Anda di halaman 1dari 6

1.

Pertempuran di Surabaya
 tanggal 25 Oktober 1945, Brigade 49 pimpinan Brigjend A.W.S Mallaby sampai di Surabaya
(tugas: melucuti serdadu Jepang dan menyelamatkan interniran Sekutu)
 wakil pemerintah Indonesia dan Mallaby mengadakan pertemuan. Hasil:
 inggris berjanji bahwa kedatangan tentaranya tidak disertai angkatan Perang Belanda
 disetujui kerja sama antara kedua belah pihak untuk menjamin keamanan dan
ketenteraman
 akan segera dibentuk Kontak Biro (Contact Berau)
 Inggris hanya akan melucuti senjata tentara Jepang
 Tanggal 26 Oktober 1945 malam hari, satu peleton dari Field Security Section di bawah
pimpinan Kapten Shaw menyerbu Penjara Kalisosok untuk membebaskan Kolonel Huiyer
 Tanggal 27 Oktober 1945 pesawat terbang Inggris menyebarkan pamflet yang berisi
perintah agar rakyat Surabaya dan Jawa Timur segera menyerahkan kembali senjata
rampasan dari Jepang. Menyebabkan kontak senjata antara sekutu dan rakyat Surabaya.
Keadaan sekutu terdesak.
 Dilakukan perundingan antara pihak Sekutu dan Presiden Soekarno untuk penghentian
kontak senjata dengan syarat Inggris mengakui kedaulatan RI.
 Masih terjadi pertempuran di Gedung Bank Internatio, Jembatan Merah menyebabkan
kematian Brigjen Mallaby.
 Tanggal 9 November 1945 Sekutu mengeluarkan ultimatum kepada rakyat Surabaya atas
kematian Mallaby. Isi ultimatum adalah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata dan
menandatangani dokumen sebagai tanda menyerah tanpa syarat.
 Pertempuran terjadi sejak tanggal 10 November 1945 dan terjadi selama tiga minggu.
 Meereka dipimpin Gubernur Suryo, Bung Tomo, dan Kolonel Sungkono.

2. Pertempuran Ambarawa
 Tanggal 20 Oktober 1945 sekutu mendarat di Semarang dipimpin Brigjen Bethel. Tujuan
untuk membebaskan tawanan perang yang berada di penjara-penjara di Ambarawa dan
Magelang.
 Tanggal 26 Oktober 1945 meletus pertempuran antara Sekutu dan TKR karena NICA
dipersenjatai.
 Tanggal 2 November 1945 dilakukan perundingan antara presiden dan Sekutu, akhirnya
pertempuran Sekutu dan TKR berhenti.
 Tanggal 20 November 1945 di Ambarawa terjadi pertempuran antara Sekutu dan TKR
dipimpin oleh Mayor Sumarto.
 Tanggal 21 November 1945 pasukan sekutu di Magelang ditarik ke Ambarawa. Pasukan TKR
dipimpin Mayor Imam Androgi melakukan serangan fajar dari arah Magelang dan berhasil
menduduki desa Pingit.
 Tanggal 26 November 1945 terjadi serangan udara yang mengakibatkan gugurnya Letkol
Isdiman. Pimpinan kemudian diambil alih oleh Kolonel Sudirman.
 Tanggal 12 Desember 1945 pasukan TKR bergerak menuju sasaran masing-masing dan
melakukan serangan terhadap Sekutu di Ambarawa.
 Melalui taktik Mangkara Yudha atau Supit Urang, TKR berhasil mengepung dan mendesak
tentara Sekutu di Benteng Willem.
 Tanggal 15 Desember 1945 Sekutu mundur ke Semarang.

3. Bandung Lautan Api


 Tanggal 12 Oktober 1945 tentara Sekutu dipimpin Jenderal Hawthorn memasuki Bandung.
 Pasukan sekutu menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk diserahkan
kepada pasukan Sekutu. Mengakibatkan terjadinya bentrokan antara sekutu dan TKR.
 Tanggal 27 November 1945 inggris mengeluarkan ultimatum kepada Gubernur Jawa Barat
agar Bandung bagian Utara dikosongkan selambat-lambatnya tanggl 29 November 1945.
 Ultimatum Inggris ditolak rakyat Bandung akibatnya terjadi pertempuran di beberapa
tempat di Bandung.
 Tanggal 23 Maret 1946 Inggris menyampaikan ultimatum kedua kalinya ditujukan kepada
PM Sutan Syahrir. Isi dari ultimatum tersebut adalah pasukan Indonesia harus meninggalkan
Bandung Selatan sejauh 10-11 km dari pusat kota.
 Atas perintah pemerintah Indonesia maka Bandung bagian selatan dikosongkan.
 Tanggal 24 Maret 1946 dengan berat hati rakyat dan TRI meninggalkan Kota Bandung bagian
Selatan dengan membungihanguskannya.
 Benteng NICA di Dayeuh Kolot diserang oleh pejuang Bandung. Seorang pemuda, Moh. Toha
dan Moh. Ramdan mengorbankan diri dengan membawa peledak untuk menghancurkan
gudang mesiu NICA.
4. Pertempuran Medan Area
 Tanggal 9 Oktober 1945 Sekutu mendarat di Medan dipimpin oleh T. E. D Kelly dan
diboncengi NICA yang dipimpin oleh Raymond Westerling.
 RAPWI melakukan pembebasan terhadap tawanan di penjara-penjara yang ada di Medan
atas persetujuan Gubernur Hassan.
 Tanggal 13 Oktober 1945 seorang penghuni hotel di Jalan Bali, Medan menginjak-injak
lencana merah putih yang dipakai seorang warga sekitar. Peristiwa tersebut menimbulkan
kemarahan para pemuda.
 Tanggal 10 Oktober 1945 dibentuk TKR Sumatra Timur yang dipimpin Achmad Tahir.
 Brigjen T. E. D. Kelly berusaha melemahkan gerakan rakyat Medan dengan menyampaikan
ultimatum agar para pemuda menyerahkan senjata pada Sekutu.
 Tanggal 1 Desember 1945, Sekutu memperkuat dan menegaskan kedudukannya dengan
memasang patok-patok di sudut kota. Tentara Sekutu melakukan pembersihan terhadap
orang-orang Indonesia yang berada di dalam wilayah Medan Area, mereka juga mendesak
agar pemerintahan Indonesia yang ada di Medan segera keluar dari wilayah tersebut.
 Para Komandan Satuan Tempur TKR di Medan kemudian membentuk Komandan Laskar
Rakyat Medan Area.
PERJUANGAN DIPLOMASI
A. Pertemuan Jakarta (10 Februari 1946)
Pada pertemuan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir dan Belanda oleh Van Mook, serta
Inggris sebagai perantara Jenderal Sir Philip Christison. Pada pertemuan ini, Van Mook
menyampaikan usulan seperti pidato Ratu Belanda yang isinya sebagai berikut.
1. Indonesia akan dijadikan negara persemakmuran berbentuk federal yang memiliki
pemerintahan sendiri dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
2. Masalah dalam negeri diurus oleh Indonesia sendiri, urusan luar negeri diurus Belanda
3. Sebelum dibentuk persemakmuran, akan dibentuk pemerintahan peralihan selama 10 tahun
4. Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota PBB

Pada tanggal 27 Maret 1946, Sutan Syahrir memberikan jawaban atas usulan van Mook. Sutan
Syahrir mengajukan traktat

1. Pemerintah Belanda supaya mengakui kedaulatan RI secara de facto atas Jawa dan Sumatra.
2. RI dan Belanda bekerja sma dalam membentuk negara RIS
3. RIS bersama-sama dengan Belanda, Suriname, dan Curocao menjadi peserta dalam ikatan
kenegaraan Belanda.

B. Pertemuan Hoge Veluwe (14-24 April 1946)


Pada pertemuan Hoge Veluwe, Indonesia diwakili A.G Pringgodigdo dan Dr. Sudarsono, Belanda
diwakili H.J. van Mook dan Inggris oleh Sir Archibald Clark. Indonesia menuntut pengakuan
Belanda atas seluruh bekas jajahan Belanda, tetapi untuk sementara Indonesia meminta
Belanda mengakui secara de facto wilayah Indonesia atas Jawa, Sumatra, dan Madura. Tuntutan
itu ditolak belanda.

C. Perundingan Jakarta (7 oktober 1946)


Perundingan Jakarta pada 7 Oktober 1946, pihak Indonesia diwakili Sutan Syahrir dan Belanda
diwakili Prof. Schermerhorn. Berikut kesepakatan perudingan tersebut.
1. Gencata senjata Indonesia-Belanda
2. Dibentuk komisi bersama gencatan senjata untuk menangani masalah gencatan senjata dan
teknik pelaksanaannya.
3. Disepakati bahwa Indonesia-Belanda untuk melaksanakan perundingan secepat mungkin.

D. Perundingan Linggajati
Pada tanggal 10-15 November 1946, diselenggarakan perundingan di Linggajati, dekat Cirebon.
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan delegasi Belanda
dipimpin oleh Prof. Schermerhorn. Sementara itu, pihak Inggris mengirim Lord Kilearn sebagai
penengah antara Indonesia dan Belanda. Isi perundingan Linggajati adalah:
1. Belanda mengakui kekuasaan de facto RI atas Sumatra, Jawa dan Madura.
2. Republic Indonesia dan Belanda bekerja sama membentuk Negara Indonesia Serikat, yang
terdiri dari Negara Republik Indonesia , Negara Indonesia Timur, dan Negara Kalimantan.
3. NIS dan Belanda merupakan suatu uni yang dinamakan Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu
Belanda sebagai ketuanya.

Perundingan Linggajati ditandatangani pada tanggal 25 Maret 1947 di Istana Rijswijk (Istana
Merdeka) oleh Sutan Syahrir, Mr. Moh. Roem, Mr Soesanto Tirtoprojo, dan Dr. A.K. Gani sebagai
wakil Belanda. Saksi dalam penandatanganan perundingan tersebut adalah Lord Kilearn.

E. Agresi Militer Belanda I


Belanda melanggar isi Perundingan Linggajati dengan melancarkan Agresi Militer pada tanggal
21 Juli 1947. Belanda melancarkan serangan atas Sumatra, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Jawa
Timur. Agresi Militer I mengundang kecaman dunia. India dan Australia mengajukan usul agar
masalah Indonesia-Belanda dibahas dalam Dwan Keamanan PBB. Tanggal 1 Agustus 1947, PBB
mengeluarkan seruan kepada kedua belah pihak agar melakakukan genjatan senjata dan
mencari penyelesaian masalah dengan cara damai. Pada tanggal 1 Desember 1947, Dewan
Keamanan PBB memerintahkan penghentian baku tembak antara Indonesia dengan Belanda.

F. Perundingan Renville
Agresi Militer I Belanda mendorong Dewan Keamanan PBB menawarkan suatu komisi yang
dikenal dengan sebutan KOmisi Tiga Negara (KTN). KTN terdiri dari tiga negara, yaitu Australia,
Belgia, dan Amerika Serikat.
 Indonesia memilih Australia sebagai wakil (Richard Kirby)
 Belanda memilih Belgia (Paul van Zeeland)
 Amerika Serikat sebagai penengah (Dr. Frank Graham)

KTN berhasil melaksanakan perundingan damai antara Belanda-Indonesia yang dilaksanakan di


atas kapal perang Amerika Serikat, Renville. Perundingan tersebut kemudian dikenal dengan
nama Perundingan Renville yang berlangsung pada tanggal 17 Januari 1948 . di dalam
perundingan Renville delegasi Indonesia dipimpin Mr. Amir Syarifuddin, sedangkan Belanda
diwakili oleh R. Abdul Kadir Widjojoatmodjo. Isi perudingan Renville

1. Belanda mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian wilayah RI.
2. Tentara RI ditarik mundur dari Jawa Barat dan Jawa Timur ke daerah Ri di Yogyakarta.

G. Agresi Militer II Belanda


Pada tanggal 17 Desember 1948, Belanda mengultimatum Republik Indonesia dan
ultimatum tersebut harus dijawab pada tanggal 18 Desember 1948. Dr. Beel (wakil tinggii
mahkota Belanda) dalam pidatonya tanggal 18 Desember 1948 mengatakan bahwa Belanda
tidak terikat lagi atas hasil Perundingan Renville. Belanda melancarkan agresi militer dengan
menyerbu lapangan terbang Maguwo, Yogyakarta pada tanggal 19 Desember 1948.
Selain lapangan terbang Maguwo, Belanda juga menggempur kota Yogyakarta dan
dalam waktu sinkat berhasil merebut kota Yogyakarta. Para pemimpin Indonesia (Soekarno dan
Moh. Hatta dan pejabat lain) ditangkat. Presiden Soekarno diangsingkan ke Prapat dan Moh.
Hatta diasingkan ke pulau Bangka. Namun sesaat sebelum Belanda dating, presiden member
mandate kepada Mr. Syarifuddin Prawiranegara agar secepatnya membentuk Pemerintah
Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang berkedudukan di Bukittinggi, Sumatra Barat.
Agresi Belanda tersebut dipimpin oleh jenderal Spoor, tujuan agresi tersebut adalah
untuk memusnahkan Republik Indonesia dengan cara menguasai ibu kota Republik Indonesia
dan menawan para pemimpinnya. Perlawanan TNI dalam agresi tersebut adalah Panglima Besar
Sudirman.

H. PDRI (Pemerintahan Darurat Republik Indonesia)


Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Syafrudin Prawiranegara (Menteri
Kemakmuran) untuk membentuk PDRI. Apabila perintah tersebut gagal dilaksanakan, maka Mr. A. A.
Maramis, dr. Sudarsono, dan L. N. Palar yang sedang berada di India diperintahkan untuk
membentuk pemerintahan pelarian di sana.
Untuk mencegah rencana pemerintah Republik Indonesia tersebut, Belanda menyerang kota
Bukittinggi pada tanggal 19 Desember 1948. Dalam pertempuran tersebut diputuskan pembentukan
PDRI dipindah ke perkebunan teh Halaban (sebelah timur Paya Kumbuh). Berikut susuna PDRI yang
berhasil dibentuk.
1. Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua PDRI
2. Mr. T. M. Hassan sebagai wakil ketua PDRI
3. Mr. St. Mohammad Rasjid sebagai Menteri Keamanan/Menteri Sosial, Pembangunan, dan
Pemuda
4. Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan/Menteri Kehakiman
5. Ir. M. Siti=ompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum/Menteri Kesehatan
6. Ir. Indracahyani sebagai Menteri Perhubungan.
I. Serangan Umum 1 Maret 1949
Setelah Belanda menguasai Yogyakarta, pemerintah Belanda melakukan propaganda terhadap
dunia internasional dengan menyebutkan bahwa pemerintah RI dan TNI sudah hancur. Untuk
menunjukkan bahwa TNI masih ada maka TNI melakukan rencana serangan terhadap Yogyakarta
pada tanggal 1 Maret 1949 dipimpin Letkol Suharto.
Serangan umum dibagi menjadi lima sector, yaitu sektor barat dipimpin Letkol Ventje
Sumual,dan sector kota dipimpin Letnan Marsudi. Sesuai dengan rencana (menjelang tanggal 1
Maret 1949) pasukan TNI menyusup memasuki Yogyakarta. Pada pagi hari tanggal 1 Maret 1949
tepat pukul 06.00 sewaktu sirene Belanda berbunyi sebagai tanda berakhirnya jam malam, serangan
dilakukan ke seluruh kota.
J. Pengakuan Kedaulatan
1. Resolusi Dewan Keamanan PBB
Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi pada tanggal 28 Januari 1949. Resolusi tersebut
berisi.
a. Indonesia dan Belanda harus menghentikan gerakan militernya,
b. Belanda harus membebaskan para pemimpin Indonesia dan mengembalikannya ke
Yogyakarta,
c. Perundingan antara Indonesia dan Belanda akan dilaksanakan sesegera mungkin,
d. Komisi Tiga Negara berganti nama menjadi Komisi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Indonesia atau unites Nations Commisisons for Indonesia (UNCI).
2. Perundingan Roem-Royen
Pada tanggal 17 April 1949, dilaksanakan Perundingan Roem-Royen sebagai tindak
lanjut perdamaian Belanda-Indonesia. Perundingan tersebut merupakan perundingan
pendahuluan sebagai langkah menuju perdamaian.
Perundingan pendahuluan yang berlangsung di Jakarta dipimpin Merle Cochran selaku
wakil dari UNCI. Delegasi Indonesia dipimpin Moh. Roem dan delegasi Belanda dipimpin Dr. Van
Royen.
Setelah melalui berbagai perundingan yang berlarut-larut, akhirnya pada 7 Mei 1949
disepakati persetujuan antara Indonesia dan Belanda. Perundingan tersebut dinamakan
Perundingan Roem-Royen. Isi perundingan:
a. Indonesia bersedia menghentikan perang gerilya dan bekerja sama dengan Belanda
mengembalikan keamanan.
b. Belanda-Indonesia akan melakasanakan Konferensi Meja Budnar di Den Haag, Belanda,
untuk mempercepat penyerahan kedaulatan kepda Negara Indonesia Serikat.
K. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Konferensi Meja Bundar dilaksanakan di Den Haag, Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 November
1949. Delegasi Indonesia dipimpin Dr. Mohammad Hatta, delegasi Belanda dipimpin Mr. van
Maarseven, dan delegasi Bijeenkomst voor Overleg (BFO) dipimpin Sultan Hamid II. BFO atau Badan
Permusyawaratan Federal merupakan wadah musyawarah bagi negara-negara boneka bentukan
Belanda.
Hasil KMB sebagai berikut.
1. Belanda segera mengakui kedaulatan RIS paling lambat akhir Desember 1949.
2. RIS membayar hutang Hindia Belanda sejak tahun 1942.
3. RIS dan Belanda membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai ketuanya.
4. Masalah Irian Barat ditunda 1 tahun setelah pengakuan kedaulatan.
5. Pasukan Belanda, Koninklijk Meletaire (KM) dan Koninklijk Leger (KL) akan dipulangkan,
sedangakan bekas anggota KNIL diperbolehkan menjadi Angkatan Perang Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai