Anda di halaman 1dari 2

KASUS LIMBAH TAHU (PN SIDOARJO, 1998)

Perkara ini diajukan oleh jaksa penuntut umum sebagai delik lingkungan yakni
terjadinya pencemaran air kali surabaya akibat limbah tahu.duduk perkaranya menurut surat Dak
waan Jaksa Penuntut Umum tertanggal 6 november 1988 sebagai berikut : “terdakwa Bambang
Goenawan umur 48 tahun,laki laki, dan berkebangsaan indonesia tempat tinggal
jl.mhagel No.125-127 Surabaya, agama katolik, Pekerjaan direktur PT dihadapkan ke
Pengadilan Sidoarjodengan dakwaan bahwa antara bulan maret 1986-juli 198, di Perusahaan
Sidomakmur telahterjadi perbuatan yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup atau
tercemarnya lingkunganhidup dengan cara terdakwa sebagai pengusaha PT Sidomakmur yang
memproduksi tahu,membuang air limbahnya ke Kali Surabaya yang mengandung BOD 3095,4
mg/l dan COD12293 mg/l yang dimana kandungan limbah tersebut melebihi ambang batas yang
di tetapkan SKgubernur jawa timur No.43 tahun 1978, yakni maksimum BOD 30 mg/l dan COD
80 mg/l.Terdakwa sebagai pengusaha PT Sidomakmur telah membuat instalasi yang
tidakmemenuhi daya tampung limbah perusahaan tersebut,sehingga air limbah meluber keluar
danmengalir ke Kali Surabaya yang mengakibatkan penurunan kualitas air di kali tsb. yang
berakibat pada penurunan O2 yang berakibat matinya kehidupan di dalam air dan sehingga PDA
M sulituntuk mengolahnya menjadi air bersih.Pada tanggal 23 februari 1989, tuntutan pidana
dibacakan pada pokoknya berbunyi ;Menyatakan terdakwa bambang BG bersalah karena
kelalaiannya, melakukan perbuatanmenyebabkan tercemarnya lingkungan hidup –
pasal 22 ayat (2) UU No.4 tahun 1982.Dalam pemeriksaan terhadap Rochim Kepala Dinas
Perikanan Kabupaten Sidoarjodiperoleh keterangan bahwa ditemukan adanya sejumlah ikan yang
mengambang di permukaanair Kali Surabaya, tetapi tidak dapat di pastikan apakah ikan ikan
tersebut terkena dampak darilimbah perusahaan tersebut atau tidak mengingat banyakanya
perusahaan lain yang membuanglimbahnya ke Kali Surabaya. Dalam pemeriksaan perkara
ditemukan ketidaksesuaian alat buktimengenai besarnya COD dan BOD dari limbah tahu, hal
inilah yang menimbulkan keraguan bagiHakim.Menurut majelis hakim karena tidak adanya hasil
penelitian tersendiri tentang akibatyang timbul dari limbah yang di buang ke kali maka kasus
tersebut tidak dapat di pertanggungjawabkan kepada terdakwa ( terdakwa di putus lepas dari segala
tuntutan).Berkaitan dengan adanya putusan PN sidoarjo diatas Kepolisian,Kejaksaan dan pendapat
hukum lainnya berpendapat bahwa perbuatan tsb “melanggar baku mutu air limbah” perbuatan
terdakwa merupakan pelanggaran Hukum Lingkungan Administratif yang sanksinya diaturdalam
pasal 8 keputusan Gubernur KDH tingkat 1 Jawa Timur No.414 tahun 1987 tentang penggolongan
Baku Mutu Air Limbah di Jatim yang bunyinya :

Pelanggaran terhadap ketentuan-


ketentuan tersebut dalam keputusan ini dan lampirankeputusan ini dikenakan sanksi berdasarkan
Ordonansi Gangguan (Stb.1926 No.226),UU No.4 1982, UU No.5 1984 dan peraturan
pelaksanaannya, serta peraturanberikutnya yang berkaitan dengan lingkungan hidup.
Dari rumusan pasal 8 diatas, jelaslah bahwa sanksi perbuatan melanggar baku mutu airlimbah tidak
diatur sewaktu terjadinya kasus Limbah Tahu Sidoarjo, baik sanski admisnistrasimaupun sanksi
pidana.Semua peraturan hukum yang melanggar yang di maksud dalam pasal 8 tersebut tidak
mengatur tentang perbuatan “melanggar buku mutu air limbah”.Dapat dimengerti,
karena pada waktu itu (1987) pembuat peraturan masih dalam proses belajar tentang
hukumlingkungan.Hal ini terbukti dari perbedaan pengaturan sanksi yang kemudian
diberlakukanterhadap pelanggaran sejenis, yaitu pasal 33 PP Nomor 20 tahun 1990 tentang
pengendalian pencemaran air yang berbunyi :
Apabila pembuangan limbah cair melanggar ketentuan baku mutu limbah cair yang sudah ditet
apkan dalam pasal 15, Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 mengeluarkan surat
peringatan kepada penanggung jawab kegiatan untuk memenuhi persyaratan bakumutub limbah
cair dalam waktu yang ditetapkan. Apabila pada waktu yang
ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembuangan limbah cair belum mencapai per
syaratan
baku mutu limbah maka Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 mencabut izin pembuangan limbah
cair.

Dari ketentuan diatas,Siti Sundari Rangkuti menyatakan bahwa perbuatan “melanggar baku mutu
air limbah” penyelesaiannya bukan melalui jalur pengadilan, tetapi merupakan pelanggaran
Hukum Lingkungan administrati dengan konsekuensi sanksi administrasi

Anda mungkin juga menyukai