Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN CKD

(CHRONIC KIDNEY DISEASE)

1. Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah gangguan fungsi renal yang
progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea
dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner & Suddarth, 2013).
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
irreversible. Gangguan fungsi ginjal merupakan penurunan laju filtrasi glomerulus
(glomerolus filtration rate/GFR) yang dapat digolongkan ringan dan berat (Mansjoer,
2010 : 531).
Gagal ginjal kronik adalah satu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut (Slamet, 2012 : 427)
Berdasarkan ketiga pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa gagal ginjal
kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kerusakan sehingga tidak mampu
lagi mengeluarkan sisa - sisa metabolisme yang ada di dalam tubuh dan menyebabkan
penumpukan urea dan sampah metabolisme lainnya serta ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit.

2. Anatomi Fisiologi
 Anatomi Ginjal
Anatomi ginjal menurut Price dan Wilson (2010) dan Smletzer dan Bare (2012),
ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan
katub atas ginjal kiri terletak setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan
lemak yang tebal agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi
oleh iga dan otot - otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan
usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada waktu
pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal tertutup oleh limfa,
namun katub bawah ginjal kanan yang berukuran normal dapat diraba secara bimanual.
Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis. Di
sebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh lapisan
peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh dinding toraks bawah.
Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri renalis dan keluar dari dalam ginjal
melalui vena renalis. Arteri renalis berasal dari aorta abdominalis dan vena renalis
membawa darah kembali kedalam vena kava inferior.
Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 - 5,1
inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar 150 gram.
Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi lateral ginjal
berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk cekung karena adanya hilus.
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua bagian
yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla terbagi - bagi menjadi
biji segitiga yang disebut piramid, piranid - piramid tersebut diselingi oleh bagian
korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid - piramid tersebut tampak bercorak
karena tersusun oleh segmen - segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla
(apeks) dari piramid membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan
ujung pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,
selanjutnya membentuk pelvis ginjal.
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta pada
setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang sama. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal yang mengosongkan
diri ke duktus pengumpul. Kapsula bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus
proksimal. Terdapat ruang yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula
bowman dan ruang yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen
atau ruang kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel veseralis jauh
lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga melapisi bagian luar dari
rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan - tonjolan atau kaki - kaki yang dikenal
sebagai pedosit, yang bersinggungan dengan membrana basalis pada jarak - jarak
tertentu sehingga terdapat daerah - daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel.
Daerah - daerah yang terdapat diantara pedosit biasanya disebut celah pori - pori.
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis. Setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri arkuata
yang melengkung melintasi basis piramid - piramid ginjal. Arteri arkuata kemudian
membentuk arteriola - arteriola interlobaris yang tersusun oleh parallel dalam korteks,
arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen dan berakhir pada rumbai - rumbai
kapiler yaitu glomerolus. Rumbai - rumbai kapiler atau glomeruli bersatu membentuk
arteriola eferen yang bercabang - cabang membentuk sistem portal kapiler yang
mengelilingi tubulus dan kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui system
portal akan dialirkan ke dalam jalinan vena menuju vena intelobaris dan vena renalis
selanjutnya mencapai vena kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml
permenit atau 20% - 25% curah jantung (1.500 ml/menit).
 Fisiologi Ginjal
a. Fungsi Ginjal
Menurut Price dan Wilson (2010), ginjal mempunyai berbagai macam fungsi yaitu
ekskresi dan fungsi non - ekskresi.
Fungsi ekskresi diantaranya adalah :
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mosmol dengan mengubah -
ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan
membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein, terutama urea,
asam urat dan kreatinin.
Sedangkan fungsi non - eksresi ginjal adalah :
1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel
darah merah olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi Pembentukan Urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada glomerolus.
Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma dialirkan di ginjal melalui
glomerolus ke kapsula bowman. Halini dikenal dengan istilah laju filtrasi
glomerolus/glomerular filtration rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus
disebut ultrafiltrasi glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan
kecepatan aliran darah yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati
struktur ini, filtrasi terjadi. Air dan molekul - molekul yang kecil akan dibiarkan
lewat sementara molekul - molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan
disaring melalui dinding jonjot - jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus.
Cairan ini disebut filtrat. Filrat terdiri dari air, elektrolit dan molekul kecil lainnya.
Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif diabsorbsi ulang kedalam darah.
Substansi lainnya diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut
mengalir di sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktud pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapai pelvis ginjal.
Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali seluruhnya
dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai substansi yang secara
normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam
urine mencakup natrium, klorida, bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urine,
yaitu :
a. Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah
dalam glomerus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat bermolekul
besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat glomerus (urine primer).
Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang
tidak berguna bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam - garam.
b. Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam
urine primer yang masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.
c. Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah
menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+
dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan
disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berpperan dalam pengaturan
tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel - sel otot polos meningkatkan
pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel - sel otot polos
mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang, maka sel
- sel makula dansa memberi sinyal pada sel - sel penghasil renin untuk
meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel
- sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan
renin. Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis
penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin I yang
terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati dan konsentrasinya
dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen menjadi angiotensin I berlangsung
diseluruh plasma, tetapi terutama dikapiler paru - paru. Angoitensi I kemudian
dirubah menjadi angiotensin II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam
kapiler paru - paru. Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek
vasokontriksi arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar
aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan duktus
pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium mengakibatkan peningkatan
reabsorbsi air, dengan demikian volume plasma akan meningkat yang ikut berperan
dalam peningkan tekanan darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

3. Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2010) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik adalah sebagai
berikut :
1) Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2) Penyakit peradangan : Glomerulonefritis
3) Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis
4) Gangguan jaringan ikat/penyambung : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif
5) Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal
6) Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7) Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8) Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma, fibrosis,
retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur uretra, anomaly
congenital leher vesika urinaria dan uretra)
4. Patofisiologi
Disfungsi ginjal mengakibatkan keadaan patologik yang komplek termasuk
diantaranya penurunan GFR (Glumerular Filtration Rate), pengeluaran produksi urine dan
eksresi air yang abnormal, ketidakseimbangan elektrolit dan metabolik abnormal.
Homeostatis dipertahankan oleh hipertropi nefron. Hal ini terjadi karena hipertrofi nefron
hanya dapat mempertahankan eksresi solates dan sisa - sisa produksi dengan jalan
menurunkan reabsorbsi air sehingga terjadi hipostenuria (kehilangan kemampuan
memekatkan urin) dan polyuria adalah peningkatan output ginjal. Hipostenuria dan
polyuria adalah tanda awal CKD dan dapat menyebabkan dehidrasi ringan. Perkembangan
penyakit selanjutnya, kemampuan memekatkan urin menjadi semakin berkurang.
Osmolitasnya (isotenuria). Jika fungsi ginjal mencapai tingkat ini serum BUN meningkat
secara otomatis, dan pasien akan beresiko kelebihan beban cairan seiring dengan output
urin yang makin tidak adekuat. Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi/
mengalami kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal. Perubahan
metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi BUN dan kreatinin.
Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal dan penurunan fungsi ginjal
berdampak pada pembentukan serum kreatinin. Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan
kreatinin dalam darah disebut azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal.
Perubahan kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system
kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi, gagal jantung
kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh penurunan tingkat eritropetin,
penurunan masa hidup sel darah merah akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat
dan perdarahan gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah
akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi system renin. Angiostin
aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung karena anemia, hipertensi,
dan kelebihan cairan (Brunner & Suddart, 2013).
5. Pathway

Gambar 1 : Patofisiologi Gagal Ginjal Kronik (Brunner & Suddart, 2013).


6. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2010), Smeltzer dan Bare (2012), Lemine
dan Burke (2009) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh yaitu :
1) Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital, friction rub
pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif, perikarditis, disritmia,
kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2) Gejala dermatologis/system integumen : gatal - gatal hebat (pruritus), warna kulit abu -
abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum karena pengobatan
dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan
kasar, memar (purpura).
3) Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan liat,nafas
dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4) Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada mulut,
anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus, rasa kecap logam
dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan pengecap, parotitis dan stomatitis,
peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan darisaluran gastrointestinal.
5) Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, kulai kaki
(foot drop).
6) Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki, perubahan tingkah laku,
kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan tingkat kesadaran, neuropati
perifer.
7) Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi, penurunan
libido, kemandulan
8) Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit, masa
pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9) Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan resiko
infeksi.
10) Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih, hematuria,
proteinuria, nocturia, aliguria.
11) Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran glukosa.
12) Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin
(azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis, hiperkalemia,
hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13) Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan proses
kognitif.

7. Klasifikasi
1) Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2012) dan Le
Mone dan Burke (2009) adalah :
a. Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah yang paling
ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini penderita ini belum merasakan
gejala - gejala dan pemeriksaan laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal.
Selama tahap ini kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam
batas normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler
Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan kreatinin 32,5 - 130 ml/menit.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberikan beban
kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan
test GFR yang teliti.
b. Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih dari 75 %
jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 % dari normal, kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda beda, tergantung dari kadar protein dalam diit. Pada stadium ini kadar
kreatinin serum mulai meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nokturia
dan poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah 3:1 atau
4:1, bersihan kreatinin 10 - 30 ml/menit. Poliuria akibat gagal ginjal biasanya lebih
besar pada penyakit yang terutama menyerang tubulus, meskipun poliuria bersifat
sedang dan jarang lebih dari 3 liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal
ginjal dengan faal ginjal diantara 5 % - 25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan
timbul gejala gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita
mulai terganggu.
c. Stadium III
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul karena 90% dari
massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 nefron yang utuh, Nilai GFR nya
10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5 - 10 ml/menit atau
kurang, uremia akan meningkat dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada
stadium akhir gagal ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah
karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit
dalam tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari
500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula-mula
menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan gejala gejala yang
dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh, dengan
pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
2) Sedangkan tahap cronic kidney disease (CKD) adalah :
a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR > 90
ml/menit/1,73 m.
b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60 - 89 ml/menit/1,73 m.
c. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30 - 59 ml/menit/1,73 m.
d. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15 - 29 ml/menit/1,73 m.
e. Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (2010) adalah :
1) Urine
a) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine tidak ada.
b) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus, bakteri, lemak,
pertikel koloid, fosfat atau urat.
c) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan
ginjal berat)
d) Klirens kreatinin, mungkin menurun
e) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium.
f) Protein, derajat tinggi proteinuria (3 - 4 +) secara kuat menunjukkan kerusakan
glomerulus.
2) Darah
a) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya kurang dari 7 -
8 gr
b) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti azotemia.
c) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan
kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir
katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.
d) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler
(asidosis) atau pengeluaran jaringan)
e) Magnesium fosfat meningkat
f) Kalsium menurun
g) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan
protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena
kurang asam amino esensial.
h) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.
3) Pemeriksaan Radiologik
a) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB):
menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b) Pielogram ginjal : mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler,
masa
c) Sistouretrogram berkemih ; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam
ureter dan retensi.
d) Ultrasonografi ginjal : menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi
pada saluran perkemuhan bagian atas.
e) Biopsy ginjal : mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan
untuk diagnosis hostologis.
f) Endoskopi ginjal dan nefroskopi : dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar
batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g) Elektrokardiografi/EKG : mingkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan
elektrolit dan asam basa.
h) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi,
kalsifikasi.
i) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan
bentuk ginjal.
j) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebaran tumor).
k) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi
invasif ginjal
9. Manajemen Medis
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan Bare
(2012) yaitu :
1) Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a) Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol (Inderal),
Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta Blocker, Prazonin (Minipress),
Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b) Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid (Lasix),
Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide (Diuril).
c) Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d) Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e) Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f) Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida.
g) Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium asetat,
alumunium hidroksida.
h) Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i) Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2) Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4 - 0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet
tinggi lemak dan karbohirat
3) Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4) Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin (dilantin).
5) Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x
seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca durobilin)
untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse Packet Red
Cell/PRC.
6) Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7) Transplantasi ginjal.
10. Manajemen Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal ginjal
kronik menurut Doenges (2010), Le Mone & Burke (2009) dan Smeltzer dan Bare
(2012) ada berbagai macam, meliputi :
a. Demografi
1) Lingkungan
Lingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan sumber
air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik
2) Umur
Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun, walaupun pada kenyataanya
banyak penderita dengan umur sebelum usia 60 tahun.
3) Jenis kelamin
Wanita mempunyai insiden infeksi traktus urinarius dan pielonefritis lebih
tinggi daripada pria yang dapat berlanjut menjadi gagal ginjal kronik.
4) Ras
Kebanyakan ras kulit hitam yang beresiko untuk gagal ginjal kronik
b. Riwayat Kesehatan Klien
1) Riwayat masalah ginjal (sistem perkemihan)
2) Klien serta telah berobat kemana dan jenis obat yang dikonsumsi : seperti
penyakit ginjal, batu ginjal dan uretra, batu kandung kemih, pembedahan sistem
kemih.
3) Riwayat penyakit kronis : hipertensi, kardiovaskuler, DM, infeksi streptokokus,
obat - obatan nefrotoksik (garamicyn)
4) Riwayat adanya trauma/injuri
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
d. Pola Kesehatan Fungsional
1) Pemeliharaan Kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis tinggi,
personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan tinggi kalsium,
purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen, control tekanan
darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan darah tinggi dan
diabetes mellitus.
2) Pola Nutrisi dan Metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan (malnutrisi),
nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia),
penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan dehidrasi.
3) Pola Eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
4) Pola Aktivitas dan Latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
5) Pola Istirahat dan Tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
6) Pola Persepsi Sensori dan Kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot, perubahan
tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki (memburuk pada
malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah, penglihatan kabur, kejang,
sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada telapak kaki, kelemahan khusussnya
ekstremitas bawah (neuropati perifer), gangguan status mental, contoh
penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan
memori, kacau.
7) Persepsi Diri dan Konsep Diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak, ansietas,
takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian, kesulitan menentukan
kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
8) Pola Reproduksi dan Seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
e. Pengkajian Fisik
1) Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
2) Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
3) Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas (LILA)
menurun.
4) Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah, disritmia,
pernapasan kusmaul, tidak teratur.
5) Kepala
a) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur, edema
periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : pernapasan cuping hidung
d) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan gusi.
6) Leher : pembesaran vena leher.
7) Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal dan
kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner, friction
rub pericardial.
8) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
9) Genital : atropi testikuler, amenore.
10) Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta tipis,
kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop, kekuatan
otot.
11) Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat atau
hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar (purpura),
edema.

2. Diagnosa Keperawatan
1) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine dan
retensi cairan dan natrium.
2) Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam
kulit dan gangguan turgor kulit (uremia)
3) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
inadekuat, mual, muntah, anoreksia.
3. Intervensi Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil Keperawatan
1. Kelebihan Setelah dilakukan  Mandiri :
volume cairan tindakan 1. Kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar
berhubungan keperawatan (Timbang berat berkelanjutan untuk
dengan selama ... x 24 badan harian, memantau perubahan dan
penurunan jam, diharapkan keseimbangan mengevaluasi intervensi.
haluaran urine kelebihan masukan dan
dan retensi cairan/edema haluaran, turgor
cairan dan tidak terjadi kulit dan adanya
natrium. dengan edema, tekanan
Kriteria Hasil : darah, denyut dan
1. Asupan cairan irama nadi)
meningkat 2. Batasi masukan 2. Pembatasan cairan akan
2. Haluaran urine cairan menentukan berat tubuh
meningkat ideal, haluaran urine dan
3. Kelembapan respons terhadap terapi.
membran 3. Identifikasi sumber 3. Sumber kelebihan cairan
mukosa potensial cairan, yang tidak diketahui dapat
meningkat medikasi dan cairan diidentifikasi
4. Dehidrasi yang digunakan
menurun untuk pengobatan,
5. Turgor kulit oral dan intravena
normal tanpa 4. Jelaskan pada pasien 4. Pemahaman meningkatkan
edema. dan keluarga tentang kerjasama pasien dan
6. Tekanan darah pembatasan cairan. keluarga dalam pembatasan
membaik cairan.
7. Denyut nadi 5. Bantu pasien dalam 5. Kenyamanan pasien
radial menghadapi meningkatkan kepatuhan
membaik ketidaknyamanan terhadap pembatasan diet.
8. Berat badan akibat pembatasan
membaik cairan.
 Kolaborasi :
6. Rujuk pasien ke ahli 6. Ahli diet adalah spesialis
diet untuk nutrisi dan dapat menjelaskan
penyuluhan diet dan alasan modifikasi diet dan
bantu dalam dapat membantu pasien
merencanakan merencanakan makanan
kebutuhan makanan untuk memenuhi kebutuhan
dengan modifikasi nutrisi dalam batas diet.
dalam protein,
kalium, fosfor,
natrium dan kalori.
2. Resiko Setelah dilakukan  Mandiri :
kerusakan tindakan 1. Inspeksi kulit 1. Memandakan adanya
intregitas keperawatan terhadap perubahan sirkulasi atau kerusakan yang
kulit selama ... x 24 warna, turgor dan dapat menimbulkan
berhubungan jam, perhatikan adanya pembentukan dekubitus atau
dengan tidak terjadi kemerahan, infeksi.
akumulasi kerusakan ekimosis, purpura.
toksik dalam integritas kulit 2. Pantau masukan 2. Mendeteksi adanya dehidrasi
kulit dan dengan cairan dan hidrasi atau hidrasi berlebihan yang
gangguan Kriteria Hasil : kulit dan membran mempengaruhi sirkulasi dan
turgor kulit 1. Klien mukosa. integritas jaringan pada
(uremia) menunjukkan tingkat seluler.
perilaku atau 3. Inspeksi area tubuh 3. Jaringan edema lebih
tehnik untuk terhadap edema. cenderung rusak atau robek.
mencegah 4. Ubah posisi dengan 4. Menurunkan tekanan pada
kerusakan atau sering edema, meningkatkan
cidera kulit. menggerakkan klien peninggian aliran balik statis
2. Tidak terjadi dengan perlahan, vena sebagai pembentukan
kerusakan beri bantalan pada edema.
integritas tonjolan tulang.
kulit. 5. Pertahankan linen 5. Menurunkan iritasi dermal
3. Tidak terjadi kering, dan selidiki dan resiko kerusakan kulit.
edema. keluhan gatal.
6. Pertahankan kuku 6. Menurunkan resiko cedera
pendek dermal

 Kolaborasi :
7. Berikan matras 7. Menurunkan tekanan lama
busa/ flotasi pada jaringan, yang dapat
membatasi perfusi selular
yang menyebabkan iskemia/
nekrosis.
3. Perubahan Setelah dilakukan  Mandiri :
nutrisi kurang tindakan 1. Timbang berat 1. Mengkaji pemasukan
dari keperawatan badan setiap hari makanan yang adekuat
kebutuhan selama ... x 24 atau sesuai indikasi. (termasuk absorpsi dan
tubuh jam, pasien dapat utilisasinya).
berhubungan mempertahankan 2. Awasi konsumsi 2. Mengidentifikasi kekurangan
dengan intake masukan nutrisi makanan/ cairan dan nutrisi/ kebutuhan terapi.
inadekuat, yang adekuat hitung masukan
mual, muntah, dengan kalori per hari.
anoreksia. Kriteria Hasil : 3. Anjurkan klien 3. Membantu klien utnuk
1. Pengukuran mempertahankan menyadari “gambaran besar’
antropometri masukan makanan dan memungkinkan
dalam batas makanan harian, kesempatan untuk mengubah
normal. termasuk perkiraan pilihan diet untuk memenuhi
2. Perlambatan jumlah konsumsi keinginan individu dalam
atau elektrolit (perhatian pembatasan yang
penurunan individu, contoh diidentifikasi.
berat badan natrium, kalium,
yang cepat klorida magnesium),
tidak terjadi. dan protein.
3. Pengukuran 4. Ukur massa otot 4. Mengkaji keadekuatan
biokomis melalui lipatan penggunaan nutrisi melalui
dalam batas trisep atau prosedur pengukuran perubahan
normal serupa. deposit lemak yang dapa
(albumin, memperkirakan adanya/ tak
kadar adanya katabolisme jaringan.
elektrolit). 5. Perhatikan adanya 5. Gejala yang menyertai
4. Pemeriksaan mual/muntah. akumulasi toksin endogen
laboratorium yang dapat
klinis dalam mengubah/menurunkan
batas normal. pemasukan dan memerlukan
5. Pematuhan intervensi.
makanan 6. Dorong klien untuk 6. Dapat meningkatkan
dalam berpartisipasi dalam pemasukan oral dan
pembatasan perencanaan menu. meningkatkan perasaan
diet dan kontrol/tanggung jawab.
medikasi 7. Berikan makan 7. Porsi lebih kecil dapat
sesuai jadwal sedikit dan frekuensi meningkatkan masukan.
untuk sering.
mengatasi 8. Jadwalkan makan 8. Tipe dialisis mempengaruhi
anoreksia. sesuai dengan pola makan, contoh klien
kebutuhan dialisis. dengan hemodialisa mungkin
tidak makan sebelum/ selama
prosedur, karena ini dapat
mengubah pembuangan
cairan.
9. Tingkatkan 9. Memberikan pengalihan dan
kunjungan oleh meningkatkan aspek sosial
orang terdekat makan.
selama makan.
10. Berikan perawatan 10. Menurunkan
mulut sering. ketidaknyamanan stomatitis
oral dan rasa tak disukai
dalam mulut, yang dapat
mempengaruhi masukan
makanan.
 Kolaborasi :
11. Rujuk ke ahli gizi. 11. Berguna untuk program diet
individu untuk memenuhi
kebutuhan budaya/pola
hidup meningkatkan kerja
sama klien.
12. Berikan diet tinggi 12. Memberikan nutrien cukup
karbohidrat yang untuk memperbaiki endergi,
meliputi jumlah mencegah penggunaan otot,
protein kualitas meningkatkan regenerasi
tinggi dan asam jaringan/ penyembuhan, dan
amino essensial keseimbangan elektrolit.
dengan
pembatasan
natrium/ kalium
sesuai indikasi.
13. Berikan 13. Menggantikan kehilangan
multivitamin, vitamin karena malnutrisi/
termasuk asam anemia atau selama dialisis.
askorbat, asam
folat, vitamin D,
dan tambahan besi
sesuai indikasi.
14. Berikan tambahan 14. Hiperalimentasi mungkin
parenteral sesuai diperlukan untuk
indikasi. meningkatkan regenerasi
tubulus ginjal/ perbaikan
proses penyakit dasar dan
untuk memberikan nutrien
bila makan per oral/ enteral
dikontraindikasikan.
15. Awasi kadar 15. Indikator kebutuhan
protein/ albumin protein.
serum.
16. Berikan 16. Menurunkan stimulasi pada
antiemetic, contoh pusat muntah.
proklorperazine
(compazine).
17. Masukan/ 17. Perlu bila terjadi muntah
pertahankan selang menetap atau bila makan
nasogastrik sesuai enteral diinginkan.
indikasi.

11. Referensi
Brunner & Suddarth.(2013). Textbook of Medical-Surgical Nursing. Edisi ke-13.America
: Woltes Kluwer Health.
Doengoes, M.E, Moorhouse, M.F & Geissler, A.C. (2010). Rencana Asuhan
Keperawatan (Terjemahan) Edisi 3. Jakarta : EGC.
Mansjoer, A dkk. 2010. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Price, S., & Willson. (2010). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit.Ed. 4.
Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare (2012). Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner &
Suddart. Ed. 8. Jakarta: EGC.
Udjianti, WJ. 2010. Keperawatan Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai