Anda di halaman 1dari 9

PANCASILA DI ARUS GLOBALISASI DALAM

MEMPERKUAT REFORMASI
MORAL INDONESIA

ABSTRAK

Artikel ini akan memunculkan gagasan mengenai pentingnya aktualisasi nilai-nilai


Pancasila sebagai penguatan moralitas kehidupan berbangsa dan bernegara di arus
globalisasi. Gagasan ini muncul dalam menyikapi perubahan di kehidupan warga negara
pasca reformasi dengan perubahan konstitusi sehingga bermunculan berbagai opini di
masyarakat mengenai kelemahan hasil reformasi yang dianggap memunculkan timbulnya
berbagai konflik dalam kehidupan masyarakat. Gagasan dalam artikel ini memunculkan
pentingnya pemahaman ideologi dalam memperkuat wawasan global warga negara.
Pancasila harus dikembalikan sebagai ideologi negara yang dalam tatanan implementasi
mampu membuat warga negara siap menghadapi arus globalisasi. Perubahan konstitusi di
Indonesia dalam era reformasi seharusnya tidak menjadikan Ideologi Pancasila sebagai
dasar kehidupan masyarakat Indonesia memudar karena pada dasarnya Pancasila sebagai
ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan, dan
harusnya hingga sekarang di era globalisasi, Negara Indonesia tetap berpegang teguh
kepada Pancasila sebagai dasar negara. Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus
menjadi acuan negara dalam menghadapi tantangan global dunia yang terus berkembang.
Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi
kepribadian bangsa Indonesia, karena dengan adanya globalisasi batasanbatasan diantara
negara seakan tak terlihat, sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah
ke masyarakat. Pembentukan wawasan global warga negara melalui proses pendidikan
Pancasila menjadi kajian penting dalam pembentukan warga negara yang baik di era
reformasi ini. Dalam kajian gagasan mengenai Pancasila di Arus Globalisasi dalam
memperkuat Reformasi Moral Indonesia ini diperlukan tiga kajian utama. Pertama,
bagaimana seharusnya aktualisasi Pancasila dalam pembentukan moralitas bangsa? Kedua,
bagaimana bentuk aktualisasi Pancasila di era Globalisasi? Ketiga, bagaimana
pembudayaan Pancasila di arus globalisasi ini dalam penguatan moralitas bangsa. Ketiga
Gagasan tersebut dimunculkan dalam pembahasan yang berupaya memberikan gambaran
aktualisasi Pancasila yang penting terutama untuk menjawab krisis moral yang
berkepanjangan di Indonesia. Penulis memberikan uraian secara teoretis mengenai
pembentukan moralitas di era reformasi ini yang sebenarnya dapat dijawab melalui
implementasi Pancasila yang bisa mengarah pada berbagai lini kehidupan.

Kata kunci: Pendidikan Pancasila, Globalisasi, Reformasi Moral.

PENDAHULUAN
Dewasa ini fenomena intoleransi, politik dengan menggunakan isu SARA, penyebaran
informasi hoax, dan tindakan-tindakan provokasi melalui sosial media sangat menghiasi
berita baik di media televisi lokal, nasional, maupun Internasional. Fenomena tersebut
merupakan bagian dari dampak negatif di era globalisasi sekarang. Nilai kesantunan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai warisan dari budaya luhur seakan-akan mulai hilang
dari jiwa bangsa Indonesia. Kausa materialis yang dimiliki bangsa Indonesia berupa
Pancasila dewasa ini tampaknya sudah keluar dari moralnya Pancasila. Secara ontologis
maupun aksiologis Pancasila tidak hanya sebagai dasar negara, tidak hanya sebagai ideologi
atau Weltanschauung, tidak hanya cita-cita mempersatukan semua golongan, tetapi
Pancasila adalah suatu moral, suatu pergaulan hidup antara manusia Indonesia yang satu
dengan manusia Indonesia yang lainnya tanpa memandang tingkatannya, tanpa memandang
keturunannya, tanpa memandang milieusosialnya.

Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga
eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan batasan
diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk
dengan mudah ke masyarakat.
Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia,jika kita
dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya
globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan
mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter
dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa
dan eksistensi kebudayaan indonesia. Dari faktor-faktor tersebutlah di butuhkan peranan
pancasila sebagai dasar dan pedoman negara dalam menghadapi tantangan global yang
terus meningkat diera globalisasi.

Di era globalisasi ini Pancasila sangat diperlukan sebagai pembatas agar kita dapat
memilih mana budaya yang dapat di terima di Indonesia dan yang bermanfaat dan mana
yang seharusnya tidak di terapkan di Indonesia, semua itu juga didukung dengan kesadaran
kita sebagai warga negara Indonesia untuk bisa menyikapi era globalisasi secara bijak agar
dapat bermanfaat dan membuat bangsa Indonesia semakin maju dan berkembang. Kajian
ini bertujuan memberikan informasi lebih banyak tentang pentingnya nilai-nilai yang
terkandung dalam sila Pancasila bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di era globalisasi
yang penuh dengan benturan berbagai nilai kehidupan manusia.

Realitas kontemporer memperlihatkan bahwa tantangan terhadap ideologi Pancasila,


baik kini maupun nanti, beberapa di antaranya telah tampak di permukaan. Tantangan dari
dalam di antaranya berupa berbagai gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apa yang terjadi di Aceh, Maluku, dan
Papua merupakan sebagian contoh di dalamnya. Penanganan yang tidak tepat dan tegas
dalam menghadapi gerakan-gerakan tersebut akan menjadi ancaman serius bagi tetap
eksisnya Pancasila di bumi Indonesia. Bahkan, bisa jadi akan mengakibatkan Indonesia
tinggal sebuah nama sebagaimana halnya Yugoslavia dan Uni Soviet. Tidak kalah
seriusnya dengan tantangan dari dalam, Pancasila juga kini tengah dihadapkan dengan
tantangan eskternal berskala besar berupa mondialisasi atau globalisasi.
Globalisasi yang berbasiskan pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi,
dan transportasi, secara drastis telah mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa.
Jadilah Indonesia kini, tanpa bisa dihindari dan menghindari, menjadi bagian dari arus
besar berbagai perubahan yang terjadi di dunia. Sekecil apa pun perubahan yang terjadi di
belahan dunia lain akan langsung diketahui atau bahkan dirasakan akibatnya oleh
Indonesia. Sebaliknya, sekecil apa pun peristiwa yang terjadi di Indonesia secara cepat
akan menjadi bagian dari konsumsi informasi masyarakat dunia.
Pengaruh dari globalisasi ini dengan demikian begitu cepat dan mendalam. Menjadi
sebuah petanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sanggupkah Pancasila menjawab berbagai
tantangan tersebut? Akankah Pancasila tetap eksis sebagai ideologi bangsa? Jawabannya
tentu akan terpulang kepada bangsa Indonesia sendiri sebagai pemilik Pancasila. Namun
demikian, kalaulah kemudian mencoba untuk mencari jawaban atas berbagai tantangan
tersebut maka jawabannya adalah bahwa Pancasila akan sanggup menghadapi berbagai
tantangan tersebut asalkan Pancasila benar-benar mampu diaplikasikan sebagai
weltanschauung bangsa Indonesia. Implikasi dari dijadikannya Pancasila sebagai
pandangan hidup maka bangsa yang besar ini haruslah mempunyai sense of belonging dan
sense of pride atas Pancasila.
Untuk menumbuhkembangkan kedua rasa tersebut maka melihat realitas yang tengah
berkembang saat ini setidaknya dua hal mendasar perlu dilakukan. Penanaman kembali
kesadaran bangsa tentang eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Penanaman
kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa mengandung pemahaman
tentang adanya suatu proses pembangunan kembali kesadaran akan Pancasila sebagai
identitas nasional.
Upaya ini memiliki makna strategis manakala realitas menunjukkan bahwa dalam
batas-batas tertentu telah terjadi proses pemudaran kesadaran tentang keberadaan Pancasila
sebagai ideologi bangsa. Salah satu langkah terbaik untuk mendekatkan kembali atau
membumikan kembali Pancasila ke tengah rakyat Indonesia tidak lain melalui
pembangunan kesadaran sejarah. Tegasnya Pancasila didekatkan kembali dengan cara
menguraikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan rakyat Indonesia,
termasuk menjelaskannya bahwa secara substansial Pancasila adalah merupakan jawaban
yang tepat dan strategis atas keberagaman Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini
maupun masa yang akan datang.

PEMBAHASAN
Mengaktualisasikan Pancasila Sebuah Keharusan Moral
Mengaktualisasikan nilai-nilai Pancasila berkaitan dengan sikap moral maupun
tingkah laku semua warga Indonesia. Berbicara mengenai sikap moral Lickona (2012:57)
membaginya kedalam tiga komponen (component of good character) yaitu moral knowing
atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral dan moral
action atau perbuatan bermoral. Sikap moral tersebut mampu memahami, merasakan dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebaikan. Ketiga unsur moral tersebut bertujuan pada
terbentuknya individu-individu yang memiliki kematangan terhadap moral dalam
kehidupannya. Moralitas berujung pada tingkah laku yang ditampilkan oleh individu dalam
kehidupan kesehariannya yang mana seseorang dapat dikatakan memiliki karakter apabila
perilakunya sesuai dengan kaidah-kaidah moral.

Dalam wujud mengaktualisasikan Pancasila, yaitu bagaimana nilai-nilai Pancasila


dijabarkan dalam bentuk norma-norma dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
serta hubungannya dalam penyelenggaraan negara. Selain itu, dalam mengaktualisasikan
Pancasila juga diperlukan suatu kondisi yang dapat menunjang terlaksananya proses
aktualisasi Pancasila tersebut, baik kondisi yang berkaitan dengan sikap setiap warga
negara Indonesia dan wujud realisasi nilai-nilai Pancasila. Lickona (2013:16) menjelaskan
setidaknya terdapat 10 (sepuluh) nilai-nilai harus ditanamkan kepada anakanak dan generasi
muda bangsa, yaitu:

kebijaksanaan (wisdom), keadilan (justice), keteguhan (fortitude), kontrol diri


(selfcontrol), cinta dan kasih sayang (love), perilaku positif (positive attitude), kerja
keras (hard work) dan kemampuan mengembangkan potensi (resourcefulness),
integritas (integrity), rasa terima kasih (gratitude),dan kerendahan hati (humility).
Sepuluh nilai yang harus ditanamkan kepada anak-anak sebagaimana dijelaskan di
atas, merupakan substansi dan arah pendidikan karakter yang mampu mengembangkan
kepribadian personal warga negara. Maka perlu disadari oleh setiap warga negara Indonesia
bahwa dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara setiap warga negara memiliki sifat
dan kodrat manusia bahwa setiap manusia adalah sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Kesepakatan kita sebagai suatu kesepakatan yang luhur untuk mendirikan negara
Indonesia yang berdasarkan Pancasila mengandung konsekuensi bahwa kita harus
merealisasikan Pancasila itu dalam setiap aspek penyelenggaraan negara dan setiap sikap
tingkah laku kita dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dengan lain perkataan,
bagi bangsa Indonesia mengaktualisasikan Pancasila adalah merupakan suatu keharusan
moral.

Perlunya Aksiologis Pancasila Di Era Globalisasi


Globalisasi merupakan peluang dan tantangan yang harus dihadapi oleh semua
warga dunia termasuk Indonesia. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
semakin maju akan memberikan dampak globalisasi yang positif maupun negatif bagi
kehidupan manusia. Pancasila sebagai kausa materialis merupakan produk warisan leluhur
yang digali dari nilai budaya bangsa Indonesia. Isi dari warisan leluhur tersebut berupa
nilai-nilai askiologis Pancasila yang dijadikan pedoman bagi bangsa Indonesia dalam
berperilaku sehari-hari, baik sebagai individu, maupun sebagai anggota masyarakat.

Tantangan nyata bagi kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus kita hadapi
saat ini adalah bagaimana tindak tanduk kita dalam merespon fenomena globalisasi dengan
berpedoman pada nilai etika Pancasila sebagai warisan budaya luhur bangsa Indonesia.
Ancaman nyata yang ada didepan mata kita dewasa ini adalah munculnya gerakan-gerakan
ekstremis, politik adu domba dengan menggunakan isu SARA, adu domba oleh pihak-
pihak asing, penyebaran informasi hoax, dan tindakan-tindakan provokasi melalui sosial
media. Tantangan tersebut dapat kita hadapi apabila kita dalam bertingkah laku dan bertutur
kata berpedoman kepada nilai-nilai luhur Pancasila yang sudah tersusun secara hierarkis
berhubungan antara sila yang satu dengan yang lainnya. Sebagaimana Notonagoro
(1984:98-99) menjelaskan hakikat sila-sila Pancasila, antara lain di dalamnya terkandung
makna adanya kesesuaian dengan hakikat manusia yang memiliki tabiat saleh, yaitu sifat-
sifat keutamaan pribadi manusia yang relatif permanen melekat dalam pribadi manusia
yang meliputi sifat-sifat sebagai berikut:
1. Watak penghati-hati/kebijaksanaan: berbuat sesuai dengan pertimbangan akal, rasa
dan kehendak.
2. Watak keadilan: memberikan apa yang menjadi hak dirinya dan hak orang lain.
3. Watak kesederhanaan : tidak melampaui batas dalam hal kemewahan, kenikmatan
dan rasa enak.
4. Watak keteguhan: tidak melampaui batas dalam hal menghindari diri dari: duka dan
hal yang enak. Sebagai penyeimbang watak kesederhanaan

Dari pendapat di atas bahwa sifat-sifat dan tabiat saleh tersebut sebagai nilai moral
kepribadian bangsa Indonesia. Dalam Era globalisasi ukuran/standar nilai sosial budaya
masyarakat global ikut mempengaruhi eksistensi kepribadian bangsa pada umumnya dan
khususnya bagi bangsa Indonesia. Mengaktualisasikan Pancasila di era globalisasi adalah
dengan cara penggalian kembali nilai-nilai luhur Pancasila dengan mempertimbangkan
rasionalitas dan aktualisasinya dalam mengatasi masalah-masalah kekinian. Pancasila
bukan hanya sebuah rumusan aturan/norma yang terbentuk secara instan tanpa memiliki
sumber yang kuat, melainkan sebaliknya, bahwa Pancasila adalah rumusan dasar negara
Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai moral kepribadian bangsa Indonesia, baik nilai
moral agama, sosial dan budaya yang telah mengakar dan melekat bersama eksistensi
bangsa Indonesia.

Untuk itu Pancasila harus diaktualisasikan mulai dari kesadaran subjektif dan objektif
warga negara itu sendiri. Kesadaran secara subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi
perseorangan, setiap warga negara, setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan
setiap orang Indonesia. Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini lebih penting karena
realisasi yang subjektif merupakan persyaratan baik aktualisasi Pancasila yang objektif.
Aktualisasi Pancasila yang subjektif ini sangat berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta
kesiapan individu untuk merealisasikan Pancasila. Dalam pengetahuan inilah pelaksanaan
Pancasila yang subjektif mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib
hukum telah berpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga suatu perbuatan yang tidak
memenuhi wajib untuk melaksanakan Pancasila bukanlah hanya akan menimbulkan akibat
hukum namun yang lebih penting lagi akan menimbulkan akibat moral. Lickona
(Budimansyah, 2011:57) mengembangkan karakter yang baik
(good character) yang di dalamnya mengandung tiga dimensi nilai moral sebagai berikut:

1. Wawasan Moral (Moral Knowing)


a. Kesadaran moral (Moral Awareness)
b. Wawasan nilai moral (Knowing moral values)
c. Kemampuan mengambil pandangan orang lain (Perspectivetaking)
d. Penalaran moral (Moral Reasoning)
e. Mengambil keputusan (Decision-making)
f. Pemahaman diri sendiri (Self Knowledge)
2. Perasaan Moral
a. Kata hati atau nurani (Conscience)
b. Harapan diri sendiri (Self-esteem)
c. Merasakan diri orang lain (Empathy)
d. Cinta kebaikan (Loving the good)
e. Kontrol diri (Self-control)
f. Merasakan diri sendiri (Humility)
3. Perilaku Moral
a. Kompetensi(Competence)
b. Kemauan (Will)
c. Kebiasaan (Habit)

Dalam pengertian ini maka karakter yang baik ada pada seseorang yang berkaitan
dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam realisasi Pancasila yang subjektif disebut
moral Pancasila. Maka aktualisasi Pancasila yang subjektif ini lebih berkaitan dengan
kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral. Dalam aktualisasi Pancasila
yang bersifat subjektif ini bilamana nilai-nilai Pancasila telah dipahami dan diresapi
seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral pandangan hidup. Bilamana hal ini
berlangsung secara terus menerus, maka nilai-nilai Pancasila telah melekat dalam hati
sanubari bangsa Indonesia yang disebut dengan kepribadian Pancasila. Hal ini dikarenakan
bangsa Indonesia telah memiliki suatu ciri khas (yaitu nilai-nilai Pancasila, sikap dan
karakter), sehingga membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Aktualisasi
Pancasila yang bersifat subjektif meliputi pelaksanaan Pancasila sebagai kepribadian
bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dalam pelaksanaan konkretnya
tercermin dalam tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari.
Kesadaran secara objektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap
aspek penyelenggaraan negara, baik di bidang legislatif, eksekutif, maupun yudikatif, dan
semua bidang kenegaraan dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan
perundangundangan negara Indonesia. Menurut Asshiddiqie (2008) bahwa “Pancasila dan
UUD 1945 berisi haluan-haluan bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan negara (state
policies) dalam garis besar dengan tingkat abstraksi perumusan nilai dan norma yang
bersifat umum dan belum operasional”. Artinya terbentuknya nilai-nilai dan ide-ide yang
terkandung di dalam haluan negara dalam rumusan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945
dilakukan oleh dan melalui lembaga permusyawaratan rakyat, sedangkan upaya untuk
mengawal dalam praktik, agar nilai-nilai dan ide-ide yang terkandung di dalam Pancasila
dan UUDNRI Tahun 1945 sungguh-sungguh diwujudkan dalam praktik bernegara
dilakukan oleh lembaga peradilan konstitusi. Dengan kata lain, fungsi ‘state policy making’
berupa Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945 itu dilakukan oleh lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat, sedangkan fungsi pengawalan atas pelaksanaannya dalam praktik
dilakukan oleh lembaga peradilan (state policy adjudication) dalam rangka pengawasan
melalui penegakan hukum (enforcement). Di antara kedua kutub fungsi ‘policy making’ dan
‘policy enforcing/controlling’ terdapat wilayah ‘policy executing’ yang merupakan wilayah
tanggungjawab eksekutif kekuasaan pemerintahan negara.

Oleh karena itu, kebutuhan bangsa kita untuk menjabarkan rumusan-rumusan nilai
dan norma, merevitalisasi, melaksanakan, memasyarakatkan, mendidik dan bahkan
membudayakan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945 dalam peri kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah merupakan tugas dan tanggungjawab bersama baik masyarakat maupun
pemerintah. Pemerintah tidak boleh melepaskan beban tanggungjawab dengan hanya
memberikan bantuan dan dukungan kepada lembaga legislatif atau pun lembaga yudikatif
untuk memasyarakatkan Pancasila dan UUDNRI Tahun 1945. Pemerintah harus tampil
dengan tanggung jawabnya sendiri melalui tujuan pembangunan nasional yang bersumber
pada hakikat kodrat manusia mono pluralis yang merupakan esensi dari Pancasila.

Bangsa Indonesia melaksanakan reformasi, pada prinsipnya merupakan upaya untuk


memperbaiki negara yang pada gilirannya yang jauh lebih penting adalah tercapainya
tingkat martabat manusia yang lebih baik. Oleh karena itu, reformasi juga harus
mendasarkan pada suatu paradigma yang jelas, dan dalam masalah ini paradigma yang
harus diletakkan sebagai basis segala agenda reformasi adalah dasar filsafat negara, yaitu
Pancasila. Hal ini bukan merupakan suatu keharusan politik melainkan suatu keharusan
logis, sebab jikalau reformasi itu menyangkut masalah-masalah fundamental negara yang
terkandung dalam staatfundamentalnorm maka hal itu sudah menyimpang dari makna dan
pengertian reformasi, yaitu suatu revolusi.

Kesadaran Untuk Melaksanakan Pancasila


Pancasila perlu diusahakan agar terwujudnya kesadaran dan ketaatan. Kesadaran
adalah hasil perbuatan akal, yaitu pengamalan tentang keadaan-keadaan yang ada pada diri
manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan
berupa segala sesuatu yang dapat menjadi sumber pengamalan manusia. Pengamalan
tersebut bersifat jasmaniah maupun rohaniah dari kehendak manusia. Untuk itu Kaelan
(2013:27) merincinya sebagai berikut:

1. Rasa, menimbulkan realisasi tentang kejiwaan


2. Akal, yang menimbulkan realisasi tentang kebenaran (ilmu pengetahuan,
pengetahuan, inspirasi, institusi).
3. Kehendak, yang menimbulkan realisasi tentang kebaikan/kebenaran dan realisasi
tentang kebahaagiaan, jadi berkaitan dengan tingkah laku manusia.

Dari uraian di atas jika diurutkan maka agar manusia sampai pada suatu tingkat
kesiapan untuk mengaktualisasikan Pancasila maka yang pertama harus diketahui adalah
tentang pengetahuan yang benar tentang Pancasila, memenuhi meresapi, dan menyadari,
kemudian menghayati dan pada akhirnya mewujudkannya. Jadi tanpa adanya syaratsyarat
tersebut mustahil upaya pelaksanaan realisasi Pancasila dapat terlaksana dengan baik.
Untuk itu diperlukan dalam suatu proses pendidikan yang terarah dan berkesinambungan.
Adapun kesadaran dan kesiapan untuk pelaksanaan Pancasila dapat dilakukan dalam
praktik hidup sehari-hari, dalam masyarakat, melalui pendidikan, maupun dalam kenyataan
hidup sehari-hari.

Pada dasarnya ada dua bentuk realisasi Pancasila yaitu bersifat statis dan bersifat
dinamis. Statis dalam pengertian intinya atau esensinya yaitu nilai-nilai yang bersifat
rohaniah dan universal, sehingga merupakan ciri khas, karakter yang bersifat tetap dan tidak
berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasi Pancasila senantiasa bersifat
dinamis inovatif sesuai dengan dinamika masyarakat, perubahan, serta konteks
lingkungannya. Misalnya dalam konteks lingkungan kenegaraan, sosial, politik, hukum,
kebudayaan, pendidikan, ekonomi, kehidupan keagamaan, Lembaga Swadaya Masyarakat,
organisasi masa, seni, lingkungan dunia teknologi infromasi dan konteks lingkungan
masyarakat lainnya.
Sosialisasi Dan Pembudayaan Pancasila
Gagasan atau nilai-nilai dasar Pancasila itu memang perlu disosialisasikan kepada
segenap warganegara Indonesia oleh karena berfungsinya dalam praktik bernegara
membutuhkan dukungan warganya. Bagi warganegara biasa dukungan itu berbentuk
penerimaan terhadap nilai nilainya, internalisasi nilai yang selanjutnya menjadi acuan
penyelesaian soal kebangsaan dan kemampuan kritis jika terjadi penyimpangan pelaksanaan
penyelenggaraan bernegara. Bagi warganegara selaku penyelenggara negara, sebagai
sumber inspirasi bagi pembuatan kebijakan dan menjadi teladan warga dalam bernegara.
Oleh karena itu kesadaran etik maupun kesadaran hukum yang mencerminkan nilai
Pancasila amat penting dimiliki oleh semua warganegara Indonesia.

Menurut Kaelan (2013) wujud sistem sosial kebudayaan dapat dikelompokkan


menjadi tiga yaitu sistem nilai, sistem sosial, dan wujud fisik baik dalam kebudayaan
maupun kehidupan masyarakat. Dalam hubungan ini Pancasila merupakan core values
sistem sosial kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu merupakan suatu esensi nilai
kehidupan sosial kebudayaan yang multikulturalisme. Oleh karena itu, dalam proses
aktualisasi nilai-nilai Pancasila harus meliputi tiga dimensi tersebut, sehingga dalam hal ini
diperlukan suatu proses doktriner melainkan justru pembudayaan dan internalisasi dalam
kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia.

Dalam kehidupan sosial kebudayaan masyarakat nampak semakin kuat pengaruh


individualisme, primordialisme, serta fanatisme etnis, ras, golongan maupun agama. Bangsa
Indonesia adalah multikultural, multi etnis, dan multi religius, oleh karena itu nilai-nilai
persatuan dalam suatu keragaman harus dibudayakan dengan berbasis pada etika religius
dan kemanusiaan yang adil dan beradab. Dengan sendirinya, revitalisasi juga harus diikuti
dengan upaya pembinaan, pemeliharaan, dan pemanfaatan kekayaan budaya bangsa

A.     KESIMPULAN
Globalisasi dengan segala dampak yang ditimbulkannya bagi bangsa Indonesia
semestinya memberikan pengaruh positif. Oleh karena itu tantangan nyata bagi
kehidupan berbangsa dan bernegara yang harus dihadapi saat ini adalah bagaimana
tindak tanduk dalam merespon fenomena globalisasi dengan berpedoman pada nilai
etika Pancasila sebagai warisan budaya luhur bangsa Indonesia. Pancasila harus
diyakini oleh seluruh elemen masyarakat sebagai nilai-nilai moralitas sehingga arus
globalisasi tetap terjawab dengan nilai-nilai Pancasila.
Peran Pancasila sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi. Karena
Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk
menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai
pengaruh luar, nilai-nilai dalam Pancasila dapat membangun sistem imun dalam
masyarakat kita terhadap kekuatan-kekuatan dari luar sekaligus menyeleksi hal-hal baik
untuk diserap, dan sebagai sistem dan pandangan hidup yang merupakan konsensus
dasar dari berbagai komponen bangsa yang plural ini. Lewat Pancasila, moral sosial,
toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk.
Pancasila seharusnya dijadikan sebagai poros identitas untuk menghadapi
bermacam identitas yang ditawarkan dari luar. Tetapi sangat disayangkan jika wacana
Pancasila belakangan ini mulai berkurang. Mengingat berbagai potensi yang tersimpan
di dalamnya, wacana nasional ini perlu untuk dimunculkan kembali, dibangkitkan
kembali dan digali terus nilai-nilainya agar terus berdialektika dalam jaman yang terus
bergulir.
Untuk itu Pancasila harus bisa kita telaah secara analitis. SARAN Perlu
ditanamkannya nilai – nilai dalam Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Agar kita
mampu memfilterisasi arus globalisasi yang ada. Sesuaikah dengan nilai – nilai
Pancasila. Pancasila dapat berperan dalam era globalisasi apabila dari diri masing –
masing sudah tertanam nilai – nilai luhur Pancasila. Tentu akan percuma peran
Pancasila dalam era globalisasi ini, apabila dalam diri sendiri tidak mempunyai
kesadaran akan pentingnya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan.
B.     SARAN
Sebagai warga Negara Indonesia kita wajib menghargai segala nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila, mengingat pancasila adalah falasah Negara. Setelah kita
melihat peristiwa-peristwa anarkis yang dapat memecah persatuan bangsa ini yang
terjadi baru-baru ini, pemerintah hendaknya mempertegas dan menanganinya dengan
tepat. Sebagai warga negara yang baik, kita juga seharusnya dapat menjaga eksistensi
Pancasila, dengan menghayati isi kandungan Pancasila dan mengamalkanya dalam
kehidupan sehari-hari yang merupakan dasar negara, tujuan hidup bangsa, pandangan
hidup bangsa bentuk kepribadian bangsa yang membedakan kita dengan negara lain.
Dan kita tidak hanya sibuk mempelajari Pancasila, memperdebatkan tentang pancasila,
tetapi kita sendiri sebenarnya tidak pernah mengamalkanya dalam kehidupan sehari-
hari. Kesatuan Republik Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2008. Membudayakan nilai-nilai pancasila dan kaidah-kaidah undang-
undang dasar negara RI tahun 1945. Dokumen Sekretariat Negara
Budimansyah, Dasim. 2011. Penguatan pendidikan kewarganegaraan untuk membangun
karakter bangsa. Bandung: Widya Aksara Press.
Kaelan. 2013. Negara kebangsaan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma
Lickona, T. 2012. Educating for character” mendidik untuk membentuk karakter,
bagaimana sekolah dapat mengajarkan sikap hormat dan tanggung jawab. Jakarta:
Bumi Aksara
Lickona, T. 2013. Character matters. Jakarta: Bumi Aksara.
Notonagoro. 1984. Pancasila secara ilmiah populer. Cetakan keenam. Jakarta: Bina Aksara
Winarno. 2012. Melaksanakan Pancasila Di Orde Reformasi. Jurnal Civicus PKn UPI
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai