
 Pertahankan tehnik steril ketika
mempersiapkan dan memberikan
cairan nutrisi total parenteral
 Lakukan perawatan, aseptic dan
hati-hati pada akses vena sentral,
terutama pada area insersi, untuk
meyakinkan bahwa area insersi
dapat digunakan dalam jangka
waktu lama, aman dan bebas
komplikasi
 Hindari penggunaan jalur
intravena untuk cairan infus
lainnya (misalnya., transfuse darah
dan pengambilan darah)
DAFTAR PUSTAKA
SDKI Edisi 1
SLKI Edisi 1
SIKI Edisi 1
Andari, K. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah Sakit
Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya
Badash, Michelle. 2005. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing.
Doherty Gerard. Small Intestine. In Current Diagnosis & Treatment: Surgery. United
States of America: Mc Graw Hill’s. 2005
Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf
Pengajar bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta:
1996; 204 – 6.
J.Corwin, Elizabeth.,2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedicine.com
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010
Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam: Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000; 318 – 20.

Anda mungkin juga menyukai