Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan
terhambatnya aliran isi usus tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
Nyeri kolik abdomen merupakan nyeri yang dapat terlokalisasi dan dirasakan seperti
perasaan tajam. Mekanisme terjadinya nyeri ini adalah karena sumbatan baik parsial
ataupun total dari organ tubuh berongga atau organ yang terlibat tersebut dipengaruhi
peristaltik.
Nyeri abdomen dihasilkan dari 3 jalur yaitu (Mahadevan, 2005):
a. Nyeri abdomen visera
Biasanya disebabkan karena distensi organ berongga atau penegangan kapsul
dari organ padat. Penyebab yang jarang berupa iskemi atau inflamasi ketika jaringan
mengalami kongesti sehingga mensensitisasi ujung saraf nyeri visera dan menurunkan
ambang batas nyerinya. Nyeri inisering merupakan manifestasi awal dari beberapa
penyakit atau berupa rasa tidak nyaman yang samar-samar hingga kolik. Jika organ
yang terlibat dipengaruhi oleh gerakan peristaltik, maka nyeri sering dideskripsikan
sebagai intermiten, kram atau kolik.Pada nyeri ini, karena serabut saraf nyeri bilateral,
tidak bermielin dan memasuki korda spinalis pada tingkat yang beragam, maka nyeri
abdomen visera ini biasanya terasa tumpul, sulit dilokalisasi dan dirasakan dibagian
tengah tubuh. Nyeri visera berasal dari regio abdomen yang merujuk pada asal organ
secara embrionik. Struktur foregut seperti lambung, duodenum, liver, traktus biliaris
dan pankreas menghasilkan nyeri abdomen atas, sering dirasakan sebagai nyeri regio
epigastrium. Struktur midgut seperti jejunum, ileum, apendiks, dan kolon asenden
menyebabkan nyeri periumbilikus. Sedangkan struktur hindgut seperti kolon
transversal, kolondesendens dan sistem genitourinary menyebabkan nyeri abdomen
bagian bawah.
b. Nyeri abdomen parietal (somatik)
Nyeri abdomen parietal atau somatik dihasilkan dari iskemia, inflamasi atau
penegangan dari peritoneum parietal. Serabut saraf aferen yang bermielinisasi
mentransmisikan stimulus nyeri ke akar ganglion dorsal pada sisi dan dermatomal
yang sama dari asal nyeri. Karena alasan inilah nyeri parietal berlawanan dengan nyeri
visera, sering dapat dilokalisasi terhadap daerah asal stimulus nyeri. Nyeri ini
dipersepsikan berupa tajam, seperti tertusuk pisau dan bertahan; batuk dan pergerakan
dapat memicu nyeri tersebut. Kondisi ini mengakibatkan dalam pemeriksaan fisik
dapatdicari tanda berupa rasa lembut, guarding, nyeri pantul dan kaku pada abdomen
yang dipalpasi. Tampilan klinis dari appendicitis dapat berupa nyeri visera dan
somatik. Nyeri pada apendisitis awal sering berupa nyeri periumbilikus (visera) tapi
terlokalisasi di regio kuadran kanan bawah ketika inflamasi menyebar ke peritoneum
(parietal).
c. Nyeri alih
Nyeri alih adalah nyeri yang dirasakan pada jarak dari organ yang sakit. Nyeri
ini dihasilkan dari jalur-jalur neuron aferen sentral yang berasal dari lokasi yang
berbeda. Contohnya adalah pasien dengan pneumonia mungkin merasakan nyeri abdomen
karena distribusi neuron T9 terbagi oleh paru-paru dan abdomen. Contoh lainnya yaitu
nyeri epigastrium yang berhubungan dengan Infark miokard, nyeri di bahu
yang berhubungan dengan iritasi diafragma (contoh, rupture limpa), nyeri
infrascapular yang berhubungan dengan penyakit biliar dan nyeri testicular yang
berhubungan dengan obstruksi uretra.

B. Etiologi
1. Mekanis
 Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
 Karsinoma
 Volvulus
 Obstipasi
 Polip
 Striktur
2. Fungsional (non mekanik)
 Ileus paralitik
 Lesi medula spinalis
 Enteritis regional
 Ketidakseimbangan elektrolit
 Uremia
Beberapa yang menjadi penyebab kolik abdomen adalah kolik bilier, kolik renal dan
kolik karena sumbatan usus halus (Gilroy, 2009).
1. Kolik bilier
Kolik bilier merupakan gejala tidak nyaman yang dirasakan pasien dan sering tidak
disertai tanda-tanda klinis lain. Nyeri ini merupakan gejala klinis dari penyakit batu empedu
(kolelitiasis/koledokolitiasis). Oleh karena nyeri ini merupakan gejala, maka beberapa
penyakit lain juga dapat memberikan gejala yang sama. Gambar 1.1 menunjukkan sumbatan empedu
(Gilroy, 2009).

Nyeri kolik bilier tidak dirasakan secara akurat sebagai kolik. Istilah ini
mengimplikasikan nyeri paroksismal yang naik turun, dan umumnya konstan dan meningkat
progresif secara perlahan. Nyeri ini dirasakan sesaat setelah makan (Gilroy, 2009). Nyeri
visera berasal dari tabrakan batu empedu dalam duktus sistikus dan atau ampula vater. Hasil
dari tabrakan tadi menyebabkan distensi kandung empedu dan atau traktus biliaris dan
distensi ini mengaktivasi neuro sensori aferen. Nyeri yang ditimbulkan tidak dapat
terlokalisasi dengan baik dan umumnya terasa di bagian tengah hingga dermatom
T8/9(epigastrium tengah, kuadaran kanan atas). Nyeri yang terlokalisasi umumnya
menunjukkan komplikasi kolelitiasis atau koledokolitiasis yaitu misalnya kolesistitis,
kolangitis, pancreatitis. Beberapa lokasi yangmungkin terjadi penyumbatan batu dapat dilihat
pada gambar 1.2 (Gilroy,2009)

Gambar 1.2 Lokasi yang mungkin terjadi penyumbatan (Gilroy, 2009)


Anamnesis
Kolik bilier biasanya datang tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimum dalam waktu
60 menit di dua pertiga dari pasien. Rasa sakit biasanya berlanjut tanpa fluktuasi dan
menghilang secara bertahap selama 2-6 jam. Nyeri berlangsung lebih lama dari 6 jam harus
dicurigai sebagai kolesistitis akut (Gilroy, 2009).

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan awal seringkali mengungkapkan individu yang berkeringat, pucat, dan
rasa tidak nyaman. Muntah bisa menyertai rasa sakit.Pemeriksaan dapat mengungkapkan
beberapa fitur fisik yang terkaitdengan pembentukan batu empedu (misalnya, kelebihan berat
badan,setengah baya, perempuan). Pasien dengan kolik empedu tanpakomplikasi tidak
mengalami demam, menggigil, hipotensi, atau tanda-tanda lain dari suatu proses sistemik
yang signifikan. Sinus takikardi adalah umum selama sakit. Nyeri pantul, tahanan, suara usus
tidak ada,atau teraba massa mendukung diagnosis alternatif lain (Gilroy, 2009).
Gambar 1.3 menunjukkan lokasi nyeri bilier pada regio abdomen (Platt,2008).

Gambar 1.3 Lokasi nyeri kolik bilier (Platt, 2008).

Penatalaksanaan
Pengobatan yang diberikan tergantung dari gejala yang dirasakan oleh pasien. Jika nyeri
sangat hebat dapat diberikan pereda nyeri golongan narkotik yaitu Meperidine (pethidine)
dengan dosis 1-1,5 mg/kg IM setiap3 jam. Jika muntah dapat diberikan metoklopramid. Tidak
ada satupun intervensi operasi yang dapat menjamin karena kolik bilier yang tidak komplikasi
dapat mereda dengan pengobatan konservatif (Gilroy, 2009).

2. Kolik renal
Rasa sakit jenis kolik ini yang dikenal sebagai kolik ginjal biasanya dimulai pada
pertengahan belakang atas lateral dari sudut costovertebraldan kadang-kadang subkosta.
Kemudian menyebar ke inferior dan anterior menuju pangkal paha. Rasa sakit yang dihasilkan
oleh kolik ginjalterutama disebabkan oleh pelebaran, peregangan, dan kejang yangdisebabkan
oleh obstruksi saluran kemih akut. Ketika obstruksi beratnamun kronis berkembang, seperti di
beberapa jenis kanker, biasanya tidak menimbulkan rasa sakit (Leslie, 2010)
Kolik adalah sebuah ironi karena sakit kolik ginjal cenderung tetapkonstan,
sedangkan kolik usus atau empedu biasanya agak berselang dansering hilang datang.
Pola rasa sakit tergantung ambang rasa sakit individu dan persepsi dan pada kecepatan
dan derajat perubahan dalam tekanan hidrostatis di dalam ureter proksimal dan pelvis
ginjal. Gerak peristaltik saluran kemih, migrasi batu, dan posisi miring atau memutar batu
dapatmenyebabkan eksaserbasi atau perpanjangan dari nyeri kolik ginjal.Tingkat keparahan
rasa sakit tergantung pada derajat dan lokasi obstruksi, bukan pada ukuran batu. Seorang
pasien sering dapat mengarah pada letak maksimum tersakit, yang kemungkinan menjadi
lokasi obstruksi saluran kemih (Leslie, 2010)
Kolik ginjal dapat digambarkan dalam 3 fase klinis (Leslie, 2010).
a. Fase akut
Serangan yang khas mulai di pagi hari atau di malam hari,membangunkan pasien dari
tidur. Ketika mulai siang hari, pasienyang sering menggambarkan serangan itu sebagai
perlahan dan diam-diam. Tingkat rasa sakit bisa meningkat sampai intensitas maksimum
hanya dalam 30 menit setelah onset awal atau lebih lambat. Pasien merasakan nyeri
maksimum mencapai 1-2 jam setelah dimulainya serangan kolik ginjal.
b) Fase konstan
Setelah nyeri mencapai intensitas maksimum, cenderung tetapkonstan sampai diobati
atau berkurang secara spontan. Fase ini biasanya berlangsung 1-4 jam, tapi bisa bertahan lebih
lama dari 12 jam dalam beberapa kasus. Sebagian besar pasien tiba di UGD selama fase
serangan.
c) Fase mereda
Selama tahap akhir, nyeri berkurang cukup cepat, dan pasien akhirnya merasa lega.
Fase ini dapat terjadi secara spontan padasetiap saat setelah onset awal kolik. Pasien bisa jatuh
tertidur,terutama jika mereka telah diberikan obat analgesik yang kuat
Serabut saraf nyeri ginjal terutama berupa saraf simpatik preganglionik yang mencapai
tingkat saraf tulang belakang T-11 untuk L-2 melalui akar saraf dorsal. Aortorenal, celiac, dan
ganglia mesenterika inferior jugaterlibat. Di ureter bawah, sinyal rasa sakit juga disalurkan
melalui saraf genitofemoral dan ilioinguinal. Gambar 1.4 dan1.5 menunjukkan distribusi
persarafan pada nyeri ginjal serta uretra (Leslie, 2010). Sedangkan gambar 1.6 menunjukkan
lokasi nyeri kolik renal pada regio abdomen (Platt, 2008)
 Ureter 1/3 proksimal dan pelvis ginjal: batu saluran kemih Nyeri dari atas cenderung
untuk memancarkan ke daerah panggul dan lumbar. Disebelah kanan, hal ini bisa
membingungkan dengan kolesistitis atau cholelithiasis, di sebelah kiri, diagnosa
diferensial meliputi pankreatitis akut, penyakit ulkus lambung, dan gastritis (Leslie, 2010).
 Ureter 1/3 medial: Midureteral menyebabkan rasa sakit yang memancarkan anterior dan
kaudal. Nyeri ini midureteral khususnya dapat dengan mudah meniru usus buntu di kanan
atau diverticulitis akut disebelah kiri (Leslie, 2010).
 Distal ureter: batu ureter distal menyebabkan rasa sakit yang cenderung memancarkan ke
pangkal paha atau testis pada laki-laki atau labia majora pada wanita karena rasa sakit yang
dirujuk dari saraf ilioinguinal atau genitofemoral. Jika batu yang bersarang di
ureter intramural, gejala dapat muncul mirip dengan sistitis atau uretritis. Initermasuk
gejala nyeri suprapubik, frekuensi kencing, urgensi, disuria,stranguria, nyeri di ujung penis,
dan kadang-kadang usus berbagai gejala,seperti diare dan tenesmus. Gejala ini bisa
membingungkan dengan penyakit radang panggul, kista ovarium pecah, atau torsi dan
nyeri haid pada wanita (Leslie, 2010)

Mual dan muntah sering dikaitkan dengan kolik ginjal akut dan terjadi disetidaknya 50%
dari pasien. Mual disebabkan oleh jalur persarafan umum dari pelvis ginjal, perut, dan usus
melalui sumbu celiac dan saraf aferenvagal. Hal ini sering diperparah oleh efek analgesik
narkotika, yang sering menimbulkan mual dan muntah melalui efek langsung pada motilitas
GI dan melalui efek tidak langsung pada zona memicu kemoreseptor dimedula oblongata.
Nonsteroidal obat anti-inflamasi (NSAID) sering dapat menyebabkan iritasi lambung dan GI
(Leslie, 2010).
Blok saraf telah berhasil digunakan baik dalam diagnosis dan pengobatankolik ginjal,
walaupun mereka lebih membantu dalam kasus kronisdaripada kasus akut. Blok saraf
interkostal dapat digunakan untuk membedakan nyeri dari chondritis, neuromas, dan
radiculitis dari sakit ginjal yang sebenarnya. Hal ini dicapai dengan menyuntikkan
agenanestesi, seperti lidokain, sekitar proksimal saraf 11 atau 12 interkostaliske lokasi rasa
sakit pada saat pasien mengalami sakit. Jika injeksi menyebabkan hilangnya rasa sakit, maka
etiologi saraf perifer muskulokeletal dapat ditegakkan (Leslie, 2010).
Pemeriksaan mikroskopis urin adalah bagian penting dari evaluasi pasien yang diduga
kolik ginjal. Pemeriksaan makroskopik atau mikroskopis hematuria ada di sekitar 85% kasus.
Kurangnya hematuria mikroskopistidak menghilangkan kolik ginjal sebagai diagnosis
potensial. Perhatian perlu diberikan pada ada atau tidak adanya leukosit, kristal, dan bakteri
dan pH urin. Secara umum, jika jumlah leukosit dalam urin lebih besar dari 10 sel per
lapangan daya tinggi atau lebih besar dari jumlah sel darahmerah, tersangka infeksi saluran
kemih (ISK) dapat ditegakkan.Menentukan pH urin juga membantu karena, (1) dengan pH
lebih rendahdari 6,0, batu asam urat harus dipertimbangkan, dan (2) dengan pH lebihdari 8,0,
infeksi dengan organism splitting urea seperti Proteus, Pseudomonas, atau Klebsiella
mungkin ada. Kristal urin dari kalsiumoksalat, asam urat, atau sistin kadang-kadang dapat
ditemukan padaurinalisis. Jika ada, kristal ini adalah petunjuk sangat baik untuk jenis dan sifat
yang mendasari setiap batu (Leslie, 2010).

Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat dimulai dengan memperolehakses vena untuk
mempermudah pemberian cairan, analgesik dan pengobatan antiemetik. Banyak dari pasien
yang mengalami dehidrasi karena mual dan muntah (Leslie, 2010). Melakukan hidrasi dan
memberikan diuretik sebagai terapi pembantu masih merupakan controversial. Ada yang
berpendapat dapat membantu pengeluaran batu, namun juga ada yang berpikir akan
menambah tekanan hidrostatik sehingga menambah nyeri. Namun, ekstra cairan
harusdiberikan jika pasien dengan bukti klinis atau laboratorium mengalami dehidrasi,
diabetes atau gagal ginjal (Leslie, 2010)
Protokol yang dibuat berdasarkan kemungkinan kegagalan lewatnya batu secara
spontan baik oleh karena striktur uretra, spasme otot, edema lokal, inflamasi dan infeksi.
Regimen yang diberikan berupa (Leslie, 2010):
 Ketorolac 10 mg oralsetiap 6 jam untuk 5 hari.
 Nifedipine 30 mg per hari PO untuk 7 hari.
 Prednisone 20 mg PO 2 kali sehari untuk 5 hari.
 Trimethoyprim/sulfamethoxazole sekali sehari untuk 7 hari.
 Acetaminophen 2 tablet 4 kali sehari untuk 7 hari.
 Prochlorperazine supositoria sebagai pengontrol mual.
Batu yang terjebak di kaliks dapat memblok aliran traktus dari kaliks yangmenyebabkan
obstruksi dan nyeri. Pengobatan dengan ESWL dapat beralasan untuk situasi yang batu kaliks
dicurigai menyebabkan gejala dan nyeri (Leslie, 2010).

3. Kolik karena sumbatan usus halus


Sebuah obstruksi usus kecil (SBO) disebabkan oleh berbagai proses patologis.
Penyebab utama SBO di negara maju adalah perlekatan pascaoperasi (60%) diikuti oleh
keganasan, penyakit Crohn's, dan hernia,walaupun beberapa studi telah melaporkan penyakit
Crohn sebagai faktor etiologi lebih besar dari neoplasia. Satu studi dari Kanada
melaporkanfrekuensi yang lebih tinggi dari SBO setelah operasi kolorektal, diikuti oleh
pembedahan ginekologi, perbaikan hernia, dan usus buntu (Nobie, 2009). SBO dapat sebagian
atau lengkap, sederhana (yaitu, nonstrangulasi) atau strangulasi. Obstruksi strangulasi adalah
darurat bedah. Jika tidak didiagnosis dan diobati tepat, menyebabkan iskemia usus dan
morbiditaslebih lanjut dan kematian (Nobie, 2009)
Obstruksi dari usus kecil menyebabkan dilatasi proksimal dari usus akibat akumulasi
sekresi GI dan udara yang tertelan. Dilatasi usus ini merangsang aktivitas sel sekresi
menghasilkan akumulasi cairan lebih. Hal ini menyebabkan gerak peristaltik meningkat baik
di atas dan di bawah obstruksi dengan tinja encer yang sering dan flatus awal
dalam perjalanannya (Nobie, 2009).
Muntah terjadi jika tingkat obstruksi adalah proksimal. Peningkatkan distensi usus
kecil menyebabkan tekanan intraluminal meningkat. Hal ini dapat menyebabkan kompresi
limfatik mukosa usus yang mengarah kelymphedema dinding. Dengan lebih tinggi tekanan
hidrostatik intraluminal, meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler sehingga ketiga
besar cairan, elektrolit, dan protein keluar ke dalam lumen usus. Hilangnya cairan dan
dehidrasi yang terjadi bisa berat dan berkontribusi untuk peningkatan morbiditas dan
kematian. Oklusi arteri menyebabkan iskemia usus dan nekrosis. Jika tidak diobati, hal ini
berkembang menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian (Nobie, 2009).

Manifestasi Klinis
Obstruksi memiliki karakteristik berupa pasial atau komplit dengan sederhana atau
strangulasi. Manifestasinya dapat berupa (Nobie, 2009):
 Nyeri perut (karakteristik pada kebanyakan pasien)
 Nyeri, sering digambarkan sebagai kram dan intermiten, yang lebih menonjol pada
obstruksi sederhana.
 Seringkali, tampilan klinis dapat memberikan petunjuk kepada perkiraanlokasi dan sifat
obstruksi. Nyeri berlangsung selama beberapa hari, yang menjadi progresif dan dengan
distensi perut, mungkin khas untuk obstruksi yang lebih distal.
 Perubahan karakter nyeri dapat menunjukkan perkembangan komplikasi yang lebih serius
(misalnya, nyeri konstan usus strangulasi atau iskemik).
 Mual
 Muntah, yang lebih berhubungan dengan obstruksi proksimal
 Diare (temuan awal)
 Sembelit (sebuah temuan akhir) yang dibuktikan dengan tidak adanya gerakan usus atau
buang angin.
 Demam dan takikardia, terjadi belakangan dan mungkin terkait dengan strangulasi.
 Riwayat operasi abdomen atau pelvis dahulu
 Riwayat keganasan (terutama ovarium dan usus)

Pemeriksaan Fisik
Beberapa hal yang ditemukan dari pemeriksaan fisik meliputi (Nobie,2009):
 Distensi abdomen
 Suara usus Hiperaktif terjadi di awal sebagai upaya GI untuk mengatasi obstruksi.
 Suara usus yang menurun terjadi belakangan
 Mengeksklusikan hernia inkarserata dari selangkangan, segitiga femoralis,dan foramen
obturatorius.
 Temuan pada pemeriksaan rectal touge
 Darah yang tampak ataupun samar, yang menunjukkan strangulasi lanjutan atau
keganasan
 Massa, yang menunjukkan hernia obturatorius
 Periksa gejala umum diyakini akan lebih diagnostik untuk iskemia usus,yaitu:
 Demam (suhu > 100 °F)
 Takikardia (> 100 detak / menit)
 Tanda-tanda peritoneal

Penatalaksanaan
Tatalaksana awal di ruang gawat darurat meliputi resusitasi cairan secara agresif,
dekompresi usus halus, pemberian analgetik dan antiemetic dengan indikasi klinis, antibiotik
dan konsultasi operasi yang dini. Dekompresi dilakukan dengan cara memasang selang NGT
untuk dilakukan suction terhadap isis GI dan untuk mencegah aspirasi. Tidak lupa juga untuk
selalu memonitor jalan napas, pernapasan dan sirkulasi (Nobie, 2009).

C. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum
amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik
A. Dignosa Keperawatan
1. Nyeri (akut) berhubungan dengan distensi atau kekauan
Tujuan :
- Klien mampu mengontrol rasa nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang
- Mengikuti program pengobatan
INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan riwayat nyeri, lokasi, a. Memberikan informasi yang
durasi dan intensitas diperlukan untuk merencanakan asuhan.
b. Evaluasi therapi: pembedahan, b. Untuk mengetahui terapi yang
radiasi, khemotherapi, biotherapi, dilakukan sesuai atau tidak, atau malah
ajarkan klien dan keluarga tentang menyebabkan komplikasi.
cara menghadapinya
c. Berikan pengalihan seperti c. Untuk meningkatkan kenyamanan
reposisi dan aktivitas dengan mengalihkan perhatian klien dari
menyenangkan seperti rasa nyeri.
mendengarkan musik atau nonton
TV d. Meningkatkan kontrol diri atas efek
d. Menganjurkan tehnik samping dengan menurunkan stress dan
penanganan stress (tehnik relaksasi, ansietas.
visualisasi, bimbingan), gembira,
dan berikan sentuhan therapeutik. e. Agar terapi yang diberikan tepat
e. Diskusikan penanganan nyeri sasaran.
dengan dokter dan juga dengan f. Untuk mengatasi nyeri.
klien
f. Berikan analgetik sesuai indikasi

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan : Dalam rentang waktu 1x24 jam dilakukan intervensi keperawatan, pola napas
efektif
Kriteria hasil:
- Pasien tidak sesak
- Pernafasan 30-60x/menit
- Sianosis (-).
INTERVENSI RASIONAL
Pertahankan jalan nafas Membuat jalan nafas tetap tanpa obstruksi
Pantau frekuensi dan kedalaman nafas Pernapasan cepat dan dangkal terjadi karena
hipoksemia, stress dan sirkulasi endotoksin
Auskultasi bunyi nafas, perhatikan krekels, Kesulitan bernafas dan munculnya bunyi
mengi adventisius merupakan indikator dari
kongesti pulmona/ edema intersisial
Catat adanya sianosis Menunjukkan oksigen sistemik tidak
adequate
Sering ubah posisi Mengurangi ketidakseimbangan ventilasi
Kolaborasi pemberian terapi oksigen sesuai Penurunan oksigen yang tidak dapat
indikasi kondisi bayi baru lahir dihentikan meningkatkan keadaan hipoksia,
mengakibatkan asidosis metabolik

3. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau
diaforesis.
Tujuan: kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil:
a. Tanda-tanda vital normal
b. Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi:
a. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
b. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
c. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur
haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
d. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan
pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada
posisi yang benar
e. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
f. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50
ml/jam
g. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
h. Pantau elektrolit, Hb dan Ht
i. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan :
- Klien dapat mengurangi rasa cemasnya
- Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
- Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.

INTERVENSI RASIONAL
a. Tentukan pengalaman klien a. Data-data mengenai pengalaman klien
sebelumnya terhadap penyakit yang sebelumnya akan memberikan dasar
dideritanya. untuk penyuluhan dan menghindari
adanya duplikasi.
b. Berikan informasi tentang b. Pemberian informasi dapat membantu
prognosis secara akurat. klien dalam memahami proses
c. Beri kesempatan pada klien untuk penyakitnya.
mengekspresikan rasa marah, takut, c. Dapat menurunkan kecemasan klien.
konfrontasi. Beri informasi dengan
emosi wajar dan ekspresi yang
sesuai.
d. Jelaskan pengobatan, tujuan dan d. Membantu klien dalam memahami
efek samping. Bantu klien kebutuhan untuk pengobatan dan efek
mempersiapkan diri dalam sampingnya.
pengobatan.
e. Anjurkan untuk mengembangkan e. Agar klien memperoleh dukungan
interaksi dengan support system. dari orang yang terdekat/keluarga.
f. Berikan lingkungan yang tenang f. Memberikan kesempatan pada klien
dan nyaman. untuk berpikir/merenung/istirahat.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall (1995), Buku Saku Diagnosa Keperawatan dan Dokumentasi, edisi
4, Alih Bahasa Yasman Asih. Jakarta : EGC

Long, C. Barbara (1996). Essential Of Medical – Surgical Nursing A Nursing Process


Approcach. C.V Mosby Company St Louis, USA.

Rothrock, C. J. 2000. Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC


Sjamsuhidajat & Wim De Jong. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and Suddarth, Edisi.8


Vol.3. Jakarta : EGC

Carpenito, Lynda Juall. 2000. Buku saku diagnosa keperawatan, edisi 8, alih Bahasa
Monica Ester, Jakarta :EGC

Daniell Jane Charett. 1995. Oncologi Nursing Care Plus, Elpaso Texas, USA Alih Bahasa
Imade Kariasa, Jakarta : EGC

Theodore R. Schrock, M. D.1992. Ilmu Bedah, Edisi 7, Alih Bahasa Drs. Med Adji
Dharma, dr. Petrus Lukmanto, Dr gunawan. Penerbit Kedokteran Jakarta : EGC

Thomas F Nelson, Jr M. D.1996. Ilmu Bedah, edisi 4, Alih Bahasa Dr. Irene Winata, dr.
Brahnu V Pendit. Penerbit Kedokteran, Jakarta : EGC

Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1.
Jakarta : EGC; 2001

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih
bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And
Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998

Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih


Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I.
Jakarta : Salemba Medika; 2001

Anda mungkin juga menyukai