Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen
Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen
DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Agus Tonche Suan
Amelda Tigapo
Ayu Afriani Panyuwa
Billyand Lalang
Deni Supriadi Lopo
Detlan Kaka Balo
Elfiana Koanak
Ongki S Tahun
Reni Yuniarti Kale
Wira Nirma Mellah Batra
Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang
berbeda sehingga algoritma penanganannya berbeda. Trauma abdomen
akan menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan
dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
Trauma abdomen dibagi menjadi dua jenis :
a. Trauma penetrasi atau trauma tajam : trauma tembak, trauma tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke
dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga
deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive
forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi ekstrenal terhadap
objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk
pengaman yang salah (seat belt injuri). Hal yang sering terjadi adalah
hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsula
pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra lumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.
pengeluaran darah banyak dapat berlangsung di dalam kavum abdomen
tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh pemeriksa,
dan akhir-khir ini kegagalan dalam mengalami perdarahan intra abdominal
adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu sebagian
besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan
segera dalam menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke ruangan
operasi.
1. Trauma tajam
Trauma tajam abdomen adalah luka pada permukaan tubuh dengan
penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan
benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka
yaitu : luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi atau pun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi
akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ
viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporari cavitation, dan
bisa pecah menjadi frakmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mngenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar
kedalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan
daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi),
cedera kompresi, peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus
berongga, kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan
adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai
kelenturan (non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal.
Secara umum mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,
khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta distal
yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh
darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2) Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior
dancolumna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien,
hati, dan ginjal.
3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya
menyebabkan ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung
dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera.
Tipe cedera berdasarkan organ yang terkena yaitu :
a. Pada organ padat seperti hepar, limpa, dengan gejala utama
perdarahan
b. Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dangan gejala
utama peritoritis.
2. Anatomi Abdomen
II. Etiologi
Menurut (Hudak & gallo.2001) kecelakaan atau trauma yang
terjadi pada abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,deselarasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tanjam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.
Selain luka tembak,trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal di abdomen.
Traum pada abdomen di sebabkan oleh 2 kekuatan kekuatan yang
termasuk, yaitu :
1. Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa di sebabkan oleh
jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolaraga , benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 5% di
sebabkaan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen di sebabkan
oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
III. Patofisiologi
Jika truama penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan tejadi
perdarahan intra abdomen yang serius,pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang di sertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik bila suatu organ
viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,tanda-tanda
iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tampa bising usus bila telah terjadi perirotinits umum. Bila
syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanada-tanda
peritonitis mungkin belum tampak pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan(
mansjoer,2001)
V. Komplikasi
VI. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP),
dan pelvis.
b) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang
digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah
trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsif tanpa
indikasi yang jelas untuk eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini
harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan
hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma.
c) Ultrasound Diagnostik (USG).
USG digunakan untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul
abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan
intraperitoneal bebas.
d) Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen)
CT adalah metode yang paling erring digunakan untuk
mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil
(NANDA NIC-NOC, 2015)
VII. Penatalaksanaan
Menurut (Chatherino, 2003) penatalaksanaan kegawatdaruratan
Trauma Abdomen adalah :
Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas
yang menunjukkan trauma intraabominal (pemeriksaan
peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan
Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara
non-operative berdasarkan status klinis dan derajat luka yang
terihat di CT
Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
Pemberian O2 sesuai indikasi
Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
VIII. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Jalan nafas bersih terdapat penumpukan secret
2) Terdengar ada tidaknya bunyi nafas (Ronchi, Wheziing)
3) Lidah tidak jatuh kebelakang
b. Breathing
1) Peningkatan frekuensi pernafasan (N : 16-22 x/menit)
2) Menggunakan otot-otot pernapasan (abdomen, thoraks)
3) Irama nafas (teratur, dangkal, dalam)
4) Distress pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipneu, retraksi)
5) Suara nafas (vesikuler, bronchial, bronkovesikuler)
6) Terapioksigen: Nasal canul, NRM (Non Rebreathing Mask), RM
(Rebreathing Mask), inhalasi Nebulizer
7) SpO2: 95%
c. Circulation
1) Nadi karotis dan nadi perifer teraba (kuat, lambat)
2) Penurunan curah jantung (gelisah, letargi, takikardia)
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik
4) Akral (dingin, hangat)
5) Tidak sianosis
6) Kesadaran somnolen
7) Tanda-tanda vital: TD (Tekanan Darah) : 110/70 – 120/80 mmHg
N (Nadi) : 60-100 x/menit RR (Respiratory Rate) : 16-22 x/menit S
(Suhu) : 36,5-37,5 derajat C
d. Disability
Kesadaran compos mentis dengan GCS = E4, V5, M6 = 15
e. Exposure
1) Integritas kulit baik
2) Ada/tidak luka bekas post operasi laparatomi
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik.
2. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan,
minuman dan lingkungan.
2) Medikasi
.Sebelum di bawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi
obat-obatan apapun dari dokter maupun apotik.
3) Past ilness
Sebelum di bawa ke RS, klien tidak mengalami sakit.
4) Last meal
Makanan dan cairan
5) Environment
Klien tinggal di rumah bersama siapa (sendiri, bapak/istri, anak,
orang tua) di lingkungan padat penduduk, tempat tinggal cukup
dengan ventilasi, lantai sudah di keramik, pencahayaan cukup,
terdapat saluran untuk limbah rumah tangga (selokan).
2
3
4
5
6 Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x3 jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil:
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Hudak, C.M & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol 1. Jakarta :
EGC
Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculaplus