Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Konstruksi


Manurut Iman Soeharto (1999), manajemen proyek adalah salah satu cara yang
ditawarkan untuk maksud pengelolaan suatu proyek, yaitu suatu metode yang
dikembangkan secara ilmiah dan intensif sejak pertengahan abad ke-20 untuk menghadapi
kegiatan khusus yang berbentuk proyek. Sedangkan, menurut Kerzener (1989),
manajemen proyek adalah merencanakan, mengoorganisir, memimpin dan
mengendalikan sumber daya perusahaan untuk mencapai sasaran jarak pendek yang telah
ditentukan lebih jauh, manajemen proyek menggunakan pendekatan sistem dan hirarki
(arus kegiatan) vertikal dan horizontal. Sementara menurut BPS (1994), proyek konstruksi
adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan/konstruksi yang menyatukan
dengan lahan tempat kedudukannya, baik digunakan sebagai tempat tinggal atau sarana
kegiatan lainnya.
Pengertian manajemen konstruksi (construction management) yaitu bagaimana
cara agar sumber daya yang terlibat dalam proyek konstruksi dapat diaplikasikan oleh
manajer proyek secara tepat. Construction Management Association of America (CMAA)
menyatakan bahwa ada tujuh kategori utama tanggung jawab seorang manajer konstruksi,
yaitu perencanaan proyek manajemen, manajemen harga, manajemen waktu, manajemen
kualitas, administrasi kontrak, manajemen keselamatan dan praktik profesional.
Manajemen konstruksi memiliki beberapa fungsi antara lain :
1. Sebagai Quality Control untuk menjaga kesesuaian antara perencanaan dan
pelaksanaan
2. Mengantisipasi terjadinya perubahan kondisi lapangan yang tidak pasti dan
mengatasi kendala terbatasnya waktu pelaksanaan
3. Memantau prestasi dan kemajuan proyek yang telah dicapai, hal itu dilakukan
dengan opname (laporan) harian, mingguan dan bulanan
4. Hasil evaluasi dapat dijadikan tindakan pengambilan keputusan terhadap
masalah - masalah yang terjadi di lapangan
5. Fungsi manajerial dari manajemen merupakan sistem informasi yang baik untuk
menganalisis performa dilapangan
Manajemen Proyek Konstruksi adalah merencanakan, mengorganisir, memimpin,
dan mengendalikan sumber daya untuk mencapai sasaran jangka pendek yang telah
ditentukan (Soeharto, 1999). Menurut Soeharto (1999), tujuan dari proses manajemen
proyek adalah sebagai berikut :

1. Agar semua rangkaian kegiatan tersebut tepat waktu, dalam hal ini tidak terjadi
keterlambatan penyelesaian suatu proyek.
2. Biaya yang sesuai, maksudnya agar tidak ada biaya tambahan lagi di luar dari
perencanaan biaya yang telah direncanakan.
3. Kualitas sesuai dengan persyaratan.
4. Proses kegiatan sesuai persyaratan.

2.2 Metode Pelaksanaan Konstruksi


Metode pelaksanaan struktur beton terbagi 2, yaitu sistem konvensional dan sistem
pracetak. Sistem konvensional adalah metode pelaksanaan struktur yang menggunakan
bahan tradisional kayu dan triplek sebagai formwork dan perancah, dimana proses
pengecoran beton dilakukan di tempat (Novdin, 2012).
Sistem pracetak itu sendiri adalah sistem yang seluruh komponen bangunan dapat
dipabrikasi lalu dipasang dilapangan. Menurut Dwi Dinariana (2013), pengertian
konstruksi beton pracetak adalah suatu konstruksi bangunan yang komponen
bangunannya dicetak/dipabrikasi terlebih dahulu dipabrik atau di lapangan, lalu disusun
di lapangan untuk membentuk satu kesatuan bangunan gedung. Proses produksi beton
pracetak dapat dilakukan di pabrik atau di lapangan. Untuk melakukan produksi
dilapangan dibutuhkan lahan produksi (Casting Area), selain itu diperlukan juga lahan
penumpukan (Stocking Area) baik untuk produksi di pabrik maupun di lapangan.
Beberapa prinsip yang dipercaya dapat memberikan manfaat lebih dari teknologi beton
pracetak ini antara lain terkait dengan waktu, biaya, kualitas, predictability, keandalan,
produktivitas, kesehatan, keselamatan, lingkungan, koordinasi, inovasi, reusability, serta
relocatability (Gibb, 1999). Façade precast ialah salah satu contoh penggunaan beton
pracetak sebagai salah satu cara untuk mempersingkat waktu.
Sesuai dengan namanya façade precast adalah komponen struktur yang termasuk
kedalam sistem beton pracetak, dimana dinding panel dicetak ditempat lain kemudian
dibawa ke area pekerjaan untuk disusun atau instalasi menjadi suatu struktur yang utuh.
Di Indonesia produksi façade precast lebih banyak dilakukan di pabrik daripada
dilapangan. Pada proses pemasangan façade precast dilakukan dengan menggunakan
tower crane sebagai alat pemindah, dari lokasi penumpukan ke lokasi pemasangan hingga
proses instalasi atau pemasangan selesai. Biasanya untuk melakukan pengangkatan façade
precast dengan tower crane yang dibantu dengan alat tambahan seperti spreader, chain
block, adjustable, dan tekel. Alat bantu spreader dikaitkan pada demoulding (stripping)
yang letaknya sudah diperhitungkan agar facade precast tidak rusak maupun lentur saat
diangkat.

2.2.1 Keuntungan Menggunakan Façade Precast


Menurut Hendrawan Wahyudi & Hery Dwi Hanggoro (2010) struktur elemen
pracetak memiliki beberapa keuntugan, antara lain :
a. Penyederhanaan pelaksanaan konstruksi.
b. Waktu pelaksanaan yang cepat.
c. Waktu pelaksanaan struktur pembangunan suatu proyek karena sangat erat
kaitannya dengan biaya proyek.
d. Penggunaan material yang optimum serta mutu bahan yang baik.
e. Penyelesaian finishing mudah.
f. Kebutuhan jumlah tenaga kerja dapat disesuaikan dengan kebutuhan produksi.
g. Elemen pracetak yang dihasilkan selalu melalui pengujian laboratorium di pabrik
untuk mendapatkan struktur yang memenuhi persyaratan, baik dari segi kekuatan
maupun dari segi efisiensi.
h. Secara garis besar mengurangi biaya karena pengurangan pemakaian alat-alat
penunjang, seperti : scaffolding, dan lain-lain.

2.2.2 Kekurangan Menggunakan Façade Precast


Kekurangan dari sistem beton pracetak (Hendrawan & Hery, 2010), antara lain :
a. Tidak ekonomis bagi produksi tipe elemen yang jumlahnya sedikit.
b. Perlu ketelitian yang tinggi agar tidak terjadi deviasi yang besar antara elemen
yang satu dengan elemen yang lain, sehingga tidak menyulitkan dalam
pemasangan di lapangan.
c. Panjang dan bentuk elemen pracetak yang terbatas, sesuai dengan kapasitas alat
angkat dan alat angkut.
d. Hanya dapat dilaksanakan didaerah yang sudah tersedia peralatan untuk handling
dan erection.
e. Jarak maksimum transportasi yang ekonomis dengan menggunakan truk adalah
150 sampai 350 km, tetapi ini juga tergantung dari tipe produknya. Sedangkan
untuk angkatan laut, jarak maksimum transportasi dapat sampai diatas 1000 km.
f. Memerlukan lahan yang besar untuk pabrikasi dan penimbunan.

2.3 Klasifikasi Sistem Pracetak


1. Sebagai sistem struktur.
Penggunaan beton pracetak sebagai struktur utama bangunan gedung. Sistem
pracetak yang digunakan pada penelitian sistem struktur di Indonesia adalah Sistem DPI.
Setiap komponen pracetak untuk bangunan bertingkat yang terdiri dari komponen kolom,
balok, dan pelat ini dihubungkan satu dengan yang lainnya dengan menggunakan sebuah
sistem sambungan tertentu. Untuk setiap sistem pracetak memiliki beberapa perbedaan
pada bagian sambungannya atau cara rangkai di sambungan/joint yang berbeda. Model
sambungan yang ada antara lain dengan menggunakan baut, pengelasan, angkur besi,
angkur strand, mechanical joint, dll. Penggunaan/pemilihan sambungan ini tentunya
dipilih berdasarkan kriteria kekuatan dan kemudahan dalam pelaksanaan. Namun,
keseluruhan dari sistem pracetak ini memiliki mutu/kekuatan yang tidak jauh berbeda.

2. Sebagai Komponen Struktur


Penggunaan beton pracetak ini tidak hanya digunakan pada bangunan gedung
namun dapat digunakan pula pada struktur bangunan lain yaitu :
a. Tiang pancang.
b. Sheet pile dan dinding diaphragma.
c. Girder jembatan dan jalan layang.
d. Turap.
e. Pelat lantai pracetak.
Bentuk yang umum digunakan adalah pelat prategang berongga (hollow
core slab).

f. Balok beton pracetak dan balok beton pratekan pracetak.


g. Panel-panel dinding.
h. Komponen pracetak lainnya : tangga, panel-panel penutup, dan unit-unit
beton pracetak lainnya sesuai dengan desain dari arsitek.

2.4 Tahapan Konstruksi Façade Precast


Pelaksanaan konstruksi façade precast pada umumnya mengikuti tahapan –
tahapan berikut ini :
1. Tahap Pabrikasi
Tahap ini merupakan proses perencanaan façade precast dengan memilih type
dinding yang akan digunakan sesuai dengan dimensi, kuat tekan, jumlah, serta desain yang
diinginkan. Pada tahapan ini pula proses pabrikasi pembuatan façade precast dilaksanakan
di pabrik atau area pabrikasi (cast in-site) sesuai dengan kriteria desain yang diinginkan.
Tahap pabrikasi ada 2 jenis, yaitu : cast in-site dan cast in-factory. Cast in-site adalah
proses produksi yang dilaksanakan di lapangan dimulai dari persiapan lokasi - bekisting
dan pembesian - cor - bongkar bekisting - plesteran dan curing - site erection. Sementara
cast in-factory adalah proses produksi yang dilaksanakan di pabrik dengan proses paralel
factory-in site, yang kemudian akan dimobilisasi dari pabrik ke proyek. Cast in-factory
akan berguna untuk proyek dengan wilayah terbatas karena mengurangi penggunaan area
untuk pencetakan yang hanya ada area untuk penyimpanan, tetapi menambah biaya dan
waktu untuk transportasi komponen yang sudah jadi dari pabrik ke lokasi proyek. Pada
proyek apartemen Female Residence ini tahap pabrikasi yang dilakukan adalah cast in-
factory dengan melakukan pemesanan ke pabrik secara langsung sehingga dibutuhkan
ketelitian yang sangat tinggi untuk mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan desain
karena akan berpengaruh pada keterlambatan proyek. Oleh karena itu, desain komponen
harus disetujui terlebih dahulu agar menghindari perubahan desain.
2. Tahap Mobilisasi
3. Tahap Erection
4. Tahap Finishing Pekerjaan

Anda mungkin juga menyukai