Anda di halaman 1dari 23

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Sectio Caesarea

1. Definisi Secatio Ceasarea

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu

histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Padila, 2015).

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan

membuka dinding perut dan dinding uterus (Padila, 2015).

Sectio caesarea adalah melahirkan janin dengan cara proses

pembedahan dengan membuka dinding perut dan dinding uterus dalam

waktu sekitar kurang lebih enam minggu organ-organ reproduksi akan

kembali pada keadaan tidak hamil (Hartati & Maryunani, 2015).

Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat

sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut (Nurarif &

Kusuma, 2015).

2. Jenis-jenis operasi sectio caesarea

Jenis-jenis operasi sectio caesarea menurut (Nurarif & Kusuma,

2015) yaitu :

a. Abdomen (sectio caesarea abdominalis)

1) Sectio caesarea transperitonealis

6
7

b. Sectio caesarea vaginalis

Menurut arah sayatan pada Rahim, sectio caesarea dapat

dilakukan sebagai berikut

1) Sayatan memanjang (longitudinal) menurut kronig

2) Sayatan melintang (transversal) menurut kerr

3) Sayatan huruf T (T-incision)

c. Sectio cesarean klasik (Corporal)

Dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada korpus

uteri kira-kira sepanjang 10 cm. tetapi saat ini teknik ini jarang

dilakukan karena memiliki banyak kekurangan namun pada kasus

seperti operasi berulang yang memiliki banyak perlengketan organ

cara ini dapat dipertimbangkan.

d. Sectio caesarea ismika (Profunda)

Dilakukan dengan membuat sayatan melintang konfaf pada

segmen bawah Rahim (low cervical transfersal) kira-kira sepanjang

10 cm.

3. Tujuan Kelahiran dengan Sectio Caesrea

Tujuan Kelahiran dengan Sectio Caesrea menurut (Hartati &

Maryunani, 2015) yaitu :

Beberapa tujuan kelahiran dengan sectio caesarea diantaranya

diuraikan di bawah ini:

a. Memelihara kahidupan atau kesehatan ibu dan janinnya. Selain itu

tindakan sectio Caesarea dilaksanakan dalam keadaan dimana


8

penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan janin, ibu atau

keduanya, sedangkan kelahiran pervagina tidak mungkin dilakukan

dengan aman.

b. Pada operasi sectio caesarea dapat dilakukan secara terencana

maupun segera,dimana pada operasi sectio terencana (elektif) operasi

telah direncanakan jauh-jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan

mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin.

Tujuan Kelahiran dengan Sectio Caesrea menurut (Maryunani & Sari,

2013) yaitu :

Beberapa tujuan kelahiran dengan sectio caesarea diantaranya

diuraikan di bawah ini:

a. Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera

berkontraksi dan menghentikan perdarahan.

b. Menghindarkan kemungkinan terjadi robekan pada cervik uteri,

jika janin dilahirkan pervaginam.

4. Indikasi pada Ibu yang Dilakukan Operasi Sectio Caesarea

Indikasi pada ibu yang dilakukan operasi sectio caesarea menurut

(Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

Beberapa indikasi pada ibu yang dilakukan operasi sectio caesarea,

antara lain :

a. Proses persalinan normal yang lama atau kegagalan proses persalinan

normal (dystosia).

b. Detak jantung janin melambat (fetal distress).


9

c. Komplikasi pre-eklamsi.

d. Ibu menderita herpes.

e. Putusnya tali pusat.

f. Resiko luka parah pada rahim.

g. Bayi dalam posisi sungsang, letak lintang.

h. Bayi besar.

i. Masalah plasenta seperti plasenta previa

j. Pernah mengalami masalah pada penyembuhan perineum, distosia,

Sectio Caesarea berulang.

k. Presentasi bokong hipertensi akibat kehamilan (pregnancy-induced

hypertention).

l. Kelainan plasenta dan malpresentasi misalnya presentasi bahu.

5. Indikasi pada Janin yang Dilakukan Operasi Sectio Caesarea

Indikasi pada janin yang dilakukan operasi sectio caesarea menurut

(Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

a. Gawat janin.

b. Prolapus funikuli (tali pusat penumpang).

c. Primigravida tua.

d. Kehamilan dengan diabetes mellitus.

e. Infeksi intra partum.

f. Kehamilan kembar.

g. kehamilan dengan kelainan congenital

h. anomaly janin misalnya hidrosefalus.


10

6. Komplikasi sectio caesarea

a. Komplikasi pada ibu :

1) Pengantar :

a) Factor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas

pembedahan ialah kelainan atau gangguan yang menjadi

indikasi untuk melakukan pembedahan, dan lamanya

persalinan berlangsung.

b) Tentang factor pertama, niscaya seorang wanita dengan

plasenta previa dan perdarahan banyak memiliki resiko yang

lebih besar dari pada seorang wanita lain yang mengalami

sectio caesura elektif karena disponsori sefalopelvik.

c) Demikian pula makin lama persalinan berlangsung, makin

meningkat bahaya infeksi postoperalis, apalagi setelah ketuban

pecah.

2) Beberapa komplikasi pada ibu, antara lain :

a) Infeksi puerperal/ Sepsis sesudah pembedahan :

(1) Infeksi puerperalis, dapa bersifat ringan, seperti kenaikan

suhu beberapa hari dalam masa nifas atau dapat bersifat

berat, seperti peritonisis dan sepsis.

(2) Infeksi postoperative terjadi apabila sebelum pembedahan

sudah ada gejala infeksi instrapartum, atau ada factor yang

merupakan predisposisi terhadap kelainan.


11

(3) Bahaya infeksi sangat diperkecil dengan pemberian

antibiotika, akan tetapi tidak dapat dihilangkan sama

sekali.

(4) Dalam hal ini, sepsis sesudah pembedahan frekuensi dan

koplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea

dilakukan selama persalinan atau bila terdapat infeksi

dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam

diberikan untuk mengurangi sepsis.

b) Perdarahan, yang jumlahnya banyak dapat timbul pada waktu

pembedahan jika cabang arteri uterine terbuka, atau karena

atonia uteri. Dalam hal ini, perdarahan primer kemungkinan

terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis di tempat insisi

Rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah

pemanjangan masa persalinan.

c) Cedera pada sekeliling struktur:

(1) Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar,

kandung kemih, pembuluh didalam ligament yang lebar,

dan ureter, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera.

Hematuria yang singkat dapat terjadi akibat terlalu atusias

dalam menggunakan retroktor didaerah dinding kandung

kemih.
12

(2) Dalam hal ini, komplikasi lain seperti luka kandung

kencing, embolisme paru, dan sebagainya sangat jarang

terjadi.

(3) Suatu komplikasi yang kemudian tampak adalah kurang

kuatnya parut pada dinding uterus, sehingga pada

kehamilan berikutnya dapat terjadi rupture uteri.

b. Komplikasi pada bayi:

Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan

sectio ceasarea banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan

untuk melakukan sectio caesarea.

B. Tinjauan Tentang Luka

1. Definisi Luka

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit

(Maryunani, 2016).

Luka adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan

keseimbangan terhadap integritas kulit (kehilangan/kerusakan sebagai

struktur jaringan utuh), akibat trauma mekanik, termal, radiasi, fisik,

pembedahan, zat kimia (Maryunani, 2016).

Luka adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang

atau organ tubuh lain (Maryunani, 2014).

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal

akibat proses patologis yang berasal dari internal dan eksternal, serta

mengenai organ tertentu (Maryunani, 2014).


13

Luka adalah suatu keadaan terputusnya kontinuitas jaringan tubuh,

yang dapat menyebabkan terganggunya fungsi tubuh sehingga dapat

mengganggu aktivitas sehari-hari ( (Hidayat & Uliyah, 2014).

2. Klasifikasi Luka

Klasifikasi Luka menurut (Maryunani, 2016) yaitu :

a. Klasifikasi luka berdasarkan sifat kejadiannya

1) Luka disengaja :

Luka disengaja misalnya luka bedah atau terkena radiasi

2) Luka tidak disengaja :

a) Luka tidak disengaja misalnya adalah luka terkena trauma

b) Luka yang tidak disengaja dibagai menjadi luka tertutup dan

luka terbuka

3. Proses Penyembuhan Luka

Proses penyembuhan luka menurut (Maryunani , 2016) yaitu :

a. Fase Inflamasi (0-3 hari) :

1) Fase ini dimulai dari saat terjadi injuri pada waktu kapiler

berkontraksi dan trombosit untuk memfasilitasi hemostatis.

2) Ishkemia pada luka menyebabkan pelepasan histamine dan zat

kimia vasoakif lainnya yang menyebabkan fasodilatasi pada

jaringan sekitarnya.

3) Lebih banyak darah yang mengalir kedalam jaringan dan

menyebabkan eritema, pembengkakan, panas, dan ketidak

nyamanan seperti sensasi berdenyut


14

4) Respon relawan terhadap pathogen berasal dari adanya

polymorphs dan makrofag pada luka.

5) Polymorphs melindungi luka dari infasi bakteri, sementara itu

makrofag membersihkan luka dari debris

b. Fase rekontruksi/Proliferasi (2-24 hari)

1) Fase ini terdiri dari fase destruktif dan fase proliferative atau

fibroblastic.

2) Fase ini merupakan periode pembersihan dan penggantian

jaringan sementara

3) Polymorphs membunuh kuman pathogen dan makrofag terus

mencerna bakteri yang mati dan debris untuk membersihkan luka

serta menstimulasi sel-sel fibroblast untuk menghasilkan kolagen

4) Angiogenesis terjadi untuk membuat jaringan vaskuler yang baru.

5) Migrasi sel epitel terjadi pada dasar luka yang bergranulasi.

6) Kontraksi luka terjadi selama fase rekontruksi yaitu dengan

menarik tepi luka bersama-sama untuk mengurangi area

permukaan luka.

c. Fase Maturasi (24-1 tahun) :

1) Fase ini disebut fase remodeling dimana fungsi umumnya adalah

meningkatkan kekuatan pada luka

2) Pada fase ini radang akut dan kronis menghilang bertahap,

angiogenesis menghilang, dan fibroplasias


15

3) Lama setelah cederah, jaringan perut direorganisasi dengan

merestrukturisasi kolagen, kemudian serabut kolagen

dihancurkan oleh kolagenase dan disusun kembali

4. Faktor yang Mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka

Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka menurut

(Prasetyono, 2015) yaitu :

Proses penyembuhan luka dipengaruhi oleh factor-faktor yang dapat

dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu local dan factor sistemik. Yang

dimaksud dengan factor local adalah semua kondisi yang berhubungan

langsung dengan lokasi luka, sedangkan factor sistemik merupakan

keseluruhan kondisi sistemik individu yang terluka

a. Faktor-faktor local

1) Infeksi

Luka selalu rentang terhadap resiko infeksi. Sebagian besar luka

kronis mengalami kontraminasi, dan kolonisasi bakteri juga

hampir pasti terjadi. Walaupun demikian, kontaminasi dan

kolonisasi bakteri tidak selalu menghalangi proses penyembuhan

luka, kecuali jumlah bakteri menjadi sangat tinggi dan

menyebabkan infeksi. Sebaliknya tidak dapat dipungkiri bahwa

adanya kolonisasi dan infeksi akan menaikkan beban metabolic

tubuh, karena energy yang seharusnya digunakan untuk

menyembuhkan luka justru digunakan tubuh untuk


16

menyingkirkan bakteri, kondisi ini disebut sebagai bacterial bio-

burden.

2) Benda asing

Alas an yang sama mengenai infeksi juga berlaku untuk

keberadaan benda asing. adanya benda asing pada luka

menyebabkan energy penyembuhan luka dialihkan demi

menyingkirkan “musuh” yang berupa benda asing. Hasilnya

adalah proses penyembuhan luka yang lebih lambat daripada yang

seharusnya.

3) Hipoksia/iskemia

Iskemia jaringan adalah musuh terbesar bagi penyembuhan luka.

Proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan tidak dapat

berjalan sebagaimana mestinya jika jaringan luka mengalami

iskemia, yang biasanya diakibatkan oleh suplay darah dari arteri

yang jumlahnya tidak adekuat atau terganggu karena hambatan

aliran balik darah dari jaringan perifer. Kondisi ini menyebabkan

apoptosis sel endotel yang kemudian menganggu kerja sistem

mikrovaskular dalam memberikan suplai nutrisi dan oksigen.

Keadaan yang miskin oksigen menciptakan kondisi anaerob, dan

selanjutnya metabolism anaerob akan menghasilkan ATP

(adenosine-tri-phosphate) dalam jumlah yang kecil atau bahkan

tidak menghasilkan ATP sama sekali yang kemudian

mengakibatkn jaringan mengalami iskemia dan nekrosis.


17

4) Insufisiensi vena

Sistem vascular yang terjadi dari komponen arteri dan vena

bertanggung jawab mencukupi kebutuhan perfusi jaringan. Aliran

balik vena sama pentingnya dengan aliran arteri dalam menjaga

jaringan agar tetap tercukupi kebutuhan perfusinya. Ketika aliran

vena mengalami gangguan, metabolism jaringan dan seluler akan

mengalami kekacauan dan tidak dapat berfungsi secara baik

akibat terkumpulnya hasil sisa metabolism secara in situ. Secara

kinis, darah yang terkumpul tersebut pada akhirnya akan

menimbulkan hambatan aliran darah. Aliran darah lokal menjadi

tidak mampu memenuhi asupan nutrisi dan oksigen yang

merupakan kebutuhan metabolisme jaringan. Secara keseluruhan,

gangguan pada sistem vaskularisasi yang lebih sering melibatkan

ekstremitas bawah akan mengurangi perfusi jaringan yang

kemudian berujung pada kerusakan jaringan yang lanjut, proses

penyembuhan luka tidak dapat berlanjut.

5) Toksin local

Akumulasi toksin infeksi bakteri serta sisa metabolism akan

menginduksi proses nekrosis jaringan dan meningkatkan beban

metabolik karena terjadi pengalihan penggunaan energy demi

mengeliminasi toksin yang ada. Dengan demikian, akumulasi

toksin dapat mengakibatkan terhambatnya proses penyembuhan

luka.
18

6) Jaringan perut/riwayat trauma sebelumnya

Riwayat trauma, terutama crush injuy, dapat meningkatkan bekas

luka atau jaringan parut yang tampak buruk, kehilangan

elastisitas, dan teraba lebih padat dari pada kulit normal, dan

kurang baik kualitas jaringannya. Proses penyembuhan luka pada

jaringan parut akan berjalan lambat atau bahkan tidak dapat

berlanjut. Jaringan parut memiliki perfusi jaringan yang buruk

walaupun pendarahan (vaskularisasi) yang terdapat pada jaringan

parut yang mengalami trauma lebih banyak dari pada pendarahan

pada jaringan kulit yang normal. Dengan demikian, walaupun

jaringan parut memiliki banyak jaringan vascular, respons

penyembuhan terhadap pengobatannya tidak adekuat

7) Kerusakan akibat radiasi

Radiasi memengaruhi proliferasi sel dan menginduksi kerusakan

jaringan dan apoptosis sel karena radiasi menimbulkan panas

yang berpenetrasi ke dalam sel. Hasil akhir proses penyembuhan

pada luka akibat radiasi yang berat dapat berupa jaringan parut,

yang sama buruknya dengan jaringan parut akibat crusb injury.

b. Faktor-faktor sistemik

1) Malnutrisi

Beberapa nutrisi memegang peranan yang penting dalam proses

penyembuhan luka sehingga penyembuhan luka akan terganggu


19

bila kecukupan nutrisi tersebut tidak tercapai. Berikut adalah

daftar nutrisi yang berpengaruh pada proses penyembuhan luka :

a) Glukosa sebagai bahan bakar utama untuk sintesis kolagen

b) Arginine dan methionine penting untuk deposisi matriks,

proliferasi sel, dan angiogenesis

c) Glutamin meningkatkan aksi sel polimorfonuklear (PMN)

d) Magnesium (Mg), mangan (Mn), copper (Cu), kalsium (Ca),

dan zat besi (Fe) merupakan Co-Factor dalam produksi

kolagen

e) Vitamin C memengaruhi modifikasi kolagen

f) Glisin, arginine, methionine, mengontol inflamasi

g) Zink (Zn) memengaruhi re-epitelisasi dan deposisi kolagen

h) Zink (Zn), vitamin-vitamin, selenium (Ze), dan copper (Cu)

memiliki peranan pada fungsi imunitas

i) L-arginin memengaruhi fungsi endotel dan fungsi metabolic

dan juga sintesis ENO (nitricoxyde)

j) Albumin mempertahankan tekanan onkotik dan mencegah

edema

2) Diabetes Mellitus

Pathogenesis diabetes mellitus meliputi banyak jalur baik jalur

metabolic, vaskuler, maupun neuropati yang seluruhnya

bersumber dari sorbitol. Sorbitol merupakan produksi sisa hasil

metabolism glukosa yang tidak efektif dan tidak efesien, dan akan
20

bersifat toksik seiring terjadinya akumulasi, terutama pada

jaringan retina, ginjal, sistem vaskuler, maupun sistem saraf tepi.

Hal ini menjelaskan mengapa penyakit diabetes mellitus sering

diikuti oleh komplikasi berupa disfungsi retina (diabetic

retinopathy), gagal ginjal kronis, mikroangiopatik, dan neuropati.

3) Kortikosteroid sistemik

Kortikosteroid sistemik dapat mengakibatkan gangguan imunitas

yang menyebabkan individu lebih rentan terhadap infeksi maupun

sepsis. Kedua kondisi tersebut dapat mengakibatkan kegagalan

jaringan luka dalam berespons terhadap pengobatan.

4) Alkoholisme

Beberapa studi menyebutkan bahwa konsumsi alcohol dan

paparan etanol dapat menghambat proses penyembuhan luka.

Disebutkan juga bahwa konsumsi alcohol secara kronis dapat

meningkatkan resiko terjadinya infeksi. Terlebih lagi, paparan

terhadap alcohol dapat memengaruhi proliferasi sel, menghambat

angiogenesis, menurunkan baik oksigenasi jaringan maupun

produksi kolagen, serta memengaruhi keseimbangan protein pada

jaringan luka.

5) Kanker/keganasan

Seorang yang menderita kanker lebih rentan mengalami masalah

dalam penyembuhan luka karena banyaknya paparan terhadap

radioterapi dan/atau kemoterapi sebagai upaya pengobatan


21

kanker. Penurunan fungsi organ yang spesifik, gangguan

metabolism, dan asupan nutrisi yang buruk akan melemahkan

sistem imunitas tubuh penderita kanker yang menyebabkan

penderita lebih rentan terhadap infeksi dan sepsis sehingga

mengalami proses penyembuhan luka yang terganggu.

6) Uremia

Akumulasi ureum yang bersifat toksik akan menimbulkan kondisi

asidosis metabolik. Ketika ginjal sudah tidak dapat mengeliminasi

toksin yang sudah terakumulasi, pasien akan jatuh pada kondisi

gagal ginjal dan membutuhkan dialysis secara rutin. Kondisi ini

memengaruhi sistem imun yang membuat pasien menjadi rentan

terhadap infeksi. Seperti telah disinggung diatas, adanya infeksi

akan menghambat proses penyembuhan luka.

7) Penyakit kuning/jaundice

Penyakit kuning/jaundice terjadi akibat kegagalan fungsi hepar.

Kondisi ini kemudian menyebabkan penurunan jumlah factor-

faktor pembekuan darah, penurunan kadar protein plasma, dan

kegagalan regulasi gukosa, dengan demikian, jaundice merupakan

factor penghambat penyembuhan luka.

8) Kemoterapi

Obat yang digunakan dalam kemoterapi memiliki sifat sitotoksik,

dengan demikian proses regenerasi sel dan penyembuhan luka

tentu akan terganggu.


22

9) Obesitas

Obesitas memiliki keterkaitan dengan penyembuhan jaringan

yang buruk dan tingkat komplikasi yang tinggi pada tingkat

operasi. Pengertian obesitas adalah BMI (body mass indeks) yang

lebih dari 30.0-39.9, sedangkan obesitas morbid dijelaskan

sebagai kondisi BMI diatas 40. Dari hipotesis yang ada, dikatakan

bahwa jarak antar sel pada asien dengan obesitas jauh lebih besar

dari pada jarak antar sel pada individu dengan berak badan

normal, yang pada gilirannya akan menurunkan jumlah perfusi

oksigen kedalam sel pasien dan obesitas mungkin mengalami

kesulitan dalam memelihara kebersihan dirinya, seperti pada

ekstremitas bagian bawah dan area genital yang sulit dibersihkan

akibat terhalang oleh perut yang besar.

10) Usia tua

Waktu penyembuhan luka pada pasien geriatric lebih lambat jika

dibandingkan dengan pasien dari kelompok usia yang lebih

mudah. Hal ini disebabkan oleh adanya disfungsi organ tubuh,

penyakit penyerta, dan penurunan kemampuan regenerasi jaringan

tubuh akibat proses penuaan yang terjadi pada pasien geriatric.

Penyakit penyerta meliputi tuberculosis, penurunan fungsi paru,

diabetes mellitus, penyakit arteri koronaria, penyakit

kardiovaskular dan penyakit pembuluh dara perifer yang

semuanya merupakan kondisi yang tidak menunjang proses


23

penyembuhan dengan terjadinya hambatan distribusi oksigen dan

nutrisi keperifer.

11) Merokok

Kebiasaan buruk berupa konsumsi rokok memiliki efek signifikan

pada proses penyebuhan luka. Substansi kimia yang terkandung

pada rokok, seperti nikotin,hydrogen sianida, dan CO akan

memicu terjadinya vasokontriksi. Dengan demikian, pasien yang

perokok berisiko tinggi mengalami kegagalan penerimaan graft

maupun flap. Segala substansi kimia yang terdapat pada rokok

juga mengakibatkan peningkatan agregasi platelet, penurunan

deposisi kolagen, serta penurunan pembentukan prostasiklin.

12) Petambolik/endokrin

Selain diabetes mellitus, gangguan system endokrin lainnya dapat

turut menghambat proses penyembuhan luka. Sebagai contoh,

hipotiroidisme menyebabkan penurunan kadar hidroksiprolin

yang soluble. Hidroksiprolin memiliki peranan penting dalam

menjaga stabilitas kolagen, dengan demikian, penurunan kadar

hidroksiprolin menyebabkan turunnya produksi kolagen.

C. Tinjauan Tentang Mobilisasi

1. Definisi Mobilisasi

a. Mobilisasi adalah suatu usaha mempertahankan keseimbangan pasca

pembedahan dan kesejaran tubuh selama mengangkat, membungkuk,


24

bergerak dan melakukan akitivitas sehari-hari (Hartati &

Maryunani, 2015).

b. Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan

suatu aktivitas/kegiatan (Hartati & Maryunani, 2015)

c. Mobilisasi ibu pasca seksio sesarea adalah suatu pergerakan, posisi

atau adanya kegiatan yang dilakukan ibu setelah beberapa jam

melahirkan dengan persalinan sesarea (Hartati & Maryunani, 2015)

2. Tujuan Mobilisasi

Tujuan mobilisasi (Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

Tujuan mobilisasi, antara lain Mempertahankan body alignment,

meningkatkan rasa nyaman, mengurangi kemungkinanan teknn yang

menetap pada tubuh akibat posisi yang menetap

a. Indikasi dilakukan mobilisasi adalah pasien yang mengalami

kelumpuhan baik hemiplegi maupun paraplegi, mengalami

kelemahan dan pasca operasi, mengalami pengobatan

(immobilisasi), mengalami penurunan kesadaran.

b. manfaat dilakukan mobilisasi adalah ibu merasal lebih sehat, kuat

dan dapat mengurangi rasa sakit dengna ddemikian ibu memperoleh

kekuatan, mempercepat kesembuhan, fungsi usus dan kandung

kemih lebih baik, merangsang peristaltic usus kembali normal dan

mobilisasi juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja

seperti semula
25

3. Manfaat Mobilisasi

Manfaat mobilisasi menurut (Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

a. Manfaat dilakukan pergerakan dapat memperlancar sirkuasi darah,

mencegah terjadinya thrombosis/sumbatan, meningkatkan kekuatan

otot.

b. Manfaat tindakan mobilisasi setelah pasca operasi dapat menurunkan

vena statis, menstimulasi sirkulasi darah, mencegah terjadinya

thrombosis/emboli pilmonal, meningkatkan kekuatan otot dan fungsi

pencernaan, pernapasan

c. mobilisasi adalah suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan dari

suatu injuri atau penyakit tertentu yang mengubah cara hidup

normal.

d. Mobilisasi (duduk dan jalan) yang cepat adalah untuk mengurangi

komplikasi bedah terutama tromboflebitis dan atelectasis.

4. Kerugian tidak melakukan mobilisasi pada ibu seksio sesarea

Kerugian tidak melakukan mobilisasi pada ibu seksio sesarea menurut

(Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

a. Kerugian bila tidak melakukan mobilisasi pada ibu seksio sesarea

adalah pada fundus uteri teraba lemah sehingga kontraksi uterus

tidak ada, maka akan terjadi perdarahan yang abnormal, karena

kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka

sehingga ibu mengalami infeksi yang ditandai dengan peningkatan

suhu tubuh
26

b. Fungsi motilitas usus dan kandung kemih menjadi lebih lambat

sehingga ibu sulit melakukan defeksasi da memperlama hari

perawatan.

5. Pelaksanaan Tindakan mobiisasi

Pelaksanaan tindakan mobiisasi (Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

a. Pelaksanaan tindakan mobilisasi ini dibutuhkan peran perawat dalam

memberikan pendidikan kesehatan untuk melakukan mobilisasi.

b. Dalam hal ini perawat harus memberikan penjelasan secara rinci

pada ibu tentang tindakan yang harus dilakukan setelah mengalami

pasca operasi seksio sesarea, dengan cara :

1) Ibu dianjurkan untuk batu

2) Ibu dianjurkan untuk bernafas dalam

3) Ibu dianjurkan untuk latihan menggerakkan kaki setiap 2 jam

4) Ibu dianjurkan untuk melakukan pergerakan sampai kondisi ibu

stabil untuk dapat berjalan setelah 24 jam

6. Tahapan Mobilisasi

Tahapan mobilisasi menurut (Hartati & Maryunani, 2015) yaitu :

a. Bernafas dalam dan latihan kaki 2 jam setelah operasi

b. Setelah 6 jam ibu melakukan pergerakan miring kanan dan kiri

c. Setelah 12 jam ibu dianjurkan untuk duduk dan setelah 24 jam ibu

berdiri dan berjalan.


27

D. Tinjauan Pengaruh Terhadap Penyembuhan Luka

Berdasarkan hasil penelitian dari Reni Heryanin didapatkan data bahwa

responden yang melakukan mobilisasi dini sebagian besar mengalami

pnyembuhan luka yang normal yaitu sebanyak 12 orang (85,7%). Hasil uji

statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

mobilisasi terhadap kejadian pneumonia (p value 0,007). Nilail Odd Ratio

(OR) 3,000 artinya bahwa penerapan mobilisasi dini berpengaruh 3 kali

terhadap penyembuhan luka dibandingkan dengan tidak melakukan

mobilisasi dini.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Kristanti tentang mobilisasi

dini berhubungan dengan peningkatan kesembuhan luka pada pasien post

operasi sectio caesarea, dengan hasil penelitian sebagian besar mobilisasi

dini pasien post sectio caesarea di ruang Kebidanan Rumah Sakit Baptis

Kediri adalah baik, yaitu sebanyak 24 responden (80%). Sebagian besar

tingkat kesembuhan luka pasien post sectio caesarea di ruang Kebidanan

Rumah Sakit Baptis Kediri adalah cepat, yaitu 25 responden (83,3%). Ada

pengaruh antara mobilisasi dini pasien post sectio caesarea dengan tingkat

kesembuhan luka di ruang Kebidanan Rumah Sakit Baptis Kediri dengan

nilai p > α, yaitu nilai p = 0,014.

Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing

tubuh termasuk bakteri. Proses penyembuhan luka terjadi secara normal tanpa

bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk

mendukung proses penyembuhan. Akan tetapi jika proses penyembuhan luka


28

dapat dibantu dengan mobilisasi dini, maka akan dihasilkan proses

penyembuhan yang lebih cepat. Mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang

terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk

mempertahankan kemandirian (Carpenito, 2000 dalam jurnal Reni Heryani,

2016). Sehingga dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya

mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing

penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis (Hamilton, 2002 dalam

jurnal Reni Heryani, 2016).

Anda mungkin juga menyukai