Makalah Stres Dan Adaptasi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

“ MAKALAH KONSEP STRESS DAN ADAPTASI “

OLEH :

1. HIKMA WATI
2. Ayu Fahira Vanat
3. Febby Rahmawati
4. Giani Tauran
5. La Sumitron

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES MALUKU HUSADA

TAHUN AKADEMIK

2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah di tentukan.
Makalah dengan judul “ KONSEP STRESS DAN ADAPTASI ”.

Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang talah membantu kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Dan kami sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan, dan
dalam menyusun makalah ini kami sudah berusaha sebai mungkin dengan kemampuan kami
agar makalah ini menjadi sempurna. Kritik dan saran yang bersifat membangun untuk
menjadikan makalah ini jauh lebih baik lagi. Semoga bermanfaat bagi kami untuk kedepannya.

Wassalamualaikum Wr.Wb.
DAFTAR ISI

1. COVER ……………………………………………………………………………………………………………………………….
2. KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………………….
3. DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………..
4. BAB I…………………………………………………………………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN …………………………………………………………………………………………………………………..
A. Latar belakang ……………………………………………………………………………………………………………………
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………………………………………….
C. Tujuan…………………………………………………………………………………………………………………………..
5. BAB II ………………………………………………………………………………………………………………………………….
PEMBAHASAN……………………………………………………………………………………………………………………
A. STRESS ……………………………………………………………………………………………………………………………
1) Pengertian Stress……………………………………………………………………………………………………..
2) Gejala akibat stress………………………………………………………………………………………………..
3) Terjadinya Stress ………………………………………………………………………………………………………
4) Respon Fisiologi Terhadap Stress………………………………………………………………………………
5) Menejemen Stress……………………………………………………………………………………………………
B. ADAPTASI / PENYESUAIN DIRI…………………………………………………………………………………………..
1. Cara penyesuain diri………………………………………………………………………………………………….
2. Pembelaan ego………………………………………………………………………………………………………
3. Mekanisme pembelaan ego ……………………………………………………………………………………..
C. HEMOSTATIS……………………………………………………………………………………………………………………
6. BAB III ………………………………………………………………………………………………………………………………….
PENUTUP……………………………………………………………………………………………………………………………..
A. KESIMPULAN ……………………………………………………………………………………………………………
B. SARAN…………………………………………………………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemahaman tentang stres dan akibatnya penting bagi upaya pengobatan maupun pencegahan
gangguan kesehatan jiwa. Masalah stress sering dihubungkan dengan kehidupan modern dan
nampaknya kehidupan modern merupakan sumber gangguan stress lainya. Perlu deperhatikan bahwa
kepekaan orang terhadap stress berbeda. Hal ini juga bergantung pada kondisi tubuh individu yang turut
menampilkan gangguan jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola
hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan
fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Modernisasi dan perkembangan teknologi membawa perubahan tentang cara berpikir dalam pola
hidup bermasyarakat, sehingga perubahan tersebut membawa pada kosekuensi di bidang kesehatan
fisik dan bidang kesehatan jiwa.
Stress merupakan gangguan kesehatan jiwa yang tidak dapat dihindari, karena merupakan bagian
dari kehidupan.
B. Rumusan Masalah
Dalam membahas stress dan adaptasi dalam makalah ini, maka hal-hal yang perlu dikaji diantaranya:
1. Apa yang dimaksud dengan stress dan cara mengatasinya?
2. Apa yang dimaksud dengan adaptasi stress?
3. Apa yang dimaksud dengan homeostasis?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas ,maka penulisan makalah ini ditujukan untuk:
1. Menjelaskan arti kata stress dan langkah-langkah mengatasi stress.
2. Menjelaskan yang dimaksud dengan adaptasi stress.
3. Menjelaskan arti dari homeostasis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Stres
1. Pengertian Stres
1) Stress adalah stimulus atau situasi yang menimbulkan distres dan menciptakan tuntutan fisik dan psikis
pada seseorang. Stres membutuhkan koping dan adaptasi. Sindrom adaptasi umum atau teori Selye,
menggambarkan stres sebagai kerusakan yang terjadi pada tubuh tanpa mempedulikan apakah
penyebab stres tersebut positif atau negatif. Respons tubuh dapat diprediksi tanpa memerhatikan
stresor atau penyebab tertentu (Isaacs, 2004).
2) Stressor adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan menghasilkan reaksi stres, misalnya
jumlah semua respons fisiologik nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi stress akut) adalah gangguan sementara yang muncul pada seorang individu tanpa
adanya gangguan mental lain yang jelas, terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat,
biasanya mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping (coping capacity)
seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi stress akut dan keparahannya.
2. Gejala Akibat Stres
Gejala atau akibat stres yang dibicarakan di sini adalah gejala/akibat yang negatif karena seringkali
mengganggu kehidupan manusia. Tingkat stres yang tinggi dan berlangsung dalam waktu yang lama
tanpa ada jalan keluar bisa mengakibatkan berbagai macam penyakit seperti : gangguan pencernaan,
serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, radang sendi rheumatoid, alergi, gangguan kulit,
pusing/sakit kepala, sulit menelan, panas ulu hati, mual, berbagai macam keluhan perut, keringat dingin,
sakit leher, sering buang air seni, kejang otot, mudah lupa, terserang panik, sembelit, diare, insomnia,
dan lain-lain.
Cox (Gibson, dkk,. 1990) mengategorikan akibat stres menjadi lima kategori, yaitu:
a) Akibat subjektif, yaitu akibat yang dirasakan secara pribadi, meliputi kegelisahan, agresi, kelesuan,
kebosanan, depresi, kelelahan, kekecewaan, kehilangan kesabaran, harga diri rendah, perasaan
terpencil.
b) Akibat perilaku, yaitu akibat yang mudah dilihat karena berbentuk perilaku-perilaku tertentu, mudah
terkena kecelakaan, penyalahgunaan obat, peledakan emosi, berperilaku impulsif, tertawa gelisah.
c) Akibat kognitif, yaitu akibat yang mempengaruhi proses berpikir, meliputi tidak mampu mengambil
keputusan yang sehat, kurang dapat berkonsentrasi, tidak mampu memusatkan perhatian dalam jangka
waktu yang lama, sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental.
d) Akibat fisiologis, yaitu akibat-akibat yang berhubungan dengan fungsi atau kerja alat-alat tubuh, yaitu
tingkat gula darah meningkat, denyut jantung/tekanan darah naik, mulut menjadi kering, berkeringat,
pupil mata membesar, sebentar-sebentar panas dan dingin.
e) Akibat keorganisasian, yaitu akibat yang tampak dalam tempat kerja, meliputi absen, produktivitas
rendah, mengasingkan diri dari teman sekerja, ketidakpuasaan kerja, menurunnya keterikatan dan
loyalitas terhadap organisasi [2]
3. Terjadinya Stres
Terjadinya stress tergantung pada stressor dan tanggapan seseorang terhadap stressor tersebut.
Stressor meliputi berbagai hal. Lingkunga fisik bisa menjadi sumber stressor, seperti suhu yang terlalu
panas atau dingin, perubahan cuaca, cahaya terlalu terang/gelap, suara yang terlalu bising dan polusi
merupakan sumber-sumber potensial yang bisa menjadi stressor. Kepadatan juga bisa mengakibatkan
stress. Penduduk yang tinggal di kampung-kampung yang kumuh yang harus membagi ruang geraknya
dengan banyak orang lain, cenderung lebih mudah meledak dibanding dengan penduduk yang tinggal di
area yang kurang padat.
Stressor bisa berasal dari individu sendiri. Konflik yang berhubungan dengan peran dan tuntutan
tanggung jawab yang dirasakan berat bisa membuat seseorang menjadi tegang. Stressor yang lain
berasal dari kelompok seperti: hubungan dengan teman, hubungan dengan atasan, dan hubungan
dengan bawahan.
Terakhir, stressor bisa bersumber dari keorganisasian seperti kebijakan yang diambil perusahaan,
struktur organisasi yang tidak sesuai, dan partisipasi para anggota yang rendah.
Selain itu, tanggapan individu turut memengaruhi apakah suatu sumber stress/stressor itu menjadi
stress atau tidak. Stressor yang sama bisa berakibat berbeda pada individu yang berbeda karena adanya
tanggapan antar individu (individual differences). Perbedaan individu meliputi tingkat usia, jenis kelamin,
pendidikan, kesehatan fisik, kepribadian, harga diri, toleransi terhadap kedwiartian, dan lain-lain.
Gejala-gejala stress pada diri seseorang seringkali tidak disadari karena perjalanan awal tahapan
stress timbul secara lambat dan baru dirasakan bilamana tahapan gejala sudah lanjut dan mengganggu
fungsi kehidupannya sehari-hari baik di rumah, di tempat kerja ataupun pergaulan lingkungan sosialnya.
Dr. Robert J. An Amberg (1979) dalam penelitiannya terdapat dalam Hawari (2001) membagi tahapan-
tahapan stress sebagai berikut :2
1) Stress tahap I
Tahapan ini merupakan tahapan stress yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan-
perasaan sebagai berikut :
a) Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting);
b) Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya;
c) Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi
semakin menipis.

2) Stress tahap II
Dalam tahapan ini dampak stress yang semula “menyenangkan” sebagaimana diuraikan pada tahap
I di atas mulai menghilang, dan timbul keluhan-keluhan yang disebabkan karena cadangan energi yang
tidak lagi cukup sepanjang hari, karena tidak cukup waktu untuk beristirahat. Istirahat yang dimaksud
antara lain dengan tidur yang cukup, bermanfaat untuk mengisi atau memulihkan cadangan energi yang
mengalami defisit. Keluhan-keluhan yang sering dikemukakan oleh seseorang yang berada pada stress
tahap II adalah sebagai berikut :
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar.
b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang.
c) Lekas merasa capai menjelang sore hari.
d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort).
e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar).
f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang.
g) Tidak bisa santai.

3) Stress Tahap III


Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-
keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu:
a) Merasa letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya merasa segar;
b) Merasa mudah lelah sesudah makan siang;
c) Lekas merasa capai menjelang sore hari;
d) Sering mengeluh lambung/perut tidak nyaman (bowel discomfort);
e) Detakan jantung lebih keras dari biasanya (berdebar-debar);
f) Otot-otot punggung dan tengkuk terasa tegang;
g) Tidak bisa santai.
4) Stress Tahap III
Apabila seseorang tetap memaksakan diri dalam pekerjaannya tanpa menghiraukan keluhan-
keluhan pada stress tahap II, maka akan menunjukkan keluhan-keluhan yang semakin nyata dan
mengganggu, yaitu:
a) Gangguan lambung dan usus semakin nyata; misalnya keluhan “maag”(gastritis), buang air besar tidak
teratur (diare);
b) Ketegangan otot-otot semakin terasa;
c) Perasaan ketidaktenangan dan ketegangan emosional semakin meningkat;
d) Gangguan pola tidur (insomnia), misalnya sukar untuk mulai masuk tidur (early insomnia), atau
terbangun tengah malam dan sukar kembali tidur (middle insomnia), atau bangun terlalu pagi atau dini
hari dan tidak dapat kembali tidur (Late insomnia);
e) Koordinasi tubuh terganggu (badan terasa oyong dan serasa mau pingsan).
Pada tahapan ini seseorang sudah harus berkonsultasi pada dokter untuk memperoleh terapi, atau
bisa juga beban stres hendaknya dikurangi dan tubuh memperoleh kesempatan untuk beristirahat guna
menambah suplai energi yang mengalami deficit.

5) Stress Tahap IV
Gejala stress tahap IV, akan muncul yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut
a) Merasa sulit untuk bertahan sepanjang hari
b) Aktivitas pekerjaan yang semula menyenangkan dan mudah diselesaikan menjadi membosankan dan
terasa lebih sulit
c) Yang semula tanggap terhadap situasi menjadi kehilangan kemampuan untuk merespons secara
memadai (adequate)
d) Ketidakmampuan untuk melaksanakan kegiatan rutin sehari-hari
e) Gangguan pola tidur disertai dengan mimpi-mimpi yang menegangkan
f) Seringkali menolak ajakan (negativism) karena tidak ada semangat dan tidak ada kegairahan
g) Daya konsentrasi dan daya ingat menurun
h) Timbul perasaan ketakutan dan kecemasan yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya.

6) Stres Tahap V
Bila keadaan berlanjut, maka seseorang itu akan jatuh dalam stress tahap V, yang ditandai dengan
hal-hal sebagai berikut:
a) Kelelahan fisik dan mental yang semakin mendalam (physical dan psychological exhaustion)
b) Ketidakmampuan untuk menyelesaikan pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana
c) Gangguan sistem pencernaan semakin berat (gastrointestinal disorder)
d) Timbul perasaan ketakutan, kecemasan yang semakin meningkat, mudah bingung dan panic

7) Stres Tahap VI
Tahapan ini merupakan tahapan klimaks, seseorang mengalami serangan panik (panic attack) dan
perasaan takut mati. Tidak jarang orang yang mengalami stress tahap VI ini berulang dibawa ke Unit
Gawat Darurat bahkan ICCU, meskipun pada akhirnya dipulangkan karena tidak ditemukan kelainan fisik
organ tubuh. Gambaran stres tahap VI ini adalah sebagai berikut:
a) Debaran jantung amat keras
b) Susah bernapas (sesak dan megap-megap)
c) Sekujur badan terasa gemetar, dingin dan keringat bercucuran
d) Ketiadaan tenaga untuk hal-hal yang ringan
e) Pingsan atau kolaps (collapse)
Bila dikaji maka keluhan atau gejala sebagaimana digambarkan di atas lebih didominasi oleh
keluhan-keluhan fisik yang disebabkan oleh gangguan faal (fungsional) organ tubuh, sebagai akibat
stressor psikososial yang melebihi kemampuan seseorang untuk mengatasinya.
Firman Allah SWT :
“hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dangan hati yang puas lagi diridhainya. Maka
masuklah ke dalam jama’ah hamba-hambaKu, dan masuklah ke dalam surgaKu.”3
4. Respon Fisiologi Terhadap Stress
Hans Selye (1946,1976) telah melakukan riset terhadap 2 respon fisiologis tubuh terhadap stress:
Local Adaptation Syndrome (LAS) dan General Adaptation Syndrome (GAS).[6]
1) Local Adaption Syndrome (LAS)
Tubuh menghasilkan banyak respons setempat terhadap stress. Respon setempat ini termasuk
pembekuan darah dan penyembuhan luka, akomodasi mata terhadap cahaya, dll. Responnya berjangka
pendek.

Karakteristik dari LAS :


a) Respon yang terjadi hanya setempat dan tidak melibatkan semua system.
b) Respon bersifat adaptif; diperlukan stressor untuk menstimulasikannya.
c) Respon bersifat jangka pendek dan tidak terus menerus.
d) Respon bersifat restorative.
Mungkin anda bertanya, “ apa saja yang termasuk ke dalam LAS ?”. sebenarnya respon LAS ini
banyak kita temui dalam kehidupan kita sehari – hari seperti yang diuraikan dibawah ini :
a. Respon Inflamasi
Respon ini distimulasi oleh adanya trauma dan infeksi. Respon ini memusatkan diri hanya pada area
tubuh yang trauma sehingga penyebaran inflamasi dapat dihambat dan proses penyembuhan dapat
berlangsung cepat. Respon inflamasi dibagi kedalam 3 fase :
a) Fase pertama
Adanya perubahan sel dan sistem sirkulasi, dimulai dengan penyempitan pembuluh darah di tempat
cedera dan secara bersamaan teraktifasinya kinin, histamin, sel darah putih. Kinin berperan dalam
memperbaiki permeabilitas kapiler sehingga protein, leukosit dan cairan yang lain dapat masuk
ketempat yang cedera tersebut.
b) Fase kedua
Pelepasan eksudat. Eksudat adalah kombinasi cairan dan sel yang telah mati dan bahan lain yang
dihasilkan di tempat cedera.
c) Fase ketiga
Regenerasi jaringan dan terbentuknya jaringan parut.
b. Respon Reflex Nyeri
Respon ini merupakan respon adaptif yang bertujuan melindungi tubuh dari kerusakan lebih lanjut.
Misalnya mengangkat kaki ketika bersentuhan dengan benda tajam.

2) Genereal Adaption Syndrome (GAS)


Terbagi atas tiga fase, yaitu:
a) Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi stressor.
Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis. Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran
darah cepat, darah di perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak organ
tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi, ketegangan otot dan daya tahan tubuh
menurun.
Fase alarem melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti pengaktifan
hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya menyiapkan individu untuk bereaksi.
Hormon lainnya dilepas untuk meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi
untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin mengakibatkan denyut jantung
meningkat dan peningkatan aliran darah ke otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya
kewaspadaan mental.
Aktifitas hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons melawan atau
menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai jam. Bila stresor masih menetap maka
individu akan masuk ke dalam fase resistensi.
b) Fase Resistance (Melawan)
Individu mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan pemecahan
masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan kondisi fisiologis sebelumnya
kepada keadaan normal dan tubuh mencoba mengatasi faktor-faktor penyebab stress.
Bila teratasi gejala stress menurun àtau normal, tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut
jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya beradaptasi terhadap stressor, jika
ini berhasil tubuh akan memperbaiki sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh
pada tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c) Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase sebelumnya. Energi
penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri terhadap lingkungan seperti sakit kepala,
gangguan mental, penyakit arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan, maka
kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Tahap ini cadangan energi telah menipis atau habis, akibatnya tubuh tidak mampu lagi menghadapi
stres. Ketidak mampuan tubuh untuk mepertahankan diri terhadap stressor inilah yang akan berdampak
pada kematian individu tersebut.
5.Manajemen stress
Manajemen stress merupakan upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan
mengatasi stress agar tidak sampai ke tahap yang paling berat.
Beberapa manajemen stress yang dapat dilakukan adalah
a) Mengatur diet dan nutrisi.
Pengaturan diet dan nutrisi merupakan cara yang efektif dalam mengurangi dan mengatasi stress.
Ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang bergizi sesuai porsi dan jadwal yang teratur.
Menu juga sebaiknya bervariasi agar tidak timbul kebosanan.
b) Istirahat dan tidur.
Isirahat dan tidur merupakn obat yang terbaik dalam mengatasi stress karena istirahat dan tidur
yang cukup akan memulihkan keletihan fisik dan kebugara tubuh. Tidur yang cukup juga dapat
memperbaiki sel-sel yang rusak.
c) Olahraga teratur.
Olahraga yang teratur adalah salah satu cara daya tahan dan kekebalan fisik maupun mental.
Olahraga yang dilakukan tidak harus sulit. Olahraga yang sederhana sepeti jalan pagi atau lari pagi
dilakukan paling tidak dua kali seminggu dan tidak harus sampai berjam-jam. Seusai berolahraga,
diamkan tubuh yang berkeringat sejenak lalu mandi untuk memulihkan kesegarannya.
d) Berhenti merokok.
Berhenti merokok adalah bagian dari cara menangguangi stress karena dapat meningkatkan status
kesehatan serta menjaga ketahanan dan kekebalan tubuh.
e) Menghindari minuman keras.
Minuman keras merupakan factor pencetus yang dapat mengakibatkan terjadinya stress. Dengan
menghindari minuman keras, individu dapat terhindar dari banyak penyakit yang disebabkan oleh
pengaruh minuman keras yang mengandung akohol.

B. ADAPTASI / PENYESUAIAN DIRI


a. Cara Penyesuaian Diri
Bila seseorang mengalami stress maka segera ada usaha untuk mengatasinya. Hal ini dikenal sebagai
Homeostasis yaitu usaha organisme yang terus menerus melakukan pertahanan agar keadaan
keseimbangan selalu tercapai. Stress dapat terjadi pada bidang badaniah ( stress fisik atau somatik ).
Misalnya bila terjadi infeksi atau penyakit, menggerakkan mekanisme penyesuaian somatik, terjadi
reaksi :
1. Pembentukan zat anti kuman atau zat anti racun
2. Mobilisasi leukosit ke tempat-tempat invasi kuman
3. Lebih banyak melepaskan kortisol, adrenalin dan sebagainya
Usaha tubuh untuk mencapai keseimbangan kembali yang berorientasi pada tugas bertujuan
menghadapi stressor secara sadar, realistik, objektif, dan rasional.
b. Pembelaan ego
1. Melindungi individu dari kecemasan.
2. Meringankan penderitaan bila mengalami suatu kegagalan.
3. Menjaga harga diri.
Misalnya : Seseorang yang menghadapi kegagalan kemungkinan bereaksi :
1. penyesuaian diri berupa serangan (bekerja lebih keras) atau menghadapi secara terang-terangan,
2. menarik diri dan tidak mau tahu lagi (tidak berusaha),
3. kompromi atau mengurangi keinginannya lalu memilih jalan tengah.
Reaksi tersebut menunjukkan langkah-langkah :
1) Mempelajari dan menentukan persoalan.
2) Menyusun alternatif penyelesaian.
3) Menentukan tindakan yang mempunyai kemungkinan besar akan berhasil.
4) Bertindak.
5) Menilai hasil tindakan dan dapat mengambil langkah yang lain bila kurang memuaskan.
Bila digunakan terus menerus akibatnya ego bukannya mendapat perlindungan, melainkan lama
kelamaan akan mendapat ancaman/bencana. Oleh karena mekanisme ini tidak realistik mengandung
banyak unsur penipuan atas diri sendiri.
c. Mekanisme Pembelaan EGO
1). IDENTIFIKASI.
Ingin menyamai seorang figur yang diidealkan, dimana salah satu ciri atau segi tertentu dari figure
itu ditransfer pada dirinya. Dengan demikian ia merasa harga dirinya bertambah tinggi.Contoh : Teguh,
15 tahun mengubah model rambutnya menirukan artis idolanya yang ia kagumi.
2). INTROJEKSI
Merupakan bentuk sederhana dari identifikasi, dimana nilai-nilai dan norma-norma dari luar diikuti
atau ditaati, sehingga ego tidak lagi terganggu oleh ancaman dari luar.Contoh : Rasa benci atau kecewa
terhadap kematian orang yang dicintai dialihkan dengan cara menyalahkan diri sendiri
3) PROJEKSI
Hal ini berlawanan dengan introjeksi, dimana menyalahkan orang lain atas kelalaian dan kesalahan-
kesalahan atau kekurangan diri sendiri. Contoh : Seorang wanita muda yang menyangkal bahwa ia
mempunyai perasaan seksual terhadap rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayunya.

4) REPRESI
Penyingkiran unsur psikik (suatu efek, pemikiran, motif, konflik) sehingga menjadi tidak sadar
dilupakan/tidak dapat diingat lagi. Represi membantu individu mengontrol impuls-impuls
berbahaya.Contoh :Suatu pengalaman traumatis menjadi terlupakan
5) REGENSI
Kembali ke tingkat perkembangan terdahulu (tingkah laku yang bersifat primitif).
Contoh : Seorang anak yang mulai berkelakuan seperti bayi, ketika seorang adiknya dilahirkan.
Esvi yang berumur 4 tahun mulai mengompol lagi sejak adiknya yang baru lahir dibawa pulang dari
rumah sakit.
6) REACTIONFORMATION
Bertingkah laku berlebihan yang langsung bertentangan dengan keinginan-keinginan, perasaan yang
sebenarnya. Mudah dikenal karena sifatnya ekstrim dan sukar diterima. Misalnya : Seorang wanita yang
tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan orang tersebut dengan kasar.

7) UNDOING
Meniadakan pikiran-pikiran, impuls yang tidak baik, seolah-olah menghapus suatu kesalahan.
Misalnya : Seorang ibu yang menyesal karena telah memukul anaknya akan segera memperlakukannya
penuh dengan kasih sayang.
8) DIASPLACEMENT
Mengalihkan emosi, arti simbolik, fantasi dari sumber yang sebenarnya (benda, orang, atau
keadaan) kepada orang lain, benda atau keadaan lain. Misalnya : Seorang pemuda bertengkar dengan
pacarnya dan sepulangnya ke rumah marah-marah pada adik-adiknya.
9) SUBLIMASI
Mengganti keinginan atau tujuan yang terhambat dengan cara yang dapat diterima oleh
masyarakat. Impuls yang berasal dari ide yang sukar disalurkan oleh karena mengganggu individu atau
masyarakat, oleh karena itu impuls harus dirubah bentuknya sehingga tidak merugikan
individu/masyarakat sekaligus mendapatkan pemuasan. Misalnya : Impuls agresif disalurkan ke olahraga
atau usaha-usaha yang bermanfaat.
10) LOGOUT
Langsung mencetuskan perasaan bila kehalangan terhalang. Misalnya : mengatasi problem paling sedikit
dengan bertengkar.

11) DENIAL
Menolak untuk menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak. Misalnya:
Seorang gadis yang telah putus dengan pacarnya menghindarkan diri dari pembicaraan mengenai pacar,
perkawinan atau kebahagiaan.
12) KONPENSASI
Menutupi kelemahan dengan menonjolkan kemampuannya atau kelebihannya.
Misalnya : Saddam yang merasa fisiknya pendek sebagai sesuatu yang negative untuk menutupinya dia
berusaha dalam hal menonjolkan prestasinya dalam hal pendidikan.
13) RASIONALISASI
Memberi keterangan bahwa sikap/tingkah lakunya menurut alasan yang seolah-olah rasional,
sehingga tidak menjatuhkan harga dirinya. Misalnya : Munawir yang menyalahkan cara mengajar
dosennya ketika ditanyakan oleh orang tuanya mengapa nilai semesternya buruk.
15) FIKSASI
Berhenti pada tingkat perkembangan salah satu aspek tertentu (emosi atau tingkah laku atau
pikiran, dsb) sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.
Misalnya : Seorang gadis yang tetap berbicara kekanak-kanakan atau seseorang yang tidak dapat
mandiri dan selalu mengharapkan bantuan dari orang tuanya dan orang lain.
16) SIMBOLISASI
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol pengganti suatu keadaan atau hal yang
sebenarnya. Misalnya : Seorang anak remaja selalu mencuci tangan untuk menghilangkan
kegelisahannya/kecemasannya. Setelah ditelusuri, ternyata ia pernah melakukan masturbasi sehingga
perasaan berdosa/cemas dan merasa kotor.
17) DISOSIASI
Pemisahan suatu kelompok proses mental atau perilaku dari kesadaran /identitasnya. Keadaan
dimana terdapat dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu. Misalnya : Seorang laki-laki yang
dibawa ke ruang emergensi karena mengamuk ternyata tidak mampu menjelaskan kembali kejadian
tersebut (ia lupa sama sekali).
18) KONVERSI
Transformasi konflik emosional ke dalam bentuk gejala-gejala jasmani.
Misalnya : Seorang mahasiswa yang tidak mengerjakan tugas-tugasnya tiba-tiba merasa sakit sehingga
tidak masuk kuliah.

C. HOMEOSTASIS
Setiap ada stressor, betapapun kecilnya akan menimbulkan respon dari tubuh dalam upayanya
mempertahankan keseimbangan. Keseimbangan ini dikenal dengan sebutan homeostasis. Homeostasis,
menurut Cannon (1926) adalah kemampuan proses fisiologi tubuh dalam mempertahankan
keseimbangan dan kecenderungan semua jaringan hidup guna memelihara dan mempertahankan
kondisi setimbang atau ekuilibrium.
Menurut Dubois (1956), homeostasis adalah kemampuan untuk beradaptasi dengan/terhadap
lingkungan internal dan eksternal yang senantiasa berubah sebagai suatu kunci keberhasilan, bertahan
dan tetap hidup; atau suatu keadaan seimbang yang sifatnya dinamis, yang dipertahankan tubuh melalui
pergeseran dan penyesuaian (adaptasi) terhadap ancaman yang berlangsung secara konstan. 8
Pada dasarnya, manusia tidak pernah statis. Ia akan selalu berubah untuk melawan berbagai
tantangan dan pengaruh yang senantiasa muncul dalam dirinya dan dunia di luar dirinya. Homeostasis di
sini berfungsi sebagai suatu system terbuka. Manusia sebagai system terbuka bekerja keras untuk
memelihara stabilitas dirinya karena ia merupakan subjek pengaruh dari segala tantangan dalam dirinya.
Homeostasis mencakup aspek psikologis dan fisiologis. Homeostasis psikologis dapat terlihat saat
seseorang menderita penyakit yang tidak dapat diobati. Setiap orang pada dasarnya selalu berusaha
untuk hidup. Karenanya, pengetahuan tentang kematian yang akan datang dapat mengganggu stabilitas
psikologis individu. Di sisi lain, homeostasis fisiologis melibatkan aktivitas system tubuh, seperti aktivitas
saraf simpatis dan korpus/medulla adrenal.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stress merupakan respon tubuh yang sifatnya non-spesifik terhadap tuntutan beban diatasnya yang
gejala/akibatnya negatif karena seringkali mengganggu kehidupan manusia.
Upaya mengelola stress dengan baik, bertujuan untuk mencegah dan mengatasi stress agar tidak
sampai ke tahap yang paling berat. Terdapat beberapa hal dalam mengatasi stress yaitu :
1. Mengatur diet dan nurisi.
2. Istirahat dan tidur.
3. Olahraga teratur.
4. Berhenti merokok.
5. Menghindari minuman keras.
6. Mengatur berat badan.
Adaptasi merupakan suatu bentuk respon terhadap sters sebagai suatu perbaikan pada pertahanan
agar keadaan seimbang selalu tercapai. Macam-macam adaptasi :
1. Adaptasi fisiologis
2. Adaptasi psikologis
3. Adaptasi perkembangan
Homeostatis merupakan keseimbangan pada jaringan yang mencakup aspek fisiologi dan psikologi.
Ada empat macam homeostatis yaitu :
1. Self regulations
2. Kompensasi diri
3. Sistem umpan balik negative
4. Cara umpan balik untuk mengoreksi keseimbangan fisiologi.

B. Saran
Kesehatan merupakan harta yang paling berharga bagi manusia, oleh karena itu jagalah kesehatan
sebagaimana mestinya. Stress dapat dikatakan sebagai salah satu tes mental bagi jiwa manusia
walaupun tidak dapat dipungkiri stress juga berdampak pada fisik manusia. Untuk menghindari stress
dapat dilakukan dengan menjaga kondisi tubuh antara input dan output agar tetap seimbang
(homeostatis). Sebagai manusia terapi psikologis juga diperlukan untuk membangun spirit hidup, terapi
psikologis yang paling sederhana dapat dilakukan dengan cara selalu berpikir positif. Berpikir positif akan
selalu membawa manusia kepada hal-hal yang menjurus kepada keberhasilan dan sikap optimisme,
selain itu berpikir positif juga dapat mengurangi dampak stress pada diri seseorang

DAFTAR PUSTAKA
1. Alimul, Azis. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
2. Siswanto. 2007. Kesehatan Mental; Konsep, Cakupan, dan Perkembangannya. Yogyakarta: Andi
3. Al-Qur’an dan Terjemahannya. Departemen Agama RI
4. Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Resika Aditama
5. http://www.aadan.co.cc/konsep cemas, dan adaptasi.htm
6. Wartonah, Tarwoto. 2006. KDM dan Proses Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
7. Suliswati dkk. 2004. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC
8. Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai