Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH DHF

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Komunitas

Dosen pembimbing :
Paramita Ratna Gayatri, S.Kep.Ns, M.Kep

NAMA KELOMPOK 5 :

1. Annisa Fauzyiah ( 10217006 )


2. Dian Wulandari ( 10217016 )
3. Frena Isnanto ( 10217028 )
4. Gilang Eko Bayu S. ( 10217029 )
5. Maulidiyatul Aisyah D.P. ( 10217041 )
6. Nanda Wikrama P. ( 10217044 )
7. Reda Ayu Saraswati ( 10217051 )
8. Rokhimahtul Fayyadhah ( 10217052 )
9. Sabrina Aoelia W ( 10217053 )
10. Timing Dwi Noer S. ( 10217060 )

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA
KEDIRI
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “DHF” dengan baik dan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
Komunitas. Selain itu,makalah ini disusun untuk memperluas ilmu tentang “DHF”
Kami mengakui masih banyak kekurangan dalam pembuatan makalah ini
karena pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki masih kurang. Oleh karena
itu, kami berharap kepada pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam rangka
menambah pengetahuan juga wawasan tentang DHF.

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ 2


DAFTAR ISI ........................................................................................................... 3
BAB I ...................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN .................................................................................................. 4
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 4
1.2 Rumusan masalah .................................................................................. 7
1.3 Tujuam penulisan ................................................................................... 7
BAB II ..................................................................................................................... 8
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 8
2.1 DEFINISI. ............................................................................................... 8
2.2 ETIOLOGI.............................................................................................. 8
2.3 MANIFESTASI KLINIS. ...................................................................... 9
2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG. ....................................................... 10
2.5 PEMBERANTAS PENYAKIT. .......................................................... 11
BAB 3 ................................................................................................................... 15
PENUTUP ............................................................................................................. 15
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 15
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dengue Haemorragic Fever (DHF) adalah penyakit akut, yang
bersifat endemik, yang dapat menyerang seluruh kelompok umur,dan terus
mengalami peningkatan yang tajam bahkan menyebabkan KLB yang
cenderung terjadi sepanjang tahun (Dinkes, 2015).
DHF merupakan penyakit infeksi virus akut yang disebabkan oleh
virus dengue yang tergolong Arthropod-Borne virus, genus flavivirus,
famili flaviviridae. DHF ditularkan melalui gigitan nyamuk aedes spp,
aedes aegypti, dan aedes albopictus merupakan vektor utama penyakit
DHF. Penyakit DHF dapat muncul sepanjang tahun dan dapat menyerang
seluruh kelompok umur. Penyakit ini berkaitan dengan kondisi lingkungan
dan perilaku masyarakat (Dinkes, 2015).
Terdapat empat macam klasifikasi derajat DHF yaitu derajat 1, 2,
3, dan 4 dan memiliki empat jenis serotipe, yaitu; derajat I (ringan), derajat
II (sedang), derajat III (berat) dan derajat IV (berat) (WHO, 2009).
Gambaran klinis pasien DHF terdiri atas tiga fase, fase pertama
yaitu fase febris, dimana biasanya demam mendadak tinggi 2-7 hari
disertai muka kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, myalgia,
atralgia, dan sakit kepala. Fase kedua yaitu fase kritis, dimana terjadi pada
har i 3-7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh disertai kenaikan
permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24-48 jam. Fase ketiga yaitu fase pemulihan, dimana
jika fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari 2
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum penderita membaik, nafsu makan pulih kembali,
hemodinamik stabil dan diuresis membaik (Masriadi, 2017).
Data World Health Organization (WHO) (2014), pada tahun 1970
terdapat sembilan negara yang mengalami wabah DHF, sedangkan saat ini
DHF menjadi penyakit endemik pada lebih dari 100 negara. Tahun 2012
terjadi sekitar 2.000 kasus DHF pada lebih dari 10 negara di Eropa dan

4
sekitar 500.000 penderita DHF memerlukan rawat inap setiap tahunnya.
Tahun 2013 dilaporkan terdapat sebanyak 2,35 juta kasus di Amerika,
dimana 37.687 kasus merupakan DHF berat. Pada saat ini selain terjadinya
peningkatan jumlah kasus DHF, jumlah penyeberannya pun turut
meningkat hingga di luar daerah tropis dan sub tropis. WHO mencatat
sejak tahun 1968 hingga tahun 2009 negara Indonesia termasuk negara
dengan kasus DHF tertinggi di Asia Tenggara (Rahayu & Budi, 2017).
Indonesia sudah ditetapkan sebagai salah satu negara endemik
demam berdarah, karena Indonesia merupakan negara tropis dengan curah
hujan yang cukup tinggi. Setiap awal musim hujan, di Indonesia penyakit
ini mengalami peningkatan dan menimbulkan kejadian luar biasa di
beberapa wilayah. DHF telah menjadi masalah kesehatan masyarakat di
Indonesia selama 47 tahun terakhir sejak tahun 1968. Angka incident rate
(IR) penyakit DHF dari tahun 1968 sampai tahun 2015 cenderung
mengalami peningkatan (InfoDatin Kementrian Kesehatan, 2016).
Pada tahun 2014, hingga pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang, dan
641 diantaranya meninggal dunia (Kementrian Kesehatan RI, 2017).
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia terjadi peningkatan kasus dari
tahun 2014 ke 2015. Pada tahun 2014 3 sebanyak 100.347 kasus dan tahun
2015 menjadi 129.650 kasus (Rahayu & Budi, 2017).
Tahun 2014 jumlah penderita DHF yang dilaporkan sebanyak
8.629 kasus dengan jumlah kematian 17 orang. Tahun 2015 jumlah
penderita DHF yang dilaporkan sebanyak 10.759 kasus dengan jumlah
kematian 29 orang (Dinkes, 2015).
Kementrian Kesehatan RI mencatat jumlah penderita DHF di
Indonesia pada bulan Januari-Februari 2016 sebanyak 8.487 orang
penderita DHF dengan jumlah kematian 108 orang. Penyakit DHF di
Indonesia cenderung meningkat pada pertengahan musim penghujan
sekitar bulan Januari (Kemenkes RI, 2016).
Kejadian DHF di Provinsi Bali tergolong tinggi karena pada tahun
2014 jumlah kasus terbanyak adalah di Kota Denpasar yaitu 1.837 kasus,

5
Kabupaten Gianyar sebanyak 1.785 kasus, Kabupaten Badung sebanyak
1.770 kasus, dan Kabupaten Buleleng sebanyak 1.721 kasus. Daerah-
daerah tersebut memiliki jumlah penduduk yang besar dengan tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi sehingga merupakan salah satu faktor
resiko penyebaran DHF. Tahun 2015 provinsi di Indonesia dengan
IR/angka kesakitan DHF tertinggi adalah Bali yaitu sebesar 257,75 kasus
(Dinkes, 2015).
Kejadian DHF menyebar di seluruh kabupaten-kota di Bali.
Diantara 9 kabupaten-kota, Kabupaten Gianyar memiliki angka kejadian
yang tinggi dan menduduki peringkat no 2 setelah Kota Denpasar pada
tahun 2014 dengan kasus DHF sebanyak 1.785 kasus (Dinkes, 2015).
Kabupaten Gianyar selama dua tahun terakhir yaitu tahun 2015-2016
menduduki peringkat tertinggi jumlah kasus DHF. Tahun 2015 dengan
jumlah 2.198 kasus. Tahun 2016 dengan jumlah 3.673 kasus. Peningkatan
kasus DHF terjadi pada bulan Januari sampai Juli. Peningkatan terjadi saat
musim hujan turun dan setelah musim hujan. Menurut penelitian Rahayu
& 4 Yana membuktikan bahwa dari 30 kasus DHF lalu terdapat 25 kasus
yang berasal dari mobilitas diluar wilayah dan pergi ke wilayah yang
endemis (Rahayu & Yana, 2017).
Tahun 2017, angka kesakitan DHF pada provinsi Bali menurun
drastis hampir sepuluh kali lipat dari tahun 2016. Berdasarkan hasil studi
pendahuluan di Ruang Arjuna RSUD Sanjiwani Gianyar, jumlah kasus
DHF pada tahun 2017 sampai tahun 2018 mengalami peningkatan. Tahun
2017 sebanyak 9 kasus dan tahun 2018 sebanyak 19 kasus. Berdasarkan
data diatas baik tingkat global maupun nasional, dapat
disimpulkan kejadian mengalami peningkatan. Kecenderungan
peningkatan prevalensi diatas akan memberi dampak meningkatnya
masalah kesehatan yang dialami pasien. Masalah keperawatan yang umum
terjadi dan dialami pasien adalah demam tinggi (hipertermia) terus
menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji tourniquet positif,
trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran

6
plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh (Candra,
2010).
Diantara masalah tersebut, yang menjadi prioritas dialami oleh
pasien adalah hipertermia. Hipertermia merupakan keadaan meningkatnya
suhu tubuh di atas rentang normal tubuh (Tim Pokja SDKI DPP PPNI,
2016). Adapun tanda dan gejala hipertermia antara lain: suhu tubuh di atas
nilai normal, kulit merah, kejang, takikardia, takipnea, dan kulit terasa
hangat. Hipertermia terjadi akibat masuknya arbovirus melalui gigitan
nyamuk aedes aegyti pada tubuh yang beredar dalam aliran darah sehingga
terjadi infeksi virus dengue (viremia) yang menyebabkan
pengaktifan system komplemen yang membentuk dan melepaskan zat
C3a,C5a dan 5 merangsang PGE2 Hipotalamus sehingga terjadi
hipertermia (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016).

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana pemberantasan penyakit DHF ?
1.3 Tujuan penulisan
1. Untuk mengetahui definisi dari DHF.
2. Untuk mengetahui etiologi DHF.
3. Untuk mengetahui manifestasi DHF.
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang penyakit DHF.
5. Untuk mengetahui Pemberantasan penyakit DHF.

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut
yang disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi
mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief
Mansjoer & Suprohaita; 2014; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang
disebabkan oleh Arbovirus (arthropodborn virus) dan ditularkan melalui
gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus (Ngastiyah, 2015 ;
341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang
disebabkan oleh empat serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat
gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi, manifestasi perdarahan,
hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma
yang dapat menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama
terdapat pada anak dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan
biasanya memburuk pada dua hari pertama (Soeparman; 1987; 16).

2.2 ETIOLOGI.
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu
virus dengue tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut
terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang lainnya
secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus
ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang biak dengan baik
pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel – sel

8
mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor
yaitu nyamukaedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes
polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang
berperan. infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada
perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer &
Suprohaita; 2000;420).

2.3 MANIFESTASI KLINIS.


1. Demam dengue.
Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan dua
atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
a. Nyeri kepala.
b. Nyeri di belakang mata (retro-orbital)
c. Myalgia/atarlgialstasi
d. Petekie
e. leukopenia
f. pemeriksaan serologi dengue positif ; atau ditemukan DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
2. Demam Berdarah Dengue
Berdasarkan kritria WHO 1997 diagnosis DBD ditegakkan bila semua
hal dibawah ini dipenuhi:
a. Demam atau riwayat demam akut antara 2-7 hari, biasanya bersifat
bifasik.
b. Manifestasi pendarahan yang biasanya serupa:
- Uji tourniquet positif
- Peteki, ekimosis, atau purpura
- Pendarahan mukosa ( epistaksis, perdarahan gusi ) saluran
cerna, tempat bekas suntikan.

9
- Hematemesis atau melena.
c. Trombositopenia < 100.000/ul
d. Kebocoran plasma yang ditandai dengan.
- Peningkatan nilai hematrokrit ≥ 20% dari nilai baku sesuai
umur dan jenis kelamin.
- Penurunan nilai hematocrit ≥ 20% setelah pemberian cairan
yang adekuat.
e. Tanda kebocoran plasma seperti : hipoproteinemi, asites, efusi
pleura.

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG.


1. Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien
tersangka demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar
hemoglobin, hematokrit, jumlah trombosit dan hapusan darah tepi
untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit
plasma biru. Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue
(cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik
RT-PCR (Reserve Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun
karena teknik yang lebih rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi
adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM
maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
 Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya
limfosit plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang
pada fase syok akan meningkat.
 Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
 Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan
ditemukannyapeningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal,
umumnya dimulai pada hari ke-3 demam.

10
 Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-
Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan
atau kelainan pembekuan darah.
 Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran
plasma.
 SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
 Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
 Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan. •
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah.
 Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap
dengue. IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu
ke-3, menghilang setelah 60-90 hari. IgG: pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder IgG mulai
terdeteksi hari ke-2.
 Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.
2. Pemeriksaan Radiologis
Pada foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada hemitoraks
kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi pleura
dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen
dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (pasien tidur
pada sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat pula
dideteksi dengan pemeriksaan USG
2.5 PEMBERANTAS PENYAKIT.

Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan


beberapa metode yang tepat baik secara lingkungan, biologis maupun
secara kimiawi yaitu:

11
1. Lingkungan
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara
lain dengan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), pengelolaan sampah
padat, modifikasi tempat perkembangbiakan nyamuk hasil samping
kegiatan manusia, dan perbaikan desain rumah.
PSN pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau
mencegah agar nyamuk tidak berkembang tidak dapat berkembang biak.
Pada dasarnya PNS ini dapat dilakukan dengan:
a. Menguras bak mandi dan tempat-tempat penampungan air sekurang-
kurangnya seminggu sekali,. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan
bahwa perkembangan telur agar berkembang menjadi nyamuk adalah 7-
10 hari.
b. Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan
tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada
tempat-tempat tersebut.
c. Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
seminggu sekali.
d. Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang
bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-
jentik nyamuk, seperti sampah kaleng, botol pecah, dan ember plastik.
e. Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dengan
menggunakan tanah.
f. Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan
salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari
daun.

2. Biologis
Pengendalian secara biologis adalah pengandalian perkambangan
nyamuk dan jentiknya dengan menggunakan hewan atau tumbuhan.
seperti memelihara ikan cupang pada kolam atau menambahkannya
dengan bakteri Bt H-14.

12
3. Kimiawi
Pengendalian secara kimiawi merupakan cara pengandalian serta
pembasmian nyamuk serta jentiknya dengan menggunakan bahan-bahan
kimia. Cara pengendalian ini antara lain dengan:
a. Pengasapan/fogging dengan menggunakan malathion dan fenthion yang
berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan Aides
aegypti sampai batas tertentu.
b. Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat
penampungan air seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.
Cara yang paling mudah namun efektif dalam mencegah
penyakit DBD adalah dengan mengkombinasikan cara-cara diatas yang
sering kita sebut dengan istilah 3M plus yaitu dengan menutup tempat
penampungan air, menguras bak mandi dan tempat penampungan air
sekurang-kurangnya seminggu sekali serta menimbun sampah-sampah
dan lubang-lubang pohon yang berpotensi sebagai tempat
perkembangan jentik-jentik nyamuk. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan melakukan tindakan plus seperti memelihara ikan pemakan
jentik-jentik nyamuk, menur larvasida, menggunakan kelambu saat
tidur, memasang kelabu, menyemprot dengan insektisida, menggunakan
repellent, memasang obat nyamuk, memeriksa jentik nyamuk secara
berkala serta tindakan lain yang sesuai dengan kondisi setempat.

Pemberantasan Sarang Nyamuk

1. 3M Plus
3M adalah tindakan yang dilakukan secara teratur untuk
memberantas jentik dan menghindari gigitan nyamuk Demam
Berdarah dengan cara:
a. Menguras:
Menguras tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi,
tempayan, ember, vas bunga, tempat minum burung dan lain-lain
seminggu sekali.

13
b. Menutup:
Menutup rapat semua tempat penampungan air seperti ember,
gentong, drum, dan lain-lain.
c. Mengubur:
Mengubur semua barang-barang bekas yang ada di sekitar rumah
yang dapat menampung air hujan.
d. Lotion
2. Memelihara ikan pemakan jentik-jentik nyamuk.
3. Cegah gigitan nyamuk dengan cara:
a. Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang
sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk temephos
(abate) atau altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate
untuk 10 liter air atau 2,5 gram altosoid untuk 100 liter air. Abate
dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotek.
b. Mencegah gigitan nyamuk dengan memakai obat nyamuk gosok.
c. Memasang kawat kasa di jendela dan di ventilasi
d. Tidak membiasakan menggantung pakaian di dalam kamar.
e. Gunakan sarung kelambu waktu tidur.

Nyamuk demam berdarah ini lebih suka berdiam dan berkembang biak dengan
cepat di daerah yang panas dan lembap, seperti Indonesia. Data dari Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan bahwa terdapat kaitan antara perubahan
iklim dan curah hujan yang tinggi dengan meningkatnya kasus demam berdarah. Infeksi
virus dengue biasanya lebih tinggi jika korban berada di luar ruangan dan pada siang hari.
Namun, bukan berarti nyamuk Aedes aegypti tidak bisa berkembang biak di dalam
ruangan atau menggigit di malam hari. Nyamuk demam berdarah paling aktif mencari
mangsa sekitar dua jam setelah matahari terbit dan beberapa jam sebelum matahari
terbenam. Atau bisa juga menggigit pada malam hari di lokasi berpenerangan baik.

14
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang


disertai dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan
renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2014;
419).
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B. Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4
yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamukaedes aegypti, nyamuk aedes
albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan vektor yang
kurang berperan.
Gejala demam dengue meliputi nyeri kepala, nyeri retro-orbital,
Myalgia/atarlgialstasi, Ruam kulit, manifestasi pendarahan (petekie atau uji
bedung positif), leucopenia, pemeriksaan serologi dengue positif ; atau
ditemukan DD/DBD yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama.
Untuk pemberantasan sarang nyamuk dilakukan 3M, Memelihara ikan pemakan
jentik-jentik nyamuk, Cegah gigitan nyamuk.

15
Daftar Pustaka

Mansjoer, arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi III vol. 1. Jakarta : Media
Aesculapius.

Ngastiyah.2015.Perawatan Anak Sakit.EGC Jakarta.

Purnama,Rio. 2017. Sosialisasi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DHF


di Desa Mariana Banyu Asin. Jurnal Ilmiah Pengabdian Masyarakat, 1(1),57-
60.

Reza, Muhammad.2015. Hubungan Perilaku Pemberantasan Sarang Nyamuk


dengan Menutup, Menguras dan Mendaur Ulang Plus (PSN M Plus) terhadap
Kejadian Demam Berdarah Dengue (DBD) di Kelurahan Andalas. Jurnal :
Unnes Journal of Public Health 4 (4) (2015).

16

Anda mungkin juga menyukai