Anda di halaman 1dari 10

BAB II

RINGKASAN BAB

Bab 12 (Dua Belas) dalam buku berjudul CONTEMPORARY ISSUE IN


CURRICULUM memaparkan pembahasan berkaitan dengan Menghormati Gaya
Beragam Guru dalam Edward F. Pajak Elaine Stotko Frank Masci . Dalam
buku ini dibahas mengenai Empat gaya dalam penggambaran seorang guru dan
empat fase pembelajaran. Berikut ringkasan bab 12 (Dua Belas) dengan sub bab
sebagai berikut:
Empat gaya juga dapat dilihat pada penggambaran guru dalam budaya
populer. Jaime Escalante, dalam film Berdiri dan Memberikan, adalah contoh dari
seorang guru inventing/inovatif. Marva Collins dalam yang dibuat untuk film
televisi The Marva Collins Story, merupakan seorang guru mengetahui. Roberta
Guaspari, dalam film Music of the Heart, menggambarkan seorang guru peduli,
dan LouAnne Johnson, di Dangerous Minds, guru inspiratif.
Mengintegrasikan kebijaksanaan tiga pendidik besar John Dewey, Jean
Piaget, dan Kurt Lewin- Kolb (1984) mengusulkan siklus berulang pembelajaran
yang meliputi empat tahap. pengembangan guru dapat dipahami sebagai siklus
berulang pertumbuhan yang diawali dengan (a) pengalaman konkret, diikuti
oleh (b) refleksi empatik, (c) konstruksi makna, dan (d) percobaan aktif.
Deskripsi dari empat fase pembelajaran, yang muncul di bawah ini:
1. Tahap pengalaman konkret belajar membutuhkan pelatih klinis untuk secara
aktif terlibat guru dalam pemecahan masalah. data konkret tentang guru dan
perilaku siswa dan hubungan mereka dengan kurikulum, standar, tujuan,
metode, bahan, atau artefak kelas dianggap. Sebuah pertanyaan kunci bagi
guru selama tahap ini adalah "Seberapa baik aku benar-benar lakukan?"
2. Selama fase refleksi empatik pembelajaran, pelatih menampilkan dan model
empati. Beberapa perspektif dianggap untuk tujuan memperoleh wawasan
pengalaman subjektif dari mahasiswa yang menghuni kelas guru. Sebuah
pertanyaan untuk guru untuk menjawab selama fase ini adalah "Apa yang
terjadi di sini untuk semua orang yang terlibat, baik untuk diri sendiri dan
untuk siswa?"
3. Dalam pembangunan berarti fase pembelajaran, pelatih klinis mendorong guru
untuk mengangkat isu-isu teoritis dan etika, bentuk generalisasi, dan
mengusulkan hipotesis mengenai hubungan sebab dan akibat. Pertanyaan
pusat untuk guru selama tahap ini adalah "Apa artinya semua ini?"
4. Akhirnya, selama fase percobaan aktif belajar, pelatih kembali melangkah dan
memberdayakan guru untuk mengambil tindakan. Apa yang telah dipelajari
diterapkan untuk masalah praktis di dalam kelas, disertai dengan pengumpulan
data baru. Pertanyaan untuk guru yang memandu fase siklus adalah
"Bagaimana saya bisa melakukan hal-hal yang lebih baik?" (Pajak, 2003)
BAB III
PEMBAHASAN

Empat gaya penggambaran guru dalam budaya populer. Jaime Escalante


dalam menggambarkan guru inventing/inovatif, Marva Collins dalam
menggambarkan guru mengetahui. Roberta Guaspari, dalam menggambarkan
seorang guru peduli, dan LouAnne Johnson, di Dangerous Minds dalam
menggambarkan guru inspiratif. Mengenai empat gaya penggambaran guru di atas
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Guru Inventing
Ada beberapa kriteria yang menjadi karakteristik guru Inventing/inovatif, antara
lain sebagai berikut:
a. Terus Belajar
Salah satu cara untuk meraih ilmu sebanyak – banyaknya adalah dengan belajar
secara konstruktif. Dalam konsep belajar mengajar, hal ini disebut sebagai
pendidikan berbasis konstruktivisme. Dalam sorotan kontruktivisme , ilmu tidak
dapat ditranfer secara satu arah. Seorang guru dapat dikatakan memiliki ilmu
apabila ilmu itu dapat memberikan sesuatu kepada orang yang memberikan ilmu
tersebut berupa “makna”. Makna disini dapat diartikan sebagai proses yang
menjadikan seseorang merasakan adanya perubahan dalam diri terdalam yang
sangat mengesankan. Setidaknya, makna itu membanggakan, membahagiakan,
dan menenguhkan bahwa dirinya berkembang ke arah yang lebih baik karena
memperoleh sesuatu. Ngainun Naim (2009)
b. Kompeten
Kata “kompeten” menjadi kunci penting dalam konsep pendidikan. Kompetensi
menjadi standar yang harus dicapai oleh guru dan siswa. Finch dan Crunkilton
mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, ketrampilan,
sikap dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Bagi seorang
guru inspiratif, ada 4 (empat) jenis kompetensi yang harus dimilikinya, yaitu
kompetensi profesional, kompetensi profesional, kompetensi personal dan
kompetensi sosial.
c. Ikhlas
Ikhlas menjadi konsep yang memperoleh perhatian yang luas dari kalangan ulama
karena begitu pentingnya peranan ikhlas dalam setiap aktivitas hidup seorang
muslim. Ar- Raghib menyatakan bahwa yang ikhlas adalah menyingkirkan segala
sesuatu selain Allah SWT. Menurut AlQusyairi, ikhlas adalah memurnikan
perbuatan tanpa pamrih apa pun dari mahkluk. Menurut Sahl ibn Abdullah, ikhlas
adalah menjadikan seluruh gerak dan diam hanya untuk Allah SWT. Secara
mendasar, tidak ada perbedaan yang mencolok dari definisi ikhlas di atas, semua
definisi tersebut mengarah pada upaya untuk memurnikan maksud dan tujuan
kepada Allah SWT semata. Ngainun Naim (2009). Bagi guru yang mengajar
dengan landasan ikhlas, mengajar merupakan tugas yang dijalankan dengan penuh
kekhusukan. Tidak ada pamrih apa pun dari tugasnya sebagai pendidik, selain
tujuan untuk memberikan ilmu yang bermanfaat kepada siswanya.
d. Spiritualisasi
seorang pendidik yang baik harus memiliki spiritualitas yang mendalam.
Spiritualitas lebih berkaitan dengan kedekatan dan penghayatan seorang hamba
kepada Allah AWT. Hal ini dibuktikan dengan perilaku dan kegiatan sehariharinya
yang dilandasi oleh nilai-nilai ibadah. Apa pun yang dilakukan oleh seorang guru,
terutama mengajar, harus dilandasi dengan semangat dan nilai keagamaan secara
mendalam. Dalam proses pembelajaran, ada beberapa aspek penting yang bernilai
spiritualitas yang harusdipertimbangkan oleh guru, yaitu niat sebagai titik tolak
semua kegiatan, doa, dan ikhlas dalam menjalankan tugasnya. Dengan
keikhilasan, pekerjaan mengajar akan terasa ringan, nikmat, penuh penghayatan,
dan tidak terbebani oleh aspek – aspek lain.
e. Totalitas
Totalitas merupakan penghayatan danimplementasi profesi yang dilaksanakan
secara utuh. Dalam kaitannya dengan totalitas, menarik untuk merenungi
pernyataan Win Wenger (1991), “Apa pun bidang yang sedang dipelajari,
tenggelamnya diri Anda ke dalamnya. Bangunlah hubungan saraf indriawi
(neuron-sensori) dengannya sebanyak mungkin indra dan imajimasi Anda”.
Sebagai seorang guru, totalitas bermakna menekuni profesi guru dalam segenap
kegiatannya. Profesi guru dikatakan totalitas apabila telah mendarah daging dan
sangat erat dengan kehidupan sehari – hari.
f. Motivator
Banyak guru yang mengajar tidak menemukan motivasi dalam diri siswanya. Kita
dapat belajar tentang motivasi ini dari Ira Shor dan Paulo Faire. Dalam buku yang
berbentuk dialog, Ira mengatakan bahwa ketika memulai suatu pelajaran, ia
mencoba menggambarkan profil motivasi pengetahuan serta ketrampilan kognitif
yang sudah mereka miliki. Ia berhasil menemukan hal ini karena berhasil
mengamati dengan cermat apa yang siswa tulis, katakan dan lakukan.
Pendorong perubahan
Guru inspiratif akan meninggalkan pengaruh kuat dalam diri pada
siswanya. Mereka akan terus dikenang, menimbulkan spirit, dan energi perubahan
yang besar, serta menjadikan kehidupan para siswanya senantiasa bergerak
menuju kearah yang lebih baik. Guru semacam inilah yang banyak melahirkan
tokoh besar. Mereka mungkin sampai sekarang tetap berada di tempatnya tingkat,
tetap dengan kesederhanaannya, tetap menularkan virus inspiratif kepada para
siswanya yang terus datang silih berganti, sementara para siswa yang terinjeksi
spirit hidupnya telah berubah menjadi seorang yang memiliki capaian besar dalam
hidupnya.
g. Disiplin
Disiplin dalam mengajar, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa disiplin
memiliki makna membiasakan diri. Dalam hal mengajar, tujuan disiplin adalah
membantu siswa agar lebih menyukai setiap pelajaran di sekolah dan bisa lebih
memahami setiap pelajaran yang diberikan supaya lebih menjadi mudah dan
efektif. Disiplin di sekolah bisa menjadi efektif jika guru menerapkan cara- cara
atau metode belajar yang efektif.

2. Guru Mengetahui
W. Robert Housten mendefinisikan kompetensi adalah suatu tugas yang memadai
atau pemilikan pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan yang dituntut oleh
jabatan seseorang. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No 16
Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Guru
mengetahui adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang
meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi hasil belajar dan pengembangan peserta didik untuk
mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya, Standar Nasional
Pendidikan, penjelasan Pasal 28 ayat 3 (a) artinya guru harus mampu mengelola
kegiatan pembelajaran, mulai dari merencanakan perangkat kurikulum,
melaksanakan kurikulum dan mengevaluasi kurikulum serta memiliki pemahaman
tentang psikologi pendidikan, terutama terhadap kebutuhan dan perkembangan
peserta didik agar kegiatan pembelajaran lebih bermakna dan berhasil.

3. Guru Peduli
Di dalam proses pembelajaran juga perlu diciptakan budaya peduli sosial. Banyak
hal yang bisa dilakukan oleh guru dalam menciptakan budaya peduli sosial.
Budaya yang perlu dibangun di dalam kelas saat pembelajaran yang berkaitan
dengan karakter peduli sosial misalnya menciptakan interaksi sosial yang baik,
saling menghormati dan mendukung satu sama lain.
Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu yang satu
dengan individu yang lain. Kegiatan interaksi sosial jika dilakukan dengan baik
akan mengembangkan sikap/karakter peduli sosial. Salah satu cara yang dapat
dipakai seorang guru dalam meletakkan landasan kerja agar terjadi partisipasi
diskusi yang lebih baik adalah dengan memulai tahun ajaran dengan kegiatan-
kegiatan yang dapat membantu siswa lebih nyaman dengan satu sama lain
(Thomas Lickona, 2008: 129).
Selain itu Thomas Lickona (2008: 103) juga menjelaskan bahwa guru juga harus
menunjukkan dan mencontohkan sikap hormat dengan berbicara menggunakan
bahasa yang menghormati ketika berinteraksi dengan anak-anak. Guru memiliki
pengaruh yang besar terhadap perkembangan peserta didik. Guru juga
memberikan peran yang besar terhadap keberhasilan dalam implementasi karakter
peduli sosial.
Ki Hajar Dewantara juga memberikan semboyan tentang peran seorang
guru yaitu ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani. Ketiga semboyan tersebut jika diterapkan di sekolah akan memberikan
dampak yang positif bagi peserta didik, terutama dalam pengembangan karakter
pseduli sosial. Guru sebagai model bagi peserta didik harus memberikan teladan
yang baik, terutama dalam hal peduli sosial ini. Sri Narwanti (2011: 74) menyebut
guru sebagai role model yang perilakunya akan diimitasi (ditiru) oleh muridnya.
Guru dalam istilah jawa sebagai orang yang digugu lan ditiru perlu
memperhatikan apapun yang dikatakan dan dilakukannya. Hal itu akan
berpengaruh kepada peserta didik, karena pada dasarnya anak juga akan lebih
banyak belajar dari yang didengar dan dilihatnya. Oleh karena itu, para guru dan
orang tua harus hati-hati dalam bertutur kata dan bertindak, supaya tidak tertanam
nilai-nilai negative dalam sanubari anak (Damiyati Zuchdi, dkk, 2013: 18).

4. Guru Inspiratif
Namin AB Ibnu Solihin (2016) mengemukakan 4 (empat) hal untuk menjadi guru
inspiratif:
a. Memberikan Teladan Nilai-Nilai Kedisplinan : Nilai kedisplinan bagi
guru yang berlabel guru inspiratif wajib ia miliki, seperti datang sebelum
waktu bel masuk sekolah atau lebih bagus kita datang ke sekolah sebelum
siswa-siswa datang, berpaikain dengan rapi dan bersih, masuk ke kelas
saat jam pelajaran dimulai tepat waktu begitupun ketika jam pelajaran
berakhir maka harus segera keluar, karena guru berikutnya sudah
menunggu.
b. Memberikan Teladan Melaui Sikap atau Akhlak : Guru adalah sosok
teladan bagi siswa-siwinya, maka sudah sepatutnya ketika kita memilih
profesi guru maka kita harus bisa menjaga sikap kita agar tetap baik,
seperti dalam berbicara, berkomunikasi dengan siswa atau sesama guru,
yang lebih penting juga kita bisa menjadi teladan dalam kehidupan nyata
bukan hanya ketika di sekolah saja.
c. Kemampuan Guru Mengelola Kelas : Anda pernah membaca artikel
saya yang berjudul “Kelas Rame Ciri Guru Kreatif” jika belum silahkan
membacanya. Jika kita ingin mendaptkan label guru inspiratif maka
kita harus mampu mengelola kelasnya dengan aktif dan dinamis, dalam
buku saya yang akan dilaunching tiga bulan kedepan saya menyebutnya
Guru Inspiratif harus mampu menjadikan kelas yang dinamis dan aktif
layaknya kelas-kelas training yang biasa ikuti. Sebuah kelas yang
membuat siswanya betah di kelas walaupun bel istirahat sudah waktunya.
d. Sosok Guru Pembelajar : Guru yang hebat adalah mereka yang terus
belajar memantaskan diri atau saya juga sering menyebut dengan Sosok
Guru Pembelajar. Guru inspiratif adalah mereka yang tidak menjadikan
wisuda sebagai akhir belajarnya, melainkan sebuah langkah baru untuk
terus belajar, maka jika kita ingin menjadi sosok guru inspiratif buku harus
menjadi sahabt utama kita. Guru inspiratif juga merupakan sosok yang
merasa tidak ego dengan kemampuan yang dimilikinya, sehingga ia mau
terus belajar dan berbagi dengan guru-guru lainnya lewat berbagai
komunitas.

Empat tahap. pengembangan guru dapat dipahami sebagai siklus berulang


pertumbuhan yang diawali dengan (a) pengalaman konkret, (b) refleksi empatik,
(c) konstruksi makna, dan (d) percobaan aktif dalam pengintegrasian
kebijaksanaan tiga pendidik besar John Dewey, Jean Piaget, dan Kurt Lewin-
Kolb (1984). Menurut Pandangan Kolb terhadap Belajar. Kolb seorang ahli
penganut aliran humanistic membagi tahap-tahap belajar menjadi empat, yaitu:
a. Tahap Pengalaman Konkrit
Pada tahap paling awal dalam peristiwa belajar adalah seseorang mampu atau
dapat mengalami suatu kejadian sebagaimana adanya. Ia dapat melihat dan
merasakannya, dapat menceritakan peristiwa tersebut sesuai dengan apa yang
dialaminya. Namun dia belum memiliki kesadaran tentang hakekat dari
peristiwa tersebut. Ia hanya dapat merasakan kejadian tersebut apa adanya, dan
belum dapat memahami serta menjelaskan bagaimana peristiwa itu terjadi. Ia
juga belum dapat memahami mengapa peristiwa tersebut harus terjadi seperti
itu. Kamamupan inilah yang terjadi dan dimiliki seseorang pada tahap paling
awal dalam proses belajar.

b. Tahap Pengamatan Aktif dan Reflektif


Tahap kedua dalam peristiwa belajar adalah bahwa seseorang makin lama akan
semakin mampu melakukan observasi secara aktif terhadap peristiwa yang
dilaminya. Ia mulai berupaya untuk mencari jawaban dan memikirkan kejadian
tersebut. Ia melakukan refleksi terhadap peristiwa yang dialaminya, dengan
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan bagaimana hal itu bisa terjadi, dan
mengapa hal itu mesti terjadi. Pemahamannya terhadap peristiwa yang
dialaminya semakin berkembang. Kemampuan inilah yang terjadi dan dimiliki
seseorang pada tahap kedua dalam proses belajar.

c. Tahap Konseptualisasi
Tahap ketiga dalam peristiwa belajar adalah seseorang sudah mulai berupaya
untuk membuat abstraksi, mengembangkan suatu teori, konsep atau hukum dan
prosedur tentang sesuatu yang menjadi obyek perhatiannya. Berpikir induktif
banyak dilakukan untuk memuaskan suatu aturan umum atau generalisasi dari
berbagai contoh peristiwa yang dialaminya. Walaupun kejadian-kejadian yang
diamati tampak berbeda-beda, namun memiliki komponen-komponen yang
sama yang dapat dijadikan dasar aturan bersama.

d. Tahap Eksperimentasi Aktif


Tahap tarakhir dari peristiwa belajar adalah melakukan eksperimentasi secara
aktif. Pada tahap ini seseorang sudah mampu untuk mengaplikasikan konsep-
konsep, teori-teori atau aturan-aturan kedalam situasi yang nyata. Berpikir
deduktif banyak digunakan untuk mempraktekkan dan menguji teori-teori serta
konsep-konsep dilapangan. Ia mampu menggunakan teori atau rumus-rumus
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Anda mungkin juga menyukai