Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH MATEMATIKA

Disusun Oleh :
DONI IRAWAN
XII TKJ

SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN BINA KARYA


PACITAN
TAHUN PELAJARAN 2014 / 2015
KATA PENGANTAR

Terhaturkan rasa syukur kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan


rahmat serta kesempatan yang diberikan kepada penulis, akhirnya penulis bisa
menyelesaikan penulisan ini tanpa adanya hambatan berarti.
Penulisan makalah ini sendiri adalah sebagai salah satu syarat
pemenuhan pembelajaran Matematika di semester genap kelas XII Sekolah
Menenegah Kejuruan Bina Karya, Pacitan.
Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini. Khususnya kepada guru – guru di
Sekolah Menengah Kejuruan Bina Karya.
Akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat berguna sebagai salah satu
referensi belajar, khususnya dalam mempelajar mata pelajaran Matematika untuk
Sekolah Menengah Kejuruan.

Pacitan, April 2015

Penulis
BAB I
OPERASI BILANGAN REAL

A. Pengertian Bilangan Real


Bilangan real merupakan gabungan dari bilangan rasional dengan
a
bilangan irrasional. Bilangan rasional dapat dinyatakan dalam bentuk
b
dengan a, b bilangan bulat dan b  0. Bilangan rasional dapat berupa bilangan
bulat, bilangan yang dapat dinyatakan dengan pecahan atau bentuk desimal,
dan campurannya. Untuk selanjutnya jika a/b pecahan maka a dinamakan
pembilang dan b dinamakan penyebut. Berdasarkan definisi tersebut maka ada
dua macam pecahan yaitu : pecahan mumi bila
a
, a  b , b  0 dan pecahan tidak murni ( campuran)
b
a
bila , a  b , b  0
b
Dalam bentuk desimal, bilangan rasional berupa pecahan desimal
berulang. Sedangkan bilangan irrasional adalah bilangan yang tidak dapat
a
dinyatakan dalam bentuk , dengan a, b bilangan bulat dan b # 0, misalnya:
b

2, log 3,  , bilangan e dan sebagainya. Himpunan bilangan riil (nyata)


sering dinyatakan dengan R. Bilangan riil (R), yaitu gabungan himpunan
semua bilangan rasional dengan himpunan semua bilangan irrasional.

B. Operasi Bilangan Bentuk Akar


1. Penjumlahan dan Pengurangan
Penjumlahan dan pengurangan bentuk akar dapat disederhanakan apabila
akar-akarnya sejenis
Contoh: Sederhanakan 75 - 147 + 48

Jawab : 75 - 147 + 48 = 25.x3 - 49x3 + 16x3

= 5 3 -7 3 +4 3

= (5-7+4) 3 = 2 3
2. Perkalian Bentuk Akar
Untuk menyederhanakan bentuk akar dapat menggunakan sifat bahwa
a b= a.b .

Contoh: Sederhanakan 12 x 8

Dengan menggunakan sifat n a n b = n a.b

maka didapat 12 x 8= 96 = 16x6 = 4 6

cara lain 12 x 8 =2 3x 2 2 = 4 6
3. Merasionalkan Penyebut Pecahan
a
a. Pecahan-pecahan berbentuk
b
6 6 2 6 2
contoh : i ) = x = =3 2
2 2 2 2
3 3 3 2 6
ii) = = x =
2 2 2 2 2
1 1
b. Pecahan-pecahan berbentuk dan
a b a b
Bentuk-bentuk akar seperti (a + b ) dan ( a - b ) dinamakan bentuk-
bentuk akar yang sekawan. Hasil perkaliannya adalah rasional, sebab hasil
dari (a + b ) (a - b ) = a2 – b bilangan pada ruas kanan tersebut adalah
rasional. Sifat bentuk akar yang sekawan ini digunakan untuk
merasionalkan penyebut pecahan- pecahan yang berbentuk seperti diatas.
Contoh:

4 4 3 1 4 3 1
i) = x = =2( 3 1)
3 1 3 1 3 1 3 1
1 2 1 2 1 2 1 2 2  2 3  2 2
ii) = x = = = 2 23
1 2 1 2 1 2 1 2 1

C. Operasi Bilangan Logaritma


Fungsi logaritma dengan bilangan pokok a > 0 dan a  1 adalah invers dan
fungsi eksponen dengan bilangan pokok a.
Secara umum dapat ditulis:

alog b = c  ac = b dengan a > 0, a  1 dan b > 0


pada bentuk alog b = c :
a disebut bilangan pokok ( dasar) logaritma ( untuk bilangan pokok 10
biasanya tidak ditulis, misal 10log 3 ditulis log 3)
b disebut bilangan yang diambil logaritmanya
c disebut basil logaritma
Dari hubungan pangkat dan logaritma tersebut maka dapat ditemukan
beberapa sifat — sifat logaritma yang perlu diketahui yaitu:
Jika a > 0 , a  1 , m > 0 , n > 0 dan x  R, maka :
a
1. log ax = x
2. a a log n = n
p
3. aq log ap =
q
a
4. log ( mn ) = alog m + alog n
m
5. a
log   = alog m - alog n
n
a
6. log mx = x. alog m
g log m
7. a
log m = bila g > 0 , g  1
g log a
Contoh:
1). Hitunglah 21og4 + 2log 12 - 21og6
4x12
Jawab : 21og4 + 2log 12 - 2log6 = 2log
6
= 2log 8
=3
2). Jika log 2 = 0,3010 ; log 3 = 0,4771, hitunglah log 15
3x10
Jawab: logl5 = log
2
=log3 + log l0 - log2
= 0,4771 + 1 - 0,3010
= 1,1761
BAB II
PERSAMAAN DAN PERTIDAKSAMAAN LINEAR

A. Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Dua Variable


Sistem persamaan linear dengan 2 variabel / SPL 2 variabel
a1 x  b1 y  c1
a 2 x  b2 y  c 2
x dan y adalah variabel
a1 , a2 , b1 , b2 , c1 , c2  R
Cara menyelesaikannya dengan :
a. Metode Eliminasi
b. Metode Substitusi
c. Metode Campuran Eliminasi dan Substitusi
d. Metode Grafik
Contoh :
Tentukan himpunan penyelesaian dari SPL berikut
x y 2
3 x  7 y  2
1. Eliminasi
x y 2 x3 3x  3 y  6
3 x  7 y  2 x1 3 x  7 y  2
4y = 8
y =2

x y 2 x7 7 x  7 y  14
3 x  7 y  2 x1 3 x  7 y  2

4x = 16
x= 4
2. Substitusi
Dari persamaan (1) y = x – 2 disubstitusikan ke persamaan (2)
diperoleh
3x – 7(x – 2) = -2
3x – 7x + 14 = -2
-4x = -16
x=4
Untuk x = 4 disubstitusikan ke persamaan (1)
4–y=2
y =4–2
=2
3. Campuran Eliminasi dan Substitusi
x y 2 x3 3x  3 y  6
3 x  7 y  2 x1 3 x  7 y  2

4y = 8
y =2
y = 2 disubstitusikan ke persamaan (1)
x–2=2
x = 4

4. Grafik

3x – 7y = -2

(4,2)

2
x–y=2
-2
BAB III
FUNGSI LINIER, FUNGSI KUADRAT, PROGRAM LINIER
DAN PERTIDAKSAMAAN LINER

A. Fungsi Linier
Fungsi linier adalah fungsi y  f (x) dengan f ( x)  ax  b(a, b  R, a  0)
untuk semua x dalam daerah asalnya. Fungsi linier juga dikenal sebagai fungsi
polinom atau fungsi sukubanyak berderajat satu dalam variable x.
Grafik fungsi linier y  f ( x)  ax  b dalam bidang cartesius berupa garis
lurus yang tidak sejajar dengan sumbu X maupun sumbu Y. grafik fungsi linier
ini memotong sumbu Y di sebuah titik dengan ordinat y = b. Bilangan a
disebut gradient atau koefisien arah dari garis lurus tersebut, dan a  tan  , 
adalah sudut yang dibentuk oleh garis lurus terhadap sumbu X positif.

B. Fungsi Kuadrat
Perhatikan beberapa fungsi berikut ini.
 f ( x)  x 2  1

 f ( x)  2 x 2  6 x

 f ( x)  x 2  4 x  3

 f ( x)  3 x 2  4 x  3

Grafik fungsi kuadrat ditulis dalam notasi y  f ( x)  ax 2  bx  c dan grafik


fungsi kuadrat disebut parabola.

C. Sketsa Grafik Fungsi Kuadrat Secara Umum


Misalkan suatu fungsi kuadrat ditentukan dengan rumus
y  f ( x)  ax  bx  c(a, b, c  R, a  0) . Grafik fungsi kuadrat itu adalah
2

sebuah parabola dengan persamaan y  ax 2  bx  c .


Sketsa grafik fungsi kuadrat itu secara umum dapat digambar dengan cara
menentukan terlebih dahulu:
a) Titik potong dengan sumbu X dan sumbu Y.
b) Titik puncak atau titik balik parabola.
c) Persamaan sumbu simetri.
1. Titik Potong dengan sumbu X dan sumb Y
a. Titik potong dengan sumbu X
Titik potong dengan sumbu X diperoleh jika ordinat Y = 0, sehingga
ax 2  bx  c  0 , yang merupakan persamaan kuadrat dalam x. Akar-
akar persamaan kuadrat itu merupakan absis titik-titik potongnya
dengan sumbu X.
Nilai diskriminan persamaan kuadrat ax 2  bx  c  0 , yaitu
D  b 2  4ac , menentukan banyak titik potong dengan sumbu X.
1. Jika b 2  4ac  0 , maka grafik fungsi f memotong sumbu X di
dua titik yang berlainan.
2. Jika b 2  4ac  0 , maka grafik fungsi f memotong sumbu X di
dua titik berimpit. Dalam hal demikian, grafik fungsi f dikatakan
menyinggung sumbu X.
3. Jika b 2  4ac  0 , maka grafik fungsi f tidak memotong maupun
menyinggung sumbu X.
b. Titik potong dengan sumbu Y
Titik potong dengan sumbu Y diperoleh jika absis x = 0, sehingga
y  a(0) 2  b(0)  c  c. Jadi, titik potong dengan sumbu Y adalah
(0,c).
1. Jika c > 0, maka grafik fungsi f memotong sumbu Y di atas titik
asal O.
2. Jika c = 0, maka grafik fungsi f memotong sumbu Y tepat di titik
asal O.
3. Jika c < 0, maka grafik fungsi f memotong sumbu Y di bawah
titik asal O.

D. Program Linear
Program linear adalah suat metode atau suatu cara untuk memecahkan
masalah menjadi optimal (maksimum atau minimum) yang memuat batasan-
batasan yang dapat diubah atau diterjemahkan ke dalam bentuk sistem
pertidaksamaan linear. Penyelesaian pertidaksamaan linear terdapat dalam
daerah himpunan penyelesaian. Dari beberapa penyelesaian terdapat satu
penyelesaian terbaik yang selanjutnya disebut penyelesaian optimum dari
suatu fungsi. Fungsi ini disebut dengan fungsi tujuan atau objektif.
Contoh :
Sebuah pesawat terbang mempunyai kapasitas 48 buah tempat duduk yang
terbagi dalam dua kelas yaitu kelas A dan kelas B. Setiap penumpang kelas A
diberi hak yaitu membawa barang 60 kg, sedang penumpang kelas B diberi
hak membawa barang hanya 20 kg, tempat bagasi paling banyak dapat
memuat 1440 kg. Bila banyaknya penumpang kelas A sebanyak x orang
sedang kelas B sebanyak y orang. Tentukan model matematikanya.
Jawab :
Kelas A Kelas B
Bagasi 60 kg 20 kg
Penumpang x orang y orang

Bagasi : 60x + 20y  1440 3x + y  72


Penumpang : x + y  48
Banyak penumpang tidak pernah negatif : x  0, y  0
Sehingga diperoleh model matematikanya adalah :
3x + y  72
x+y  48
x  0
y  0

E. Pertidaksamaan Linear
Pertidaksamaan linear adalah suatu pertidaksamaan yang variabelnya paling
tinggi berderajat satu.
Bentuk umum :
ax + b (R) 0 ; a, b  R, a  0
a = koefisien dari x
x = variabel
b = konstanta
(R) = salah satu relasi pertidakamaan ( , , ,  )
Contoh:
1) Selesaikan 6x + 2  4x + 10 !
Jawab:
6x + 2  4x + 10
 6x + 2 – 2  4x + 10 - 2
 6x  4x + 8
 6x – 4x  4x – 4x + 8
 2x  8
1 1
 .2x  .8
2 2
x4

F. Himpunan Penyelesaian Persamaan Linear


Contoh:
Tentukan himpunan penyelesaian dari :
a. 2x + 4 = x + 7

Jawab:
a. 2x + 4 - 4 = x + 7 - 4
 2x = x + 3
 2x - x = 3
x=3
HP = {3}

G. Himpunan Penyelesaian Pertidaksaman Linear


Contoh:
1) Tentukan himpunan penyelesaian dari 6x + 4  4x + 20, xB !
Jawab:
6x + 4  4x + 20
 6x + 4 - 4  4x + 20 - 4
 6x  4x + 16
 6x – 4x  4x – 4x + 16
 2x  16
1 1
 .2x  .16
2 2
x8

8
Jadi HP = { x x  8, xB}
BAB IV
MATRIKS DAN VEKTOR

A. Operasi Matriks
1. Penjumlahan dan Pengurangan Matriks
Dua matriks dapat dijumlahkan bila kedua matriks tersebut berordo sama.
Penjumlahan dilakukan dengan menjumlahkan elemen–elemen yang seletak

a b  k l a b  k l 
Jika A =   , dan B =   , maka A + B =   +   =
c d m n c d m n

ak bl 
 
c  m d  n

2. Perkalian Matriks dengan Bilangan Real n


a b  a b   an bn 
Jika A =   , maka nA = n   =  
c d  c d   cn dn 

3. Perkalian Dua Buah Matriks


 Perkalian matriks A dan B dapat dilakukan bila jumlah kolom matriks A
sama dengan jumlah baris matriks B (Am×n × Bp×q, jika n = p) dan hasil
perkaliannya adalah matriks berordo m × q.
 Hasil perkalian merupakan jumlah perkalian elemen–elemen baris A dengan
kolom B.
a b  k l m
Jika A =   , dan B =   , maka
c d  n o p
 a b   k l m   ak  bn al  bo am  bp 
A × B =   ×   =  
 c d   n o p   ck  dn cl  do cm  dp 

B. Invers Matriks
 Dua matriks A dan B dikatakan saling invers bila A×B = B×A = I, dengan
demikian A adalah invers matriks B atau B adalah invers matriks A.
a b
Bila matriks A =   , maka invers A adalah:
c d

1 1  d  b
A 1  Adj(A)    , ad – bc ≠ 0
Det(A) ad  bc   c a 

 Sifat–sifat invers dan determinan matriks


1) (A×B)–1 = B–1 ×A–1
2) (B×A)–1 = A–1 ×B–1
C. Operasi Vektor
1. Operasi Penjumlahan Vektor
Penjumlahan dua vektor dapat dikerjakan dalam dua cara yaitu cara grafis
dan analitis.
a. Cara Grafis
1) Dengan cara penjumlahan segitiga atau segitiga vektor

b a +b
 b
a a

Cara: pangkal vektor b digeser ke ujung vektor a maka vektor hasil


a + b adalah vektor yang menghubungkan pangkal vektor a dengan
ujung vektor b .

2) Dengan cara penjumlahan jajar genjang atau jajar genjang vektor

b
 b a +b
a a

Cara: pangkal vektor b digeser ke pangkal vektor a , dilukis jajar


genjang, maka diagonal dari ujung persekutuan adalah a + b .

Untuk melakukan penjumlahan lebih dari dua vektor digunakan


aturan segi banyak (potongan).

b c a +b +c c

a b
a
b. Cara Analitis
1) Apabila kedua vektor diketahui mengapit sudut tertentu , maka dapat
digunakan perhitungan dengan memakai rumus aturan cosinus
seperti pada trigonometri.

Apabila sudut antara a dan b adalah


 , maka :
b a +b ( a + b )2 = a 2 + b 2 + 2 a b Cos 
 a  b  2abCos
2 2
(a +b ) =
a
2) Jika vektor disajikan dalam bentuk komponen (dalam bidang
kartesius) maka penjumlahan dapat dilakukan dengan
menjumlahkan komponennya.
x  x   x  xB 
Misalnya: a =  A  dan b =  B  maka a + b =  A 
 yA   yB   y A  yB 

Contoh:
 2    4
a) Apabila a    dan b    maka a +b =
  3  3 
 2  (4)    2 
    
 33   0 
b) Diketahui panjang vektor  a  = 2 dan panjang vektor  b  = 4,
sudut antara vektor a dan b adalah 60, maka :
a  b  2abCos
2 2
a +b =
= 2 2  4 2  2.2.4.Cos60
= 4  16  16. 12
= 28  2 7

2. Pengurangan Vektor
Memperkurangkan vektor b dari vektor a didefinisikan sebagai
menjumlahkan vektor negatif b pada vektor a dan ditulis : a  b = a + (- b
).

a  a
b
a b
-b

Apabila vektor disajikan dalam bentuk komponen (dalam bidang kartesius)


maka pengurangan dapat dilakukan dengan mengurangkan komponen-
komponennya.

3. Perkalian Vektor dengan Skalar


Jika a suatu vektor dan m adalah skalar (bilangan nyata), maka m a atau a
m adalah suatu vektor dengan kemungkinan :
a. Jika m > 0 maka m a adalah vektor yang besarnya m kali a dan searah
dengan a .
b. Jika m < 0 maka m a adalah vektor yang besarnya m kali a dan
arahnya berlawanan dengan a .
c. Jika m = 0 maka m a adalah nektor nol.

Contoh perkalian vektor dan scalar

a. Vektor diberikan dalam bentuk gambar

1
a 2a 2 a -3 a

b. Vektor diberikan dalm bentuk kmponen


 3  3  6
Jika a =   maka 2 a = 2   =  
 2  2  4
 4  4  2
Jika b =   maka 12 b = 12   =  
 2  2 1
 2  2   4 
Jika c    maka  2c  2    
 5  5    10 

Apabila titik-titik dalam vektor dapat dinyatakan sebagai perkalian


vektor yang lain, titik-titik itu disebut kolinier (segaris).

4. Perkalian Dua vektor


Operasi perkalian pada vektor dapat dikerjakan melalui dua cara sebagai
berikut :

a. Sudut antara kedua vektor diketahui


Diberikan vektor a =(a1, a2), b =(b1, b2) dan sudut yang dibentuk oleh
vektor a dan b adalah . Perkalian antara vektor a dan b dirumuskan
sebagai berikut :

a . b =  a . b . Cos 

Contoh:
6  3
Tentukan hasil kali kedua vektor a =   dan b =   serta sudut
1 6
antara kedua vektor adalah 60!

Jawab:
Diketahui dua buah vektor sebagai berikut :
6
a =    a1 = 6 dan a2 = 1
1
a = a1  a2 = 6 2  12  36  1  37
2 2

 3
b =    b1 = 3 dan b2 = 6
6
b  = b1  b2 = 32  6 2  9  36  45
2 2

a . b =  a . b . Cos 
= 37 . 45 .Cos 60
= 37 . 45 . 12
3
= 2 185
3
Jadi, hasil kali kedua vektor adalah 2 185 .

b. Sudut antara kedua vektor tidak diketahui


Diberikan vektor a =(a1, a2) dan b =(b1, b2). Hasil kali kedua vektor
dirumuskan sebagai berikut :

a . b = a1b1 + a2b2

Contoh:
5  3 
Diberikan vektor a =   dan b =   . Tentukan hasil kali vektor
7   2
a dan b !
Jawab:
5
Diketahui a =    a1 = 5 dan a2 = 7 , serta
7
 3 
b =    b1 = 3 dan b2 = -2
  2
a . b = a1b1 + a2b2
= 5.3 + 7(-2)
= 15 + (-14)
=1
Jadi, hasil kali vektor a dan b adalah 1.
Sementara itu, dari dua buah vektor pada sistem koordinat
kartesius dapat kita cari besar sudut yang dibentuk oleh kedua vektor
yang dirumuskan sebagai berikut :

a 1 b1  a 2 b 2
Cos  =
ab
BAB V
LOGIKA MATEMATIKA

A. Menentukan Ingkaran dari Suatu Pernyataan


Negasi disebut juga ingkaran / penyangkalan. Dari pernyataan tunggal atau
majemuk dapat dibuat ingkaran atau negasinya. Negasi suatu pernyataan dapat
didefinisikan sebagai berikut :
“Jika suatu pernyataan p benar, maka negasinya  p salah, sebaliknya jika
pernyataan p salah maka negasinya  p benar”

Tabel kebenaran untuk Negasi.


p p
B S
S B
Contoh:
Tentukan negasi dari pernyataan di bawah ini !
a. Papan tulis ini warnanya hitam.
b. 2 x 5 = 10.

Jawab:
a. Papan tulis ini warnanya bukan hitam.
b. 2 x 5  10

Ingkaran dari Kalimat berkuantor


Kuantor adalah imbuhan di depan suatu kalimat terbuka yang dapat
mengubah kalimat terbuka itu menjadi suatu pernyataan.

Ada dua macam kuantor, yaitu :


1) Kuantor Univeral (Kuantor Umum)
Lambang : “” dibaca “semua” atau “untuk setiap”.
Contoh:
(x)( x2  0, x  R)
dibaca “untuk setiap x bilangan real berlaku x2  0” dan nilai
kebenarannya : B.

2) Kuantor Eksistensial (Kuantor khusus)


Lambang : “” dibaca “ada beberapa” atau “beberapa” atau “terdapat”.
Ada beberapa minimalnya 1 (satu).
Contoh:
(x)(x2 + 2x + 2 = 0, x  R)
dibaca “Beberapa x bilangan real berlaku x2 + 2x + 2 = 0” dan nilai
kebenarannya : S
Jika x menyatakan orang/benda dan P(x) menyatakan pekerjaan atau sifat
orang / benda tersebut, maka berlaku hokum pengingkaran sebagai berikut :

 (x, P(x))  x,  P(x)


 (x, P(x))  x,  P(x)

Contoh:
Tentukan ingkaran dari :
a. Semua orang di sini sedang belajar.
b. Ada beberapa orang di sini sedang melamun.

Jawab:
a. Beberapa orang di sini tidak sedang belajar.
b. Semua orang di sini tidak sedang melamun.

B. Menentukan Invers, Konvers atau Kontraposisi


Berdasarkan implikasi p  q dapat diturunkan pernyataan – pernyataan baru
yang disebut Konvers, Invers, dan Kontraposisi.

Implikasi :pq
Konvers :qp
Invers : p  q
Kontraposisi : q  p

Contoh:
Tentukan konvers, invers, dan kontraposisi dari :
“Jika Andi naik kelas, maka ia diberi hadiah”

Jawab:
Konvers : Jika Andi diberi hadiah, maka ia naik kelas.
Invvers : Jika Andi tidak naik kelas, maka ia tidak diberi hadiah.
Kontraposisi : Jika Andi tidak diberi hadiah, maka ia tidak naik kelas.

Hubungan konvers, invers, dan kontraposisi dapat ditunjukkan dengan tabel


kebenaran berikut :
p q p q p  q q  p p  q q  p
B B S S B B B B
B S S B S B B S
S B B S B S S B
S S B B B B B B

Dari tabel kebenaran di atas :


p  q  q  p
q  p  p  q
C. Penarikan Kesimpulan
Pernyataan implikasi beserta komponen – komponen penbentuknya, yaitu
hipotesis dan konklusi, dapat digunakan untuk melakukan penarikan suatu
kesimpulan. Pada penarikan kesimpulan, terlebih dahulu perlu diketahui satu
atau beberapa pernyataan yang diketahui bernilai benar dan pernyataan
terakhir sebagai konklusi atau kesimpulan. Pernyatan – pernyataan tersebut
masing – masing disebut sebagai “premis”, sedangkan kumpulan semua
premis disebut sebagai “argumen”.
Jika konjungsi dari premis-premis berimplikasi konklusi, argumentasi itu
dapat dikatakan berlaku atau sah. Sebaliknya, kalau konjungsi dari premis-
premis tidak berimplikasi konklusi maka argumen itu dikatakan tidak sah.
Jadi, suatu argumentasi dikatakan sah kalau premis-premisnya bernilai benar
maka konklusinya juga benar. Beberapa pembuktian langsung yang dianggap
ah/valid antara lain : modus ponens, modus tollens, dan silogisme.
1. Modus ponens
Cara penarikan kesimpulan dengan modus ponens (kaidah
pengasingan) yaitu menuliskan premis-premisnya baris demi baris dari atas
ke bawah, kemudian dibubuhi garis mendatar sebagai pembatas premis-
premis dengan kesimpulan/konklusi.

Modus ponens dinyatakan dalam bentuk :


Premis 1 : p  q (B)
Premis 2 : p (B)
Konklusi : q (B)

Dalam bentuk simbol, penarikan kesimpulan dengan modus ponens


dapat ditulis sebagai berikut : [(p  q)  p]  q

Contoh :
Premis 1 : Jika Diana rajin belajar maka ia akan lulus ujian.
Premis 2 : Diana rajin belajar.________________________
Konklusi : Diana akan lulus ujian.

Contoh :
Premis 1 : Jika 10 habis dibagi 2 maka 10 bilangan genap.
Premis 2 : 10 habis dibagi 2.________________________
Konklusi : 10 bilangan genap.
2. Modus tollens
Cara penarikan kesimpulan dengan modus ponens (kaidah penolakan
akibat) yaitu dari premis-premis p  q dan q dapat diturunkan konklusi
p.
Modus tollens dinyatakan dalam bentuk :
Premis 1 : p  q (B)
Premis 2 : q (B)
Konklusi : p (B)

Dalam bentuk simbol, penarikan kesimpulan dengan modus ponens


dapat ditulis sebagai berikut : [(p  q)  q]  p

Contoh :
Premis 1 : Jika hari hujan maka langit mendung.
Premis 2 : Langit tudak mendung._____________
Konklusi : Hari tidak hujan.

Contoh :
Premis 1 : Jika ABCD sebuah belah ketupat maka AC  BD.
Premis 2 : AC tidak tegak lurus BD.________________________
Konklusi : ABCD bukan belah ketupat.

3. Silogisme
Cara penarikan kesimpulan dengan silogisme yaitu dari premis p  q
dan q  r dapat ditarik konklusi p  r. Kaidah silogisme menggunakan
sifat transitif dari implikasi.

Silogisme dinyatakan dalam bentuk :


Premis 1 : p  q (B)
Premis 2 : q  r (B)
Konklusi : p  r (B)

Dalam bentuk simbol, penarikan kesimpulan dengan modus ponens


dapat ditulis sebagai berikut : [(p  q)  (q  r)]  (p  r)

Contoh :
Premis 1 : Jika saya lulus maka saya bekerja.
Premis 2 : Jika saya bekerja maka saya dapat uang._
Konklusi : Jika saya lulus maka saya dapat uang.

Contoh :
Premis 1 : Jika n bilangan ganjil maka n2 bilangan ganjil.
Premis 2 : Jika n2 bilangan ganjil maka n2 + 1 bilangan genap
Konklusi : Jika n bilangan ganjil maka n2 + 1 bilangan genap.
BAB VI
BANGUN DATAR DAN BANGUN RUANG

A. Bangun Ruang Sisi Lengkung


1. Tabung (Silinder )
Dalam tabung (silinder) berlaku rumus-rumus:
d = 2r atau r = ½ d
L a= Lb= πr 2 = ¼d2
L s= 2πrt = πdt
L p= L a+ Lb + L s= 2πr (r + t) = π d (d + t)
V= Lb t = L a t = π r 2 t

r = jari-jari atas/alas tabung


d = diameter atas/ alas tabung
t= tinggi tabung
La = luas bidang atas tabung
Lb = luas bidang bawah/ alas/ dasar tabung
Ls = luas selimut/ selubung tabung
Lp= luas permukaan tabung
V = volume/ isi tabung

2. Kerucut
Dalam kerucut berlaku rumus-rumus:
d = 2r atau r = ½ d
p2= t 2+ r 2
Lb= πr 2 = ¼πd2
L s= πrp = ½πdp
L p= Lb + L s= πr (r + p) =½ πd (d + p)
V = π/3 r 2 t
φ = r/p x 360

r= jari-jari alas kerucut


d= diameter alas kerucut
t = tinggi kerucut
p = panjang garis pelukis atau apotema
Lb = luas bidang bawah/ alas/ dasar kerucut
Ls = luas selimut/ selubung kerucut
Lp = luas permukaan kerucut
V = volume/ isi kerucut
φ = sudut pusat rebahan

3. Kerucut Terpancung
Dalam kerucut terpancung berlaku rumus-rumus:
d1 = 2r1 atau r1 = ½ d 1
d2 = 2r2 atau r2 = ½ d 2
Lb= πr 12 = ¼ πd12
La= πr 22 = ¼ πd22
L s= πp (r 1+ r 2)= ½πp (d1+ d2)
L p= Lb + La+ L s= πp(r 1+ r 2) + π p(r 12+ r 22)
V = π/3 t (r1 2+ r22 + r 1r2)

r1 = jari-jari bidang alas/ dasar/ bawah kerucut terpancung


d1 = diameter bidang alas/ dasar/ bawah kerucut terpancung
r2 = jari-jari bidang atas kerucut terpancung
d2 = diameter bidang atas kerucut terpancung
t = tinggi kerucut terpancung
p = panjang garis pelukis atau apotema kerucut terpancung
Lb = luas bidang bawah/ alas/ dasar kerucut terpancung
La = luas bidang atas kerucut terpancung
Ls = luas selimut/ selubung kerucut terpancung
Lp = luas permukaan kerucut terpancung
V = volume/ isi kerucut terpancung

4. Bola
Dalam bola berlaku rumus-rumus:
D = 2R atau R= ½ D
d = 2r atau r = ½ d
R2 = h2+ r 2
Lt = 2πRt = πDt
L p= 4πR 2= πD2
V = 4π/ 3 R3= π/ 3D3
Vt= πt2 (3R- t)

R = jari-jari bola
D = diameter bola
r = jari-jari bidang lingkaran
d = diameter bidang lingkaran
h = jarak pusat bola ke bidang lingkaran
t = jarak dari pusat bidang lingkaran ke kulit bola
Lp = luas permukaan bola
Lt = luas bidang lengkung tembereng
V = volume/ isi bola
Vt = volume/ isi tembereng bola

B. Bangun Ruang Sisi Datar


1. Kubus
Dalam kubus berlaku rumus:
ds= a √2
dr= a √3
Lp= 6 a 2
V = a^ 3
a = panjang rusuk kubus
ds = panjang diagonal sisi kubus
dr = panjang diagonal ruang kubus
Lp = luas permukaan kubus
V = volume/ isi kubus

2. Balok
Dalam balok berlaku rumus-rumus:
d1= √ (p2 + l2)
d2= √ (p2 + t2)
d3= √ (l2 + t2)
dr= √ (p2 + l2+ t2)
Ls= 2 (p + l )t
Lp= 2 (pl + pt + lt)
V = plt

p = panjang balok
l = lebar balok
t = tinggi balok
d1 = panjang diagonal sisi alas/ atas
d2 = panjang diagonal sisi depan/ belakang
d3 = panjang diagonal sisi samping kiri/ kanan
dr = panjang diagonal ruang balok
Ls = luas selimut/ selubung balok
Lp = luas permukaan balok
V = volume/ isi balok

3. Prisma Tegak
Dalam prisma tegak berlaku rumus-rumus:
Luas selimut/ selubung prisma tegak = keliling alas x panjang rusuk tegak
Luas permukaan prisma tegak
Luas permukaan prisma tegak =
luas selimut + luas bidang alas + luas bidang atas
= luas selimut + 2 x luas bidang alas
= luas selimut + 2 x luas bidang atas
Volume prisma tegak= luas bidang bawah/ alas/ dasar x panjang rusuk
tegak (tinggi)
= luas bidang atas x panjang rusuk tegak (tinggi)

4. Limas (Piramida)
Dalam limas (piramida) berlaku rumus-rumus:
Luas permukaan limas = luas alas + jumlah sisi tegak = luas alas + n x luas
sisi tegak
Lp = Lb + n x L
Volume limas = 1/3 luas alas x tinggi
V = 1/3 Lb x t
BAB VII
TRIGONOMETRI

PERBANDINGAN TRIGONOMETRI SUDUT SEGITIGA SIKU – SIKU

Definisi Perbandingan Trigonometri Sudut Siku – Siku 1

C
Sisi depan sudut

Sisi miring
a
b

A Sisi samping sudut B


c

Definisi Perbandingan Trigonometri Sudut Siku – Siku 2


KOORDINAT KUTUB DAN KOORDINAT CARTESIUS

y
Perhatikan gambar di samping !

A ( x1 , y1 ) TITIK CARTESIUS

A (r , ) TITIK kutub
x

Perhatikan bagan di bawah ini !

TITIK CARTESIUS TITIK KUTUB


BAB VIII
BARISAN DAN DERET

A. Barisan Aritmatika
Perhatikan barisan berikut.
1,3,5,7,…
2,6,10,40,30,…
60,50,40,30,…

Barisan ini adalah contoh dari barisan aritmatika U 1 , U 2 , U 3 , …..U n ialah


barisan aritmatika,jika: U 2 - U 1 = U 3 -U 2 =…….= U n - U n 1 = konstan
Konstan ini disebut beda dan dinyatakan dengan b.
Untuk 1, 3, 5, 7 bedanya ialah 3 – 1 = 4 – 3 =7 – 5 =….=
Untuk 60, 50, 40, 20,….bedanya ialah 50 - 60 = 40 – 50 = 30 – 40 = -10

a. Rumus suku ke n.
Jika suku pertama n1  dinamakan a, kita mendapatkan:
U 2 - U1 = b U 2 = U1 - b = a + b
U2 - U3 = b U 3 = U 2 - b = (a + b) + b = a + 2b
U4 - U 3 = b U 4 = U 3 + b = (a + 2b) + b = a + 3b
dan seterusnya.

Ini memberikan barisan Aritmatika baku.


A, a + b, a + 2b, a + 3b, … , a + (n – 1) b
Rumus suku ke n adalah u n = a + (n – 1) b.

Contoh 1
Carilah suku ke 40 dari barisan aritmatika 1, 6, 11, 16, …

Penyelesaian:
A = 1, b = 6 – 1, n = 40
u n = a + (n – 1) b
u 40 = 1 (40 – 1) 5 = 196.

Contoh 2
Carilah suku pertama dan bedanya, jika diketahui suku kesepuluh 41 dan
suku ketiga ialah 20.
Penyelesaian:
u10 = a + ( 10 – 1) b u3 = a ( 3 – 1) b
= a + 9b = a + 2b
a = 9b = 41…….(1) a + 2b = 20 …….(2)
Sistem persamaannya:
a + 9b = 41
a + 2b = 20
7b = 21
b = 3

b = 3 substitusi ke persamaan (1), didapat:


a + 9.(3) = 41
a = 14
adi suku pertama (a) = 14 dan beda (b) = 3.

B. Barisan Geometri
Perhatikan barisan:
1, 2, 4, 6, …….
27, -9, 3, -1, …..
-1, 1, -1, 1, ……
adalah contoh-contoh barisan geometri.
U 1 , U 2 , U 3 , …..U n ialah suatu barisan geometri, jika

U2 U3 Un
= = …….. =
U1 U4 U n 1
Konstanta ini dinamakan rasio, atau nisbah dan dinyatakan dengan r.
2 4 8
Untuk 1, 2, 4, 8, …….. , rasionya = = ……… = 2
1 2 4
9 3 1
27, -9, 3, -1, … , rasionya = ………. = 
27 9 3
a. Rumus suku ke n.
Jika suku pertama U 1 dinyatakan dengan a, kita mendapatkan:

U2
= r U 2 = U 1 r = ar
U1

U3
= r U 3 = U 2 r = (ar)r =
U2
ar 2

U4
= r U 4 = U 3 r = ( ar 2 )r =
U3
ar 3
Ini memberi barisan geometri baku: ar, ar 2 , ar 3 , …. ar n 1
Perhatikan bahwa suku ke n adalah U n = ar n 1

Contoh 1
Tentukan suku ke 5 dari barisan geometri: 1, 2, 4, ………
Penyelesaian:
2
a = 1, r = = 2.
1
U n = ar n 1
U 5 = ar 4 = 1. 2 4 = 2 4 = 16

Contoh 2
Tentukan rumus suku ke n dari barisan geometri 2,6, 18, …….

Penyelesaian:
6
a = 2, r = =3
2

U n = ar n 1 = 2. 3 n 1

Contoh 3
Tentukan rasio r, jika diketahui suku-suku barisan geometri:
U 1 = 3 dan U 4 = 24.

Penyelesaian:
U1 a = 3
U 4 = ar 3 = 24
ar 3 = 24
r3 = 8
r = 2
BAB IX
PELUANG

1. Permutasi dan Kombinasi


Permutasi adalah pengaturan sejumlah berhingga objek tanpa
pengulangan, yang dipilih dari sejumlah berhingga objek lain yang lebih
besar atau sama banyak dari objek yang diatur.
Notasi Faktorial
Simbol m! dengan m bilangan asli, dibaca “m faktorial” digunakan untuk
menyatakan perkalian dari m bilangan asli pertama, yaitu
m! = 1.2.3…m = 1 x 2 x 3 x … x m
Jika m = 0, kita definisikan 0! = 1
a. 5! = 1.2.3.4.5.= 120
b. 3! (7-5)! 3!.2! = 6.2 = 12
4! 1.2.3.4 24
c.    24
0! 1 1
d. Penugasan kepada 4 karyawan untuk mengemudikan 3 kendaraan
dapat dilakukan dengan 24 cara. Jika dikaitkan dengan informasi soal
4! 4! 1.2.3.4
ini dan notasi faktorial maka diperoleh 24   
(4  3)! 1! 1
Teorema 2.1

Banyaknya permutasi dari n objek diambil r unsur pada suatu saat


n!
adalah nPr =
(n  r )!
Dalam kasus r = n diperoleh nPn = n!

Permutasi dengan pengulangan


Permutasi dengan pengulangan adalah permutasi dari n objek diambil r
tetapi dari n objek tersebut ada beberapa yang terulang.
Teorema 2.2

Banyaknya permutasi dari n objek dengan n1 objek sama, n2 objek


n!
lain sama, … dan nr objek lain lagi sama adalah =
n, !.n 2 !...n r !
Permutasi siklik
Teorema 2.3

Banyaknya permutasi siklik dari n objek yang ditempatkan dalam


bentuk melingkar adalah (n-1)!

Sampel Terurut
Jika sebuah bola diambil dari wadahnya sebanyak r kali maka yang dipilih
adalah sampel terurut berukuran r.

1. Sampling dengan pengambilan


Banyaknya cara untuk pemilihan sebanyak r kali dari n objek adalah
n.n.n … n = nr
2. Sampling tanpa pengembalian
Pemilihan sampel sebanyak r tanpa pengembalian dari n objek
merupakan permutasi n objek diambil r, banyak cara yang diperoleh.
n!
nPr = n(n-1) (n-2) … (n – r + 1) =
(n  r )!

Kombinasi
Kombinasi adalah pengaturan sejumlah berhingga objek yang dipilih tanpa
memperhatikan urutannya.
Teorema 2.3
Banyaknya kombinasi dari n objek diambil r unsur pada suatu saat adalah
n Pr n!
nCr = 
r! r!(n  r )!
dalam kasus r = 0 atau n, nCo = 1 dan nCn = 1
n
Kombinasi nCr = C(n r) atau  
r
BAB X
PENGUKURAN STATISTIK

A. Ukuran Pemusatan Data


Ukuran pemusatan data terdiri dari tiga bagian, yaitu mean, median, dan
modus.
Rataan Hitung (Mean )
Rataan hitung seringkali disebut sebagai ukuran pemusatan atau rata-rata
hitung. Rataan hitung juga dikenal dengan istilah mean dan diberi lambang x .
1) Rataan data tunggal
Rataan dari sekumpulan data yang banyaknya n adalah jumlah data dibagi
dengan banyaknya data.

Keterangan: = jumlah data

Contoh soal
Dari hasil tes 10 siswa kelas XI diperoleh data: 3, 7, 6, 5, 3, 6, 9, 8, 7, dan
6. Tentukan rataan dari data tersebut.
Penyelesaian

Jadi, rataannya adalah 6,0.


2) Rataan dari data distribusi frekuensi
Apabila data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi maka rataan
dirumuskan sebagai berikut.
Contoh soal
Berdasarkan data hasil ulangan harian Matematika di kelas XI IPA, enam
siswa mendapat nilai 8, tujuh siswa mendapat nilai 7, lima belas siswa
mendapat nilai 6, tujuh siswa mendapat nilai 5, dan lima siswa mendapat
nilai 4. Tentukan rata-rata nilai ulangan harian Matematika di kelas
tersebut.
Penyelesaian
Tabel nilai ulangan harian Matematika kelas XI IPA.

Jadi, rataan nilai ulangan harian Matematika di kelas XI IPA adalah 6,05.
3) Mean data bergolong
Rata-rata untuk data bergolong pada hakikatnya sama dengan menghitung
ratarata data pada distribusi frekuensi tunggal dengan mengambil titik
tengah kelas sebagai xi. Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal
Tentukan rataan dari data berikut ini.

Jadi, rataannya adalah 51.


Selain dengan cara di atas, ada cara lain untuk menghitung rataan yaitu
dengan menentukan rataan sementara terlebih dulu sebagai berikut.
a. Menentukan rataan sementaranya.
b. Menentukan simpangan (d) dari rataan sementara.
c. Menghitung simpangan rataan baru dengan rumus berikut ini.
d. Menghitung rataan sesungguhnya.

Perhatikan contoh soal berikut ini.


Contoh soal
Carilah rataan dari data berikut dengan menggunakan rataan sementara.

Rataan = rataan sementara + simpangan rataan = 6 + 0,1 = 6,1


B. Ukuran Pemusatan Data
Ukuran pemusatan data terdiri dari tiga bagian, yaitu mean, median, dan modus.
Rataan Hitung (Mean )
Rataan hitung seringkali disebut sebagai ukuran pemusatan atau rata-rata
hitung.
Rataan hitung juga dikenal dengan istilah mean dan diberi lambang x .
1) Rataan data tunggal
Rataan dari sekumpulan data yang banyaknya n adalah jumlah data dibagi
dengan banyaknya data.

Keterangan: = jumlah data

Untuk lebih jelasnya, pelajarilah contoh soal berikut ini.


Contoh soal
Dari hasil tes 10 siswa kelas XI diperoleh data: 3, 7, 6, 5, 3, 6, 9, 8, 7, dan
6. Tentukan rataan dari data tersebut.
Penyelesaian

Jadi, rataannya adalah 6,0.


2) Rataan dari data distribusi frekuensi
Apabila data disajikan dalam tabel distribusi frekuensi maka rataan
dirumuskan sebagai berikut.
Contoh soal
Berdasarkan data hasil ulangan harian Matematika di kelas XI IPA, enam
siswa mendapat nilai 8, tujuh siswa mendapat nilai 7, lima belas siswa
mendapat nilai 6, tujuh siswa mendapat nilai 5, dan lima siswa mendapat
nilai 4. Tentukan rata-rata nilai ulangan harian Matematika di kelas
tersebut.
Penyelesaian
Tabel nilai ulangan harian Matematika kelas XI IPA.

Jadi, rataan nilai ulangan harian Matematika di kelas XI IPA adalah 6,05.
3) Mean data bergolong
Rata-rata untuk data bergolong pada hakikatnya sama dengan menghitung
ratarata data pada distribusi frekuensi tunggal dengan mengambil titik
tengah kelas sebagai xi. Perhatikan contoh soal berikut ini.
Contoh soal
Tentukan rataan dari data berikut ini.
Jadi, rataannya adalah 51.
Selain dengan cara di atas, ada cara lain untuk menghitung rataan yaitu
dengan menentukan rataan sementara terlebih dulu sebagai berikut.
a. Menentukan rataan sementaranya.
b. Menentukan simpangan (d) dari rataan sementara.
c. Menghitung simpangan rataan baru dengan rumus berikut ini.
d. Menghitung rataan sesungguhnya.

Perhatikan contoh soal berikut ini.


Contoh soal
Carilah rataan dari data berikut dengan menggunakan rataan sementara.

Rataan = rataan sementara + simpangan rataan


= 6 + 0,1 = 6,1
BAB XI
LIMIT FUNGSI DAN TURUNAN

1. Menentukan Limit Fungsi Aljabar


Kita dapat menentukan nilai limit suatu fungsi dengan beberapa cara,
yaitu:
a. Subtitusi
Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh:
Tentukan nilai 
lim x 2  8 !
x 3

Penyelesaian :
Nilai limit dari fungsi f(x) = x2 – 8 dapat kita ketahui secara langsung,
yaitu dengan cara mensubtitusikan x =3 ke f(x)
 
lim x 2  8  32  8  9  8
x 3

1
Artinya bilamana x dekat 3 maka x2 – 8 dekat pada 32 – 8 =9 – 8 = 1
Dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jika f (a) = c, maka lim f ( x)  a
xa

c
b) Jika f (a) = , maka lim f ( x) ~
0 xa

0
c) Jika f (a) = , maka lim f ( x)  0
c xa

b. Pemfaktoran
Cara ini digunakan ketika fungsi-fungsi tersebut bisa difaktorkan
sehingga tidak menghasilkan nilai tak terdefinisi.
Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh:
x2  9
Tentukan nilai lim !
x 3 x  3
32  9 0
Jika x = 3 kita subtitusikan maka f (3) =  .
33 0
Kita telah mengetahui bahwa semua bilangan yang dibagi dengan 0
x2  9
tidak terdefinisi. Ini berarti untuk menentukan nilai lim , kita
x 3 x  3

harus mencari fungsi yang baru sehingga tidak terjadi pembagian


dengan nol. Untuk menentukan fungsi yang baru itu, kita tinggal
menfaktorkan fungsi f (x) sehingga menjadi:

x  3x  3  x  3.  x 3


  1
x  3  x 3

Jadi, lim
x2  9
= lim
x  3x  3
x 3 x  3 x 3 x  3
= lim  x  3
x 3

=3+3=6

c. Merasionalkan Penyebut
Cara yang ke-tiga ini digunakan apanila penyebutnya berbentuk akar
yang perlu dirasionalkan, sehingga tidak terjadi pembagian angka 0
dengan 0.
Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh:
x 2  3x  2
Tentukan nilai lim !
x 2 x2
Penyelesaian:

x 2  3x  2 x 2  3x  2 x  2
lim = lim .
x 2 x2 x 2 x2 x2

x 2
 3x  2  x2 

= lim 2
x2
x2

= lim
x  1x  2 x  2 
x 2 x  2
= lim x  1 x  2
x 2

= 2  1. 2  2
=1.0
=0

d. Merasionalkan Pembilang
Perhatikanlah contoh berikut!
Contoh:
3x  2  4 x  3
Tentukan nilai lim !
x 1 x 1
Penyelesaian:
3x  2  4 x  3
lim
x 1 x 1

3x  2  4 x  3 3x  2  4 x  3
= lim .
x 1 x 1 3x  2  4 x  3

  
2
3x  2  4 x  3 
2

= lim

x 1  x  1 3 x  2  4 x  3 
 x 1
x  1 
= lim
x 1 3x  2  4 x  3
 x  1
x  1 
= lim
x 1 3x  2  4 x  3
1
= lim
x 1 3x  2  4 x  3
1
=
3.1  2  4.1  3
1 1 1
= = =
1 1 11 2
2. Menentukan Turunan Fungsi Aljabar

Definisi turunan : Fungsi f : x → y atau y = f (x) mempunyai turunan yang


dinotasikan y’ = f’(x) atau dy = df(x) dan di definisikan :
dx dx
y’ = f’(x) = lim f(x + h) – f(x) atau dy = lim f (x +∆x) – f(x)
h→0 h dx h→0 h
Notasi kedua ini disebut notasi Leibniz.

Contoh 1:
Tentukan turunan dari f(x) = 4x – 3

Jawab
f(x) = 4x – 3
f( x + h) = 4(x + h) – 3
= 4x + 4h -3
f ( x  h)  f ( x )
Sehingga: f’(x) = lim
h0 h
(4 x  4h  3)  (4 x  3)
= lim
h 0 h
4 x  4h  3  4 x  3)
= lim
h 0 h
4h
= lim
h0 h

= lim 4
h0

= 4

RUMUS-RUMUS TURUNAN
dy
1. Turunan f(x) = axn adalah f’(x) = anxn-1 atau = anxn-1
dx
2. Untuk u dan v suatu fungsi,c bilangan Real dan n bilangan Rasional berlaku
a. y = ± v → y’ = v’ ± u’
b. y = c.u → y’ = c.u’
c. y = u.v → y’ = u’ v + u.v’
u u ' v  uv'
d. y   y ' 
v v2
e. y = u → y’ = n. un-1.u’
n

Contoh:
Soal ke-1
Jika f(x) = 3x2 + 4 maka nilai f1(x) yang mungkin adalah ….
Pembahasan
f(x) = 3x2 + 4
f1(x) = 3.2x
= 6x
Soal ke-2
Nilai turunan pertama dari: f(x) = 2(x)2 + 12x2 – 8x + 4 adalah …
Pembahasan
f(x) = 2x3 + 12x2 – 8x + 4
f1(x) = 2.3x2 + 12.2x – 8
= 6x2 + 24x -8

Soal ke-3
Turunan ke- 1 dari f(x) = (3x-2)(4x+1) adalah …
Pembahasan
f(x) = (3x-2)(4x+1)
f(x) = 12x2 + 3x – 8x – 2
f(x) = 12x2 – 5x – 2
f1(x) = 24x – 5

Soal ke- 4
Jika f(x) = (2x – 1)3 maka nilai f1(x) adalah …
Pembahasan
f(x) = (2x – 1)3
f1(x) = 3(2x – 1)2 (2)
f1(x) = 6(2x – 1)2
f1(x) = 6(2x – 1)(2x – 1)
f1(x) = 6(4x2 – 4x+1)
f1(x) = 24x2 – 24x + 6

Soal ke- 5
Turunan pertama dari f(x) = (5x2 – 1)2 adalah …
Pembahasan
f(x) = (5x2 – 1)3
f1(x) = 2(5x2 – 1) (10x)
f1(x) = 20x (5x2 – 1)
f1(x) = 100x3 – 20x
BAB XII
KONSEP INTEGRAL

INTEGRAL TAK TENTU DAN TENTU


 Integral Tak Tentu
Notasi/lambang untuk menyatakan integral adalah . Misalkan F(x)
menyatakan fungsi dalam x, dengan f(x) turunan dari F(x) dan c konstanta
berupa bilangan real sembarang, maka notasi integral tak tentu dari f(x) adalah

 f ( x) dx  F ( x)  c

Rumus dasar integral tak tentu


a. Integral Fungsi Aljabar
Cara menentukan integral fungsi aljabar. Misalkan y = xn+1 maka kita
dapat menentukan turunan pertamanya, yaitu y' = (n+1) x(n+1)-1= (n+1) xn.
dy dy
y' = sehingga diperoleh = (n+1) xn. Dari persamaan tersebut
dx dx
diperoleh dy = (n + 1) xn dx. Apabila diintegralkan kedua ruas akan
diperoleh persamaan:
dy = (n + 1) xn dx
 y + c = (n + 1) xn dx
Kemudian disubtitusikan dengan bentuk fungsi y = x(n + 1) diperoleh
1
(n + 1) xn dx = x(n + 1) + c, sehingga diperoleh xn dx = x n 1  c , n –1
n 1
Pada materi diferensial, jika turunan F(x) adalah f(x) dan turunan G(x)
dy
adalah g(x) maka turunan dari y= F(x) + G(x) adalah =f(x) + g(x),
dx
dengan demikian dapat dinyatakan bahwa
[f(x) + g(x)] dx = f(x) dx + g(x) dx
Sifat-sifat yang merupakan rumus-rumus dasar integral adalah sebagai
berikut.
1. dx = x + c
1 n+1
2. xn dx = x + c; n  –1
n 1
a n+1
3.  a n dx = x + c; n  –1
n 1
4.  a dx = a + c
5. [f(x) + g(x)] dx = f(x) dx + g(x) dx
6. [f(x) – g(x)] dx = f(x) dx – g(x) dx
7.  a f(x) dx = a f(x) dx

1. Jika f(x) = sin x maka f'(x) = cos x


2. Jika f(x) = cos x maka f'(x) = –sin x
3. Jika f(x) = tan x maka f'(x) = sec2 x
4. Jika f(x) = cot x maka f'(x) = –cosec2 x
5. Jika f(x) = sec x maka f'(x) = sec x tan x
6. Jika f(x) = cosec x maka f'(x) = cosec x cot x

Contoh:
1. Selesaikan pengintegralan dari x4 x dx.
Penyelesaian:

 x x x 2 dx
1
x4 x dx = 4

 x 2 dx
41
=

1 4 1 1
= x 2 c
4 1
1
2

2 121
= x c
11
b. Integral Fungsi Trigonometri
Karena integral adalah operasi kebalikan (invers) dari turunan
(diferensial), integral trigonometri dapat dirumuskan sebagai berikut:
 sin x dx = –cos x + c
 cos x dx = sin x + c
1
 sin ax dx = – cos ax + c
a
1
 cos ax dx = sin ax + c
a
1
 sin (ax + b) dx = – cos (ax +b ) + c
a
1
 cos (ax + b) dx = sin (ax +b ) + c
a
 Integral Tentu
Misalkan f kontinu pada interval tertutup [a,b] atau a  x  b. Jika F
suatu fungsi sedemikian rupa sehingga F (x) = f(x) untuk semua x pada [a,b],
maka berlaku

f ( x)dx  F ( x0a  F (b)  F (a)


b

b
a

F(x) adalah antiturunan dari f(x) pada a  x  b. Hubungan di atas


dinamakan dengan teorema dasar kalkulus. Dengan teorema ini, nilai integral
tertentu lebih mudah diketahui. Bukti teorema di atas adalah sebagai berikut.
Bukti:
x
Misal g(x) = a
f ( x)dx dengan x[a,b] maka g(x) merupakan integral tak
x
tentu sehingga g(x) = a
f ( x)dx = F(x) + c.

Sifat-sifat integral tertentu:


Misal f(x) dan g(x) adalah fungsi kontinu maka:
a
a.  a
f ( x)dx = 0
b a
b.  a
f ( x)dx = –  f ( x)dx
b

b b
c.  a
f ( x)dx = c  f ( x)dx , dengan c konstanta
a

a  f ( x)  g ( x)dx = a f ( x)dx  a g ( x)dx


b b b
d.

c b b
e.  a
f ( x)dx   f ( x) dx =  f ( x)dx ; dengan a < c < b.
a a

Anda mungkin juga menyukai