Anda di halaman 1dari 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. STATUS GIZI

1. Pengertian Status Gizi


Status gizi (nutritional status), adalah keadaan yang

diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan zat gizi dari

makanan dengan kebutuhan zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.

Setiap individu memerlukan asupan zat gizi yang berbeda

tergantung usia, jenis kelamin, aktifitas, dan sebagainya. Status gizi

merupakan salah satu faktor penting dalam mencapai derajat

kesehatan yang optimal. Namun pada kenyataannya di masyarakat

kita masih ditemui berbagai penderita yang berhubungan dengan

tingkat kekurangan gizi. Masalah gizi pada dasarnya merupakan

refleksi konsumsi zat gizi yang belum mencukupi kebutuhan tubuh.

Seseorang akan mempunyai status gizi baik apabila asupan gizi

sesuai dengan kebutuhan tubuh. Asupan gizi yang kurang dalam

makanan dapat menyebabkan kasus kekurangan gizi, sebaliknya

orang yang asupan gizinya berlebih akan menderita gizi lebih. Jadi,

status gizi adalah gambaran individu sebagai akibat dari asupan gizi

sehari-hari. Status gizi dapat diketahui melalui pengukuran

beberapa parameter, kemudian hasil pengukuran tersebut

dibandingkan dengan standar atau rujukan. Peran penilaian status

gizi bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya status gizi yang

salah. Penilaian status gizi yang salah dapat menyebabkan

terjadinya kesakitan dan kematian terkait dengan status gizi. Oleh

sebab itu, dengan diketahuinya status gizi pada individu dan


masyarakat maka dapat dilakukan berbagai upaya untuk

memperbaiki tingkat kesehatan pada masyarakat ( Par’i, 2016).

Dewarni Idrus dan Gatot Kunonto (1990) dalam

(Supariasa, Bakri, dan Fajar (2016)), mengungkapkan bahwa ada

beberapa istilah yang berhubungan dengan status gizi. Istilah-istilah

tersebut akan diuraikan di bawah ini :

a. Gizi (nutrition), adalah suatu proses organisme menggunakan

makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses

digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan

pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal

organ-organ, serta menghasilkan energi.

b. Keadaan gizi, merupakan akibat dari keseimbangan antara

konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi

tersebut, atau keadaan fisiologis akibat dari tersedianya zat gizi

dalam seluler tubuh.

c. Status gizi (nutritional status), merupakan ekspresi dari keadaan

keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu. Contoh: Gondok

endemik merupakan keadaan ketidaksinambungan pemasukan

dan pengeluaran iodium dalam tubuh.

d. Gizi salah atau Malnutrisi (Malnutrition), keadaan patologis

akibat kekurangan atau kelebihan, baik secara relatif maupun

absolut, satu atau lebih zat gizi.

2. Metode Pengukuran Status Gizi Berdasarkan Anthropometri


Anthropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos

artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi, secara umum

anthrpometri adalah ukuran tubuh.

Pengertian dari sudut pandang gizi telah banyak diungkapkan oleh

para ahli. Jelliffe (1966) dalam Supariasa, Bakri, dan Fajar (2016)

mengungkapkan bahwa :

“ Nutritional Anthropometry is Measurement of the Variations of the

Physical Dimensions and the Gross Composition of the Human Body at

Different Age Levels and Degree of Nutrition ”

Dari definisi tersebut, dapat ditarik pengertian bahwa

anthropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam

pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat

umur dan tingkat gizi. Berbagai jenis ukuran tubuh antara lain: berat

badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, dan tebal lemak di bawah kulit.

a. Keunggulan Anthropometri

Adapun keunggulan dari metode anthropometri adalah :

1. Prosedurnya sederhana, aman, dan dapat dilakukan pada

jumlah sampel yang relatif besar.

2. Relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, tetapi cukup dilakukan

oleh tenaga yang sudah dilatih dalam waktu singkat agar dapat

melakukan pengukuran anthropometri. Kader gizi (Posyandu)

tidak perlu seorang ahli, tetapi dengan pelatihan singkat ia dapat

melaksanakan pengukuran anthropometri secara rutin.


3. Alatnya murah, mudah dibawa, tahan lama, dapat dipesan dan

dibuat di daerah setempat. Memang ada alat anthropometri yang

mahal dan harus diimpor dari luar negeri, tetapi penggunaan alat

itu hanya untuk pengukuran tertentu saja seperti “Skin Fold

Caliper” untuk mengukur ketebalan lemak di bawah kulit.

4. Metode ini tepat dan akurat karena dapat dibakukan.

5. Dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi di masa

lampau.

6. Umumnya dapat mengidentifikasi status gizi kurang dan gizi

buruk karena sudah terdapat ambang batas yang jelas.

7. Metode anthropometri dapat mengevaluasi perubahan status gizi

pada periode tertentu, atau dari satu generasi ke generasi

berikutnya.

8. Metode anthropometri gizi dapat digunakan untuk penapisan

kelompok yang rawan terhadap gizi.

b. Kelemahan Anthropometri

Adapun kelemahan dari metode anthropometri yaitu :

1. Tidak sensitif. Metode ini tidak dapat mendeteksi status gizi dalam

waktu singkat. Selain itu, metode ini juga tidak dapat

membedakan kekurangan zat gizi tertentu seperti zink dan fe.

2. Faktor diluar gizi (penyakit, genetik, dan penurunan penggunaan

energi) dapat menurunkan spesifisitas dan sensitivitas

pengukuran anthropometri.
3. Kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat

mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas pengukuran

anthropometri gizi.

4. Kesalahan ini terjadi karena :

a. Pengukuran

b. Perubahan hasil pengukuran baik fisik maupun komposisi

jaringan

c. Analisis dan asumsi yang keliru

5. Sumber kesalahan biasanya berhubungan dengan :

a. Latihan petugas yang tidak cukup

b. Kesalahan alat atau alat tidak ditera

c. Kesulitan pengukuran. (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2016)

Anthropometri sebagai indikator status gizi dapat dilakukan

dengan mengukur beberapa parameter. Parameter adalah ukuran tunggal dari

tubuh manusia, antara lain : umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas,

lingkar kepala, lingkar dada, lingkar pinggul, dan tebal lemak di bawah kulit.

Dibawah ini akan diuraikan parameter tersebut :

a. Umur

Faktor umur sangat penting dalam penentuan status gizi.

Kesalahan penentuan umur akan menyebabkan kesalahan interpretasi

status gizi. Hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan yang akurat,

menjadi tidak berarti jika tidak disertai dengan penentuan umur yang

tepat.

Menurut Puslitbang Gizi Bogor (1980) dalam Supariasa, Bakri,

dan Fajar (2016), batasan umur yang digunakan adalah tahun umur
penuh (completed year) dan untuk anak umur 0-2 tahun digunakan bulan

umur penuh (completed month).

Contoh :

Tahun umur penuh (completed year)

Umur : 7 tahun 2 bulan, dihitung 7 tahun

6 tahun 11 bulan, dihitung 6 tahun

Contoh :

Bulan umur penuh (completed month)

Umur : 4 bulan 5 hari, dihitung 4 bulan

3 bulan 27 hari, dihitung 3 bulan

Di pedesaan banyak keluarga yang tidak mempunyai catatan

tanggal lahir anaknya. Selain itu terdapat kecendurungan untuk menulis

angka yang mudah seperti : 1 tahun, 1,5 tahun, 2 tahun, dan 3 tahun.

Untuk melengkapi data umur dilakukan dengan cara-cara sebagai

berikut :

1. Meminta surat kelahiran,kart keluarga, atau catatan lain yang dibuat

oleh orang tuanya. Apabila tidak ada, jika memungkinkan, cobalah

minta catatan pada pamong desa.

2. Jika hanya diketahui kalender lokal seperti bulan arab atau bulan lokal

(Jawa, Sunda, dll.), cocokkan dengan kalender nasional. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada buku “Pemantuan Status Gizi Tingkat

Kecamatan”, (Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes, 1999, hlm.55-

62) dalam (Supariasa, Bakri, dan Fajar, 2016).

3. Jika tetap tidak diketahui, catatan kelahiran anak dapat dilacak

berdasarkan daya ingat orang tua atau berdasarkan kejadian-kejadian


penting, seperti lebaran, tahun baru, puasa, pemilihan kepala desa,

atau peristiwa nasional seperti Pemilu, banjir, gunung meletus, dll.

Sebelum pengumpulan data, buatlah daftar tentang tanggal, bulan,

dan tahun kejadian peristiwa-peristiwa penting di daerah tempat kita

ingin mengumpulkan data.

4. Cara lain jika memungkinkan, dapat dilakukan dengan

membandingkan anak yang tidak diketahui umurnya dengan anak

kerabat atau tetangga yang diketahui pasti tanggal lahirnya, misalnya

beberapa bulan lebih tua atau lebih muda.

5. Jika tanggal lahirnya tidak diketahui dengan tepat, sedangkan bulan

dan tahunnya diketahui, tanggal lahir anak tersebut ditentukan pada

tanggal 15 di bulan dan tahun yang bersangkutan (Supariasa, Bakri,

dan Fajar, 2016).

b. Tinggi badan

Tinggi badan merupakan parameter yang penting bagi keadaan

yang telah lalu dan keadaan sekarang, jika umur tidak diketahui dengan

tepat. Selain itu, tinggi badan merupakan ukuran kedua yang penting

karena dengan menghbungkan berat badan terhadap tinggi badan (quac

stick), faktor umur dapat diabaikan.

Pengukuran tinggi badan untuk anak balita yang sudah dapat

berdiri dilakukan dengan alat pengukur tinggi mikrotoa (microtoise) yang

mempunyai ketelitian 0,1 cm.

Cara mengukur :

1. Tempelkan mikrotoa dengan paku pada dinding yang lurus dan datar

setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.
2. Lepaskan sepatu atau sandal.

3. Anak harus berdiri tegak seperti sikap siap sempurna dalam baris

berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian

belakang harus menempel pada dinding dan muka menghadap lurus

dengan pandangan kedepan.

4. Turunkan mikrotoa sampai rapat pada kepala bagian atas, siku-siku

harus lurus menempel pada dinding.

5. Baca angka pada skala yang tampak pada lubang dalam gulungan

mikrotoa. Angka tersebut menunjukkan tinggi anak yang diukur.

(Reksodikusumo, 1988/1989) dalam (Supariasa, Bakri, dan Fajar,

2016)

Menilai status gizi individu dapat dilakukan berdasarkan hasil

pengukuran anthropometri. Pengukuran anthropometri harus dilakukan

melalui prosedur pengukuran yang benar sehingga hasil ukurnya akurat

seperti yang telah diuraikan di atas. Selanjutnya, hasil pengukuran

anthropometri dibandingkan dengan rujukan atau standar pertumbuhan

tertentu (Par’i, 2016)

Rujukan adalah baku pertumbuhan yang merupakan standar

pertumbuhan pada suatu negara, tetapi dapat digunakan sebagai acuan

pertumbuhan di negara lain. Beberapa contoh baku rujukan yang tersedia

adalah baku harvard, baku Tunner, baku WHO-NCHS (World Health

Organization-National Centre Health Statistic). Rujukan Harvard dan

rujukan WHO-NCHS pernah digunakan di Indonesia sebagai rujukan

pertumbuhan anak.
Rujukan terdiri dari dua bentuk, yaitu rujukan lokal dan rujukan

internasional. Rujukan lokal adalah rujukan pertumbuhan yang menjadi

rujukan penilaian status gizi pada suatu wilayah atau negara tertentu.

Indonesia pada tahun 1980-an pernah menggunakan rujukan lokal.

Rujukan lokal yang digunakan berasal dari standar Harvard yang

disesuaikan dengan norma pertumbuhan yang ada pada standar Harvard.

Kelemahan rujukan lokal adalah status gizi dari negara lain (Kemenkes

RI, 2011) dalam (Par’i, 2016).

Rujukan internasional adalah standar pertumbuhan yang berlaku

pada negara tertentu, kemudian dijadikan rujukan pertumbuhan pada

negara lain. Pada tahun 1990- an di Indonesia menggunakan standar

pertumbuhan WHO-NCHS. Standar WHO-NCHS ini dalam

pembuatannya menggunakan pertumbuhan anak-anak dari suatu negara,

yaitu USA. Akibatnya status gizi yang dihasilkan dengan menggunakan

rujukan WHO-NCHS adalah anak-anak Indonesia cendrung memiliki

masalah gizi yang tinggi.

Standar pertumbuhan adalah baku pertumbuhan anak-anak sehat

yang dapat menggambarkan pertumbuhan secara umum yang berlaku di

semua negara, termasuk pertumbuhan anak-anak Indonesia. Semua

anak di dunia mempunyai potensi tumbuh yang sama apabila

mendapatkan asupan gizi yang cukup, mendapatkan perawatan yang

baik, dan hidup pada lingkungan yang sehat. Standar pertumbuhan anak

yang digunakan di Indonesia pada saat ini adalah standar pertumbuhan

anak WHO 2005 (Kemenkes RI, 2011) dalam (Par’i, 2016).


Dibawah ini akan dijelaskan cara menilai status gizi dengan baku

rujukan WHO-NCHS dan standar pertumbuhan anak WHO 2005.

1. Baku WHO-NCHS

Penggunaan baku rujukan WHO-NCHS telah lama

digunakan di Indonesia, yaitu sejak tahun 1980-an.

Baku rujukan ini digunakan untuk menilai status gizi

bagi bayi dan balita. Penilaian status gizi didasarkan

pada 3 indikator, yaitu indikator berat badan menurut

umur (BB/U), berat badan menurut panjang/tinggi

badan (BB/TB), dan indikator panjang/tinggi badan

menurut umur (TB/U) (WHO, 1983) dalam (Par’i, 2016).

Prinsip penilaian status gizi dengan rujukan

WHO-NCHS adalah menggunakan tiga cara penilaian,

yaitu persen terhadap median, persentil, dan nilai

simpangan baku atau standar deviasi (z-skor).

2. Standar Pertumbuhan Anak WHO 2005

Standar pertumbuhan anak WHO 2005 adalah

standar pertumbuhan yang dapat menggambarkan

pertumbuhan bagi anak sehat yang tinggal di negara

manapun. Sejak tahun 2008, standar pertumbuhan anak di

Indonesia direkomendasikan menggunakan standar

pertumbuhan WHO 2005. Sebelumnya, Indonesia

menggunakan baku rujukan pertumbuhan WHO-NCHS.


Standar pertumbuhan anak WHO 2005 adalah standar

pertumbuhan yang bertujuan untuk menggambarkan bagaimana anak

harus tumbuh dengan sehat. Standar ini bersifat preskriptif, yaitu

bagaimana seharusnya anak tumbuh sesuai dengan standar anak sehat.

Berbeda dengan acuan lain yang bersifat deskriptif, yaitu

menggambarkan bagaimana pertumbuhan anak akibat asupan gizi yang

lalu. Standar ini memperlihatkan bagaimana pertumbuhan anak dapat

dicapai apabila apabila asupan gizi dan pelayanan kesehatan anak

memenuhi syarat, misalnya mendapat ASI ekslusif, cara pemberian

makanan yang benar, mendapat imunisasi yang cukup, dan pola

pengasuhan yang baik. Standar ini dapat digunakan di seluruh dunia

karena penelitian menunjukan bahwa anak-anak dari negara mana pun

akan tumbuh sama jika asupan gizi, kesehatan, dan kebutuhan

asupannya terpenuhi (Kemenkes, 2011) dalam (Par’i, 2016).

Terdapat beberapa alasan penggunaan standar WHO 2005, di

antaranya adalah menggambarkan bagaimana anak seharusnya tumbuh

(preskriptif), sampel yang digunakan untuk penelitian pembuatan standar

ini menggunakan bayi yang disusui eksklusif sebagai model, bersifat

internasional, dapat digunakan untuk menilai obesitas, tersedia standar

velocity reference (kecepatan pertumbuhan), dan standar pertumbuhan

anak sesuai dengan perkembangan psikomotornya.

Garis pertumbuhan anak dapat ditentukan melalui beberapa

indikator yang dapat mengetahui bagaimana seharusnya anak tumbuh.

Indikator pertumbuhan tersebut adalah berat badan menurut umur atau

sering disingkat BB/U, tinggi badan menurut umur atau sering disingkat
TB/U, berat badan menurrut tinggi badan atau sering disingkat (BB/TB),

dan indeks massa tubuh menurut umur atau sering disingkat (IMT/U)

(Kemenkes RI, 2011) dalam (Par’i, 2016).

3. Indeks Anthropometri (TB/U)

Penentuan status dengan menggunakan indeks tinggi

badan menurut umur (TB/U) adalah menilai status gizi dengan

cara membandingkan tinggi badan anak dengan tinggi badan

pada standar (median) menurut umur anak tersebut.

Indeks TB/U merupakan indikator anthropometri yang

sensitif dalam menggambarkan tentang adanya gangguan

pertumbuhan. Indeks ini juga spesifik dalam memberikan

gambaran tentang masalah gizi yang bersifat kronis (pola

makan yang lalu), tetapi tidak untuk menilai masalah gizi yang

bersifat akut (Jahari, 2002) dalam (Par’i, 2016)

Kelebihan penggunaan indikator TB/U untuk penentuan

status gizi adalah sensitif menggambarkan adanya gangguan

pertumbuhan. Indikator ini juga spesifik menunjukan adanya

gangguan pertumbuhan yang bersifat kronis, dan alat ukur

panjang atau tinggi badan mudah didapat.

Namun, indikator ini mempunyai kelemahan, diantaranya

adalah tidak untuk menilai gangguan pertumbuhan yang

bersifat akut, perubahan tinggi badan lambat dan tidak

mungkin turun, pengukuran tinggi badan relatif sulit karena

memerlukan asisten serta perlu ketepatan pada umur.


B. Stunting

Keadaan kurang gizi yang diukur berdasarkan indeks tinggi badan

menurut umur (TB/U) dibandingkan dengan standar, biasanya digunakan

pada balita. Kurang gizi kronis disebut juga stunting, dimana terjadi

pertumbuhan linier pada anak. Bila skor-z TB/U dibawah -2.00 SD

diklasifikasi kurang gizi akut, bila skor-z TB/U di bawah -3.00 diklasifikasi

kurang gizi akut tingkat berat. Bila skor-z TB/U di atas <2.00 SD di

klasifikasikan normal (PERSAGI, 2009).

Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur panjang/tinggi dengan

presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB/PB anak balita disajikan dalam bentuk

tiga indeks antropometri, yaitu BB/U, TB/U, dan BB/TB. Untuk menilai

status gizi anak balita, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap

anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan

baku antropometri anak balita WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai

Zscore dari masing-masing indikator tersebut ditentukan status gizi anak

balita dengan batasan sebagai berikut :

1. Klasifikasi status gizi berdasarkan indikator TB/U


a. Sangat pendek : Zscore <-3,0
b. Pendek : Zscore ≥- 3,0 s/d Zscore < -2,0
c. Normal : Zscore ≤-2,0

2. Klasifikasi status gizi berdasarkan gabungan indikator TB/U dan BB/TB:


a. Pendek-kurus : Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
b. Pendek-normal : Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -
2,0 s/d 2,0
c. Pendek-gemuk : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
d. TB Normal-kurus : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
e. TB Normal-normal : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB
antara – 2,0 s/d 2,0
f. TB Normal-gemuk : Zscore TB/U ≥ -2,0 dan Zscore BB/TB > 2,0

(Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013)

Anda mungkin juga menyukai