Oleh :
Evi Yanti Polina 30140119023K
1.1.Latar Belakang
Tifoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung
pada iklim, tetapi di jumpai secara luas di berbagai negara berkembang
terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropis. Hal ini disebabkan
karena penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dan kebersihan individu
yang kurang baik. Tifoid dapat di temukan sepanjang tahun. Insiden tertinggi
didapatkan pada anak-anak dan tidak ada perbedaan yang nyata antara
insidensi Tifoid pada wanita dan pria.
Data World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah
kasus tifoid di seluruh dunia mencapai 17 juta kasus. Data surveilans saat ini
memperkirakan di Indonesia ada 600 ribu - 1,3 juta kasus dan tiap tahunnya
dengan lebih dari 20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia orang yang berusia
3-19 tahun memberikan angka sebesar 91% terhadap kasus tifoid (Aden,
2010).
Di Jawa Barat, prevalensi tifoid menurut Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2009 adalah 2,14 per 1.000 atau menempati urutan kedua
setelah pneumonia.
Tifoid banyak ditemukan dalam kehidupan masyarakat kita, baik di
perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan
kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan seperti lingkungan kumuh,
kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta perilaku masyarakat yang
tidak mendukung untuk hidup sehat.
Mengacu pada ulasan di atas, betapa tingginya angka penderita tifoid
dan akibat yang ditimbulkan, maka penulis mencoba menyusun pengelolaan
kasus keperawatan dalam bentuk karya ilmiah dengan judul “Asuhan
Keperawatan Pasien Tifoid”
1.2.Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini, antara lain sebagai berikut
1.2.1. Tujuan Umum
Memenuhi tugas dari mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I.
Menyusun asuhan keperawatan untuk pasien yang mengalami tifoid.
1.2.2. Tujuan Khusus
Pembaca mampu melakukan pengkajian pada pasien yang mengalami
tifoid.
Pembaca mampu merumuskan diagnosa pada pasien yang mengalami
tifoid
Pembaca mampu menyusun intervensi pada pasien yang mengalami
tifoid.
Pembaca mampu melakukan implementasi pada pasien yang
mengalami tifoid.
Pembaca mampu melakukan evaluasi pada pasien yang mengalami
tifoid.
1.3.Metode Penulisan
Penulis menggunakan studi kepustakaan sebagai metode penulisan
laporan pendahuluan ini, yaitu mengambil data dari berbagai referensi yang
berhubungan dengan asuhan keperawatan pasien tifoid.
1.4.Sistematika Penulisan
Penulisan asuhan keperawatan ini terdiri dari 3 bab dengan sistematika
sebagai berikut :
JUDUL LUAR
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini memuat latar belakang penulisan karya ilmiah, tujuan
penulisan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang mendukung dalam
penulisan karya ilmiah.
BAB III PENUTUP
Bab ini berisi tentang simpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1.Konsep Penyakit
2.1.1. Definisi
Tifoid dan paratifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus.
Paratifoid biasanya lebih ringan dan menunjukan gambaran klinis yang
sama, atau menyebabkan enteritis akut. Sinonim dengan tifoid adalah
typoid and paratyphoid fever, enteric fever, typhus and paratypus
abdominalis. (Soeparman, 1999, Edisi II, Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta,
FKUI).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus
yang disebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan
melalui makan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
salmonella thypii. (Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi I, Pengantar Ilmu
Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika).
Tifoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang
disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella
paratyphi B, salmonella paratyphi C. Penyakit ini mempunyai tanda-tanda
khas berupa perjalanan yang cepat berlangsung kurang lebih 3 minggu
disertai gejala demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk
dalam penyakit daerah tropis dan penyakit ini sangat sering dijumpai di
Asia termasuk di Indonesia (Widodo, 2009).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tifoid
adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella
type A, B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
2.1.2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran gastrointestinal adalah jalur (panjang total 23-26 kaki)
yang berjalan dari mulut melalui esophagus, lambung, dan usus sampai
anus.
2.1.3. Etiologi
Tifoid disebabkan oleh infeksi bakteri Salmonella typhi, bakteri
berbentuk basil dan berjenis gram negatif, berflagel (bergerak dengan bulu
getar), anaerob, dan tidak menghasilkan spora, anaerob fakultatif, masuk
dalam keluarga enterobacterisceae, panjang 1-3 um, dan lebar 0.5-0.7um,
berbentuk batang single atau berpasangan.
Gambar 2.2. Bakteri Salmonella Thypi
Salmonella typhi hidup dengan baik pada suhu 37℃. Bakteri ini
dapat hidup pada air steril yang beku dan dingin, air tanah, air laut serta
dapat hidup berbulan-bulan dalam telur yang terkontaminasi dan tiram
beku. Parasit ini dapat dimatikan pada suhu 60℃ selama 15 menit atau
menggunakan antiseptik. Hidup subur pada medium yang mengandung
garam empedu.. Terdapat ratusan jenis bakteri Salmonella, tetapi hanya 4
jenis yang dapat menimbulkan typhoid yaitu:
1. Salmonella thypi, basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora. Bakteri ini mempunyai sekurang-kurangnya tiga
macam antigen yaitu:
a. Antigen O (somatik, terdiri dari zat komplek liopolisakarida) :
Merupakan polisakarida yang sifatnya spesifik untuk grup
Salmonella dan berada pada permukaan organisme dan juga
merupakan somatik antigen yang tidak menyebar.
b. Antigen H : Terdapat pada flagella dan dan bersifat termolabil
c. Antigen V1 : Merupakan kapsul yang meliputi tubuh bakteri dan
melindungi antigen O terhadap fagositosis dan protein membrane
hialin.
2. Salmonella paratyphi A
3. Salmonella paratyphi B
4. Salmonella paratyphi C
2.1.4. Patofisiologi dan Pathways
Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan /
kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita tifoid dapat menularkan bakteri
Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan
dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang
memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan, makanan yang
tercemar bakteri Salmonella typhi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian bakteri masuk ke dalam lambung, sebagian
bakteri akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan
limpoid ini bakteri berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah
(bakteremia primer) dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel
retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi
darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus
halus dan kandung empedu (Ngastiyah, 2005).
Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari), bakteri kembali masuk dalam
darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh terutama
kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk
lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat mengakibatkan
perdarahan dan perforasi usus. Pada masa bakteremi ini, bakteri
mengeluarkan endotoksin yang mempunyai peran membantu proses
peradangan lokal dimana bakteri ini berkembang.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada tifoid
disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan
penyebab utama demam pada tifoid. Endotoksemia berperan pada
patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal pada usus
halus. Demam disebabkan karena Salmonella typhi dan endotoksinnya
merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada jaringan
yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar dalam darah dan
mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang menimbulkan
gejala demam.
2.1.7. Komplikasi
Komplikasi Intestinal
1) Perdarahan usus
Karena perlukaan dinding usus dan ditandai dengan melena.
2) Perforasi usus
Karena bakterinya yang mengakibatkan peradangan usus dan terjadi
pada minggu ke 3, dengan gejala pasien mengeluh sakit perut hebat,
akan lebih nyeri lagi jika ditekan, terlihat tegang (kembung), nadi kecil
dan cepat, TD turun.
3) Ileus paralitik : karena peradangan (inflamasi) usus yang lama sehingga
menyebabkan peristaltik usus berhenti.
2.1.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap pasien penderita tifoid terdiri atas 3
bagian, yaitu:
1. Perawatan
Pasien demam typoid perlu dirawat di Rumah Sakit untuk isolasi,
observasi dan pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai
minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari.
Maksud tirah baring adalah untuk mencegah perdarahan usus.
Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap, sesuai dengan pulihnya
kekuatan pasien.
2. Diet
Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein,
tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang maupun
menimbulkan gas.
3. Pengobatan
Obat-obatan yang sering dipergunakan, ialah:
a. Antibiotika, pemberian antibiotika untuk menghentikan dan
memusnahkan penyebaran kuman.
b. Kloramfenicol dosis pertama 4 x 20 mg, hari kedua 4 x 500 mg
diberikan selama demam dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam
kemudian dosis diturunkan 4 250 mg selama 5 hari.
c. Anti inflamasi, kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan
gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kg BB/ hari IV, dibagi
3 dosis hingga kesadaran membaik.
d. Antipiretik, tidak perlu diberikan secara rutin pada setiap pasien
demam tifoid, seperti : parasetamol.
e. Antiemetik, diberikan bila mual dan muntah.
f. Diberi cairan dan elektrolit untuk mencegah dehidrasi.
2.1.9. Discharge Planning
Discharge planning atau cara mencegah diri dari penyakit typhoid yaitu
dengan cara sebagai berikut :
1. Meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan.
Pencegahan utama dalam penyebaran penyakit ini yaitu dengan
meningkatkan hygiene sanitasi makanan dan lingkungan seperti
membiasakan cuci tangan dengan bersih setelah BAB dan sebelum
makan.
2. Vaksinasi.
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil
thypoid dan parathypoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan
subkutan 2 atau 3 kali pemberian dengan interval 10 hari merupakan
tindakan yang praktis untuk mencegah penularan
demam thypoid. Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi,
yaitu sekitar 358-810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan
imunisasi thypoid boleh dilakukan setiap dua tahun manakala vaksin
oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun, vaksinasi tidak
memberikan jaminan perlindungan 100 persen.
3. Minum air yang telah dimasak.
Masak air sekurang-kurangnya lima menit penuh (apabila air sudah
masak, biarkan ia selama lima menit lagi). Buat es batu menggunakan
air yang dimasak. Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa
makan di warung, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada
dalam keadaan `berasap’ karena baru diangkat dari dapur. Tutup
semua makanan dan minuman agar tidak dihinggapi lalat dan letakkan
makanan ditempat tinggi.
4. Gunakan penjepit, sendok, atau garpu bersih untuk mengambil
makanan.
Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci
tangan dengan sabun dan air bersih sebelum menyedia atau memakan
makanan,membuang sampah sarap, memegang bahan mentah atau
selepas membuang air besar. Dengan hal-hal tersebut, kita akan
mengurangi jumlah insiden typhoid yang seharusnya hal-hal tersebut
merupakan kewajiban sehari-hari dan bukan hanya diterapkan saat
sedang musim wabah.
Pilih tempat dan peralatan makanan yang bersih. Sebaiknya membuat
makanan sendiri daripada membeli makanan atau minuman dari penjaja
jalanan terutama yang menjual minuman dingin. Bersihkan tempat
perkembangbiakan lalat – lalat. Segeralah periksa ke dokter jika
mengalami tanda-tanda terkena typhoid.