Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

JATI DIRI UNSOED


PENGARUH IESQ TERHADAP PENGEMBANGAN DIRI

DISUSUN OLEH:

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:
1. AYU FITRIANI SOLIHAH (I1B019001)
2. INTAN KUMALASARI (I1B019004)
3. ANIQ DZAKIROTUZZAKIYA (I1B019007)
4. HASNA TRI AULIA ANWARI (I1B019011)
5. NUR AZIZAH PRANATARINI (I1B019014)
6. NOOR AFIFATUL KHIYAROH (I1B019017)

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang berakal budi yang mampu
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya dalam rangka
melaksanakan amanat dan penghambaan kepada Allah ta’ala. Manusia
memiliki sisi rohani dan jasmani.
Kepribadian adalah keadaan manusia sebagai individu atau juga
perorangan, yakni keseluruhan sifat yang ada padanya sebagai sebuah watak.
Faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian, yakni faktor bawaan,
lingkungan, dan interaksi antara bawaan dan lingkungan.
Sukses tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektual, tapi juga
harus dibarengi dengan kecerdasan emosi dan spiritual. Berkembangnya
teknologi dan kehidupan jaman sekarang mengharuskan manusia untuk
memiliki pengetahuan dan softskill yang baik. Kecerdasan intelektual memang
penting tetapi harus dibarengi dengan softskill juga.Ada beberapa faktor lain
yang mempengaruhi sukses tidaknya seseorang.
Setiap manusia memiliki tiga jenis kecerdasan. Ada kecerdasan
intelektual atau Intellectual Quotient (IQ), ada kecerdasan emosi atau
Emotional Quotient (EQ), dan ada pula kecerdasan spiritual atau Spiritual
Quotient (SQ). Ketiga jenis kecerdasan ini harus berintegrasi menjadi satu
kesatuan. Hubungan diantara ketiganya sangat erat kaitannya.. IQ merupakan
bagian terluar dari seseorang , EQ merupakan tingkatan sesudah IQ, sedangkan
SQ merupakan inti dari ketiganya. Kecerdasan-kecerdasan itu dapat
disinergikan melalui Emotional Spiritual Quotient (ESQ).
1.2 Tujuan
Untuk mengetahui hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam memenuhi peran
pengembangan diri suatu kehidupan individu sebagaimana pada hakikat
manusia itu sendiri.
BAB II
PEMABAHASAN
2.1 Pengertian IQ, EQ, dan SQ
Pada dimensi IQ, EQ, dan SQ sebagai bagian dari aspek individual yang
mempengaruhi sikap etis mahasiswa yang didasarkan pada ungkapan bahwa
IQ merupakan kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau tindakan (Binet &
Simon dalam Azwar, 2004:5), bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir
rasional, menghadapi lingkungan dengan efektif (Wechsler dalam Azwar,
2004:7), serta dalam mengorganisasi pola-pola tingkah laku seseorang
sehingga dapat bertindak lebih efektif dan lebih tepat (Freeman dalam
Fudyartanta, 2004:12). EQ adalah kemampuan mengetahui perasaan sendiri
dan perasaan orang lain, serta menggunakan perasaan tersebut menuntun
pikiran dan perilaku seseorang (Salovey & Mayer, 1990 dalam Svyantek,
2003). SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai yang menempatkan perilaku dan hidup yang memungkinkan
seseorang untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan
interpersonal, serta menjembatani kesenjangan antara diri sendiri dan orang
lain (Zohar & Marshall, 2002:12). Wujud dari SQ ini adalah sikap moral yang
dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43). Berbagai ungkapan di
atas memberikan gambaran bahwa IQ, EQ, dan SQ berpengaruh terhadap sikap
dan perilaku etis seseorang. Hal ini sejalan dengan apa yang ditegaskan oleh
Ludigdo (2005) bahwa etika bukanlah sekedar masalah rasionalitas (IQ), tetapi
lebih dari itu adalah masalah yang menyangkut dimensi emosional dan spiritual
diri manusia (ESQ).
2.2 Kecerdasan Intelektual (IQ)
Kata “inteligensi (kecerdasan)” erat sekali hubungannya dengan kata
“intelek”. Hal ini disebabkan karena keduanya berasal dari bahasa latin yang
sama, yaitu intellegere, yang berarti memahami dan Intellectus atau intelek
adalah bentuk pasif dari intellegere, sedangkan intellegens atau intelegensi
adalah bentuk aktif dari kata yang sama. Berdasarkan pemahaman ini
dapat disimpulkan bahwa intelek adalah daya atau potensi untuk memahami,
sedangkan intelegensi adalah aktivitas atau perilaku yang merupakan
perwujudan dari daya atau potensi tersebut.
IQ merupakan interpretasi hasil tes inteligensi (kecerdasan) ke dalam
angka yang dapat menjadi petunjuk mengenai kedudukan tingkat inteligensi
seseorang (Azwar, 2004:51). Alfred Binet dan Theodore Simon
mendefinisikan inteligensi sebagai suatu kemampuan yang terdiri dari tiga
komponen, yaitu:
a) Kemampuan untuk mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan,
b) Kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah
dilakukan, dan
c) Kemampuan untuk mengeritik diri sendiri (Azwar, 2004:5). Sejalan dengan
hal itu.
David Wechsler mendefinisikan inteligensi sebagai totalitas
kemampuan seseorang untuk bertindak dengan tujuan tertentu, berpikir secara
rasional, serta menghadapi lingkungannya dengan efektif (Azwar, 2004:7).
Raymond Bernard Cattell 1 Zohar & Marshall (2002) mengklasifikasikan
kemampuan tersebut menjadi dua macam, yaitu:
1. Inteligensi fluid, yang merupakan faktor bawaan biologis,
2. Inteligensi crystallized, yang merefleksikan adanya pengaruh pengalaman,
pendidikan, dan kebudayaan dalam diri seseorang (Azwar, 2004:33).
Dari berbagai definisi inteligensi yang dikemukakan oleh para ahli,
Freeman mengklasifikasikan definisi tersebut ke dalam tiga kelompok, yaitu:
1) Kelompok yang menekankan pada kemampuan adaptasi,
2) Kelompok yang menekankan pada kemampuan belajar,
3) Kelompok yang menekankan pada kemampuan abstraksi (Fudyartanta,
2004:12).
Kelompok yang menekankan pada kemampuan adaptasi
mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan untuk mengorganisasi pola-
pola tingkah laku seseorang sehingga dapat bertindak lebih efektif dan lebih
tepat dalam situasi-situasi baru yang berubah-ubah. Kelompok yang
menekankan pada kemampuan belajar mengartikan bahwa semakin inteligen
(cerdas) seseorang maka semakin besar ia dapat dididik, semakin luas dan
semakin besar kemampuannya untuk belajar. Kelompok yang menekankan
pada kemampuan abstraksi menekankan inteligensi pada pemakaian konsep-
konsep dan simbol-simbol secara efektif dalam menghadapi situasi-situasi
terutama dalam memecahkan masalah-masalah. Dari ketiga macam klasifikasi
di atas, inteligensi dapat didefinisikan sebagai kemampuan individu untuk
berperilaku atau bertindak secara tepat dan efektif (Fudyartanta, 2004:14).
2.3 Kecerdasan Emosional (EQ)
Kecerdasan emosional atau yang biasa dikenal dengan EQ adalah
kemampuan seseorang untuk menerima, menilai, mengelola, serta
mengontrol emosi dirinya dan orang lain disekitarnya. Goleman (2005:512)
mendefinisikan EQ adalah kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan
perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, serta mengelola emosi dengan
baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.
Sebuah model pelopor lain tentang kecerdasan emosional diajukan
oleh Bar-On seorang ahli psikologi Israel, yang mendefenisikan kecerdasan
emosional sebagai kepedulian dalam pemahaman diri sendiri dan orang lain
secara efektif, berhubungan baik dengan orang lain, dan beradaptasi dengan
lingkungan sekitar agar lebih berhasil dalam menghadapi tuntutan
lingkungan.
Goleman (2005:39) yang mengadaptasi model Salovey-Mayer
membagi EQ ke dalam lima unsur yang meliputi: kesadaran diri, pengaturan
diri, motivasi, empati, dan kecakapan dalam membina hubungan dengan orang
lain. Kelima unsur tersebut dikelompokkan ke dalam dua kecakapan, yaitu:
1) Kecakapan pribadi; yang meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, dan
motivasi; serta
2) Kecakapan sosial; yang meliputi empati dan keterampilan sosial
(Goleman, 2005:42-43).
Faktor-factor yang mempengaruhi kecerdasan emosional:
1. Faktor internal
Faktor internal yaitu apa yang ada dalam diri individu yang
mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua
sumber yaitu segi jasmani dan psikologis. Segi jasmani adalah faktor
fisik dan kesehatan individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat
terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan
emosinya. Segi psikologis mencakup di dalamnya pengalaman, perasaan,
kemampuan berfikir dan motivasi.
2. Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan
emosi berlangsung, faktor eksternal meliputi:
a) stimulus itu sendiri,
b) lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses
kecerdasan emosi.
Berdasarkan faktor di atas dapat diketahui bahwa kecerdasan emosional
tidak dipengaruhi oleh keturunan, untuk itu peran lingkungan sangat
mempengaruhi dalam pembentukan emosi terutama orang tua pada masa
kanak-kanak sangat mempengaruhi dalam pembentukan kecerdasan
emosional.
2.4 Kecerdasan Spiritual (SQ)
SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan
makna dan nilai, yaitu menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam
konteks makna yang lebih luas dan kaya, serta menilai bahwa tindakan atau
jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain (Zohar
& Marshall, 2002:4). SQ melampaui kekinian dan pengalaman manusia, serta
merupakan bagian terdalam dan terpenting dari manusia (Pasiak, 2002:137).
Indikasi dari SQ yang telah berkembang dengan baik mencakup:
a) Kemampuan untuk bersikap fleksibel,
b) Adanya tingkat kesadaran diri yang tinggi,
c) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan,
d) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui perasaan sakit,
e) Memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi (Zohar & Marshall,
2002:14).
SQ tidak mesti berhubungan dengan agama. SQ mendahului seluruh
nilai spesifik dan budaya manapun, serta mendahului bentuk ekspresi agama
manapun yang pernah ada. Namun bagi sebagian orang mungkin menemukan
cara pengungkapan SQ melalui agama formal sehingga membuat agama
menjadi perlu (Zohar & Marshall, 2002:8-9). SQ memungkinkan seseorang
untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta
menjembatani kesenjangan antara diri dan orang lain. (Zohar & Marshall,
2002:12). Wujud dari kecerdaan spiritual ini adalah sikap moral yang
dipandang luhur oleh pelaku (Ummah dkk, 2003:43). Matinya etika lama dan
seluruh kerangkan pikiran yang mendasarinya, memberi kesempatan yang
berharga untuk menciptakan ajaran etika baru berdasarkan SQ (Zohar &
Marshall, 2002:175).
2.5 Konsep ESQ
ESQ merupakan penyelarasan EQ dan SQ. Konsep ESQ juga merupakan
konsep penyelarasan antara hubungan manusia dengan manusia dan manusia
dengan tuhan. Konsep ESQ sanagt penting dalam proses kehidupan khusunya
di bidang akademik dan nonakademik.
2.6 Strategi Penyelesaian
1. IQ
Kemamuan intelegensi seseorang menyumbangkan prosentase besar
terhadap semangat belajar seseorang. Semakin tinggi kemampuan
intelegensi maka, semakin tinggi pula motivasi seseorang untuk belajar.
Kurangnya IQ seseorang dapat mengganggu kemampuannya untuk cepat
dan tanggap terhadap sesuatu namun, hal tersebut dapat diperbaiki seiring
dengan meningkatnya kemampuan intelegensi. Berikut beberapa cara
meningkatkan IQ seseorang.
 Banyak membaca
 Bersosialisasi dengan banyak orang
 Meditasi
 Bermain game
2. EQ
Beberapa penelitian membuktikan bahwa seseorang dengan
kemampuan emosional tinggi cenderung memiliki semangat belajar yang
juga tinggi. Sebaliknya, seseorang dengan keerdasan emosional rendah
akan mudah stress, mudah tersinggung, mudah mengasumsikan sesuatu
tanpa mengecek kebenarannya, sulit melupakan kesalahan orang lain, dan
masih banyak efek negatif lainnya. Efek-efek negatif akibat rendahnya EQ
juga berdampak pada semangat belajar. Ketika seseorang kesulitan dalam
mengendalikan sisi emosional dalam dirinya seperti mengendalikan diri
untuk tidak stess dan mau mendengarkan orang lain tentu saja pencapaian
belajar yang maksimal akan sulit diraih.
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
kecerdasan emosional diantaranya berlatih untuk mengenali emosi yang
dirasakan diri sendiri maupun orang lain, mengelola emosi diri sendiri dan
orang lain, membuka pikiran, dan melakukan intropeksi terhadap orang
lain.
3. SQ
Sebagaimana yang dikemukakan oleh Agustian bahwa kecerdasan
spiritual merupakan salah satu pendorong untuk meningkatkan hasil belajar
siswa. Kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan yang mendasari jiwa,
hati, atau pikiran apabila kita menggunakannya dengan baik maka
kecerdasan spiritual mendukung dengan apa yang sudah kita pikirkan.
Kecerdasan spiritual juga bisa mentata pikiran, hati. Semakin tenang
pikiran, otak dan jiwa kita semakin tinggi pula kita berkonsentrasi untuk
mendapat apa yang kita inginkan.
Ada beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan spiritual kita
diantaranya:
 Seringlah melakukan mawas diri dan perenungan mengenai diri sendiri,
kaitan hubungan dengan orang lain, serta peristiwa yang dihadapi.
 Kenali tujuan, tanggung jawab, dan kewajiban hidup kita.
 Tumbuhkan kepedulian, kasih sayang, dan kedamaian.
 Ambil hikmah dari segala perubahan di dalam kehidupan sebagai jalan
untuk meningkatkan mutu kehidupan.
 Kembangkan tim kerja dan kemitraan yang saling asah-asih-asuh.
 Belajar mempunyai rasa rendah hati di hadapan Tuhan dan sesame
manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam pengembangan diri, kita tidak hanya membutuhkan IQ atau
aspek intelegensi saja yang berkaitan dengan kemampuan / kecerdasan seorang
individu, tetapi juga membutuhkan EQ sebagaimana kita manusia diharuskan
untuk dapat mengontrol emosi yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku
etis seseorang dalam berhubungan dengan orang lain. oleh karena itu dua hal
tersebut harus diimbangi oleh SQ yang berperan dalam membentuk suatu
pribadi yang memiliki moral dan berpikiran holistik untuk mengurangi
kerugian pada diri sendiri atau orang lain. Oleh karena itu IESQ sangat penting
dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain antar unsurnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://repo.iain-tulungagung.ac.id/7952/

http://journal.um.ac.id/index.php/pendidikan-dan-pembelajaran/article/view/3475

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/jpeb/articl

http://etheses.uin-malang.ac.id/9156/1/13130069.pdf

Anda mungkin juga menyukai