Anda di halaman 1dari 15

ASUHAN KEPERAWATAN TRAUMA ABDOMEN

DISUSUN OLEH :
Kelompok 3
Agus Tonche Suan
Amelda Tigapo
Ayu Afriani Panyuwa
Billyand Lalang
Deni Supriadi Lopo
Detlan Kaka Balo
Elfiana Koanak
Ongki S Tahun
Reni Yuniarti Kale
Wira Nirma Mellah Batra

PROGRAM STUDI NERS


STIKes SANTO BORROMEUS KOTA BARU PARAHYANGAN
T.A 2016
I. Anatomi Fisiologi
1. Pengertian
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera.
 Trauma abdomen adalah trauma yang telah terjadi pada daerah
abdomen yang meliputi daerah retroperitoneal, pelvis dan organ
peritroneal.
 Trauma abdomen adalah cedera vicera abdominal yang disebabkan
karena luka penetrative atau trauma tumpul. Akibat dari trauma
abdomen dapat berupa peforasi ataupun perdarahan. Kematian
pada trauma abdomen bisa terjadi akibat sepsis atau perdarahan.
 Trauma abdomen didedinisikan sebagai trauma yang melibatkan
daerah antara diafragma atas dan panggul bawah ((Guilon,2011)
 trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa
trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak
disengaja. (Smeltzer, 2001).

Jadi trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada abdomen


yang menyebabkan perubahan fisiologis yang terletak diantara diafragma
dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk.

Trauma abdomen pada garis besarnya dibagi menjadi trauma tumpul dan
trauma tajam. Keduanya mempunyai biomekanika, dan klinis yang
berbeda sehingga algoritma penanganannya berbeda. Trauma abdomen
akan menyebabkan laserasi organ tubuh sehingga memerlukan tindakan
dan perbaikan pada organ yang mengalami kerusakan.
Trauma abdomen dibagi menjadi dua jenis :
a. Trauma penetrasi atau trauma tajam : trauma tembak, trauma tusuk
b. Trauma non-penetrasi atau trauma tumpul : diklasifikasikan ke
dalam 3 mekanisme utama, yaitu tenaga kompresi (hantaman), tenaga
deselerasi dan akselerasi. Tenaga kompresi (compression or concussive
forces) dapat berupa hantaman langsung atau kompresi ekstrenal terhadap
objek yang terfiksasi. Misalnya hancur akibat kecelakaan, atau sabuk
pengaman yang salah (seat belt injuri). Hal yang sering terjadi adalah
hantaman, efeknya dapat menyebabkan sobek dan hematom subkapsula
pada organ padat visera. Hantaman juga dapat menyebabkan peningkatan
tekanan intra lumen pada organ berongga dan menyebabkan ruptur.
pengeluaran darah banyak dapat berlangsung di dalam kavum abdomen
tanpa atau dengan adanya tanda-tanda yang dapat diamati oleh pemeriksa,
dan akhir-khir ini kegagalan dalam mengalami perdarahan intra abdominal
adalah penyebab utama kematian dini pasca trauma. Selain itu sebagian
besar cedera pada kavum abdomen bersifat operatif dan perlu tindakan
segera dalam menegakkan diagnosis dan mengirim pasien ke ruangan
operasi.
1. Trauma tajam
Trauma tajam abdomen adalah luka pada permukaan tubuh dengan
penetrasi ke dalam rongga peritoneum yang disebabkan oleh tusukan
benda tajam. Trauma akibat benda tajam dikenal dalam tiga bentuk luka
yaitu : luka iris atau luka sayat (vulnus scissum), luka tusuk (vulnus
punctum) atau luka bacok (vulnus caesum).
Luka tusuk maupun luka tembak akan mengakibatkan kerusakan jaringan
karena laserasi atau pun terpotong. Luka tembak dengan kecepatan tinggi
akan menyebabkan transfer energi kinetik yang lebih besar terhadap organ
viscera, dengan adanya efek tambahan berupa temporari cavitation, dan
bisa pecah menjadi frakmen yang mengakibatkan kerusakan lainnya.
Kerusakan dapat berupa perdarahan bila mngenai pembuluh darah atau
organ yang padat. Bila mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar
kedalam rongga perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum.
2. Trauma tumpul
Trauma tumpul kadang tidak menimbulkan kelainan yang jelas pada
permukaan tubuh, tetapi dapat mengakibatkan cedera berupa kerusakan
daerah organ sekitar, patah tulang iga, cedera perlambatan (deselerasi),
cedera kompresi, peningkatan mendadak tekanan darah, pecahnya viskus
berongga, kontusi atau laserasi jaringan maupun organ dibawahnya.
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan
adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai
kelenturan (non complient organ) seperti hati, lien, pankreas, dan ginjal.
Secara umum mekanisme terjadinya trauma tumpul abdomen yaitu:
1) Saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara
struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya
organ berongga, organ padat, organ visceral dan pembuluh darah,
khususnya pada bagian distal organ yang terkena. Contoh pada aorta distal
yang mengenai tulang torakal mengakibatkan gaya potong pada aorta
dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh
darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
2) Isi intra abdominal hancur diantara dinding abdomen anterior
dancolumna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat
menyebabkan ruptur, biasanya terjadi pada organ-organ padat seperti lien,
hati, dan ginjal.
3) Gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan
intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya biasanya
menyebabkan ruptur organ berongga. Berat ringannya perforasi tergantung
dari gaya dan luas permukaan organ yang terkena cedera.
Tipe cedera berdasarkan organ yang terkena yaitu :
a. Pada organ padat seperti hepar, limpa, dengan gejala utama
perdarahan
b. Pada organ berongga seperti usus, saluran empedu dangan gejala
utama peritoritis.

2. Anatomi Abdomen

Abdomen merupakan bagian tubuh yang terletak di antara toraks


dan pelvis.rongga abdomen yang sebenarnya dipisahkan dari rongga
toraks di sebelah atas oleh diafragma dan dari rongga pelvis di sebelah
bawah oleh suatu bidang miring yang disebut pintu atas panggul. Dapat
dikatakan bahwa pelvis termasuk bagian dari abdomen dan rongga
abdomen meliputi juga ronggapelvis. Rongga abdomen meluas ke atas
sampai mencapai rongga toraks setinggi sela iga kelima. Jadi sebagian
rongga abdomen terletak atau di lindungi oleh dinding toraks. Sebagian
dari hepar, gaster dan lien terdapat di dalamnya.
Rongga abdomen atau cavitas abdominis berisi sebagian besar
organ system digestivus, sebagian organ urinarium, system genitalia, lien,
glandula suprarenalis, dan pleksus nervorum. Juga berisi peritoneum yang
merupakan membrane serosa dari system digestifus. Kadang-kadang ada
organ genitalia terdapat didalam rongga abdomen, misalnya uterus yang
membesar.
Untuk menentukan lokalisasi yang lebih teliti dari rasa nyeri,
pembengkakan atau lekat suatu organ, maka abdomen dibagi menjadi
Sembilan region oleh dua bidang horizontal yaitu bidang subcostalis dan
bidang transtubercularis serta dua bidang vertical yang melalui linea
midklavikularis kanan dan kiri. Daerah-daerah itu adalah :
1. Hypocondrium dextra
2. Epigastrium
3. Hypocondrium sinistra
4. Lateralis dextra
5. Umbulicalis
6. Lateralis sinistra
7. Inguinalis dextra
8. Pubica
9. Inguinalis sinistra
Proyeksi letak organ abdomen yaitu :
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hepar, kantung
empedu, sebagian duodenum fleksura hepatic kolon, sebagian
ginjal kanan dan kelenjar suprarenal kanan.
2. Epigastrica meliputi organ : pylorus gaster, duodenum, pancreas
dan sebagian hepar
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ : gaster, lien, bagian kaudal
pancreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan
kelenjar suprarenal kiri
4. Lateralis dextra meliputi organ : kolon ascenden, bagian distal
ginjal kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilicalis meliputi organ : omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6. Lateralis sinistra meliputi organ : kolon ascenden, bagian distal
ginjal kiri, sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ : sekum, apendixs, bagian distal
ileum dan ureter kanan.
8. Pubica meliputi organ : ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ : kolon sigmoid, ureter kiri dan
ovarium kiri.
Anatomi dalam dari abdomen meliputi 3 regio :
1. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a. Rongga peritoneal atas
Rongga peritoneal atas dilindungi oleh bagian bawah dari dindinh
toraks yang mencakup diagfragma, hepar, liean, gaster dan colon
transfersum. Bagian ini juga disebut sebgai komponen
thorakcoabdominal dari abdomen. Pada saat diagfragma naik
sampai sela iga IV pada waktu ekspirasi penuh. Setiap terjadi
fraktur iga maupun luka tembus di bawahgaris intermmamalia bisa
mencederai organ dalam abdomen.
b. Rongga peritoneal bawah
Rongga peritoneal bawah berisikan usus halus, bagian colon
ascendens, colon sigmoid, dan pada wanita organ reproduksi
internal.
2. Rongga pelvis
Rongga pelvis yang dilindungi oleh tulang-tulang pelvis, sebenarnya
merupakan bagian bawah dari rongga intraperitoneal, sekaligus bagian
bawah dari rongga retroperitoneal. Di dalamnya terdapat rectum,
vesica urinaria, pembuluh-pembuluh iliaca, dan pada wanita organ
reproduksi internal. Sebagaimana halnya bagian torakoabdominal,
pemeriksaan organ-organ pelvis terhalang oleh bagian-bagian tulang di
atasnya.
3. Rongga retroperitoneal
Rongga yang potensial ini adalah rongga yang berada di belakang
dinding peritoneum yang melapisi abdomen. Di dalamnya terdapat
aorta abdominalis, vena cava inferiol, sebagian besar dari duodenum,
panckreas, ginjal dan ureter, serta sebgaian posterior dari colon
ascenden dan colon descenden dan bagian rongga pelvis yang
retroperitoneal. Cedera pada organ dalam retroperitoneal sulit dikenali
karena daerah ini jauh dari jangkauan pemeriksaan fisik yang biasa,
dan juga cedera disini pada awalnya tidak akan memperlihatkan tanda
maupun gejala peritonitis. Rongga ini tidak termasuk dalam bagian
yang diperiksa sampelnya Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL).

II. Etiologi
Menurut (Hudak & gallo.2001) kecelakaan atau trauma yang
terjadi pada abdomen,umumnya banyak diakibatkan oleh trauma
tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan,deselarasi
yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma
ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tanjam umumnya disebabkan oleh luka
tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen.
Selain luka tembak,trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka
tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ
internal di abdomen.
Traum pada abdomen di sebabkan oleh 2 kekuatan kekuatan yang
termasuk, yaitu :
1. Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa di sebabkan oleh
jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakan kendaraan
bermotor, cedera akibat berolaraga , benturan, ledakan,
deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 5% di
sebabkaan oleh kecelakaan lalu lintas.
2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam
rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen di sebabkan
oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.

III. Patofisiologi
Jika truama penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan tejadi
perdarahan intra abdomen yang serius,pasien akan memperlihatkan
tanda-tanda iritasi yang di sertai penurunan hitung sel darah merah
yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik bila suatu organ
viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi,tanda-tanda
iritasi peritoneum cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen
tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi
abdomen tampa bising usus bila telah terjadi perirotinits umum. Bila
syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan
suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanada-tanda
peritonitis mungkin belum tampak pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan
bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan(
mansjoer,2001)

IV. Manifestasi Klinis


Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis
meliputi : nyeri tekanan diatas daerah abdomen, distensi abdomen,
demam, anorexia, mual dan muntah, takikardi, peningkatan suhu
tubuh, dan nyeri spontan (NANDA NIC-NOC, 2015).
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya :
 Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
 Terjadi perdarahan intra abdominal
 Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu
sehingga fungsi usus tidak normal dan biasanya akan
mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan
BAB hitam (melena)
 Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam
setelah trauma
 Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen

Pada trauma penetrasi (tajam) biasanya terdapat :

 Terdapat luka robekan pada abdomen


 Luka tusuk sampai menembus abdomen
 Penanganan yang kurang tepat biasanya memperbanyak
perdarahan/memperparah keadaan
 Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam
abdomen

V. Komplikasi
VI. Pemeriksaan Diagnostik
a) Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan rontgen servikal lateral, toraks anteroposterior (AP),
dan pelvis.
b) Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Diagnostik peritoneal lavage merupakan tes cepat dan akurat yang
digunakan untuk mengidentifikasi cedera intra-abdomen setelah
trauma tumpul pada pasien hipotensi atau tidak responsif tanpa
indikasi yang jelas untuk eksplorasi abdomen. Pemeriksaan ini
harus dilakukan oleh tim bedah yang merawat penderita dengan
hemodinamik abnormal dan menderita multitrauma.
c) Ultrasound Diagnostik (USG).
USG digunakan untuk evaluasi pasien dengan trauma tumpul
abdomen. Tujuan evaluasi USG untuk mencari cairan
intraperitoneal bebas.
d) Computed Tomography Abdomen (CT Scan Abdomen)
CT adalah metode yang paling erring digunakan untuk
mengevaluasi pasien dengan trauma abdomen tumpul yang stabil
(NANDA NIC-NOC, 2015)

VII. Penatalaksanaan
Menurut (Chatherino, 2003) penatalaksanaan kegawatdaruratan
Trauma Abdomen adalah :
 Pasien yang tidak stabil atau pasien dengan tanda-tanda jelas
yang menunjukkan trauma intraabominal (pemeriksaan
peritoneal, injuri diafragma, abdominal free air, evisceration)
harus segera dilakukan pembedahan
 Trauma tumpul harus diobservasi dan dimanajemen secara
non-operative berdasarkan status klinis dan derajat luka yang
terihat di CT
 Pemberian obat analgetik sesuai indikasi
 Pemberian O2 sesuai indikasi
 Lakukan intubasi untuk pemasangan ETT jika diperlukan
VIII. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Primer
a. Airway
1) Jalan nafas bersih terdapat penumpukan secret
2) Terdengar ada tidaknya bunyi nafas (Ronchi, Wheziing)
3) Lidah tidak jatuh kebelakang
b. Breathing
1) Peningkatan frekuensi pernafasan (N : 16-22 x/menit)
2) Menggunakan otot-otot pernapasan (abdomen, thoraks)
3) Irama nafas (teratur, dangkal, dalam)
4) Distress pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipneu, retraksi)
5) Suara nafas (vesikuler, bronchial, bronkovesikuler)
6) Terapioksigen: Nasal canul, NRM (Non Rebreathing Mask), RM
(Rebreathing Mask), inhalasi Nebulizer
7) SpO2: 95%
c. Circulation
1) Nadi karotis dan nadi perifer teraba (kuat, lambat)
2) Penurunan curah jantung (gelisah, letargi, takikardia)
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik
4) Akral (dingin, hangat)
5) Tidak sianosis
6) Kesadaran somnolen
7) Tanda-tanda vital: TD (Tekanan Darah) : 110/70 – 120/80 mmHg
N (Nadi) : 60-100 x/menit RR (Respiratory Rate) : 16-22 x/menit S
(Suhu) : 36,5-37,5 derajat C
d. Disability
Kesadaran compos mentis dengan GCS = E4, V5, M6 = 15
e. Exposure
1) Integritas kulit baik
2) Ada/tidak luka bekas post operasi laparatomi
3) Capillary refill kembali dalam 3 detik.
2. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
1) Alergi
Klien tidak mempunyai alergi terhadap obat-obatan, makanan,
minuman dan lingkungan.
2) Medikasi
.Sebelum di bawa ke RS (Rumah Sakit), klien tidak mengkonsumsi
obat-obatan apapun dari dokter maupun apotik.
3) Past ilness
Sebelum di bawa ke RS, klien tidak mengalami sakit.
4) Last meal
Makanan dan cairan
5) Environment
Klien tinggal di rumah bersama siapa (sendiri, bapak/istri, anak,
orang tua) di lingkungan padat penduduk, tempat tinggal cukup
dengan ventilasi, lantai sudah di keramik, pencahayaan cukup,
terdapat saluran untuk limbah rumah tangga (selokan).

b. Pemeriksaan Head to Toe

1) Keadaan Rambut dan Higiene Kepala


Rambut hitam, coklat, pirang, warna perak, berbau. Pada kulit
kepala bisa ditemui lesi seperti vesicular, pustule, crusta karena
varicella, dermatitis. Ada/tidak hematoma maupun jejas.
2) Pupil dan Refleks Cahaya
Isokor/anisokor ukuran 3mm/3mm, simetris kanan-kiri, sklera
ikterik anikterik, konjungtiva anemis atau aninemis, reaksi
terhadap cahaya baik/tidak, menggunakan alat bantu penglihatan
atau tidak.
3) Hidung
Bentuk simetris, ada/tidak polip maupun sekret, peradangan
mucosa.
4) Telinga
Simetris kanan-kiri, ada/tidak penumpukan serumen, ada/tidak
menggunakan alat bantu pendengaran.
5) Mulut
Ada/tidak perdarahan pada gusi, periksa adanya radang mukosa
(stomatitis), ada/tidak sariawan, tonsil diperiksa apakah meradang
atau tidak.
6) Leher
Kelenjar tyroid diperiksa apakah terjadi pembesaran kelenjar
tyroid, ada/tidak peningkatan JVP (Jugularis Vena Pressure).
7) Pernafasan (paru)
I: Bentuk thorax normal/tidak, pengembangan dada simetris
antara kanan- kiri, normal pernafasan : 16-22 x/menit, amati
suara batuk yang terdengar
P : Sonor/pekak
P : Fremitus vokal sama antara kanan- kiri.
A: Suara nafas (vesikuler/broncho-vesicular, bronchial), suara
tambahan (rales, ronchi, wheezing, dan pleural friction-rub)
8) Sirkulasi (jantung)
I : Ictus cordis tampak/tidak
P : Ictus cordis teraba kuat/pelan di mid klavikula intercosta V
sinistra, ada/tidaknya thill
P : Pekak/sonor
A : Bunyi jantung (S1- S2) reguler, ada/tidak suara jantung
tambahan.
9) Neurologi
Kaji skala nyeri PQRST (P: Provoke, Palliates, Precipitation; Q:
quality; R: radiance; S: severity; T: time.
10) Abdomen
I : abdomen membusung/membuncit atau datar, tepi perut (flank)
menonjolatau tidak, umbilicus menonjol atau tidak. Amati
bayangan/gambaran bendungan pembuluh darah vena di kulit
abdomen, tampak benjolan massa atau tidak. Adanya distensi
pada abdomen (kemungkinan ada pneumo pertonium, dilatasi
gastric atau ileus akibat iritasi peritoneal). Pergerakan
pernapasan abdomen (kemungkinan ada peritonitis).
A : Peristaltikusus 5-35 kali permenit
P : Ada nyeri tekan atau tidak, hepar dan lien teraba atau tidak
P : Tympani/hipertympani, massa padat atau cairan menimbulkan
suara pekak.
11) Genitoririnaria
a. Pria
Kulit sekitar kalamin mengalami infeksi/jamur/kutu, teraba
testis kiri/kanan,
b. Wanita
Amati vula secara keseluruhan adakah prolapsus uteri,
benjolan kelenjar Bartholin
12) Kulit
Turgor kulit elastis, kembali kurang dari 3 detik, tidak ada lesi,
tidak ada kelainan pada kulit.
13) Ekstremitas
Pemeriksaan edema/tidak edema, rentak gerak, uji kekuatan otot,
reflek-reflek fisiologik, reflex patologik babinski

3. Masalah yang sering muncul :


1) Kerusakan integritas jaringan
2) Risiko infeksi
3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
4. Diagnosa Keperawatan
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan cardiac output
Ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d suplai O2 ke otak menurun
Kelebihan volume cairan b.d gangguan mekanisme regulasi
Kekurangan volume cairan b.d kehilangan cairan aktif
Ketidakefektifan pola napas b.d hiperventilasi
Nyeri akut b.d

NO DX NOC NIC RASIONAL


1

2
3
4
5
6 Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 1x3 jam diharapkan nyeri
berkurang dengan kriteria hasil:
 Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri, mencari
bantuan)
 Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda
nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
DAFTAR PUSTAKA

Chatherino. Jeffrev M. 2003. Emergency Medicine Handbook. USA: Lipipincott


Wiliams

Hudak, C.M & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik Vol 1. Jakarta :
EGC

Mansjoer Arif dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media Aesculaplus

Anda mungkin juga menyukai