Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

TENTANG KEGUNAAN LOGIKA


DALAM KEHIDUPAN SEHARI HARI

Materi ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah


Filsafat dan Logika

DISUSUN OLEH

Adinda Aulia Maulina 193522097

Anti Mauludy 193522164

Afni Azzahra Aini 193522188

M. Arifin Iham 193522218

Gita Fitriani 193522240

Rizqi Ariantriska 193522206

Fitri Melani 193522321

Anesa Nur Fitri Sabila 193522332

Jeni Apriansyah 193522347

Dodi Supriadi 193522350

Fina Meidiani 193522296

STIA YPPT PRIATIM TASIKMALAYA


Prodi Ilmu Administrasi Negara
Tahun Ajaran 2019/2020
BAB I
PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Untuk mengetahui mengapa kita perlu untuk mempelajari suatu ilmu, maka kita harus
terlebih dahulu mengenal ilmu tersebut. Supaya kita dapat mengetahui ilmu tersebut, maka
kita harus mencari tahu asal-usul ilmu tersebut, mulai dari pertama kali ilmu tersebut
muncul, sejarah dan perkembangannya, sampai kita mengetahui mengapa kita harus
mempelajari ilmu tersebut dan kegunaannya dalam kehidupan kita.

Dalam makalah ini, kita akan mencari tahu apa sebenarnya ilmu logika itu? Darimana
awal munculnya? Mengapa kita perlu mempelajari ilmu logika? Apa saja kegunaan ilmu
logika dalam kehidupan sehari-hari? Pertanyaan-pertanyaan seperti yang disebutkan
sebelumnya itu akan dijawab dalam bab pembahasan.

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami
perkembangan yang sangat menyolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani,
“philosophia” meliputi hampir seluruh pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu
pengetahuan dikemudian hari, ternyata juga kita lihat adanya kecenderungan yang lain.
Filsafat Yunani Kuno yang tadinya merupakan suatu kesatuan kemudian menjadi terpecah-
pecah (Bertens, 1987, Nuchelmans, 1982).

Lebih lanjut Nuchelmans (1982), mengemukakan bahwa dengan munculnya ilmu


pengetahuan alam pada abad ke 17, maka mulailah terjadi perpisahan antara filsafat dan
ilmu pengetahuan. Dengan demikian dapatlah dikemukakan bahwa sebelum abad ke 17
tersebut ilmu pengetahuan adalah identik dengan filsafat. Pendapat tersebut sejalan dengan
pemikiran Van Peursen (1985), yang mengemukakan bahwa dahulu ilmu merupakan bagian
dari filsafat, sehingga definisi tentang ilmu bergantung pada sistem filsafat yang dianut.

Dalam perkembangan lebih lanjut menurut Koento Wibisono (1999), filsafat itu sendiri
telah mengantarkan adanya suatu konfigurasi dengan menunjukkan bagaimana “pohon ilmu
pengetahuan” telah tumbuh mekar-bercabang secara subur. Masing-masing cabang
melepaskan diri dari batang filsafatnya, berkembang mandiri dan masing-masing mengikuti
metodologinya sendiri-sendiri.

Dengan demikian, perkembangan ilmu pengetahuan semakin lama semakin maju dengan
munculnya ilmu-ilmu baru yang pada akhirnya memunculkan pula sub-sub ilmu
pengetahuan baru bahkan kearah ilmu pengetahuan yang lebih khusus lagi seperti
spesialisasi-spesialisasi. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikemukakan oleh Van Peursen
(1985), bahwa ilmu pengetahuan dapat dilihat sebagai suatu sistem yang jalin-menjalin dan
taat asas (konsisten) dari ungkapan-ungkapan yang sifat benar-tidaknya dapat ditentukan.

1
Terlepas dari berbagai macam pengelompokkan atau pembagian dalam ilmu
pengetahuan, sejak F.Bacon (1561-1626) mengembangkan semboyannya “Knowledge Is
Power”, kita dapat mensinyalir bahwa peranan ilmu pengetahuan terhadap kehidupan
manusia, baik individual maupun sosial menjadi sangat menentukan. Karena itu implikasi
yang timbul menurut Koento Wibisono (1984), adalah bahwa ilmu yang satu sangat erat
hubungannya dengan cabang ilmu yang lain serta semakin kaburnya garis batas antara ilmu
dasar-murni atau teoritis dengan ilmu terapan atau praktis.

Untuk mengatasi gap antara ilmu yang satu dengan ilmu yang lainnya, dibutuhkan suatu
bidang ilmu yang dapat menjembatani serta mewadahi perbedaan yang muncul. Oleh karena
itu, maka bidang filsafatlah yang mampu mengatasi hal tersebut. Hal ini senada dengan
pendapat Immanuel kant (dalam kunto Wibisono dkk., 1997) yang menyatakan bahwa
filsafat merupakan disiplin ilmu yang mampu menunjukkan batas-batas dan ruang lingkup
pengetahuan manusia secara tepat. Oleh sebab itu Francis bacon (dalam The Liang Gie,
1999) menyebut filsafat sebagai ibu agung dari ilmu-ilmu (the great mother of the sciences).

Lebih lanjut Koento Wibisono dkk. (1997) menyatakan, karena pengetahuan ilmiah atau
ilmu merupakan “a higher level of knowledge”, maka lahirlah filsafat ilmu sebagai
penerusan pengembangan filsafat pengetahuan. Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat
menempatkan objek sasarannya: Ilmu (Pengetahuan). Bidang garapan filsafat ilmu terutama
diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu
yaitu: ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hal ini didukung oleh Israel Scheffler (dalam
The Liang Gie, 1999), yang berpendapat bahwa filsafat ilmu mencari pengetahuan umum
tentang ilmu atau tentang dunia sebagaimana ditunjukkan oleh ilmu.

Interaksi antara ilmu dan filsafat mengandung arti bahwa filsafat dewasa ini tidak dapat
berkembang dengan baik jika terpisah dari ilmu. Ilmu tidak dapat tumbuh dengan baik tanpa
kritik dari filsafat. Dengan mengutip ungkapan dari Michael Whiteman (dalam Koento
Wibisono dkk.1997), bahwa ilmu kealaman persoalannya dianggap bersifat ilmiah karena
terlibat dengan persoalan-persoalan filsafati sehingga memisahkan satu dari yang lain tidak
mungkin. Sebaliknya, banyak persoalan filsafati sekarang sangat memerlukan landasan
pengetahuan ilmiah supaya argumentasinya tidak salah.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas serta dikaitkan dengan permasalahan yang penulis
akan jelajahi, maka penulisan ini akan difokuskan pada pembahasan tentang: “Filsafat Ilmu
Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu Pengetahuan Alam”, dengan pertimbangan bahwa
latar belakang pendidikan penulis adalah ilmu pengetahuan alam (MIPA – Kimia).

b. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk membahas tentang sejarah perkembangan
ilmu logika. Di dalam makalah ini akan dibahas beberapa periode dari awal munculnya ilmu

2
tersebut sampai pada periode akhir ditetapkannya ilmu logika itu, juga akan dibahas
beberapa kegunaan ilmu logika dalam kehidupan sehari-hari.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Logika
Dalam sejarah perkembangan logika, banyak definisi dikemukakan oleh para ahli, yang
secara umum memiliki banyak persamaan. Beberapa pendapat tersebut antara lain:

The Liang Gie dalam bukunya Dictionary of Logic (Kamus Logika) menyebutkan: Logika
adalah bidang pengetahuan dalam lingkungan filsafat yang mempelajari secara teratur asas-
asas dan aturan-aturan penalaran yang betul (correct reasoning).

Menurut Mundiri dalam bukunya tersebut Logika didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang
betul dari penalaran yang salah.

Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal
dari kata benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal
(fikiran), kata, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos berarti mengenai sesuatu yang
diutarakan, mengenai suatu pertimbangan akal, mengenai kata, mengenai percakapan atau
yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatakan
bahwa logika adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutarakan lewat kata dan
dinyatakan dalam bahasa. Sebagai ilmu, logika disebut logike episteme atau dalam bahasa
latin disebut logica scientia yang berarti ilmu logika, namun sekarang lazim disebut dengan
logika saja.

Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis berpangkal pada
penalaran, dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu. Dengan fungsi
sebagai dasar filsafat dan sarana ilmu karena logika merupakan “jembatan penghubung”
antara filsafat dan ilmu, yang secara terminologis logika didefinisikan: Teori tentang
penyimpulan yang sah. Penyimpulan pada dasarnya bertitik tolak dari suatu pangkal-pikir
tertentu, yang kemudian ditarik suatu kesimpulan. Penyimpulan yang sah, artinya sesuai
dengan pertimbangan akal dan runtut sehingga dapat dilacak kembali yang sekaligus juga
benar, yang berarti dituntut kebenaran bentuk sesuai dengan isi.

Logika sebagai teori penyimpulan, berlandaskan pada suatu konsep yang dinyatakan
dalam bentuk kata atau istilah, dan dapat diungkapkan dalam bentuk himpunan sehingga
setiap konsep mempunyai himpunan, mempunyai keluasan. Dengan dasar himpunan karena
semua unsur penalaran dalam logika pembuktiannya menggunakan diagram himpunan, dan
ini merupakan pembuktian secara formal jika diungkapkan dengan diagram himpunan sah
dan tepat karena sah dan tepat pula penalaran tersebut.

Berdasarkan proses penalarannya dan juga sifat kesimpulan yang dihasilkannya, Logika

4
dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif adalah sistem
penalaran yang menelaah prinsip-prinsip penyimpulan yang sah berdasarkan bentuknya serta
kesimpulan yang dihasilkan sebagai kemestian diturunkan dari pangkal pikirnya. Dalam
logika ini yang terutama ditelaah adalah bentuk dari kerjanya akal jika telah runtut dan
sesuai dengan pertimbangan akal yang dapat dibuktikan tidak ada kesimpulan lain karena
proses penyimpulannya adalah tepat dan sah. Logika deduktif karena berbicara tentang
hubungan bentuk-bentuk pernyataan saja yang utama terlepas isi apa yang diuraikan karena
logika deduktif disebut pula logika formal.

B. Logika Masa Yunani Kuno

Logika dimulai sejak Thales (624 SM-548 SM), filosofi Yunani pertama yang
meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling
kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air
adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales
telah mengenalkan logika induktif.

Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian disebut logica
scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan bahwa air adalah arkhe
alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Dalam logika Thales, air
adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:

• Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)


• Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
• Air jugalah uap
• Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta. Sejak
saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.

Pada masa Aristoteles logika masih disebut dengan analitica , yang secara khusus
meneliti berbagai argumentasi yang berangkat dari proposisi yang benar, dan dialektika
yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih
diragukan kebenarannya. Inti dari logika Aristoteles adalah silogisme.

Pada 370 SM - 288 SM Theophrastus, murid Aristoteles yang menjadi pemimpin


Lyceum, melanjutkan pengembangan logika. Istilah logika untuk pertama kalinya
dikenalkan oleh Zeno dari Citium 334 SM - 226 SM pelopor Kaum Stoa. Sistematisasi
logika terjadi pada masa Galenus (130 M - 201 M) dan Sextus Empiricus 200 M, dua orang
dokter medis yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.

5
Kemudian muncullah zaman dekadensi logika. Salama ini logika mmengembang karena
menyertai perkembangan pengetahuan dan ilmu yang menyadari betapa berseluk beluknya
kegiatan berpikir yang langkahnya mesti dipertanggungjawabkan. Kini ilmu menjadi
dangkal sifatnya dan sangat sederhana, maka logika juga merosot. Tetapi beberapa karya
pantas mendapat perhatian kita, yakni Eisagogen dari Porphyrios, kemudian komentar-
komentar dari Boethius dan Fons Scientiae (Sumber Ilmu) karya Johannes Damascenus.

Tokoh Logika Dan Pemikirannya

1. Aristoteles

Aristoteles, seorang filosof dan ilmuwan terbesar dalam dunia masa lampau, yang
memelopori penyelidikan ihwal logika, memperkaya hampir tiap cabang falsafat dan memberi
sumbangan-sumbangan besar terhadap ilmu pengetahuan. Pendapat Aristoteles, alam semesta
tidaklah dikendalikan oleh serba kebetulan, oleh keinginan atau kehendak dewa yang terduga,
melainkan tingkah laku alam semesta itu tunduk pada hukum-hukum rasional. Kepercayaan ini
menurut Aristoteles diperlukan bagi manusia untuk mempertanyakan setiap aspek dunia alamiah
secara sistematis, dan kita harus memanfaatkan pengamatan empiris, dan alasan-alasan yang
logis sebelum mengambil keputusan.

2. Raymundus Lullus

Raymundus Lullus mengembangkan metoda Ars Magna, semacam aljabar pengertian


dengan maksud membuktikan kebenaran – kebenaran tertinggi. Francis Bacon mengembangkan
metoda induktif dalam bukunya Novum Organum Scientiarum . W.Leibniz menyusun logika
aljabar untuk menyederhanakan pekerjaan akal serta memberi kepastian. Emanuel Kant
menemukan Logika Transendental yaitu logika yang menyelediki bentuk-bentuk pemikiran yang
mengatasi batas pengalaman.

3. Leibniz

Leibniz menganjurkan penggantian pernyataan dengan symbol-simbol agar lebih umum


sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonhard Euler, seorang ahli
matematika dan logika swiss melakukan pembahasan tentang term-term dengan menggunakan
lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antar term yang terkenal dengan sebutan sirkel-
Euler.

4. John Stuart Mill

John Stuart Mill mempertemukan system induksi dengan system deduksi. Setiap pangkal
pikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya memerlukan deduksi bagi

6
penyusunan pikiran mengenai hasil eksperimen dan penyelidikan. Jadi kedua-duanya bukan
bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling membantu.

5. Thales

Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng,
takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip
atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif.
Dalam logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles disimpulkan dari:

Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)

Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia

Air jugalah uap

Air jugalah es

Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah arkhe alam semesta.

Sejak saat Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan.
Kaum Sofis beserta Plato (427 SM-347 SM) juga telah merintis dan memberikan saran-saran
dalam bidang ini.

6. Poespoprojo

Poespoprojo menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari aktivitas berpikir


yang menyelidiki pengetahuan yang berasal dari pengalaman-pengalaman konkret, pengalaman
sesitivo-rasional, fakta, objek-objek, kejadian-kejadian atau peristiwa yang dilihat atau dialami.
Logika bertujuan untuk menganalisis jalan pikiran dari suatu penalaran/pemikiran/penyimpulan
tentang suatu hal. Poespoprojo menjelaskan tentang pikiran dan jalan pikiran dengan alur logika
dan sistematika yang merupakan alur pikiran algoritmik sementara Olson menekankan pada
pemecahan masalah lewat gagasan-gagasan yang diperoleh dengan jalan yang unik. Namun tetap
berlandaskan pada sistematika dan logika

7. Olson

Olson tidak menerangkan definisi pemikiran dalam konteks logika namun menjelaskan
pikiran dalam konteks kreativitas. Pembahasannya ditekankan pada bahasan mengenai
pemecahan masalah dengan menempuh ‘jalan’ yang tidak biasa. Olson menggunakan aspek-

7
aspek di luar pembahasan logika dan ilmu menalar yang hampir bisa disebut dengan logika
transendental.

8. Marx dan Engels

Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu logika, mereka
berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan
elemen mistik dalam dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.

9. Euklides

Euklides melakukan hal yang sama untuk dasar-dasar geoemetri; Archimides untuk
dasar-dasar mekanika; Ptolomeus dari Alexandria kemudian menemukan astronomi dan
geografi; dan Galen untuk anatomi.

10. Hegel

Hegel, seorang tokoh dari sekolah filsafat idealis (borjuis) di Jerman, adalah seorang guru
besar yang pertama kali mentransformasikan ilmu logika, seperti di sebutkan oleh Marx:
“bentuk-bentuk umum gerakan dialektika yang memiliki cara yang komprehensif dan sadar
sepenuhnya.”

11. Petrus Hispanus

Petrus Hispanus menyususn pelajaran logika berbentuk sajak. Petrus inilah yang mula-
mula mempergunakan berbagai nama untuk system penyimpulan yang sah dalam perkaitan
bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Kumpulan sajak Petrus mengenai logika ini
bernama Summulae.

12. Francis Bacon

Francis Bacon melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan menganjurkan


penggunaan system induksa secara lebih luas. Serangan Bacon terhadap logika ini memperoleh
sambutan hangat dari berbagai kalangan di barat. Sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan
pada system induksi.

13. Cristian Wolff

Cristian Wolff lebih dikenal sebagai pembela setia ajaran-ajaran Leibniz, namun di
samping itu ia juga cukup gigih mengembangkan logika-matematik system filsafat yang terkait

8
dengan berbagai lapangan pengetahuan dengan mempergunakan sarana metode deduktif seperti
yang dipakai dalam matematik.

14. Marx dan Engels

Marx dan Engels adalah murid Hegel di lapangan Logika. Dalam ilmu logika, mereka
berdua lah yang kemudian melakukan revolusi pada revolusi Hegelian—dengan menyingkirkan
elemen mistik dalam dialektikanya, dan menggantikan dialektika idealistik dengan sebuah
landasan material yang konsisten.

15. Theoprastus

Theoprastus (371-287 sM), memberi sumbangan terbesar dalam logika ialah


penafsirannya tentang pengertian yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap
kesimpulan. Kemudian, Porphyrius (233-306 M), seorang ahli pikir di Iskandariah
menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut Eisagoge, yakni
sebagai pengantar Categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan-lingkungan zat dan
lingkungan-lingkungan sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi. Dengan
demikian, logika menjadi tujuh bagian.

16. Al-Farabi

Al-Farabi (873-950 M) yang terkenal mahir dalam bahasa Grik Tua, menyalin seluruh
karya tulis Aristoteles dalam berbagai bidang ilmu dan karya tulis ahli-ahli pikir Grik lainnya.
Al-Farabi menyalin dan memberi komentar atas tujuh bagian logika dan menambahkan satu
bagian baru sehingga menjadi delapan bagian.

17. John Venn

John Venn (1834-1923), ia berusaha menyempurnakan analisis logik dari Boole dengan
merancang diagram lingkaran-lingkaran yang kini terkenal sebagai diagram Venn (Venn’s
diagram) untuk menggambarkan hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan
dari silogisme. Untuk melukiskan hubungan merangkum atau menyisihkan di antara subjek
dan predikat yang masing-masing dianggap sebagai himpunan.

C. Logika Abad Pertengahan

Pada mulanya hingga tahun 1141, penggarapan logika hanya berkisar pada karya
Aristoteles yang berjudul Kategoriai dan Peri Hermenias. Karya tersebut ditambah dengan
karya Phorphyrios yang bernama Eisagogen dan traktat Boethius yang mencakup masalah
pembagian, masalah metode debat, silogisme kategoris hipotesis, yang biasa disebut logika
lama. Sesudah tahun 1141, keempat karya Aristoteles lainnya dikenal lebih luas dan disebut

9
sebagai logika baru. Logika lama dan logika baru kemudian disebut logika antik untuk
membedakan diri dari logika terministis atau logika modern, disebut juga logika suposisi
yang tumbuh berkat pengaruh para filosof Arab. Di dalam logika ini di ditunjuk pentingnya
pendalaman tentang suposisi untuk menerangkan kesesatan logis, dan tekanan terletak pada
ciri-ciri term sebagai symbol tata bahasa dari konsep-konsep seperti yang terdapat di dalam
karya Petrus Hispanus, William dari Ockham.

Thomas Aquinas mengusahakan sistimatisasi dan mengajukan komentar-komentar


dalam usaha mengembangkan logika yang telah ada. Pada abad XIII-XV berkembanglah
logika seperti yang sudah disebutkan di atas, disebut logika modern. Tokohnya adalah
Petrus Hispanus, Roger Bacon, W. Okcham, dan Raimon Lullus yang menemukan
metode logika baru yang disebut Ars Magna, yakni semacam Al-jabar pengertian dengan
tujuan untuk membuktikan kebenaran-kebenaran tertinggi.

Abad pertengahan mencatat berbagai pemikiran yang sangat penting bagi


perkembangan logika. Karya Boethius yang orisinal dibidang silogisme hipotesis,
berpengaruh bagi perkembangan teori konsekuensi yang merupakan salah satu hasil
terpenting bagi perkembangan logika di abad pertengahan. Kemudian dapat dicatat juga teori
tentang cirri-ciri term, teori suposisi yang jika diperdalam ternyata lebih kaya dari semiotika
matematika di zaman ini. Selanjutnya diskusi tentang universalia, munculnya logika
hubungan, penyempurnaan teori silogisme, penggarapan logika modal, dan lain-lain
penyempurnaan terknis.

D. Logika Dunia Modern

Logika Aristoteles, selain mengalami perkembangan yang murni, juga dilanjutkan oleh
sebagian pemikir, tetapi dengan tekanan-tekanan yang berbeda. Thomas Hobbes, (1632-
1704) dalam karyanya Leviatham (1651) dan John Locke (1632-1704) dalam karyanya yang
bernama Essay Concerning Human Understanding (1690). Meskipun mengikuti tradisi
Aristoteles, tetapi dokrin-dokrinya sangat dikuasai paham nominalisme. Pemikiran
dipandang sebagai suatu proses manipulasi tanda-tanda verbal dan mirip operasi-operasi
dalam matematika. Kedua tokoh ini memberikan suatu interpretasi tentang kedudukan di
dalam pengalaman.

Logika Aristoteles yang rancangan utamanya bersifat deduktif silogistik dan


menunjukkan tanda-tanda induktif berhadapan dengan dua bentuk metode pemikiran
lainnya, yakni logika fisika induktif murni sebagaimana terpapar dalam karya Francis
Bacon, Novum Organum (London, 1620) serta matematika deduktif murni sebagaimana
terurai di dalam karya Rene Descartes, Discors The La Methode (1637).

10
Metode induktif untuk menemukan kebenaran, yang direncanakan Francis Bacon,
didasarkan pada pengamatan empiris, analisis data yang diamati, penyimpulan yang terwujud
dalam hipotesis (kesimpulan sementara), dan verifikasi hipotesis melalui pengamatan dan
eksperimen lebih lanjut.

E. Logika Sebagai Cabang Filsafat

Logika adalah sebuah cabang filsafat yang praktis. Praktis disini berarti logika dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Logika lahir bersama-sama dengan lahirnya
filsafat di Yunani. Dalam usaha untuk memasarkan pikiran-pikirannya serta pendapat-
pendapatnya, filsuf-filsuf Yunani kuno tidak jarang mencoba membantah pikiran yang lain
dengan menunjukkan kesesata penalarannya. Logika digunakan untuk melakukan
pembuktian. Logika mengatakan yang bentuk inferensi yang berlaku dan yang tidak. Secara
tradisional, logika dipelajari sebagai cabang filosofi, tetapi juga bisa dianggap sebagai
cabang matematika.

Sebagai salah satu cabang filsafat, maka logika dapat dibagi menjadi [10]:

1. Logika dalam sempit ialah digunakan sama arti sempit istilah termasud searti
dengan logika deduktif atau logika formal. Adapun yang dimaksud dengan logika deduktif
adalah logika yang mempelajari asaa-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu
penalaran yang menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangakal pikiran,
sehingga bersifat betul hanya berdsarkan bentuknya. Logika formal mempelajari asaa-asas,
aturan-aturan atau hokum-hukum yang harus ditaati, agar dapat berpikir dengan benar
sehingga dapat memperoleh kebenaran. Logika formal dinamakan orang juga logika minor
sedangkan apa yang sekarang disebut logika formal ialah ilmu yang mengandung kumpulan
kaidah-kaidah cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

2. Logika dalam arti luas ialah mencakup perbincangan yang sistematis mengenai
pencapai kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana sistem-sistem
penjelasan disusun dalam ilmu alam termasuk didalamnya pembahasan tentang logika itu
sendiri.

3. Logika Induktif adalah logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang benar
yang berawal dari hal khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi
atau kemungkinan.

4. Logika material mempelajari lansung pekerjaan akal, serta menilai hasil-hasil


logika formal dan mengujinya dengan kenyataan-kenyataan praktis yang sesungguhnya.

5. Logika murni yang merupakan pengetahuan yang mengenai asas-asas dan aturan-
aturan logika yang, berlaku umumpada semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan

11
dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam suatu cabang ilmu dari istilah yang di pakai
dalam pernyataan-pernyataan yang dimaksud.

6. Logika terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu,
bidang-bidang filsafat dan juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-
sehari.

7. Logika filsafati dapat dipandang sebagai suatu ragam atau bagian logika yang
berkaitan dengan pembahasan-pembahasan dalam bidang filsafat.

8. Logika matematik merupakan suatu bentuk logika yang mengkaji penalaran yang
benar dan mengunakan metode-metode matematik sserta bentuk lambang-lambang yang
khusus dan cermat untuk menghindari makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam
bahasa biasa.

ASAS-ASAS PEMIKIRAN, CARA MENDAPATKAN KEBENARAN, DAN


PEMBAGIAN LOGIKA

A. Asas-Asas Pemikiran

Asas adalah pangkal atau asal dari mana sesuatu itu muncul dan dimengerti. Maka “
Asas Pemikiran” adalah pengetahuan di mana pengetahuan lain muncul dan dimengerti.
Asas bagi kelurusan berpikir mutlak, ia adalah dasar daripada pengetahuan dan ilmu.
Asas pemikiran ini dapat dibedakan menjadi :

1. Asas identitas (principiumidentitatis = qanun zatiyah).

Ia adalah dasar dari semua pikiran dan bahkan asas pemikiran yang lain. Prinsip ini
mengatakan sesuatu itu adalah dia sendiri bukan lainnya. Bila diberi perumusan akan
berbunyi : “Bila proposisi itu benar maka benarlah ia”.

2. Asas kontradiksi (principiumcontradiktoris = qanun tanaqud).

Prinsip ini mengatakan bahwa pengingkaran sesuatu tidak mungkin sama dengan
pengakuannya. Sebab realitas ini hanya satu sebagaimana disebut dalam asas identitas.
Dengan kata lain : dua kenyataan yang kontradiktiris tidak mungkin bersama-sama secara
simultan. Jika dirumuskan akan menjadi “Tidak ada proposisi yang sekaligus benar dan
salah”.

3. Asas penolakan kemungkinan ketiga (principium exlusi tertii = qanun imtina’)

Asas ini menyatakan bahwa antara pengakuan dan pengingkaran kebenaranya terletak
pada salah satunya. Pengakuan dan pengingkaran merupakan pertentangan mutlak,
karena itu di

12
samping tidak mungkin benar keduanya juga tidak mungkin salah keduanya. Jika di
rumuskan berbunyi “suatu proposisi selalu dalam keadaan benar atau salah “.

B. Cara Mendapatkan Kebenaran

Ada dua cara untuk mendapatkan kebenaran yaitu : melalui metode induksi dan metode
deduksi .

1. Induksi adalah cara berpikir untuk menarik kesimpulan yang bersifat umum dari
kasus yang bersifat individual. Penalaran ini dimulai dari kenyataan-kenyataan yang
bersifat khusus dan terbatas diakhiri dengan pernyataan yang bersifat umum. Seperti :

Besi dipanaskan memuai

Seng dipanaskan memuai

mas dipanaskan memuai

Jadi : semua logam jika dipanaskan memuai

Cara penalaran ini mempunyai dua keuntungan. Pertama, kita dapat berpikir secara
ekonomis. Kita bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih umum tidak sekedar kasus
yang menjadi dasar pemikiran kita. Kedua, pernyataan yang dihasilkan melalui
pemikiran induksi tadi memungkinkan proses penalaran selanjutnya, baik secara
induktif maupun secara deduktif.

2. Deduksi adalah kegiatan berpikir merupakan kebalikan dari penalaran induksi.


Deduksi adalah cara berpikir dari pernyataan yang bersifat umum menuju kesimpulan
yang bersifat khusus. Seperti :

Semua logam bila dipanaskan, memuai Tembaga adalah logam Jadi, tembaga bila
dipanaskan, memuai.

Dengan penalaran deduktif kita mendapat pengetahuan yang terpercaya, meskipun


pengetahuan ini kita dapatkan tidak melalui penelitian lebih dahulu.

C. Pembagian Logika

Dilihat dari segi kualitasnya logika natiralis (mantiq Al-fikri) yaitu kecakapan berlogika
berdasarkan kemampuan akal bawaan manusia. Kemampuan berlogika naturalis pada
tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari tingkatan pengatahuannya. Logika artifialis
atau logika ilmiah (matiq Al- suri) yang bertugas membantu mantiq Al-fitri. Mantiq ini
memperhalus ,

13
mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti,
efisien, mudah dan aman.

Dilihat dari metodenya logika tradisional (mantiq Al- Qodim) dan logika modern (
mantiq Al- Hadits).

1. Logika Tradisional adalah logika Aristoteles dan logika daripada logokus yang lebih
, tetapi masih mengikuti system loigika aristoteles.

2. Logika Modern tumbuh dan dimulai dari abad XIII, mulai abad ini ditemukan sistem
baru, metode baru yang berlainan dengan system logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak
Raymundus lulus manemukan metode baru logika yang disebut Ars magna.

Jika dilihat dari obyeknya logika formal (mantiq As-suwari) dan logika material (
mantiq Al- Maddi).

Cara berpikir Induktif dipergunakan dalam logika material, yang mempelajari dasar-
dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil pekerjaan logika formal
dan menguji benar tidaknya dengan kenyataan empiris.

F. Macam-Macam Logika
1. Logika Alamiah

Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan
lurus sebelum dipengaruhi oleh keinginan -keinginan dan kecenderungan -
kecenderungan yang subyektif. Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir
.

2. Logika Ilmiah

Logika ilmiah memperhalus , mempertajam pikiran serta akal budi . Logika ilmiah
menjadi ilmu khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap
pemikiran. Berkat pertolongan logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih
tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman. Logika ilmiah dimaksudkan untuk
menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

14
Logika Konstruktif
Logika di dalam konteks konstruksi realitas dalam bagian ini dimaksudkan untuk
menunjuk segala langkah prosesual konstruksional yang melibatkan penalaran logis untuk
tujuan tercapainya kesesuaian, ketepatan dan keakuratan pengkonstruksian realitas.
Konstruksi realitas yang logis akan tercermin pada tidak adanya kesenjangan apalagi
perbedaan antara konstruksi realitas dengan realitas yang diwakilinya. Menurut ihsan
(2010:117) bahwa “kegiatan berpikir yang dapat menghasilkan pengetahuan yang benar
juga mempunyai cara atau aturan yang berbeda-beda”. Oleh karena penggunaan logika
dimaksudkan untuk mencapai kepastian (exactness) dari setiap simpulan pemikiran dan
penalarannya, maka konstruksi yang diawali dengan penalaran seperti ini akan dapat
dikategorikan sebagai konstruksi yang logis.

Logika kontingensial
Makna yang logis dari suatu konstruksi realitas sosial harus secara internal menyatu di
dalam realitas terkonstruksi itu sendiri. Integrasi logika ini diakui (kebenarannya:penulis)
bukan saja pada interrelasi elemen-elemen kultural yang tertentu saja yang kita temui di
dalam bentuk proposisi verbal, seperti pernyataan tertulis, akan tetapi berlaku untuk elemen-
elemen kultural nonverbal seperti halnya acara-acara dan musik, dan juga bahkan berlaku
untuk relasi antar elemen kultural dari kelas-kelas yang berbeda-beda seperti sebuah
organisasi keluarga spesifik, sebuah gaya budaya/kebudayaan, type kepribadian spesifik, dan
aturan dan ketentuan hukum legal tertentu . menurut suriasumantri (2009:46) bahwa “suatu
penarikan kesimpulan dianggap sahih (valid) kalau cara penarikan kesimpulan ini disebut
logika, dimana secara luas logika dapat didefinisikan sebagai pengkajian untuk berpikir
secara sahih”.

Logika sentensial
Logika sentensial membatasi dirinya untuk membahas kalimat-kalimat sederhana yang
tertentu, yang tidak terurai secara keselurhan, menggabungkannya dengan kalimat
penghubung yang menjadikannya kalimat-kalmat gabungan. Kalimat gabungan itu hanya
dipergunakan sebagai alasan, yang validitas dan invaliditasnya sepenuhnya bergantung pada
bentuk atau cara bagaimana kalimat-kalimat sederhana itu digabungkan.Contoh logika
sentensial paling sederhana adalah, jika kalmatnya adalah :
• Bapak pergi ke Jakarta atau ke Surabaya
• Bapak tidak pergi ke Jakarta
• Simpulan yang benar adalah : Bapak pergi ke Surabaya.
Kalimat-kalimat penghubung pada penggabungan dua kalimat di dalam logika sentensial
adalah: dan, atau, bukan, jika-maka, jika dan hanya jika

15
Logika silogisme
Silogisme kategoris merupakan sebuah penafsiran atas satu proposisi kategoris
sebagai simpulan atas dua proposisi yang lainnya yang merupakan premis-premis. Pada
masing - masing premis memiliki satu istilah yang juga ada pada proposisi kesimpulan dan
ada pada proposisi premis lainnya.
Contoh paling sederhana:
• Setiap binatang akan mati (Premis major)
• Semua manusia adalah binatang (Premis minor)
• Oleh karenanya, semua manusia akan mati (Simpulan)

Menurut suriasumantri (2009:49) bahwa “ketepatan penarikan kesimpulan tergantung tiga


hal yakni kebenaran premis mayor, kebenaran premis minor dan keabsahan kesimpulan.
Sekiranya salah satu dari ketiga unsur tersebut persyaratannya tidak dipenjuhi maka
kesimpulan yang ditariknya akan salah. Matematika adalah pengetahuan yang disus deduktif.
Argumentasi matematik seperti a sama dengan b dan bila b sama dengan c maka a sama
denga c merupakan suatu penalaran deduktif.

G. Kegunaan Logika

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis,
lurus, tetap, tertib, metodis dan koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.
3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri
. 4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas
sistematis
5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan
berpikir, kekeliruan serta kesesatan.
6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.
7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )
8. Apabila sudah mampu berpikir rasional,kritis ,lurus,metodis dan analitis sebagaimana
tersebut pada butir pertama maka akan meningkatkan citra diri seseorang.

H. Hukum Dasar Logika


Ada empat hukum dasar dalam logika yang oleh John Stuart Mill (1806 -1873 )
disebut sebagai postulat -postulat universal semua penalaran (universal postulates of all
reasonings) dan oleh Friedrich Uberweg (1826-1871) disebut sebagai aksioma inferensi .
Tiga dari keempat hukum dasar itu dirumuskan oleh Aristoteles , sedangkan yang satu lagi
ditambahkan kemudian oleh Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 -1716 ). Keempat hukum
dasar itu adalah:

16
1. Hukum Identitas (Law of Identify) yang menegaskan bahwa sesuatu itu adalah sama
dengan dirinya sendiri (P = P).

2. Hukum Kontradiksi (Law of Contradiction) yang menyatakan bahwa sesuatu pada waktu
yang sama tidak dapat sekaligus memiliki sifat tertentu dan juga tidak memiliki sifat
tertentu itu (tidak mungkin P = Q dan sekaligus P ≠ Q).

3. Hukum Tiada Jalan Tengah (Law of Excluded Middle) yang mengungkapkan bahwa
sesuatu itu pasti memiliki suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan
tidak ada kemungkinan lain (P = Q atau P ≠ Q).

4. Hukum Cukup Alasan (Law of Sufficient Reason) yang menjelaskan bahwa jika terjadi
perubahan pada sesuatu, perubahan itu haruslah berdasarkan alasan yang cukup. Itu
berarti tidak ada perubahan yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Hukum ini ialah pelengkap hukum identitas.

17
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari kata
benda logos. Kata logos berarti: sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (fikiran), kata,
atau ungkapan lewat bahasa. Definisi umumnya logika adalah cabang filsafat yang bersifat praktis
berpangkal pada penalaran , dan sekaligus juga sebagai dasar filsafat dan sebagai sarana ilmu .
Logika dibedakan antara logika deduktif dan logika induktif.

Sejarah perkembangan logika terjadi dalam tiga masa, yaitu Masa Yunani kuno, Masa abad
pertengahan , dan Masa Dunia Modern. Logika digunakan untuk melakukan pembuktian . Logika
terbagi menjadi dua jenis , yaitu logika alamiah dan logika ilmiah . Hukum dasar logika dibagi
menjadi empat , yaitu hukum identitas , hukum kontradisi , hukum tiada jalan tengah , dan hukum
cukup alasan.

Dalam skema besar filsafat berisi logika, etika dan estetika. Logika adalah bagian ilmu filsafat
yang mempelajari kesahihan premis -premis secara benar dan tepat sesuai aturan -aturan logis
matematis . Etika merupakan bagian filsafat yang membicarakan problem nilai -nilai dalam
kaitanya dengan baik atau buruknya tindakan manusia secara individu maupun dalam
masyarakat . Sementara estetika sering diidentikkan dengan filsafat seni yang dalam
pengkajiannya diutamakan membahas dimensi keindahan dan nilai rasa baik dalam karya seni,
seni itu sendiri, maupun pemikiran-pemikiran tentang seni dan karya seni.
Logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran

yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Logika adalah salah satu cabang filsafat

18
DAFTAR PUSTAKA

 http://dc151.4shared.com/img/Q5lBvi1a/preview.html

 http://tauruzboys.blog.com/tag/sejarah-ringkas-logika/

 http://imtaq.com/definisi-dan-pengertian-ilmu-logika-kalam/

 http://id.shvoong.com/humanities/philosophy/2095570-pengertian-
logika/#ixzz1ozlL6RM5

 http://hmmusu.blogspot.com/2010/10/sejarah-singkat-dan-perkembangan-logika.html 

http://bitungsibryan.blogspot.com/2011/03/makalah-tentang-sejarah-logika.html

 Farhad,budi. Makalah: Filsafat Ilmu Sebagai Landasan Pengembangan Ilmu


Pengetahuan Alam.http://filsafat.kompasiana.com/2012/04/26/makalah-filsafat- ilmu-
sebagai-landasan-pengembangan-ilmu-pengetahuan-alam/ (diakses tanggal 20
Desember 2019)
 Ihsan, fuad. 2010. Filsafat ilmu. Jakarta: rineka cipta.
 Hadiwijono, Harun. 1993. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Cet. IX; Yogyakarta:
Kanisius.
 Hakim, Atang Abdul dan Beni Ahmad Saebani. 2008. Filsafat Umum dari
Metologi sampai Teofilosofi. Bandung: Pustaka Setia
 hida, taura. Dimensi aksiologi dalam filsafat
pendidikan.http://filsafat.kompasiana.com/2012/03/07/dimensi-aksiologi-dalam-
filsafat-pendidikan/ (diaksese tanggal 19 Desember 2019)
 kaharu, usman dan hamzah b. Uno. 2004 filsafat ilmu (suatu pengantar
pemikiran) gorontalo: BMT nurul jannah
 Suryasumantri, Yuyun S. 2001. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
 Annehira. pentinggnya etika dalam
kehidupan.http://www.anneahira.com/etika.html. (diakses tanggal 20 Desember 2019)
 Alfan, Muhammad. 2011. Filsafat Etika Islam. Bandung. Pustaka Setia.

19

Anda mungkin juga menyukai