Anda di halaman 1dari 5

Nama : Habibul Fuadi

No Bp : 1710512016

MODAL SOSIAL YANG MASIH MELEKAT DI BALINGKA, IV


KOTO,KABUPATEN AGAM
Balingka adalah satu negeri pergunungan yang terletak di lereng Gunung Singgalang
dan dilingkungi oleh bukit barisan yang membujur dari Barat, membelintang di Selatan.

Hawanya dingin seolah-olah Zwinerland Van Minangkabau dan Iklimnya yang ketinggian
menimbulkan semangat perantauan bagi Penduduknya yang senantiasa dihibur, dijanjikan
oleh nyanyian dendang air Sungai dari Singgalang yang hendak merantau turun ke laut.

Dihati masyarakatny tertanam semangat cinta pada Negeri dengan sesubur-suburnya, sebagai
bawaan romantis alamnya yang dingin dan tenang, kecintaan mereka tertambat antara Bukit
Barisan dan Singgalang, walau sejauh-jauh merantau, namun jiwa mereka terpikat pada
Negerinya.

Tabiat Perantauanlah agaknya yang memaksa Penduduknya tidak senang berdiam diri untuk
menciptakan kemajuan yang selaras dengan Zaman; mereka dapat pengalaman dari tepian
dan lubuk yang telah dijenguknya buat menjadi teladan bagi kejajaan Negeri ini.

Dalam perkembangan teknologi, perubahan gaya hidup masyarakat akan beranjak


mengikuti zaman. Tradisi dan kebudayaan akan melai luntur sejalan dengan perkembangan
teknologi. Tetapi masih terdapat beberapa masyarakat yang tetap mempertahankan
kebudayaan dan tradisinya. Beberapa modal sosial yang masih melekat dan dipertahankan di
Balingka, Kabupaten Agam.

a. Kebudayaan yang masih melekat pada saat memasuki bulan puasa biasanya
masyarakat sekitar akan bersama- sama bergotong royong membersihkan masjid di sekitar
rumah. Kebiasaan ini adalah suatu wujud kepedulian masyarakat terkadap kebersihan masjid
dan juga kegiatan ini dapat mempererat tali silaturahmi antar masyarakat.
b. Upacara kali ini adalah penobatan massal sekitar 25 datuk dari tiap klan yang
bermukim di Balingka. Tak heran bila seluruh pelosok Nagari bergairah. Masyarakat
setempat mempersiapkan penjemputan para datuk secara khusus. Mereka diarak dengan
penuh kebanggaan menuju Kantor Kerapatan Adat Nagari Balingka, pusat penyelenggaraan.
Mereka disambut dengan tari pasambahan sebagai simbol keagungan.

Bagi orang Minang, seorang datuk memang dipandang agung. Dia adalah pemimpin satu
garis keturunan yang terhimpun dalam berbagai klan. Datuk mengemban tugas untuk menjadi
suri tauladan bagi kaumnya. Gelar ini biasanya diwariskan turun-temurun kepada seorang
kemenakan laki-laki sang datuk yang dianggap mempunyai kualitas diri dan dapat diandalkan

Masyarakat Minang sejak dahulu terkenal cukup ketat dalam menjaga budaya mereka.
Semboyan adat basandi syara`, syara` basandi agama dan agama basandi kitabullah (adat
bersendikan hukum, hukum bersendikan agama, agama bersendikan Alquran dan Hadis)
menjadi pegangan mayoritas penduduk. Tak heran, bila sejak kecil orang Minang sudah
diajarkan mengaji. Surau yang tersebar di seluruh pelosok Minangkabau menjadi pusat
kegiatanmasyarakat.
Di tempat ini, anak-anak lelaki kerap disuruh menginap untuk belajar mengaji dan beladiri.
Ilmu itu adalah dua bekal yang dipandang vital saat mereka beranjak dewasa. Jika mereka
telah menguasai kedua ilmu itu, maka sudah patut dilepas untuk pergi merantau. Terkadang,
kematangan bekal yang telah mereka pelajari dipertunjukkan kepada seluruh penduduk
Nagari melalui silat randai. Para pria muda ini juga diharuskan memahami berbagai filosofi
adat.
Rumah Gadang bermakna sangat penting bagi adat. Sayang, budaya merantau masyarakat
Minang seringkali menelantarkan Rumah Gadang warisan keluarga. Padahal dahulu, para
datuk yang memimpin suatu klan berunding dengan kaumnya di tempat ini. Mereka
memutuskan permasalahan anggota keluarga bersama para ninik mamak atau paman serta
bundo kanduang atau ibu. Ketiga sosok itu adalah sentral kebudayaan Minang yang bersifat
matrilineal (hubungan keturunan melalui garis kerabat wanita). Di kala silam, penobatan
seorang datuk harus dilakukan di Rumah Gadang sebagai lambang kebesaran adat suatu
kaum.
Tradisi ini adalah perlambang toleransi kepada sesama dan kebijaksanaan sang datuk.
Setelah rangkaian upacara usai, para bundo kanduang atau istri-istri para datuk datang
manjapuik menjemput suaminya pulang ke rumah. Dengan rasa bangga yang berlipat ganda,
para datuk diarak menyusuri jalan-jalan nagari. Ratusan orang yang menyertai seolah
menggambarkan besarnya beban sang datuk dalam memikul tanggung jawab adat di zaman
modern ini.(COK)

c. Penampilan tari tradisional Minangkabau yang dibawakan anak-anak Marsini


Komunitas Budaya (MKB) Balingka, Senin (6/8/2018) sore mengawali lokakarya
MKB di Balingka, Kecamatan IV Koto Agam, berlangsung meriah.

Tari galombang dibawakan anak-anak MKB Nagari Balingka dihadirkan menyambut


kedatangan Ditta Miranda dan Rianto, keduanya narasumber lokakarya serta diikuti tetamu
undangan.

Mereka diarak menuju lokasi tempat pembukaan lokakarya tari MKB diringi dengan
tabuh gendang dan berbagai alat musik tradisional lainnya. Lalu tetamu undangan disuguhkan
kembali dengan rangkaian tari lainnya oleh anak-anak MKB. Lokakarya ini berlangsung
hingga 11 Agustus mendatang.

Armen, Wali Nagari Balingka juga sekaligus penasihat MKB Balingka secara resmi
membuka lokakarya ini.

“Nagari Balingka bersama perangkatnya, tokoh dan ninik mamak, serta masyarakat,
menyambut baik kegiatan yang diinisiasi MKB Balingka. Kegiatan ini layak diapresiasi
sebagai wujud memperkenalkan kembali kesenian tradisi Minangkabau kepada anak-anak
Nagari Balingka,” kata Armen.

Dia berharap, kegiatan seperti ini juga dapat diselenggarakan di jorong-jorong lain di
Nagari Balingka, tidak hanya di Jorong Koto Hilalang ini saja tapi juga bisa dilakukan di
Jorong Pahambatan atau Subarang.

“Semoga di masa yang akan datang, kegiatan ini bisa diperluas dengan mengundang
komunitas-komunitas seni yang ada di Balingka dan sekitarnya. Pemerintahan Nagari
Balingka siap mendukung,” harap Armen.
Sementara itu, salah seorang ninik mamak Nagari Balingka, Syuhendri Datuak Siri
Marajo menilai, kegiatan lokakarya ini sebagai salah satu upaya mendekatkan khasanah
budaya tradisi Minangkabau kepada anak-anak MKB Balingka.

“Kesempatan yang jarang didapatkan oleh anak-anak di luar sana. Apalagi dengan
kondisi anak-anak saat ini yang lebih asyik dengan gawai mereka. Kegiatan ini sedikit
banyak akan mengurangi waktu yang hanya dihabiskan melihat gawai saja,” kata Syuhendri
yang juga salah seorang Komunitas Anak-anak Tanah Ombak di Padang.

Ditta Miranda, penari dunia yang juga mempunyai darah Minang ini turut bangga
menjadi bagian dari kegitan ini. Ia berharap dengan adanya acara ini, masyarakat lebih
terbuka dengan dunia lain.

“Karena, dalam lokakarya nanti kita akan memperkenalkan kesenian (tari) dari negara
lain, biar masyarakat tahu bahwa selain tari tradisional ada banyak jenis tari lainnya, agar
pikiran lebih terbuka karena seni menyangkut cara hidup masyarakat lain,” jelas Ditta.

Rianto sendiri tidak hanya mengapresiasi acara yang digagas oleh Indra Zubir ini.
Rianto juga mengapresiasi keelokan alam Nagari Balingka.

“Lokakarya ini diharapkan membuka wawasan mata anak-anak MKB untuk mengenal
dunia luar selain menjaga kesenian sendiri. Jagalah tradisi kita tetapi tetap menerima cara
pandang orang lain dan bahwa ada kesenian-kesenian di luar sana yang perlu kita ketahui,”
terang Rianto.

Kedua penari dunai ini berharap agar anak-anak MKB agar terus berlatih dengan
serius, fokus dalam berproses agar suatu saat nanti dapat meneruskan jejak mereka di pentas
tari dunia. (SSC/Rita/Rel)
Referensi :

https://www.liputan6.com/news/read/27148/kala-balingka-menobatkan-puluhan-datuk

http://ikbpadang.blogspot.com/2015/01/sejarah-singkat-berdirinya-nagari.html

http://www.sumbarsatu.com/berita/18911-pembukaan-lokakarya-tari-marsini-komunitas-
budaya-balingka-meriah

Anda mungkin juga menyukai