OBSTRUKSI NASAL
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada penyusun, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah tentang “Obstruksi Nasal” ini dengan lancar. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
pengampu mata kuliah Keperawatan Dewasa 1.
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang penulis
peroleh dari buku panduan dan hasil dari browsing internet yang berkaitan dengan
obstruksi nasal dan hal-hal yang berkaitan dengan hal tersebut.
Penulis berharap dengan membaca makalah ini dapat memberikan
manfaatbagi kita, dalam hal ini dapat menambah wawasan kita mengenai
gangguan respirasi, khususnya bagi para praktisi medis yang bersangkutan dengan
hal-hal ini.
Memang makalah ini masih jauh dari sempurna, maka penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan menuju arah yang
lebih baik.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
iii
BAB 4 PENUTUP
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
Tumor nasal dan sinus paranasal atau disebut juga tumor sinonasal jinak
maupun ganas pada umumnya jarang ditemukan. Sinonasal merupakan rongga
yang dibatasi oleh tulang-tulang wajah yang merupakan daerah yang
terlindung sehingga tumor yang timbul di daerah ini sulit diketahui secara
dini. Asal tumor primer juga sulit ditentukan, apakah dari nasal atau sinus
karena biasanya penderita datang berobat dalam keadaan penyakit telah lanjut
dan tumor telah memenuhi kavum nasi dan seluruh sinus (Roezin, 2007).
Gejala klinis bergantung pada letak dan luasnya tumor. Gejala nasal
berupa obstruksi nasal unilateral, rinorea, sekret bercampur darah atau terjadi
epistaksis. Keganasan tumor sinonasal dapat menyebabkan kematian dalam
jumlah yang signifikan pada bidang otolaringologi.
1
4. Untuk menjelaskan etiologi obstruksi nasal
5. Untuk menjelaskan patofisiologi obstruksi nasal
6. Untuk menjelaskan manifestasi klinis obstruksi nasal
7. Menjelaskan komplikasi obstruksi nasal
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami
obstruksi nasal
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Teoritis
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang
masalah obstruksi nasal yang dapat mengganggu sistem respirasi.
1.4.2 Manfaat Praktis
Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman mahasiswa tentang
definisi, etiologi,patofisiologi,manifestasi klinis, dan komplikasi dari
obstruksi nasal .
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
2.1 DEFINISI RESPIRASI
3
3. Larynx – laring
Lokasi:
- Terletak antara pharynx dan trachea.
C4-C7.
- Adalah kumpulan tulang rawan yang melindungi glotis.
- Udara yang melewati glotis akan menggetarkan pita suara, sehingga akan
menghasilkan gelombang udara.
- Anterior medial dari leher.
- Merupakan tempat pita suara
Struktur:
- Epithelial
– Membrane mucosa
- Fibro-muscular
- Cartilago
– Cartilage thyroid
– Cartilage cricoid
– Epiglottis
4. Trachea – trakea
- Disebut juga tenggorokan
- Mulai dari cartilage cricoid (C6) sampai mediastinum
- Di mediastinum setingi T5 bercabang menjasi bronchus primarius dextra dan
sinistra.
- Panjang kl. 12 cm long dan diameter kl 2,5 cm
- Terdiri dari15–20 cincin
– Cartilago (C - shaped):
– Menjamin agar jalan udara tetap terbuka
4
– Ke sebelah dorsal cincin ini terputus sehingga bagian ventral dari
cincin akan melindungi trachea di sebelah anterior dan lateral dan
bagian dorsalberhubungan dengan oesophagus.
– Ujung dari tiap cincin trachea akan berakhir sebagi ligamentum
dan otot. Bagian ini disebut pars membranacea.
– Panjang : 11 cm
– Diameter : 2- 2,5 cm
– Jumlah : 16 –20 ruas
5. Bronchus – bronkus
- Bronchus primarius dextra dan sinistra. Keduanya dipisahkan oleh carina - T5
- Bronchus primarius dextra
a. Lebih besar dari bronchus primarius sinistra
b. Membentuk sudut lebih kecil dengan garis vertical.
- Kedua bronchus primarius :
a. Berjalan menuju hilus pada facies mediastinalis pulmo.
b. Tempat pembuluh darah syaraf dan pembuluh lymphe serta bronhus
masuk ke pulmo.
6. Bronchiole – bronchiole
- Epithelial : Cylindris
- Fibro-muscular
Semakin ke distal cartilago akan semakin berukuran tapi jaringan fibromuscular
akan semakin banyak.
- Cartilago
a. Cartilago berakhir pada bronchiolus.
Percabangan bronchus
b. Primarius, secondaris, tertiais , bronchioles, alveolar ducts,
alveolus, alveolar sacs.
7. Pulmo
5
- Paru kanan dan paru kiri :
- Basis:
- Paru-paru Dextra
- Mempunyai 3 lobus:
- Paru-paruSinistra.
– Mempunyai 2 lobus:
superior dan inferior
Dipisahkan oleh fissura obliqua.
– Lebih panjang.
– Terdorong ke lateral oleh jantung.
– Mempunyai incisura cardiaca. (cardiac notch)
8. Alveoli.
6
udara pernafasan. Rambut hidung atau cilia berfungsi untuk menangkap
benda asing yang masuk bersama udara pernafasan.
2. Pharynx adalah suatu ruangan yang berfungsi sebagai jalan makanan dan
jalan udara pernafasan.
3. Larynx berfungsi mencagah makanan dan cairan masuk ke trachea selama
proses menelan, jalan udara pernafasan dan menghasilkan getaran suara.
4. Trachea berfungsi menyalurkan udara pernafasan.
5. Bronchus adalah percabangan trakea
6. Bronchiolus adalah percabangan bronchus
7. Pulmo adalah organ vital untuk respirasi
8. Alveoli sebagai tempat pertukaran gas O2 dan CO2
2.3 DEFINISI OBSTRUKSI NASAL
Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung
Yaitu pertumbuhan sel yang abnormal sebagai akibat radang pada hidung.
(Ramis Ahmad, 2000).
- Tumor jinak, biasanya terjadi di kavum nasi dan sinus paranasal sering kali
secara klinis bersifat destruktif kejarinmgan sekitarnya, sehingga perlu
penanganan seperti pada tuomor ganas yang sering ditemukan adalah
papiloma.
7
adalah sinus axilla, sinus etmoid dan hidung. Tumor gana didaerah ini relatif
jarang bermetastasis ke kelenjar leher atau melalui darah.
b) Karsinoma Nasofaring
- Faktor rass
- Letak geografis
- Faktor genetik
c) Polip hidung
Obstruksi Nasal
a) Tumor hidung
Tumor hidung dapat diketahui bersama-sama dengan polip nasi dan
cenderung kambuh. Mempunyai kecenderungan untuk timbul bersama
tumor hidung sel skuamosa maligna, lebih sering timbul di dinding
lateral hidung dan dapat pula menyebabkan obstruksi saluran pernapasan
hidung, perdarahan intermiten atau keduanya.
b) Karsinoma Nasofaring
8
Agen penyebab masuk ke saluran napas atas dan mengiritasi
epitoliuma yang terdapat pada dinding mukosa nasofaring sampai
berulserasi dan terinfeksi, menyebabkan pertumbuhan jaringan baru yang
dapat bersifat ganas yang dapat menyebabkan obstruksi saluran
pernapasan bagian atas. Menyebabkan pertukaran O2 di dalam tubuh
terhambat, sehingga pemenuhan kebutuhan O2 tidak adekuat. Selain itu,
karsinoma nasofaring bisa bermetastase ke jaringan atau organ tubuh
lain.
c) Polip Hidung
Akibat reaksi alergi pada mukosa hidung, menyebabkan mukosa
hidung membengkak dan terisi banyak cairan interseluler, sehingga sel
menjadi radang kemudian terdorong ke dalam rongga hidung oleh gaya
berat dan akan menekan jaringan saraf, pembuluh darah dan kelenjar
pada hidung. Sehingga terbentuklah masa yang mengandung jaringan
saraf pembuluh darah yang rusak, yang dapat menimbulkan sumbatan
hidung yang menetap dan rinorea serta terjadinya hiposmig atau anemia,
sehingga mengakibatkan klien terlihat bersin-bersin dan terjadinya iritasi
di hidung.
2.6 MANIFESTASI KLINIS OBSTRUKSI NASAL
Obstruksi Nasal
a) Tumor Hidung
Tumor jinak
Secara makroskopi mirip dengan polip hidung, hanya lebih
keras, padat dan tidak mengkilat. Ada dua jenis, yaitu aksolitik dan
andolitik (papiloma inversi) yang terakhir bersifat sangat invasif,
dapat merusak tulang dan jaringan lunak sekitarnya diduga dapat
berubah menjadi ganas. Umumnya tumbuh pada dinding lateral
hidung dan cenderung residif setempat.
Tumor ganas
9
Gejala tergantung asal tumor primer serta arah dan luas
penyebaran tumor. Tumor jinak dan gejala dini tumor ganas dapat
menyerupai rinitis dan sinusitis kronik.
Gejala dini menyerupai rinosinusitis kronik. Di dalam rongga
hidung tumor menyebabkan gejala hidung,tersumbat dan epistaksis.
Terdapat rinorea unilateral yang menetap. Bila sangat besar,tulang
hidung akan terdesak sehingga bentuk hidung berubah. Bila meluas
ke sinus etmoid atau lamina kibrosa, menimbulkan nyeri daerah
frontal. Bila meluas ke orbital, menyebabakan proptosis, nyeri
orbital , dan diplopia, mungkin teraba masa diorbital. Tumor yang
meluas ke nasofaring dapat menyebabkan tuli konduktif akibat
gangguan tuba eustachius.
Didalam sinus maxilla tumor biasanya tidak bergejala sampai
meluas ke organlain. Dapat menyebabkan rasa nyeri pada gigi atas,
gigi goyah, gangguan oklusi, atau pembengkakan dan laserasi
didaerah palatum. Tumor ganas sinus maxilla umumnya membuat
deformitas dan asimetri pipi kanan dan kiri serta nyeri. Gejala pada
hidung berupa sumbatan, epistaksis ringan, dan sekret hidung kental
pada tumor jinak, sedangkan pada tumor ganas diikuti ingus berbau
dan rasa nyeri. Gejala pada rongga mulut berupa nyeri gigi, gusi,
gigi goyah dsb. Gejala mata jarang terrjadi.
Pada tumor disinus etmoid gejala mata adalah muncul setelah
gejala hidung. Hanya sedikit terjadi deformitas muka. Tumor sinus
frontal cenderung hanya memberikan gejala pada mata saja,
sedangkan pada sinus sfeniod umumnya memberikan gejala
neurologik.
Dicari adanya masa dicavumnasi dan apakah dinding
lateralnya terdorong ke medial. Perhatikan asimetri atau gigi goyah
dan dengan palpasi cari nyeri tekan gigi rahang atas dan palatum.
Dari rinoskopi posterior dilihat apakah ada masa di koana dan
nasofaring. Obstruksi tuba eustachius dicari. Periksalah daerah pipi
dan sulcus gingivobukal, apakah ada masa atau gangguan nervus
10
intra orbitalis. Kemungkinan kelainan saraf otak dan pembesaran
kelenjar leher di cari.
b) Karsinoma Nasofaring
Gejalanya dibagi dalam 4 kelompok, yaitu:
- Gejala nasofaring sendiri, berupa epistaksis ringan,pilek atau sumbatan
hidung.
- Gejala telinga, berupa tinitus, rasa tidak nyaman sampai nyeri di
telinga.
- Gejala saraf, berupa gangguan saraf otot seperti diplopia, parestesia
daerah pipi, neuralgia trigeminal, paresis atau paralisis arcus faring,
kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.
- Gejala atau metastasis di leher, berupa benjolan dileher.
c) Polip hidung
Sumbatan hidung yang menetap dan semakin lama semakin
berat dan rinorea. Dapat terjadi hiposmia atau anosmia. Bila
menyumbat ostium dapat terjadi sinusitis dengan ingus spurulen.
Karena disebabkan alergi, gejala utama adalah bersin dan iritasi di
hidung.
Pada pemeriksaan klinis tampak masa putih keabu-abuanatau
kuning kemerahan dalam cavum nasi. Polip bertangakai sehingga
mudah digerakka, nkonsistensinya lunak, tidak nyeri bila ditekan,
tidak mudah berdarah, dan tidak mengecil pada pemakaian
vasokonstriktor.
Obstruksi Nasal:
a) Tumor hidung
Tidak dapat bermetastasis, tetapi sangat destruktif disekitarnya
dapat menyebarmemenuhi nasofaring dan terlihat dari orofaring.
b) Karsinoma Nasofaring
Metastasis jauh ke tulang, hati dan paru dengan gejala khas, nyeri
pada tulang, batuk-batuk dan gangguan fungsi hati.
11
c) Polip Hidung
Terjadinya pertautan endotel yang terbuka, menandakan kebocoran
pembuluh darah.
12
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
a. Polip Hidung
Gejala Klinik :
- Sumbatan hidung
- Hiposmia atau anosmia
- Sinusitis, nyeri kepala, rinorhea
- Alergi; berupa bersin-bersin dan iritasi
Pengobatan :
Polip yang masih kecil dapat diobati dengan kortikosteroid (secara
konservatif) baik lokal maupun secara sistemik. Pada polip yang cukup
besar dan persisten dilakukan tindakan operatif berupa pengangkatan
polip (polipectomy).
Dalam kejadian polip berulang maka dilakukan etmoidectomy baik
intranasal maupun ekstranasal.
Proses Keperawatan :
a. PENGKAJIAN
1. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala : Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
Tanda : Penurunan kekuatan, menunjukkan kelelahan
2. SIRKULASI
Gejala Lelah, pucat atau tidak ada tanda sama sekali
Tanda Takikardia, disritmia.
Pucat (anemia), diaforesis, keringat malam.
3. INTEGRITAS EGO
Gejala Masalah finansial : biaya rumah sakit, pengobatan .
Tanda Berbagai perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif
4. MAKANAN/CAIRAN
13
Gejala Anoreksia/kehilangan nafsu makan
Adanya penurunan berat badan sebanyak 10% atau lebih dari berat badan
dalam 6 bulan sebelumnya dengan tanpa upaya diet.
Tanda tidak ada
5. NYERI/KENYAMANAN
Gejala Nyeri tekan/nyeri pada daerah hidung
Tanda Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.
6. PERNAPASAN
Gejala Dispnea
Tanda Dispnea, takikardia
Pernafasan mulut
Tanda distres pernapasan, sianosis.(bila obstruksi total)
Terdapat pembesaran polip
b. RENCANA KEPERAWATAN
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Memberikan dukungan fisik dan psikologi selama tes diagnostik dan
program pengobatan.
2. Mencegah komplikasi
3. Menghilangkan nyeri
4. Memberikan informasi tentang penyakit/prognosis dan kebutuhan
pengobatan
c. TUJUAN PEMULANGAN
1. Komplikasi dicegah/menurun
2. Nyeri hilang/terkontrol
3. Proses penyakit/prognosis, kemungkinan komplikasi dan program
pengobatan di pahami.
d. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d bronkospasme
Tujuan: mempertahankan jalan napas paten dengan bunyi bersih dan
jelas
RASIONAL
TINDAKAN / INTERVENSI
14
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya Beberapa derajat spasme bronkus terjadi
bunyi nafas, ex: mengi dengan obstruksi jalan nafas dan
dapat/ tak dimanifestasikan adanya
bunyi nafasadventisius, mis.,
penyebaran, krekles basah
(bronkitis), bunyi nafas cukup redup
dg ekspirasi mengi atau tak adanya
bunyi nafas (asma berat).
15
dapat sebagai alat ekspansi dada.
16
Dapat memperbaiki/ mencegah
Kolaborasi: .berikan oksigen tambahan memburuknya hipoksia. Catatan :
sesuai dengan indikasi hasil Emfisemakronis, mengatur
AGDA dan toleransi klien pernapasan pasien ditentukan oleh
kadar CO2 dan mungkin dikeluarkan
dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
b. Tumor Hidung
PEMERIKSAAN:
- Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum
- Palpasi tumor yang tampak dan kelenjar leher
- Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
- Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
- Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
- Foto sinar X:
o WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus maksilaris dan
sinus frontal)
o Tengkorak lateral ( untuk melihat ekstensi ke fosa kranii anterior/medial)
o RHEZZE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
o CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)
- Biopsi:
o Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang tampak.
Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi melalui meatus nasi
inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi dengan pendekatan Caldwell-
Luc. Tumor yang tidak mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi.
Untuk kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku
untuk diperiksa lebih lanjut.
17
TERAPI:
Tumor jinak:
Terapi pilihan adalah pembedahan dengan pendekatan antara lain:
1) Rinotomi lateral
2) Caldwell-Luc
3) Pendekatan trans-palatal
Tumor ganas:
1) Pembedahan:
o Reseksi:
Rinotomi lateral
Maksilektomi partial/total (kombinasi eksenterasi orbita atau dengan
kombinasi deseksi leher radikal)
o Paliatif: mengurangi besar tumor (debulking) sebelum radiasi.
2) Radiasi:
o Dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif
o Pra bedah pada tumor yang radio sensitif (mis. Karsinoma Anaplastik,
undifferentiated)
3) Kemoterapi:
o Dilakukan atas indikasi tertentu (mis. Tumor sangat besar atau
inoperable, metastasis jauh, kombinasi dengan radiasi)
PENGKAJIAN
a. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Gejala-gejala khas tergantung ukuran tumor, kegansan dan stadium
penyakit, antara lain:
Gejala hidung:
1. Buntu hidung unilateral dan progresif.
2. Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
3. Skret hidung bervariasi, purulen dan berbau bila ada infeksi.
4. Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan
kemungkinan keganasan.
5. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan ventilasi
18
sinus, sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan progresif umumnya akibat
infiltrasi tumor ganas.
Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang
tumor seperti:
1. Pembengkakan pipi
2. Pembengkakan palatum durum
3. Geraham atas goyah, maloklusi gigi
4. Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
INTERVENSI
KEPERAWATA RASIONAL
N
1. Orientasikan klien dan orang Informasi yang tepat tentang
terdekat terhadap prosedur situasi yang dihadapi
rutin dan aktivitas yang klien dapat
diharapkan. menurunkan
kecemasan/rasa asing
2. Eksplorasi kecemasan klien
terhadap lingkungan
dan berikan umpan balik.
sekitar dan
membantu klien
3. Tekankan bahwa kecemasan
mengantisipasi dan
adalah masalah yang lazim
19
dialami oleh banyak orang menerima situasi
dalam situasi klien saat ini. yang terjadi.
Memobilisasi sistem
pendukung,
mencegah perasaan
terisolasi dan
menurunkan
kecemsan.
Menurunkan kecemasan,
memudahkan
istirahat.
Menilai perkembangan
masalah klien.
20
2) Gangguan harga diri berdasarkan kelainan bentuk bagian tubuh
akibat keganasan, efek-efek radioterapi atau kemoterapi
INTERVENSI
KEPERAWATA RASIONAL
N
1. Diskusikan dengan klien dan Membantu klien dan
keluarga pengaruh diagnosis keluarga memahami
dan terapi terhadap kehidupan masalah yang
pribadi klien dan aktiviats dihadapinya sebagai
kerja. langkah awal proses
pemecahan masalah.
2. Jelaskan efek samping dari
pembedahan, radiasi dan Efek terapi yang diantisipasi
kemoterapi yang perlu lebih memudahkan
diantisipasi klien proses adaptasi klien
terhadap masalah
3. Diskusikan tentang upaya
yang mungkin
pemecahan masalah
timbul.
perubahan peran klien dalam
keluarga dan masyarakat Perubahan status kesehatan
berkaitan dengan yang membawa
penyakitnya. perubahan status
sosial-ekonomi-
4. Terima kesulitan adaptasi
fungsi-peran
klien terhadap masalah yang
merupakan masalah
dihadapinya dan informasikan
yang sering terjadi
kemungkinan perlunya
pada klien keganasan.
konseling psikologis
Menginformasikan alternatif
5. Evaluasi support sistem yang
konseling profesional
dapat membantu klien
yang mungkin dapat
(keluarga, kerabat, organisasi
ditempuh dalam
21
sosial, tokoh spiritual) penyelesaian masalah
klien.
6. Evaluasi gejala keputusasaan,
tidak berdaya, penolakan Mengidentifikasi sumber-
terapi dan perasaan tidak sumber pendukung
berharga yang menunjukkan yang mungkin dapat
gangguan harga diri klien. dimanfaatkan dalam
meringankan masalah
klien.
Menilai perkembangan
masalah klien.
INTERVENSI
KEPERAWATA RASIONAL
N
1. Lakukan tindakan kenyamanan Meningkatkan relaksasi dan
dasar (reposisi, masase mengalihkan fokus
punggung) dan pertahankan perhatian klien dari
aktivitas hiburan (koran, nyeri.
radio)
Meningkatkan partisipasi
2. Ajarkan kepada klien klien secara aktif
manajemen penatalaksanaan dalam pemecahan
nyeri (teknik relaksasi, napas masalah dan
dalam, visualisasi, bimbingan meningkatkan rasa
imajinasi) kontrol diri/keman-
dirian.
3. Berikan analgetik sesuai
Analgetik mengurangi
22
program terapi. respon nyeri.
INTERVENSI
KEPERAWATA RASIONAL
N
1. Dorong klien untuk Asupan nutrisi dan cairan
meningkatkan asupan nutrisi yang adekuat
(tinggi kalori tinggi protein) diperlukan untuk
dan asupan cairan yang mengimbangi status
adekuat. hipermetabolik pada
klien dengan
2. Kolaborasi dengan tim gizi
keganasan.
untuk menetapkan program
diet pemulihan bagi klien. Kebutuhan nutrisi perlu
diprogramkan secara
3. Berikan obat anti emetik dan
individual dengan
roborans sesuai program
melibatkan klien dan
terapi.
tim gizi bila
diperlukan.
4. Dampingi klien pada saat
makan, identifikasi keluhan
Anti emetik diberikan bila
klien tentang makan yang
klien mengalami
disajikan.
mual dan roborans
mungkin diperlukan
5. Timbang berat badan dan
untuk meningkatkan
ketebalan lipatan kulit trisep
napsu makan dan
23
(ukuran antropometrik membantu proses
lainnya) sekali seminggu metabolisme.
Menilai perkembangan
masalah klien.
Menilai perkembangan
masalah klien.
INTERVENSI
KEPERAWATA RASIONAL
N
1. Tekankan penting oral Infeksi pada cavum nasi
hygiene. dapat bersumber dari
ketidakadekuatan
2. Ajarkan teknik mencuci
oral hygiene.
tangan kepada klien dan
keluarga, tekankan untuk Mengajarkan upaya
menghindari mengorek/me- preventif untuk
nyentuh area luka pada menghindari infeksi
rongga hidung (area operasi). sekunder.
24
menunjukkan penurunana humoral.
fungsi pertahanan tubuh
Antibiotik digunakan untuk
(lekosit, eritrosit, trombosit,
mengatasi infeksi
Hb, albumin plasma)
atau diberikan secara
4. Berikan antibiotik sesuai profilaksis pada
dengan program terapi. pasien dengan risiko
infeksi.
5. Tekankan pentingnya asupan
nutrisi kaya protein Protein diperlukan sebagai
sehubungan dengan prekusor
penurunan daya tahan tubuh. pembentukan asam
amino penyusun
6. Kaji tanda-tanda vital dan
antibodi.
gejala/tanda infeksi pada
seluruh sistem tubuh. Efek imunosupresif terapi
radiasi dan
kemoterapi dapat
mempermudah
timbulnya infeksi
lokal dan sistemik.
25
- Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal, dll : untukmemastikan
adanya tumor, mendeteksi kekambuhan atau untuk mendeteksi
secara dini tumor.
b) Polip Hidung
- Rinoskopi anterior → terlihat adanya polip
- Endoskopi → terlihat polip yang masih sangat kecil
dan belum keluar kom. dapat terlihat.
- Rontgen polos (CT Scan) → mendeteksi adanya simetrif
- Biopsi → penampakan makroskopis menyerupai
keganasan / bila pada foto rontgen ada gambaran erosi tulang.
c) Abses Peritonsil
Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh jaringan, karena trismus-
palatum mole tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat
teraba fluktuasi, uvula bengkak dan terdorong ke sisi kontra lateral.
Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin banyak atau detritus dan terdorong
ke arah tengah, depan dan bawah.
3.4 Penatalaksanaan
3.4.1 Penatalaksanaan Medis
a) Obstrusi Nasal
- Tumor hidung
Pembedahan luas, bila ada yang tertinggi dapat residif.
Radiasi dapat mengecilkan tumor, tapi tidak dianjurkan karena bisa
dapat menjadikan ganas.
b) Karsinoma Nasofaring
Radio terapi
Dilakukan diseksi leher
Pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi,
seroterapi vaksin dan anti virus.
Kemoterapi dengan kombinasi sis-platinum.
c) Polip hidung
26
Tindakan konservatif dengan kortikosteroid sistemik atau oral,
misal Prednison 50 mg/hari
Secara lokal disuntikan ke dalam polip, misal Triamsinolon
asetonis atau prednisolon 0,5 mg tiap 5-7 hari.
Secara topikal sebagai semprot hidung, misal Beklometason
Dipropionah
Dilakukan ekstraksi polip dengan senar.
Operasi etmoidektomi intranasal dan ekstranasal.
Gejala saraf, berupa gangguan saraf otak seperti diplopia,
parestesia di daerah pipi, neurolgia trigeminal, parasis atau
paralisis arkus faring, kelumpuhan otot bahu dan sering tersedak.
Gejala atau metastatis di leher, berupa benjolan di leher.
Sumbatan hidung yang menetap dan rinorea.
Dapat terjadi hiposmig atau anosmia
Bersin
Iritasi di hidung
Pembengakkan mukosa dari mukosa hidung di luar sinus.
Masa berupa berwarna putih seperti agar-agar.
Bila ditusuk tidak memberikan rasa sakit dan tidak berdarah.
3.4.2 Penatalaksanaan Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan secara umum antara lain :
a) Posisikan klien dengan posisi semi fowler
b) Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi
c) Berikan makanan dalam bentuk lunak
d) Ciptakan lingkungan yang konduktif
e) Berikan dukungan pada pasien
f)Lakukan perawatan luka dengankumur antiseptik.
27
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
28
DAFTAR PUSTAKA
29